RATAPAN
PENDAHULUAN
Untuk kitab sutji, jang terdjemahannja kami sadjikan ini, dipilih nama "Lagu2
Ratap", sebagai terdjemahan nama Latin "Lamentationes" dan nama Junani
"Threnoi". Dalam Kitab sutji Hibrani kitab itu tidak mempunjai nama sendiri dan
disebut dengan kata permulaan teksnja, jaitu "ekah"(Aduh), seperti djuga kelima
kitab Musa dinamakan menurut kata permulaannja. Namun demikianlah orang2
Jahudipun mengenal nama jang lain, jakni "Qinot", jang artinja djuga "Lagu
Ratap". Tetapi nama ini kiranja dari waktu belakangan.
Namun "Lagu Ratap" itu dipilih karena dan sesuai sepenuhnja dengan isi kelima
lagu, jang dikumpulkan dalam kitab tersebut. Sebab memang adalah "Lagu2
dukatjita", paling tidak dalam garis besarnja. Dewasa ini orangmembedakan 'lagu2
perkabungan' dan "lagu2 ratap". Dalam lagu perkabungan dilagukan kematian
seseorang dan lagu2 matjam ini termasuk dalam upatjara penguburan. Didalamnja
kebadjikan2 orang jang mati dipudji dan disesalkan kepergianja, jang dipandang
sebagai achir jang definitif. Didalamnja tidak diutjapkan doa dan tidak
terdengar harapan akan hidup lain yang lebih baik. Karena itu lagu2 perkabungan
itu sedikit sekali atau se-kali2 tidak bertjorak keigamaan. Mula2 dimasudkan
untuk orang2 tertentu, tetapi kemudian lagu2 perkabungan itu dialihkan kepada
keruntuhan sesuatu bangsa atau kota, jang dengan sendirinja lalu diperorangkan.
Kitab Sutji memelihara beberapa lagu perkabungan dari Israil djaman kuno (II
Sjem. 1,18-17;3,33-34;JS 23,1-14;Jr 22,18). Nabi2 kadang menggunakan djenis
kesusasteraan ini sebagai sindiran terhadap bangsa2 asing (Amos 5,2; Js. 14,4-
21; Jr.23,1-2; Jehesk. 26,15-16). Lagu2 ratap, entah perseorangan entah
kolektif, mempunja tjorak lain. Didalam dilagukan malapetaka pribadi atau
kolektif (sakit, kekalahan dalam perang dan sebagainja), dan lagu2 tersebut
merupakan suatu doa kepada Allah didalam kesesakan. Dalam doa tersebut
dikemukakan segala alasan, untuk mendesak Tuhan kepada belaskasihan dan
pertolongan. Djadi, lagu2 tersebut mempunjai tjorak keigamaan jang lebih kuat
daripada lagu2 perkabungan. Malapetaka, jang menimpa diri si penjanji (atau
masjarakat), dilukiskan sedikit banjak setjara pandjang dengan rumus2 jang
lazim. Karena itu sering sulitlah menentukan, dalam kesesakan mana si penjanji
berada. Kitab Sutji, chususnja kitab mazmur, memelihara sedjumlah lagu2 ratap
jang individuil dan kolektif. Dalam kitab "Lagu2 Ratap", kedua sastera itu
bertjampur-aduk. Djelaslah, bahwa 1.2.4 adalah lagu perkabungan jangsesungguhnja
tentang kehantjuran Jerusjalem, tetapi toh bertjampur dengan motif lagu ratap
dan bertjorak keigamaan. Lagu 3 dan 5 lebih mirip lagu ratap, jang kolektif
dalam 5 dan individuil dalam 3, walaupun dalam lagu 3 pun objeknja adalah suatu
kolektivitas.
Kelima lagu kitab itu dituang dalam bentuk jang chas. Sebab semuanja lebih
kurang mengambil abdjad Hibrani sebagai dasar, walaupun masing2 agak lain
bentuknja. Lagu 1-4 adalah apa jang disebut acrosticon. Artinja sandjak itu
dibuat menurut abdjad begitu rupa, sehingga tiap2 bagian dimulai dengan huruf
berikutnja dalam abdjad. Lagu pertama dan kedua bersesuai dalam hal ini,
bahwasanja tiap2 bait terdiri atas tiga baris, dimulai dengan huruf berikutnja
dari abdjad, tetapi baris kedua dan ketiga dalam tiap2 bait dimulai dengan huruf
apapun. Perbedaan ketjil antara kedua lagu itu ialah bahwa urutan huruf abdjad
tidaklah sama, jakni 'ain-pe dan pe-'ain. Lagu keempat sama susunannja dengan
lagu kedua, tetapi dalam lagu keempat tiap2 huruf abdjad hanja mendapat dua
baris. Dalam lagu ketiga alfabetisme didjalankan palingdjauh. Sebab dalam lagu
ketiga bukan hanja tiap2 bait sadja dimulai dengan huruf berikutnja, tetapi
tiap2 baitpun mengulang huruf jang sama sampai tiga kali sebagai permulaan tiap2
baris. Dalam Kitab Sutji, chususnja dalam kitab mazmur
(9.10.25.34.37.111.112.119.145), tetapi djuga dalam kitab2 lainnja (Ams. 31,20-
31; Nah. 1,2-8) terdapatlah ber-ulang2 bentuk puitis itu. Bentuk tersebut
barangkali terdjadi sebagai suatu alat untuk ingatan, tetapi akibatnja sandjak2
itu sedikit banjak memberikan kesan di-buat dan si penjair sering kehilangan
kebebasannja, hal mana membuat djalan pikirannja kaku dan kurang lantjar. Namun
demikian ber-lebih2anlah mengatakan, bahwa acrostison itu adalah gedjala
kemerosotan. Jang kelima dari Lagu2 Ratap adalah jang paling lemah dalam bentuk
abdjadnja. Dari acrosticon hanja tinggal ini, bahwa sandjak itu terdiri atas
sedjumlah baris jang sama banjaknja dengan huruf abdjad Hibrani
Dalam Kitab Sutji Hibrani Lagu2 ratap tertera dalam apa jang disebut "megillot",
atau lima gulungan; jaitu tulisan2 ketjil (Rut, Ester, Pengch.
Md.Ag.,Lg.Rt),jang dibatjakan pada perajaan2 tertentu didalam synagoga. Lagu2
Ratap diuntukkan hari puasa, guna memperingati djatuhnja Jerusjalem, tanggal 9
Ab (Agustus). Alasan liturgis itu agaknja alasan satu2nja jang sesungguhnja,jang
menentukan tempatnja sekarang didalam kanon. Daripadanja tidak dapat ditarik
kesimpulan satupun berkenaan dengan kitab itu sendiri. Dalam terdjemahan Junani
dan Latin oleh karenanja djuga mendapat tempat jang berlainan sama sekali, jaitu
dipertalikan dengan kitab Jeremia. Perbedaan jang tak begitu penting ialah,
bahwa dalam terdjemahan Junani kitab itu terpisah dari kitab Jeremia oleh kitab
Baruch, sednagkan dalam terdjemahan Latin tempatnja segera sesudah kitab Jeremia
dan diikuti kitab Baruch tetapi gandingan antara Lagu2 Ratap dan Jeremia adalah
begitu eratnja. sehingga pengarang2 Kristen Kuno sering mengutipnja dengan nama
Jeremia sebagai sebagian dari kitabnja. Ada puloa saksi2 lama, jang mengatakan,
bahwa kitab itu pada orang2 Jahudi mula2 termasuk pula dalam kitab Jeremia atau
se-tidak2nja sangat erat gandingannja dengannja. Tempatnja jangsekarang didalam
Kitab Sutji Hibrani agaknja bukan jang paling kuno.
Lama orang menerima begitu sadja, bahwa Jeremia adalah pengarang kitab itu. Baru
dalam abad ke 18 orang mulai menjangsikannja, kesangsian itu achirnja mendjadi
umum. Dalam naskah2 terdjemahan Junani kitab itu dengan tegas disebut dengan
nama Jeremia, sebagaimana djuga halnja dalam naskah2 terdjemahan Latin. namun
demikian, djudul kitab tersebut, walaupun dari djaman kuno dansuatu terdjemahan
dari bahasa Hibrani, tidak aseli djuga dalam terdjemahan Junani. Terdjemahan2
Kuno lainnja tidak mengenal djudul itu dan djuga dalam teks Latin Vulgata
tidaklah terdapat dalam sebuah naskah dari djaman kuno. Pengarang2 kuno umumnja
mengikuti tradisi tersebut. Tetapi tradisi itu agaknja melulu berdasarkan suatu
tafsir Jahudi mengenai IITwr. 35,25, dalam mana disebutkan, bahwa Jeremia
mengarang sebuah lagu ratap pada waktu gugurnja josjijahu dalam pertempuran di
Megido. Orang mempertalikan Lag.Rt.4,20 denganitu dan demikian timbullah
anggapan, bahwa Lagu2 Ratap ditulis oleh nabi Jeremia. Dasar anggapan tersebut
adalah sangat sempit dan pastilah tidak tjukup untuk membuktikan,bahwa Jeremia
sungguh pengarang kitab itu. Anggapan itu memang dapat dipahami Sebab Lagu2
ratap adalah sedjalan seluruhnja dengan nubuat2 Jeremia; dan apabila orng mesti
mentjari nama untuk kumpulan ta-bernama dari lagu2 sematjam itu, maka nama
Jeremia adalah serasi. Tetapi betapapun djua mudah dimengerti, namun dengan itu
bukti belumlah diberikan, dan oleh karenanja djuga tidak sedikitlah keberatan,
jangdikemukakan terhadap tradisi jang ber-abad2 lamanja itu. Ditundjukkanlah,
bahwa Kitab Sutji Hibrani tidak mengatakan kitab itu dari Jeremia asalnja, hal
mana tentunja akan terdjadji apabila ahli2 Jahudi, jang telah memberikan
urutannja jang sekarang mengetahui barang sedikit tentang hal itu. Tetapi
argumen itu tidak membuktikan banjak. Sebab djika menurut aselinja Lagu2 ratap
itu adalah sematjam lampiran pada kitab Jeremia dan baru kemudian terpisah
daripadanja karena alasan2 praktis, maka kiranja akan dipahami pula, bahwa ahli2
itu tidak memandang ahli2 itu tidak memandang perlu untuk menjebutkan dengan
tegas, bahwa lagu2 itu dari Jeremia asalnja. Mereka dapat memandang hal itu
sudah dikenal umum. Selandjutnja dikemukakan pula bahasa, jang digunakan dalam
kitab itu. bahasanja betul memperlihatkan suatu kemiripan dengan bahasa Jeremia,
tetapi sebaliknja djuga perbedaan jangmenjook dengan bahasa nabi tersebut,
diiringi dengan suatu kesamaan dengan bahasa Jeheskiel, dan menggunakan bagian
kedua Jesaja. Tambahan pula ada kesamaan dengan kitab2 lainnja dari Kitab Sutji
(3,6: Mzm 143,2-3,15: Ijob 9,19;3,17:Mam 88,15,3,37:Mzm 33,9; 1,10: Ul 23,3).
Dikemukakan pula pertentangan dalam hal gagasan antara Jeremia dan Lg.Rt.(4,20,
jang menjebutkan Sedekia tidaklah sesuai dengan pandangan Jeremia tentang radja
tersebut.Jr.22,13-38'37,17-18;dan 4,17 sukarlah ditjotjokkan dengan Jer. 37,7-
8;2,9 pun tidak tjotjok dengan Jr. 42,4-5; lagi 5,7 tidak sesuai dengan
Jr.31,29). Karena alasan2 itumaka kebanjakan ahli dewasa ini berpendapat bahwa
bukan Jeremialah pengarang kitab itu tetapi orang lain. namun ada djuga beberapa
ahli, jang mengukuhi pendapat, bahwa soal itu belum terputuskan, dan malah sadja
terbuka kemungkinan, bahwa Jeremia adalah pengarangnja, walaupun hal itu tidak
dapat dibuktikan.
Djika bukan jeremia pengarang kitab itu, siapakah gerangan pengarangnja? Ada
ahli, jang mengatakan lagu2 itu dikarang oleh pelbagai pengarang jang anonim.
Kata mereka, kesemunja itu dsatukan karena lagu2 itu memperbintangkan tjema jang
sama, bukan karena sama pengarangnja. Argumen2 jang dikemukakan, tidak begitu
mejakinkan. Karena itu ahli lain berpegang teguh pada satu pengarang. Argumen2
jangdikemukaan oleh para pendukung pendapat tersebut pada hemat kami lebih kuat
daripada argumen2 dari pendapat pertama, jang mengira harus menerima panjair
tersendiri untuk tiap2 lagu. Hanja mengenai lagu 1 dan lagu 5 kiranja harus
diterima, bahwa itu ditulis oleh pengarang lain. Adapun sebabnja maka lagu
pertama dipisahkan dari lagu2 lainnja terutama ialah bahwa dalam lagu pertama
digunakan urutan lain mengenai huruf Hibrani. Lagu kelima berlainan tjorakknja
dengan jang lain2 begitu rupa, sehingga sukarlah berasal dari penjair jang sama.
Sebab lagu kelima lebih merupakan suatu doa liturgis daripada lagu ratap.
Oleh karena semu lagu itu dan tjaranja tehme itu diperbintjangkan, haruslah
semuanja itu terdjadi sebelum achir pembuangan, sebelum th. 538. Sebab lagu2 itu
mengenai kehantjuran Jerusjalem dankebinasaan baitullah; dan didalam kitab itu
tidak terdapat tanda satupun, bahwa hal itu sudah lama lampau. Selandjutnja
orangpun sependapat, bahwa lagu2 itu dikarang tidak lama sesudah kedjadian2 itu,
djadi tidak lama sesudah 587. Hanja untuk lagu pertama oleh beberapa ahli
diadakan keketjualian, sedjauh mereka berpendapat, bahwa lagu tersebut
ditjiptakan sebelum perebutan Jerusjalem dalam tahun 587. Dalam lagu tersebut
betul disebutkan tentang pembuangan,tapi tidak tentang kehantjuran Jerusjalem.
Karena itu kata mereka lagu itu ditulis setelah deportasi setjara besar2an jang
pertama dalam tahun 598 dan sebelum 587. Djuga lagu ketiga oleh beberapa ahli
hendak ditanggalkan pada tahun jang lain jaitu kemudian daripada lagu 2,4 dan 5.
Lagu tersebut kata mereka sangat samar2 dan umum tjoraknja, sehingga agaknja
tidak mengingat kedjadian2 konkrit. Lagipula sangat tergantung dari beberapa
mazmur (3,9:Mzm 142,3;3,17.55.56: Mzm 88,7.10.15'3,37: Mzm 33,9. Lagu itu baru
kemudian ditambahkan kepada kumpulan lagu2 ratap jangsudah ada (lih. keterangan
3,1).
Sukarlah menentukan dimana lagu2 itu dikarang. Beberapa ahli mengira di Babel,
sedangkan ahli2 lain mentjari tempat-tinggal si penjair di Mesir (Jeremia).
Tetapi lebih mungkinlah tanah asal-usulnja ialah Palestina, jaitu di Jerusjalem
sendiri. Sebab disitulah ibadah tetap dilangsungkan ditempat baitullah jang
hantjur itu (Jr 41,5). Agaknja di Jerusjalem segera dikenal pula suatu perajaan
chusu sebagai peringatan kepada djatuhnja Kota dan hantjurnja baitulah
(Zak.7,3;8,17). Lagu ratap serasi sekali dengan liturgi sematjam itu, sehingga
Jerusjalem paling besar kemungkinannja sebagai tempat asal-usul lagu2 itu.
Isi keigamaan Lagu2 Ratap memberikan nilainja jang chas dan tetap kepada kitab
itu. Tidak dapat tidak njanjian2 jang monoton itu mengingatkan kepada bentjana
jang terbesar, jang pernah menimpa umat Allah jang lama. Pemandangan jang
menjuedihkan itu dilukiskan dengan pandjang lebar dan kadang2 sampai perkara
ketjil jang mengerikan. Tetapi lagu2 itu tidak hanja sampai kesia sadja.
Keruntuhan tersebut bukanlah pekerdjaan takdir jang tak dapat dielakkan, jang
setjara buta menjerbukan diri kepada bangsa itu. Latarbelakang drama jang
mengerikan itu ialah dosa, ketidak-setiaan umat kepada Allahnja
(1,5.14.18;3,42;4,6;5,16). Dosa itulah jang dihukum oleh keadilan Allah, karena
Allah kan "tidak dengan ichlas hati merendahkan dan merundung" (3,33). Bentjana
tersebut adalah suatu pemaklum, baik dari dosa maupun dari keadilan Allah. Ia
telah menaruh sedjarah akan kegunaan sifat tersebut. Bukannja salah seorang jang
besar, melainkan Allah sendiri memimpin balatentara, jang membasmi Jerusjalem
(1,5.12.15;2,1-8.17.22;,3,2-16.38;4,11.16;5,16.21). Bukan pula sesuatu individu
sadjalah, jang membangkitkan murka Allah dengan dosanja, melainkan adalah
seluruh bangsa, jang berbuat dosa(3,34-36;5,7.16). Namun demikian, malapetaka
itu tidaklah dimaksudkan se-mata2 sebagai hukuman, tetapi djuga sebagai djalan
untuk bertobat (3,23.40.41;5,22); dan pertobatan itu sendiri adalah suatu kurnia
dari Allah jang baik (3,25), milik-pusaka Israil jang tetap (3,24). Karena itu,
asal sadja ada keinsjafan telah berbuat dosa dan ada sesal, maka selalu ada
harapan pada Allah jang rahim, baik dan mahakuasa. Lahu2 Ratap bukanlah tjontoh
bagi keputus-asaan existensialistis, melainkan tjontoh kepertjajaan jang penuh
harapan danpengharapan jang pertjaja akanhari depan (3,26-31).
Djika dibatja setjara demikianlah, maka lagu2 ratap itu tetap mempunjai artinja,
djuga didalam Perdjadjian Baru. Didalam literatur Katolik lagu2 itu digunakan
dalam Pekan Sutji, pada perajaan peringatan wafat Penebus. Inilah bentjana jang
terbesar didalam sedjarah dunia; dan memang ada alasan untuk melambungkan lagu
dukatjita karena manifestasi jang terhebat dari dosa dan pengadilan. Tetapi
karena Allah jang mengadili, maka didalam bentjana terdapatlah bibit kebangkitan
dan kehidupan, pendekatan antara Allah dan manusia. Dan djustru karena itulah
lagu2 ratap dengan kepertjajaannja penuh harapan itu serasi sekali dengan
upatjara2 peringatan akan wafatnja Penebus, jang membawa kehidupan kita.
MempelaiNja (Geredja) dapat menjanjikan lagu2 sedih itu sebagai pernjataan
tjintakasihnja, tetapi djuga sebagai -permakluman dosa dan pengadilan , jang
djuga dikenal oleh mempelai tersebut; namun suatu pengadilan jang merupakan
djalan kekebangkitan, ke Paska. djuga mempelai Kristus harus melalui derita
sebagai hukuman jang adil, untuk dapat bersukatjita dalam Kehidupan itu.