Teks -- Pengkhotbah 2:24 (TB)
Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Full Life -> Pkh 2:24-26
Full Life: Pkh 2:24-26 - DARI TANGAN ALLAH.
Nas : Pengkh 2:24-26
Penulis mencapai dua kesimpulan:
1) Makan, minum, dan bekerja -- sebenarnya, semua kegiatan dalam hidup
-- dapat memua...
Nas : Pengkh 2:24-26
Penulis mencapai dua kesimpulan:
- 1) Makan, minum, dan bekerja -- sebenarnya, semua kegiatan dalam hidup -- dapat memuaskan hanya apabila orang itu memiliki hubungan pribadi dengan Allah. Hanya Dialah yang memungkinkan kita menemui kenikmatan dalam hidup ini.
- 2) Allah memberikan hikmat, pengetahuan, dan sukacita sejati kepada
mereka yang di dalam iman berkenan kepada-Nya (bd. Pengkh 3:12-13,22;
Pengkh 5:18-20; 8:15; 9:7). Jadi, kita harus memandang hidup ini
sebagai pemberian dari Allah dan mengharapkan bahwa Ia akan melaksanakan
maksud-Nya bagi kita
(lihat cat. --> Fili 2:13).
[atau ref. Fili 2:13]
Jerusalem -> Pkh 1:12--2:26; Pkh 2:24
Jerusalem: Pkh 1:12--2:26 - -- Salomo sendiri, kendati hidupnya yang mewah, 1Ra 10:4 dst, dan kendati hikmatnya, 1Ra 4:29 dst, tidak menjadi bahagia juga.
Jerusalem: Pkh 2:24 - dari pada makan dan minum Ayat ini memang berbau filsafat Epikurus. Tetapi ini hanya sebagai dalil dalam menentang pendapat lain. Penulis masih sering mengulang penegasan semac...
Ayat ini memang berbau filsafat Epikurus. Tetapi ini hanya sebagai dalil dalam menentang pendapat lain. Penulis masih sering mengulang penegasan semacam itu, Pengk 3:12-13; 5:17; 8:15; 9:7. Tetapi tidak seluruh pandangan hidup Pengkhotbah terungkap dalam penegasan semacam itu. Ia tidak menasehatkan orang bersenang-senang saja, seolah-olah kesenangan melulu memberi makna hidup, dan seolah-olah boleh meremehkan kewajiban.
Ende -> Pkh 2:24-26
Ende: Pkh 2:24-26 - -- Kesimpulan jang sedikit bertjorak materialistis. Namun inilah bukan adjaran
Pengchotbah seluruhnja. Ia di sini hanja mau menitik-beratkan sadja tak us...
Kesimpulan jang sedikit bertjorak materialistis. Namun inilah bukan adjaran Pengchotbah seluruhnja. Ia di sini hanja mau menitik-beratkan sadja tak usahlah manusia bersusah untuk mengerti dan menjelami semuanja. Tjukuplah ia menerima sadja semuanja seperti adanja dan pertjaja, bahwa segalanja datang daripada Allah dan, bagaimanapun djua, diurus olehNja.
Endetn -> Pkh 2:24
Hibrani tak pakai comperativus.
Ref. Silang FULL -> Pkh 2:24
Ref. Silang FULL: Pkh 2:24 - dan minum // jerih payahnya // tangan Allah · dan minum: Pengkh 2:3; 1Kor 15:32
· jerih payahnya: Pengkh 2:1; Pengkh 2:1; Pengkh 3:22
· tangan Allah: Ayub 2:10; Ayub 2:10; P...
· dan minum: Pengkh 2:3; 1Kor 15:32
· jerih payahnya: Pengkh 2:1; [Lihat FULL. Pengkh 2:1]; Pengkh 3:22
· tangan Allah: Ayub 2:10; [Lihat FULL. Ayub 2:10]; Pengkh 3:12-13; 5:16-18; 7:14; 9:7-10; 11:7-10
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry -> Pkh 2:17-26
Matthew Henry: Pkh 2:17-26 - Sumber Ketidakpuasan; Bersenang-senang dalam Kelimpahan Sumber Ketidakpuasan; Bersenang-senang dalam Kelimpahan (2:17-26)
Kegiatan merupakan hal yang disukai orang berhikmat. Mereka sangat suka apabila s...
Sumber Ketidakpuasan; Bersenang-senang dalam Kelimpahan (2:17-26)
- Kegiatan merupakan hal yang disukai orang berhikmat. Mereka sangat suka apabila sedang melakukan kegiatan, dan mengeluh bila tidak ada yang bisa dikerjakan. Adakalanya mereka merasa letih karena kegiatan mereka, namun mereka tidak merasa bosan dengannya atau ingin meninggalkannya. Oleh karena itu, di sini orang mungkin berharap menemukan kebaikan yang harus dilakukan orang, tetapi Salomo telah mencoba hal ini juga. Sesudah menjalani kehidupan penuh perenungan dan gairah, ia pergi mencari kehidupan penuh kesibukan. Ternyata ia tidak menemukan lebih banyak kepuasan di dalamnya dibanding dalam hal lain. Semua ini masih tetap merupakan kesia-siaan dan usaha menjaring angin. Di dalam ayat-ayat di atas tadi ia memberikan pernyataan yang perlu kita amati.
- I. Kegiatan yang dicoba Salomo merupakan kegiatan di bawah matahari (ay. 17-20), yaitu tentang hal-hal duniawi yang berkaitan dengan bumi, kekayaan, kehormatan, dan kesenangan masa kini. Ini adalah kegiatan seorang raja. Ada pula kegiatan di atas matahari, kegiatan kekal yang merupakan berkat selamanya. Perbuatan kita yang sesuai dengan kegiatan itu (melakukan kehendak Allah di bumi seperti di sorga), dan dalam mencari berkat tersebut, akan membawa kebaikan. Kita tidak mempunyai alasan untuk membenci jerih payah itu atau kehilangan harapan karenanya. Namun, segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di bawah matahari, jerih payah untuk makanan yang akan dapat binasa (Yoh. 6:27; Yes. 55:2) yang dibicarakan Salomo di sini, memberi dia begitu sedikit kepuasan. Ini merupakan jenis kesibukan yang lebih baik, bukan seperti yang dilakukan tukang belah kayu dan tukang timba air (tidak begitu mengherankan apabila orang membenci jerih payah semacam itu), melainkan hikmat, pengetahuan dan kecakapan (ay. 21). Ini adalah kegiatan yang membutuhkan banyak pemikiran, yang berhubungan dengan pemerintahan kerajaannya serta kemajuan kepentingan-kepentingannya. Ini adalah jerih payah yang dikelola dengan suara hikmat, dengan tuntunan pengetahuan yang diperoleh secara alami, dan sesuai petunjuk keadilan. Ini merupakan jerih payah yang dilakukan di dewan penasihat dan di gedung pengadilan. Ini adalah jerih payah yang dengannya Salomo mempergunakan hikmat (ay. 19), yang menjadikan kita sekutu para malaikat. Jerih payah ini menunjukkan manusia itu kuat karena karunia akal budi, melebihi karunia kemampuan jasmani, yang juga dimiliki binatang. Apa yang oleh banyak orang dipandang lebih mulia daripada apa pun dalam menjalankan kegiatan duniawi mereka, hanyalah menunjukkan bahwa mereka mempergunakan hikmat, untuk memperoleh nama baik sebagai orang yang berakal, berperasaan, dan penuh jerih payah.
- II. Salomo menghentikan kegiatan ini, karena segera merasa jenuh dengannya.
- 1. Ia membenci segala usaha yang dilakukannya dengan jerih payah, sebab ia tidak memperoleh kepuasan yang diharapkannya. Setelah membangun rumah-rumah indah, taman-taman, dan kolam-kolam pengairan, beberapa waktu kemudian ia mulai merasa muak dengan semua itu, lalu memandangnya dengan rasa jijik. Mirip anak-anak yang menginginkan mainan dan awalnya sangat menyukainya, namun setelah bermain dengannya beberapa saat, merasa bosan dan membuangnya, lalu menginginkan mainan lain. Tindakannya ini bukanlah suatu kebencian yang mulia terhadap benda-benda ini, yang harus menjadi kewajiban kita, yaitu untuk tidak mencintainya melebihi Allah dan agama (Luk. 14:26). Tindakannya ini juga bukan merupakan sebuah kebencian yang memandang semuanya itu dosa, yang merupakan kebodohan kita karena merasa jenuh dengan tempat yang telah ditetapkan Allah bagi kita dan pekerjaan di dalamnya. Tindakannya ini adalah karena kebencian alami terhadap hal-hal itu, yang timbul akibat kejenuhan dan kekecewaan terhadap semuanya itu.
- 2. Salomo mulai putus asa terhadap segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah (ay. 20). Ia berusaha keras memiliki pemahaman mendalam perihal kesia-siaan kesibukan duniawi, dan menemukan semuanya itu tidak akan memberinya keuntungan serta kepuasan yang selalu diingininya. Hati kita sangat enggan berhenti mengharapkan hal-hal hebat dari benda-benda ciptaan. Kita harus berusaha, memberi arah, untuk meyakinkan hati kita bahwa tidak ada keuntungan dan kepuasan dalam benda-benda duniawi yang kita janjikan kepada diri sendiri. Apakah kita telah begitu sering menggali dan mencari sumber kepuasan duniawi, kemudian sama sekali tidak menemukan tanda-tanda keberadaannya, senantiasa merasa kecewa dalam pencarian itu? Akankah hati kita beristirahat dan patah arang saja untuk mencari-cari?
- 3. Akhirnya Salomo menyadari bahwa ia membenci hidup (ay. 17), karena hidup ini cenderung penuh dengan kerja keras dan kesulitan, serta kekecewaan tanpa henti. Allah telah memberi Salomo hati yang begitu lapang dan kecakapan pikiran yang begitu besar hingga ia mengalami lebih banyak dari siapa pun segala macam hal dalam hidup ini yang tidak mampu membuatnya puas dan bahagia. Hidup itu sendiri yang begitu berharga bagi manusia dan merupakan berkat bagi orang yang baik, bisa saja menjadi beban bagi orang yang giat dengan berbagai pekerjaan.
- III. Alasan pertentangan Salomo dengan hidup dan jerih payahnya. Dua hal membuatnya jemu dengan semua itu:
- 1. Bahwa kegiatannya itu merupakan kerja keras baginya: Ia menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari (ay. 17). Segala pikiran dan perhatian yang harus diberikannya bagi jerih payahnya itu dan pemikiran penuh dan terus-menerus yang diperlukan untuk itu merupakan beban yang meletihkan, apalagi ketika usianya mulai lanjut. Ini merupakan dampak kutukan bahwa kita harus bekerja keras. Telah dikatakan bahwa kesibukan kita merupakan pekerjaan yang penuh susah payah di tanah yang telah terkutuk oleh TUHAN (Kej. 5:29) dan mengurangi kemampuan kita untuk bekerja, serta menjadi hukuman yang dijatuhkan kepada kita, bahwa dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu. Jerih payah kita disebut keinginan hati (ay. 22), yang bagi kebanyakan orang merupakan kekuatan yang menindih mereka. Bagi kita, sangat menyukai kenyamanan adalah hal yang begitu wajar. Orang yang giat bekerja digambarkan sebagai orang yang merasa tidak nyaman baik ketika ia keluar maupun masuk (ay. 23).
- (1) Ia kehilangan kesenangan pada siang hari, sebab seluruh hidupnya penuh kesedihan. Tidak saja rasa sedih, tetapi bahkan berbagai kesedihan. Kerja keras atau jerih payahnya penuh kesusahan hati. Orang-orang yang dipenuhi kesibukan akan segera menjumpai hal yang menjengkelkan hati mereka, dan mendatangkan amarah atau kesedihan bagi mereka. Orang yang mudah menjadi resah mendapati bahwa semakin banyak urusan yang harus mereka tangani di dunia ini, semakin sering juga mereka merasa resah. Dunia ini bagaikan lembah air mata, bahkan bagi mereka yang kaya. Orang-orang yang berjerih payah disebut berbeban berat, dan oleh sebab itu dipanggil agar datang kepada Kristus untuk mendapatkan kelegaan (Mat. 11:28).
- (2) Pada malam hari tidurnya juga terganggu. Saat dilanda kesibukan pada siang hari dan mengharapkan kelegaan saat meletakkan kepala di bantal, ia merasakan kekecewaan di situ. Kesusahan membuat matanya tetap terbuka, atau, saat ia tertidur pun hatinya tetap terjaga. Akibatnya, pada malam hari hatinya tidak tenteram. Lihatlah betapa bodoh orang-orang dunia yang melakukan pekerjaan membosankan, dan tidak mencari kelegaan pada Allah. Mau tidak mau, mereka akan merasa gelisah baik malam maupun siang. Jadi secara keseluruhan, semua itu adalah kesia-siaan belaka (ay. 17). Khususnya, inipun sia-sia (ay. 19, 23). Bahkan lebih dari itu, ini merupakan kesia-siaan dan kemalangan yang besar (ay. 21). Hal ini merupakan penghinaan besar terhadap Allah dan mendatangkan kerugian bagi diri mereka sendiri. Itulah sebabnya hal ini disebut kemalangan yang besar. Sungguh sia-sia apabila orang bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam guna mengejar kekayaan duniawi yang tidak pernah dimaksudkan menjadi kebaikan utama kita.
- 2. Bahwa seluruh keuntungan yang didapatkan dari kegiatannya itu harus ditinggalkan untuk orang lain. Harapan untuk memperoleh keuntungan merupakan sumber tindakan dan dorongan untuk melakukan kegiatan. Itulah sebabnya orang berjerih payah, karena mereka berharap bisa meraih keuntungan. Tanpa pengharapan, jerih payah itu akan mengendur. Itulah sebabnya Salomo berdebat dengan semua hasil karyanya, karya luar biasa yang telah dihasilkannya, sebab semua itu tidak mampu memberi dia manfaat yang kekal.
- (1) Salomo terpaksa meninggalkan semua itu. Saat ajal menjemput, ia tidak akan dapat membawa semua itu bersamanya, bahkan sebagiannya. Ia juga tidak dapat kembali kepada semua itu (Ayb. 7:10). Bahkan kenangan terhadap semua itu takkan ada gunanya bagi dia (Luk. 16:25). Aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku, kepada angkatan yang datang ke ruang yang akan berlalu. Sama seperti banyak orang sebelum kita yang membangun rumah-rumah yang kita tempati, berikut benda-benda yang mereka beli dan peroleh melalui jerih payah yang bisa kita nikmati. Begitu pula akan datang banyak orang sesudah kita yang akan menempati rumah-rumah yang kita bangun, dan menikmati segala yang kita beli dan peroleh dengan jerih payah. Belum pernah ada tanah yang terhilang karena tidak adanya pewaris. Bagi jiwa yang penuh kasih karunia, ini sama sekali tidak membuatnya merasa tidak nyaman. Untuk apa kita enggan memberikan giliran kepada orang lain untuk menikmati kesenangan dunia ini? Bukankah lebih baik kita merasa senang bahwa setelah kita tiada, orang-orang yang datang sesudah kita akan lebih berhasil berkat hikmat dan kerajinan kita? Sebaliknya, bagi orang dengan pikiran duniawi yang mencari kebahagiaan sendiri melalui apa pun yang ada, akan menjengkelkan baginya bila harus meninggalkan kekayaan yang sangat dicintainya itu kepada keadaan yang tidak pasti ini.
- (2) Ia harus meninggalkan semua itu kepada orang-orang yang tidak perlu bersusah payah mendapatkannya dan dengan demikian membebaskan diri dari berlelah-lelah. Orang yang mengumpulkan kekayaan, telah memperolehnya dengan hikmat, pengetahuan dan kecakapan. Sementara orang yang menikmati dan menghamburkannya (boleh jadi demikian halnya), tidak berlelah-lelah untuk itu (ay. 21), dan lebih dari itu mungkin tidak akan pernah melakukannya. Lebah bekerja keras mempertahankan lebah pejantan. Bahkan lebih dari itu, hal ini justru bisa menjerat pejantan tersebut, sebab ia harus meninggalkan bagiannya, tempat ia hinggap dan mengisapnya. Alangkah malang orang yang diambil bagiannya. Padahal, jika kekayaan tidak datang semudah itu kepadanya, siapa tahu ia justru menjadi orang yang rajin dan saleh? Walaupun demikian, janganlah kita bingung memikirkan hal ini, sebab bisa saja kenyataan akan berkata lain, bahwa apa yang diperoleh dengan baik, akan jatuh ke tangan orang yang akan menggunakannya dengan baik juga, serta berbuat baik dengan apa yang diterimanya itu.
- (3) Ia tidak tahu kepada siapa ia harus meninggalkan semua itu, apakah kepada orang yang berhikmat atau bodoh. Orang berhikmat yang akan memperbanyaknya, atau orang bodoh yang akan menghabiskannya. Meskipun demikian ia akan berkuasa atas segala usaha yang kulakukan, dan dengan bodoh membatalkan apa yang telah dikerjakan ayahnya dengan bijaksana. Boleh jadi Salomo menuliskan hal ini dengan penuh perasaan, karena takut apa yang akan dibuktikan oleh Rehabeam kelak. Dalam tafsirannya atas perikop ini, Bapa Gereja Jerome menerapkan pernyataan Salomo ini pada kitab-kitab berharga yang ditulis Salomo, bahwa di dalam kitab-kitabnya yang baik itu Salomo telah memperlihatkan dirinya berhikmat, tetapi ia tidak tahu ke tangan siapa buku-bukunya yang baik itu akan jatuh. Mungkin saja ke tangan orang bodoh, yang sesuai dengan kedegilan hatinya, justru menyalahgunakan apa yang telah ditulisnya dengan baik itu. Oleh sebab itu, mengenai seluruh perkara itu ia bertanya (ay. 22), Apakah faedahnya yang diperoleh manusia dari segala usaha yang dilakukannya dengan jerih payahnya? Apa yang diperolehnya bagi diri dan kepentingannya sendiri? Apa gerangan harta miliknya yang bisa dibawa ke dunia lain bersamanya?
- IV. Bagaimana cara terbaik untuk menggunakan kekayaan dunia ini. Yaitu, menggunakannya dengan senang hati, menikmatinya, dan berbuat baik dengannya. Dengan kata-kata inilah Salomo mengakhiri pasal ini (ay. 24-26). Di dalam kekayaan tidak dapat ditemukan kebahagiaan sejati. Semuanya sia-sia, dan bila orang mengharapkan kebahagiaan dari situ, kekecewaan yang akan didapatnya, seperti usaha menjaring angin. Walaupun begitu, Salomo menuntun kita untuk memanfaatkan kekayaan dengan sebaik mungkin, dan menghindari kesusahan yang telah diamatinya. Janganlah kita membanting tulang berlebihan seperti misalnya mengejar lebih banyak kekayaan, tetapi kehilangan kesempatan untuk menikmati apa yang kita miliki. Jangan pula kita menimbun kekayaan dengan berlebihan untuk masa depan, atau kehilangan kenikmatan terhadap apa yang kita miliki itu untuk ditinggalkan bagi orang yang akan datang sesudah kita. Sebaliknya, kita harus menikmatinya sendiri terlebih dahulu. Amatilah,
- 1. Kebaikan apa yang di sini ditawarkan kepada kita. Apa yang merupakan kesenangan dan keuntungan paling besar yang bisa kita harapkan atau gali dari kegiatan serta keuntungan duniawi ini, serta upaya sejauh apa yang bisa kita lakukan untuk menjauhkannya dari kesia-siaan dan usaha menjaring angin yang terdapat di dalamnya.
- (1) Kita harus menjalankan kewajiban kita dengan semua itu, dan lebih berhati-hati dalam menggunakan harta milik kita dengan baik, demi tujuan untuk apa hal itu dipercayakan kepada kita, daripada memperbanyak atau menambah kekayaan. Hal ini dinyatakan di dalam ayat 26, bahwa hanya orang yang dikenan-Nya sajalah yang dapat menikmati hidup ini. Selain itu, menjadi orang yang dikenan Allah, benar-benar diperkenan, seperti halnya Nuh, yang dilihat benar di hadapan-Nya. Kita harus senantiasa mendahulukan Allah, dan tekun mengerjakan segala sesuatu untuk membuktikan diri kepada-Nya. Ungkapan dalam bahasa Aram berbunyi, Tak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bersenang-senang dengan memelihara perintah Allah dan menempuh jalan orang-orang benar. Dan juga (ay. 25) dengan membaca segala perkataan hukum Taurat, dan memperhatikan hari penghakiman yang akan datang.
- (2) Kita harus mencari kenyamanan dari semua itu. Hal-hal ini tidak akan mendatangkan kebahagiaan bagi jiwa. Semua kebaikan yang kita peroleh darinya adalah untuk tubuh. Jika kita menggunakannya demi mendukung kenyamanan tubuh, supaya dapat berfaedah bagi jiwa dan melayani Allah dengannya, maka semua itu akan menjadi hal yang baik. Oleh sebab itu, sehubungan dengan hal-hal ini tak ada yang lebih baik bagi manusia daripada menggunakan semua itu dengan senang hati namun bijaksana, sesuai dengan kedudukan dan keadaannya. Ia boleh makan dan minum seorang diri, bersama keluarga dan teman-temannya, sehingga dengan demikian memuaskan indranya dan membuat jiwanya bersenang-senang, semua kesenangan yang dapat diperoleh dari hal-hal tersebut. Jangan sampai kehilangan hal itu karena mengejar kesenangan yang tidak dapat diperoleh. Namun, amatilah bahwa Allah tidak akan menyuruh kita berhenti melakukan kegiatan dan tidak berbuat apa-apa, dan hanya makan dan minum. Tidak, kita harus bersenang-senang dalam jerih payah kita. Kita harus memanfaatkan hal-hal ini, tidak menghindarinya, tetapi harus rajin serta bergembira dalam melakukan kegiatan di dunia ini.
- (3) Oleh sebab itu, di dalam hal ini kita harus mengakui Allah. Kita harus melihat bahwa inipun dari tangan Allah. Artinya,
- [1] Segala yang baik yang kita nikmati itu memang baik, tidak saja karena merupakan hasil ciptaan-Nya, tetapi juga merupakan pemberian dari penyelenggaraan-Nya yang berlimpah kepada kita. Baru sesudah itulah semuanya bisa menyenangkan bagi kita, saat kita menerimanya dari tangan Allah sebagai Bapa, saat kita melihat bagaimana dengan hikmat-Nya Ia memberi kita apa yang paling sesuai bagi kita, dan kita harus menerimanya tanpa membantah, mengecap kasih dan kebaikan-Nya, menikmatinya, serta mensyukurinya.
- [2] Hati yang menikmati pemberian-Nya memang demikian halnya, dan ini merupakan kasih karunia Allah. Kecuali Ia memberi kita hikmat untuk menggunakan dengan benar apa yang melalui penyelenggaraan-Nya telah dilimpahkan kepada kita, dan pada saat yang sama juga hati nurani yang tenteram sehingga kita dapat membedakan perkenan Allah di tengah bujuk rayu dunia, kita tidak akan dapat membuat jiwa kita menikmati kebaikan apa pun darinya.
- 2. Mengapa kita harus memperhatikan hal ini dalam membawa diri di dunia ini, dan berharap kepada Allah untuknya.
- (1) Sebab Salomo sendiri, dengan segala harta miliknya, tidak dapat mengharapkan lebih banyak lagi dan menginginkan yang lebih baik lagi (ay. 25): " Siapa dapat merasakan kenikmatan di luar Dia lebih dari aku? Inilah yang kucita-citakan, aku tidak menginginkan yang lebih lagi. Orang-Orang yang hanya memiliki sedikit dibanding apa yang kumiliki, dapat melakukan hal ini, yaitu merasa puas dengan apa yang mereka miliki, dan menikmati manfaat darinya." Namun, Salomo tidak mampu melakukannya melalui hikmatnya sendiri tanpa anugerah khusus Allah. Oleh sebab itu ia mengarahkan kita agar mengharapkannya dari tangan Allah dan berdoa kepada-Nya untuk itu.
- (2) Sebab kekayaan merupakan berkat atau justru kutukan bagi seseorang, tergantung apakah ia mempergunakannya dengan baik atau tidak.
- [1] Allah membuat kekayaan itu menjadi berkat bagi orang yang baik, apabila Ia juga mengaruniakan hikmat, pengetahuan dan kesukaan kepada orang itu untuk dinikmati sendiri dengan senang hati dan dengan murah hati membagikannya kepada orang lain juga. Kepada orang-orang yang dikenan-Nya, yang memiliki watak yang baik, jujur dan tulus, menghormati Allah mereka, serta menaruh perhatian kepada umat manusia, Allah akan memberikan kebijaksanaan dan pengertian di dunia ini, serta sukacita bersama orang benar di dunia yang akan datang. Demikianlah yang tertulis dalam bahasa Aram. Atau, Ia akan memberikan kebijaksanaan dan pengertian dalam hal-hal yang bersifat alami, moral, ilahi, dan yang bersangkutan dengan pemerintahan. Semua ini akan senantiasa menjadi sukacita dan kesukaan bagi mereka yang dikenan-Nya.
- [2] Allah menjadikan kekayaan itu hukuman bagi orang jahat jika ia tidak mau menerima penghiburan dari kekayaan mereka, dan hanya menguasainya dengan sewenang-wenang. Orang berdosa ditugaskan-Nya bekerja keras dengan membiarkan dia berbuat sesuka hati menurut rencana bodohnya sendiri, yaitu menghimpun dan menimbun sesuatu yang tidak saja akan menjadi beban bagi diri sendiri bagaikan barang gadaian (Hab. 2:6), tetapi juga menjadi kesaksian terhadapnya dan akan memakan dagingnya seperti api (Yak. 5:3). Sebaliknya, melalui penyelenggaraan-Nya, Allah bermaksud memberikannya kepada orang yang dikenan-Nya. Sebab kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar, dan dikumpulkan untuk orang-orang yang mempunyai belas kasihan kepada orang-orang lemah. Perhatikanlah, Pertama, ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar, dan hanya mereka yang dikenan-Nya sajalah yang memiliki kebahagiaan sejati, yang menerimanya dari Dia dan di dalam Dia. Kedua, orang-orang yang tidak beriman acap kali dihukum dengan rasa tidak puas dan ketamakan yang tidak terpuaskan, yang merupakan dosa-dosa yang menjadi hukuman bagi mereka sendiri. Ketiga, ketika Allah memberikan kelimpahan kepada orang fasik, hal itu dimaksudkan untuk memaksa mereka menyerahkannya kepada anak-anak-Nya sendiri ketika mereka sudah cukup umur dan siap untuk menerimanya, seperti orang Kanaan yang memiliki negeri yang subur itu hingga tiba saat yang sudah ditentukan bagi Israel untuk memasukinya.
- [3] Pokok di dalam sajak itu masih sama: Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin. Tidak peduli sehebat apa pun, hal itu tetap merupakan kesia-siaan, bahkan bagi orang yang dikenan Allah sekalipun. Ketika ia memperoleh segala sesuatu yang telah dikumpulkan orang berdosa, semua itu tidak akan membuatnya bahagia bila tidak ditambah dengan yang lain. Namun, semua itu bagaikan usaha menjaring angin bagi orang berdosa, ketika melihat bahwa apa yang telah dikumpulkannya itu ternyata dinikmati oleh orang yang dikenan Allah, dan oleh karena itu semua itu sia-sia saja di matanya. Karena itu, pilihlah jalan mana yang akan kau tempuh, kesimpulannya sudah pasti, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
SH: Pkh 2:1-26 - Kesenangan adalah sia-sia. (Selasa, 26 Mei 1998) Kesenangan adalah sia-sia.
Pengkhotbah mencoba mencari makna hidup dalam berbagai kesenangan dan kenikmatan. Semua kesenangan fisik yang tersedia dic...
Kesenangan adalah sia-sia.
Pengkhotbah mencoba mencari makna hidup dalam berbagai kesenangan dan kenikmatan. Semua kesenangan fisik yang tersedia dicobanya: makan, minum, rumah dan taman dengan segala isinya yang mewah. Juga para budak, dan berbagai jenis harta kekayaan. Ia juga menyediakan berbagai hiburan seni dalam rumah mewahnya itu. Bahkan banyak istri dan gundik untuk memberikannya kepuasan dari kenikmatan seks pun sudah dicobanya. Akhirnya ia hanya berdesah "segala sesuatu kesia-siaan seperti menjaring angin tak ada keuntungan di bawah matahari" (ayat 2:11" context="true">11).
Hikmat dan kebebalan sama sia-sia. Dari hal-hal badani, ia kini berusaha menemukan makna hidup dalam lingkup pikiran manusia (ayat 2:12" context="true">12). Sudah pasti orang berhikmat lebih dari orang bodoh. Kesimpulannya pasti kita setujui: orang berhikmat seperti orang yang berjalan dengan mata celik, orang bodoh seperti orang berjalan dalam kegelapan (ayat 2:13,14" context="true">13,14). Disadarinya bahwa dirinya berhikmat (ayat 2:15" context="true">15) bukan orang bodoh. Namun nasibnya dan semua orang berhikmat akan sama sama dengan nasib semua orang bodoh. Semua sama akan mati (ayat 2:16-17" context="true">16-17)! Dan sesudah orang mati, apa yang tadinya miliknya menjadi milik orang lain.
Renungkan: Tak ada apa pun dalam hidup ini yang berarti dalam dirinya sendiri. Arti sejati hanya didapat bila di dalam konteks keserasian dengan maksud ilahi.
SH: Pkh 2:1-26 - Menikmati hidup (Kamis, 30 September 2004) Menikmati hidup
Pastor Henri Nouwen adalah seorang dosen di Universitas Harvard,
Amerika yang sering menjadi pembicara dalam seminar di kalangan...
Menikmati hidup
Pastor Henri Nouwen adalah seorang dosen di Universitas Harvard, Amerika yang sering menjadi pembicara dalam seminar di kalangan orang-orang terpelajar pada waktu itu, namun akhirnya ia meninggalkan semua kegiatan itu dan mengabdikan waktu, tenaga dan dirinya untuk melayani orang-orang yang mentalnya terbelakang di Belanda sampai ia meninggal di sana. Pastor Henri Nouwen memilih untuk menghambakan dirinya kepada Kristus dan tidak menerima pujian duniawi atas prestasi akademisnya itu.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Raja Salomo, yaitu ia menilai semua hal yang dulu menjadi kebanggaannya telah dianggapnya sia-sia. Raja Salomo adalah seorang raja yang kaya-raya, terkenal, berhikmat serta telah menikmati semua keindahan dunia ini (ayat 1-10). Akan tetapi, baginya menikmati hidup bukanlah terletak pada harta yang berlimpah, keberhasilan mencapai prestasi tertentu, menjadi orang terpandai di dunia melainkan berdasarkan pada anugerah yang diberikan Tuhan untuk dapat menikmati "pahit-manisnya" hidup ini (ayat 24-25). Sebab semua usaha yang dilakukan manusia dengan susah-payah untuk meningkatkan keadaan hidupnya menjadi lebih baik pada akhirnya akan sia-sia karena ia tidak akan membawa keberhasilannya itu setelah ia meninggal (ayat 16-17). Manusia yang berjuang untuk menjadi lebih kaya pada akhirnya kekayaan yang dikumpulkannya itu akan diambil oleh orang lain yang tidak layak menikmatinya (ayat 18,21). Tuhanlah yang menentukan siapakah yang akan menikmati hasil kerja keras orang tersebut (ayat 26).
Banyak orang yang dalam hidupnya menetapkan sasaran tertentu sebagai syarat keberhasilannya, tetapi ketika tidak dapat meraihnya menjadi orang yang kecewa, sedih, putus asa dan menganggap Tuhan tidak adil. Sebaliknya, ada beberapa orang yang mampu menikmati hidupnya meskipun ia tidak sukses. Bagaimana dengan kita?
Renungkan: Orang yang dapat menikmati hidup ini adalah orang yang mampu bersyukur dan menerima segala anugerah yang Tuhan berikan kepadanya.
SH: Pkh 2:1-26 - Kenikmatan dalam Jerih Payah (Sabtu, 26 November 2016) Kenikmatan dalam Jerih Payah
Dari dahulu sampai sekarang, kita sering kali mengeluh betapa lelahnya menghadapi kesulitan hidup. Tetapi, nas hari meru...
Kenikmatan dalam Jerih Payah
Dari dahulu sampai sekarang, kita sering kali mengeluh betapa lelahnya menghadapi kesulitan hidup. Tetapi, nas hari merupakan kabar baik. Mari kita perhatikan apa yang ditemukan Pengkhotbah!
Sosok Pengkhotbah adalah Raja Salomo, anak Daud. Ia sangat kaya dan berdaya upaya mencari kunci kehidupan melalui semua kesenangan yang dapat dibeli dengan harta (4-8). Kata "bagiku" muncul 8x dalam bahasa Ibraninya: mendirikan "bagiku" rumah-rumah, menanami "bagiku" kebun-kebun anggur; . . . mengumpulkan "bagiku" perak dan emas, mencari "bagiku" biduan-biduan dan biduanita-biduanita. Hal itu memperlihatkan bahwa ia melakukannya untuk kesenangan diri belaka. Pada saat yang sama, semua yang dilakukannya berdasarkan akal budi (3) dan hikmatnya (9).
Dalam pencarian arti hidup melalui semua kesenangan, Pengkhotbah melihat bahwa semuanya sia-sia dan usaha menjaring angin (11). Artinya, ia tidak dapat menemukan arti hidup yang sejati melalui semua kesenangan tersebut. Tetapi, ia menemukan sesuatu dari hasil uji coba tersebut, yaitu hatinya bersukacita karena segala jerih payahnya dan itulah buah segala jerih lelahnya (10). Walau ia tidak mendapatkan arti hidup yang sejati dari semua eksperimen terhadap kesenangannya, setidaknya ia telah menyelidiki apa yang baik untuk dilakukan oleh manusia (3). Akhirnya, ia dapat menikmati jerih payahnya (10).
Dalam hal ini, Pengkhotbah menyimpulkan bahwa ada buah dalam jerih payah hidupnya. Artinya, dalam jerih payah ada kenikmatan dan rasa manis yang diperoleh Pengkhotbah. Seharusnya hal itu merupakan penemuan yang menggembirakan manusia. Meski Tuhan menghukum manusia akan keberdosaannya, Ia juga memampukan manusia dapat menikmati hasil jerih lelahnya (bdk. 2:24-25; 3:12-13).
Ketika kita merasa letih lesu, jangan lupa bahwa ada kenikmatan dalam jerih payah tersebut. Ada rasa puas dan kenikmatan setelah kita melakukan sesuatu yang baik. Marilah kita belajar untuk merasakan kenikmatan dari hasil kerja keras tersebut. [IT]
Baca Gali Alkitab 4
Pengkhotbah merupakan pribadi yang memiliki hikmat Allah. Dengan hikmat-Nya, ia mencoba untuk menemukan makna hidup sejati dari segala kesenangan duniawi. Ia menghayati kesenangan hidup yang dicari dan didambakan oleh semua orang. Kesimpulan dari semua petualangan hidupnya adalah kenikmatan palsu dan kesia-sian hidup. Hanya di dalam Allah, seseorang beroleh arti hidup yang sejati.
Apa saja yang Anda baca?
1. Apa yang dikatakan oleh Pengkhotbah dalam hatinya (1-2)?
2. Apa yang dilakukan Pengkhotbah tentang hidupnya (3-8)?
3. Apa tujuan Pengkhotbah melakukan semuanya itu (9-10)?
4. Apa yang ditemukannya melalui hasil pengamatan dan pengalaman hidup (11-14)?
5. Apa refleksi yang dilakukannya (15-19)?
6. Apa yang dirasakan oleh Pengkhotbah dan apa alasannya (20-23)?
7. Apa kesimpulan yang dipahami oleh Pengkhotbah (24-26)?
Apa pesan yang Allah sampaikan kepada Anda?
1. Apa perbedaan mendasar antara orang berhikmat dan orang bodoh saat mereka memandang kesenangan hidup?
2. Kenikmatan hidup yang bagaimana dapat disebut kebahagiaan sejati?
Apa respons Anda?
1. Apa yang terjadi saat seseorang terjerumus dalam kesenangan duniawi? Pengakuan dosa yang seperti apakah yang Anda katakan kepada Allah?
2. Apa tekad Anda untuk hidup di hadapan Allah?
Pokok Doa:
Agar para pemimpin bangsa dan gereja peka terhadap kehendak Tuhan dan menjadi teladan yang baik.
SH: Pkh 2:1-26 - Apa yang Baik (Rabu, 24 Juni 2020) Apa yang Baik
Pengkhotbah mencari hikmat untuk mengetahui apa yang baik dalam hidup. Namun, ia menemukan bahwa baik orang bodoh maupun orang berhikma...
Apa yang Baik
Pengkhotbah mencari hikmat untuk mengetahui apa yang baik dalam hidup. Namun, ia menemukan bahwa baik orang bodoh maupun orang berhikmat akhirnya mengalami nasib yang sama, yaitu kematian. Ia melihat bahwa segala jerih payah dan kelelahan hanya berujung pada keputusasaan. Ia menyimpulkan bahwa yang baik bagi manusia adalah makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya.
Untuk membeberkan hidup manusia, Pengkhotbah menggunakan paradoks, yaitu "Bersenang-senang dalam jerih payahnya" (24; bdk. 10). Orang biasanya bersenang-senang dalam merayakan hal-hal baik, seperti ulang tahun atau kenaikan pangkat, bukan dalam kesusahan. Ini tidak lazim.
Pengkhotbah tidak mengingkari kesenangan dalam hidup, tetapi ia juga tidak menyangkali adanya kesedihan. Ia mengajak kita untuk bersikap realistis untuk menerima semua peristiwa dalam hidup. Namun, ia tidak serta-merta larut dalam keputusasaan. Ia mengambil keputusan tentang apa yang paling baik dalam hidup, yaitu kesenangan yang datangnya dari tangan Allah.
Pengkhotbah menyadari bahwa kesenangan hanya dapat dirasakan di dalam Tuhan, dan hanya dikaruniakan bagi orang yang dikenan-Nya (24-26). Paulus pun mengakui bahwa kebaikan berasal dari Allah yang bekerja dalam peristiwa apa pun, yang baik maupun yang buruk (Rm. 8:28).
Pengkhotbah menantang kita untuk mengatakan: "baik" untuk semua hal yang dinikmati, entah manis maupun pahit. Pengajaran Pengkhotbah menuntun kita untuk sanggup melihat apa yang baik dalam hidup. Ia juga menegur jika kita berada di persimpangan jalan iman, sedang putus asa, kesal hati, atau kecewa. Teguran ini kiranya menjadi "cemeti" bagi kita untuk lebih sabar dan tangguh menjalani hidup.
Percayalah, di dalam Allah, kita akan mendapat hikmat, pengetahuan, dan pengertian atas segala sesuatu. Dengan percaya kepada-Nya, kita dimampukan untuk menjalani hidup. Kita dipanggil untuk mensyukuri semua peristiwa yang kita alami, baik senang maupun susah. [TMP]
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini ...
Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini di dalam PL Ibrani adalah _qoheleth_ (dari kata Ibr. _qahal_ -- berkumpul); secara harfiah artinya "orang yang mengadakan dan berbicara kepada suatu perkumpulan." Kata ini dipakai 7 kali dalam kitab ini (Pengkh 1:1,2,12; Pengkh 7:27; Pengkh 12:8-10) dan diterjemahkan sebagai "Pengkhotbah". Di dalam Septuaginta padanan katanya ialah _ekklesiastes_ yang menghasilkan judul _Ecclesiastes_ dalam Alkitab Inggris. Karena itu seluruh kitab ini merupakan serangkaian ajaran oleh seorang pengkhotbah yang terkenal.
Pada umumnya dipercayai bahwa penulisnya adalah Salomo, sekalipun namanya tidak muncul di dalam kitab ini, seperti dalam kitab Amsal (mis. Ams 1:1; Ams 10:1; Ams 25:1) dan Kidung Agung (bd. Kid 1:1). Akan tetapi, beberapa bagian mengesankan Salomo selaku penulis.
- (1) Penulis menyebutkan dirinya sebagai anak Daud, raja di Yerusalem (Pengkh 1:1,12).
- (2) Ia menyebut dirinya pemimpin yang paling bijaksana dari umat Allah (Pengkh 1:16) dan penggubah banyak amsal (Pengkh 12:9).
- (3) Kerajaannya dikenal karena kekayaan dan kemuliaan yang berlimpah-limpah (Pengkh 2:4-9).
Semua unsur ini cocok dengan gambaran alkitabiah mengenai Raja Salomo (bd. 1Raj 2:9; 1Raj 3:12; 1Raj 4:29-34; 1Raj 5:12; 1Raj 10:1-8). Lagi pula, kita tahu bahwa Salomo kadang-kadang mengumpulkan sejumlah orang Israel dan berceramah kepada mereka (mis. 1Raj 8:1). Tradisi Yahudi menyebut Salomo sebagai penulis kitab ini. Pada pihak lain, kenyataan bahwa namanya tidak tercantum dalam kitab ini (seperti halnya dalam kedua kitab lainnya) bisa memberi kesan bahwa orang lain terlibat dalam menyusun kitab ini. Sebaiknya kita memandang kitab ini sebagai ditulis oleh Salomo, tetapi mungkin dikumpulkan dan disusun dalam bentuknya yang sekarang oleh seorang lain, serupa dengan cara beberapa bagian kitab Amsal disusun (bd. Ams 25:1).
Secara liturgis kitab ini menjadi salah satu di antara lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu _Hagiographa_ ("Tulisan-Tulisan Kudus"), yang masing-masing dibacakan di hadapan umum pada salah satu hari raya Yahudi. Pengkhotbah dibacakan pada Hari Raya Pondok Daun.
Tujuan
Menurut tradisi Yahudi, Salomo menulis Kidung Agung ketika masih berusia muda, Amsal pada usia setengah tua dan kitab Pengkhotbah pada tahun-tahun akhir hidupnya. Pengaruh yang bertumpuk dari kemerosotan rohani, penyembahan berhala, dan hidup memuaskan-dirinya pada akhirnya membuat Salomo kecewa dengan kesenangan dan materialisme sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan. Kitab Pengkhotbah mencatat renungan-renungan sinisnya tentang kesia-siaan dan kehampaan usaha menemukan kebahagiaan hidup terlepas dari Allah dan Firman-Nya. Ia telah mengalami kekayaan, kuasa, kehormatan, ketenaran, dan kesenangan sensual -- semua secara melimpah -- namun semua itu akhirnya merupakan kehampaan dan kekecewaannya saja, "Kesia-siaan belaka! Kesia-siaan belaka! ... segala sesuatu adalah sia-sia" (Pengkh 1:2). Tujuan utamanya dalam menulis Pengkhotbah mungkin adalah menyampaikan semua penyesalan dan kesaksiannya kepada orang lain sebelum ia wafat, khususnya kepada kaum muda, supaya mereka tidak melakukan kesalahan yang sama seperti dirinya. Ia membuktikan untuk selama-lamanya kesia-siaan melandaskan nilai-nilai kehidupan seorang pada harta benda duniawi dan ambisi pribadi. Sekalipun orang muda harus menikmati masa muda mereka (Pengkh 11:9-10), adalah lebih penting untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta (Pengkh 12:1) dan membulatkan tekad untuk takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya (Pengkh 12:13-14); itulah satu-satunya jalan untuk menemukan makna hidup ini.
Survai
Sulit untuk memberikan analisis yang teratur dari isi kitab Pengkhotbah; tidak ada garis besar yang dengan mudah merangkum semua ayat dan alinea. Dalam beberapa hal, Pengkhotbah mirip dengan petikan-petikan dari catatan harian pribadi seorang ahli filsafat selama tahun-tahun terakhir yang penuh kekecewaan dari hidupnya. Ia memulai kitab ini dengan menyatakan tema pokoknya bahwa seluruh kehidupan ini tak berarti dan serupa dengan menjaring angin (Pengkh 1:1-11). Bagian utama yang pertama dari kitab ini khususnya berhubungan dengan riwayat hidupnya; Salomo melukiskan berbagai segi hidupnya yang sangat mementingkan diri dalam segenap kemakmuran, kesenangan, dan keberhasilan duniawi (Pengkh 1:12--2:23). Usaha memperoleh kebahagiaan melalui cara-cara ini baginya telah berakhir dengan ketidakpuasan dan kehampaan. Bagian terbesar kitab ini berisi rangkaian pikiran acak-acakan yang menggarisbawahi kesia-siaan dan kebingungan dari kehidupan yang tidak berpusat pada Allah. Hidup "di bawah matahari" (frasa yang terdapat 29 kali di dalam kitab ini) adalah hidup yang dilihat dari mata orang yang tidak tertebus dan bercirikan ketidakadilan, ketidakpastian, dan perubahan-perubahan tidak terduga dari nasib, serta pelanggaran-pelanggaran keadilan. Salomo hanya dapat menemui makna pokok hidup ini ketika memandang "di atas matahari" kepada Allah. Mencari kesenangan adalah dangkal dan bodoh; masa muda seseorang terlalu singkat dan kehidupan ini terlalu cepat berlalu untuk dihabiskan secara serampangan. Hidup yang tak menentu dan pastinya kematian menyebabkan Salomo bersikap sinis terhadap maksud dan jalan Allah. Kitab ini ditutup dengan menasihati kaum muda untuk mengingat Allah ketika masih muda, supaya mereka tidak menjadi tua dengan penyesalan pahit dan tugas menyedihkan untuk mempertanggungjawabkan hidup yang disia-siakan kepada Allah.
Ciri-ciri Khas
Lima ciri utama menandai kitab ini.
- (1) Kitab ini sifatnya sangat pribadi, penulis sering kali memakai kata ganti "aku" sepanjang sepuluh pasal pertama.
- (2) Melalui sikap pesimisme penulis, kitab ini menyatakan bahwa hidup yang terpisah dari Allah itu tidak menentu dan penuh dengan kesia-siaan (istilah "sia-sia" terdapat 37 kali dalam kitab ini). Dengan sinis Salomo mengamati pelbagai paradoks dan kebingungan dalam hidup ini (lih. mis. Pengkh 2:23 dan Pengkh 2:24; Pengkh 8:12 dan Pengkh 8:13; Pengkh 7:3 dan Pengkh 8:15).
- (3) Inti nasihat Salomo di dalam kitab ini terdapat di dalam dua ayat terakhir, "Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang" (Pengkh 12:13-14).
- (4) Gaya penulisan kitab ini terputus-putus; kosakata dan susunan kalimatnya termasuk bahasa Ibrani yang paling sulit dalam PL dan tidak mudah untuk menggolongkannya dalam masa sastra Ibrani tertentu.
- (5) Kitab ini berisi alegori yang paling indah dalam Alkitab mengenai seorang yang makin tua (Pengkh 12:2-7).
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Sekalipun hanya satu bagian Pengkhotbah yang kelihatan dikutip dalam PB (Pengkh 7:20 dalam Rom 3:10, mengenai universalitas dosa), namun tampaknya ada beberapa rujukan yang tak langsung: Pengkh 3:17; Pengkh 11:9; Pengkh 12:14, dalam Mat 16:27; Rom 2:6-8; 2Kor 5:10; 2Tes 1:6-7; dan Pengkh 5:14 dalam 1Tim 6:7. Kesimpulan penulis tentang kesia-siaan mencari harta duniawi diulang oleh Yesus ketika Ia mengatakan
- (1) bahwa kita hendaknya jangan mengumpulkan harta di dunia ini (Mat 6:19-21,24), dan
- (2) bahwa tidak ada gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya (Mat 16:26).
Tema kitab ini, yaitu hidup tanpa Allah adalah sia-sia dan tanpa arti, mempersiapkan panggung untuk berita kasih karunia PB: sukacita, keselamatan, dan hidup kekal hanya diterima sebagai karunia dari Allah (bd. Yoh 10:10; Rom 6:23).
Dengan berbagai cara, kitab ini mempersiapkan jalan untuk penyataan PB dengan cara terbalik. Acuan yang sering kepada kesia-siaan hidup dan kepastian kematian mempersiapkan pembacanya untuk jawaban Allah terhadap kematian dan penghukuman yaitu, hidup kekal melalui Yesus Kristus. Karena orang PL yang paling bijaksana tidak sanggup menemukan jawaban yang memuaskan bagi aneka persoalan hidup melalui pencarian kesenangan yang mementingkan diri, kekayaan, dan pengumpulan pengetahuan, kita harus mencari jawaban tersebut di dalam Dia yang oleh PB disebut "lebih daripada Salomo" (Mat 12:42), yaitu Yesus Kristus sebab di dalam-Nya "tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kol 2:3).
Full Life: Pengkhotbah (Garis Besar) Garis Besar
Judul
(Pengkh 1:1)
I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11)
II. Kesia-Siaan Hidup Mement...
Garis Besar
- Judul
(Pengkh 1:1) - I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11) - II. Kesia-Siaan Hidup Mementingkan Diri yang Dilukiskan
dari Pengalaman Pribadi
(Pengkh 1:12-2:26) - A. Kesia-Siaan Hikmat dan Filsafat Manusia
(Pengkh 1:12-18) - B. Kehampaan Kesenangan dan Kekayaan
(Pengkh 2:1-11) - C. Kesia-Siaan Prestasi Besar
(Pengkh 2:12-17) - D. Ketidakadilan Kerja Keras
(Pengkh 2:18-23) - E. Kesimpulan: Kenikmatan Hanya Berasal dari Allah
(Pengkh 2:24-26) - III.Berbagai Pengamatan Tentang Pengalaman Hidup
(Pengkh 3:1-11:6) - A. Aneka Perspektif Terhadap Tatanan Ciptaan
(Pengkh 3:1-22) - 1. Suatu Waktu Diciptakan untuk Segala Sesuatu
(Pengkh 3:1-8) - 2. Keindahan Penciptaan
(Pengkh 3:9-14) - 3. Allah adalah Hakim Segala Sesuatu
(Pengkh 3:15-22) - B. Berbagai Pengalaman Hidup yang Sia-Sia
(Pengkh 4:1-16) - 1. Mengalami Penindasan
(Pengkh 4:1-3) - 2. Persaingan dalam Bekerja
(Pengkh 4:4-6) - 3. Tidak Mempunyai Teman
(Pengkh 4:7-12) - 4. Lalai Menerima Nasihat
(Pengkh 4:13-16) - C. Aneka Peringatan Kepada Pembaca
(Pengkh 5:1-6:12) - 1. Mengenai Menghampiri Allah
(Pengkh 5:1-5:7) - 2. Mengenai Pengumpulan Kekayaan
(Pengkh 5:7-5:19) - 3. Mengenai Hidup dan Mati
(Pengkh 6:1-12) - D. Serbaneka Amsal-Amsal Hikmat
(Pengkh 7:1-8:1) - E. Masalah-Masalah Keadilan
(Pengkh 8:2-9:12) - 1. Ketaatan Kepada Raja
(Pengkh 8:2-8) - 2. Kejahatan dan Hukumannya
(Pengkh 8:9-13) - 3. Masalah Keadilan Sejati
(Pengkh 8:14-17) - 4. Keadilan Akhir bagi Semua Orang
(Pengkh 9:1-6) - 5. Kemanjuran Iman
(Pengkh 9:7-12) - F. Serbaneka Amsal Lagi Tentang Hikmat
(Pengkh 9:13-11:6) - IV. Nasihat-Nasihat Penutup
(Pengkh 11:7-12:14) - A. Bersukacitalah pada Masa Mudamu
(Pengkh 11:7-10) - B. Ingatlah Allah pada Masa Mudamu
(Pengkh 12:1-8) - C. Berpautlah pada Satu Kitab
(Pengkh 12:9-12) - D. Takutlah Akan Allah dan Berpeganglah pada Perintah-Perintah-Nya
(Pengkh 12:13-14)
Matthew Henry: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk m...
- Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk mendengarkan hikmatnya. Hamba-hambanya itu merupakan orang-orang pilihan, yang terpilih untuk secara langsung mendengar semua aturan hikmat Salomo, yang diperoleh Salomo secara langsung melalui ilham ilahi. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan sekarang kepada kita, bukan untuk didengar, seperti oleh hamba-hambanya itu, yang hanya satu kali mendengar, dan kemudian cenderung dimengerti secara keliru atau dilupakan, dan dengan diulang-ulang kehilangan keindahannya. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan kepada kita untuk dibaca, diulas kembali, direnungkan, dan diingat untuk selama-lamanya. Penjelasan yang kita dapati tentang kemurtadan Salomo dari Allah, pada akhir pemerintahannya (1Raj. 11:1), adalah bagian yang mengiris hati dari kisahnya. Kita dapat menduga bahwa ia menyampaikan Amsalnya pada masa jayanya, sewaktu ia masih menjaga kelurusan hatinya, tetapi menyampaikan Pengkhotbahnya ketika ia sudah tua (sebab tentang beban-beban dan kemerosotan-kemerosotan di usia tua, ia berbicara dengan penuh perasaan, ps. 12). Dan, oleh anugerah Allah, pada usia tuanya itu ia dipulihkan dari kemurtadannya. Dalam kitab Amsal ia menuturkan secara lisan pengamatan-pengamatannya, sementara dalam Kitab Pengkhotbah ia menuliskan pengalaman-pengalamannya itu sendiri. Ini adalah apa yang dibicarakan oleh yang sudah lanjut usianya, dan hikmat yang dipaparkan oleh yang sudah banyak jumlah tahunnya. Judul kitab ini dan penulisnya akan kita jumpai pada ayat pertama, dan oleh sebab itu di sini kita hanya akan mengamati,
- I. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah, khotbah yang tertulis. Yang ditulis adalah (1:2), kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia, dan itu juga yang diajarkan. Hal itu dibuktikan secara umum melalui banyak alasan dan kejadian-kejadian tertentu, dan berbagai macam keberatan dijawab. Dalam bagian penutup kita mendapati pelajaran dan penerapan dari semuanya, melalui nasihat, untuk mengingat Pencipta kita, takut akan Dia, dan berpegang pada perintah-perintah-Nya. Memang ada banyak hal dalam kitab ini yang gelap dan sulit dipahami, dan ada beberapa hal yang oleh orang-orang yang bobrok pikirannya diputarbalikkan sehingga menjadi kebinasaan mereka sendiri, karena mereka tidak bisa membedakan antara alasan-alasan Salomo dan keberatan-keberatan dari orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan yang mementingkan kenikmatan jasmani. Tetapi ada cukup banyak hal yang mudah dan jelas untuk meyakinkan kita (jika kita mau diyakinkan) akan kesia-siaan dunia, dan ketidaksanggupannya sama sekali untuk membuat kita bahagia, dan akan kekejian dosa serta kecenderungannya yang pasti untuk membuat kita sengsara. Juga ada cukup banyak hal untuk menyakinkan kita akan hikmat untuk menjadi orang saleh, dan akan adanya penghiburan serta kepuasan yang utuh yang akan kita peroleh dalam menjalankan kewajiban kita baik terhadap Allah maupun manusia. Hal ini harus diniatkan dalam setiap khotbah, dan khotbah yang baik adalah khotbah yang melaluinya perkara-perkara ini sedikit banyak dijelaskan.
- II. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah pertobatan, seperti halnya beberapa mazmur Daud adalah mazmur pertobatan. Ini adalah khotbah pengakuan kesalahan, yang di dalamnya sang pengkhotbah dengan sedih menyesali kebodohan dan kesalahannya sendiri, karena sudah menjanjikan dirinya dengan kepuasan dalam perkara-perkara dunia ini, dan bahkan dalam kenikmatan-kenikmatan inderawi yang terlarang, yang sekarang didapatinya lebih pahit daripada maut. Kejatuhannya adalah bukti dari kelemahan kodrat manusia: Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, atau berkata, "Aku tidak akan pernah menjadi orang yang begitu bodoh hingga berbuat begini dan begitu," sebab Salomo sendiri, yang terbijak dari semua orang, bertindak bodoh dengan begitu mencolok. Dan juga janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, karena kekayaan Salomo menjadi jerat yang begitu kuat baginya, dan membuatnya jauh lebih celaka daripada kemiskinan yang didatangkan terhadap Ayub. Pemulihannya adalah bukti dari kuasa anugerah Allah, dengan membawa kembali kepada-Nya orang yang sudah pergi begitu jauh dari-Nya. Pemulihan itu juga adalah bukti dari kekayaan rahmat Allah dalam menerima dia, kendati dengan banyaknya hal yang memperparah dosanya, sesuai dengan janji yang diucapkan kepada Daud, bahwa jika anak-anaknya melakukan kesalahan, mereka akan dihajar, tetapi tidak akan ditinggalkan dan dicabut hak warisnya (2Sam. 7:14-15). Oleh sebab itu, siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh. Dan biarlah orang yang sudah jatuh bergegas untuk bangkit kembali, dan tidak berputus asa dalam mencari bantuan dan diterima kembali.
- III. Bahwa kitab ini adalah khotbah yang mudah diterapkan dalam perbuatan dan bermanfaat. Salomo, setelah dibuat bertobat, menetapkan hati, seperti ayahnya, untuk mengajarkan jalan Allah kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran (Mzm. 51:15), dan untuk memberikan peringatan kepada semua orang untuk berjaga-jaga supaya mereka tidak membentur kepala sendiri pada batu-batu yang begitu mematikan seperti yang dialaminya itu. Dan keputusan hatinya ini adalah buah-buah yang pantas untuk pertobatan. Kesalahan mendasar dari anak-anak manusia, dan yang mendasari semua tindakan mereka untuk meninggalkan Allah, adalah sama dengan kesalahan orangtua pertama kita, yaitu berharap menjadi sama seperti allah dengan menghibur diri sendiri dengan apa yang tampak baik dimakan, indah dipandang, dan memikat untuk membuat orang bijaksana. Nah, maksud dari kitab ini adalah untuk menunjukkan bahwa ini merupakan kesalahan besar, bahwa kebahagiaan kita bukanlah dengan menjadi allah bagi diri kita sendiri, dengan memiliki apa yang kita inginkan dan melakukan apa yang kita dambakan, melainkan dengan membuat Dia yang sudah menciptakan kita menjadi Allah bagi kita. Para filsuf yang mempelajari akhlak manusia banyak berdebat tentang kebahagiaan manusia, atau kebaikan yang utama. Berbagai macam pendapat mereka kemukakan tentangnya. Tetapi Salomo, dalam kitab ini, menentukan jawabannya, dan meyakinkan kita bahwa takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya adalah apa yang menjadikan manusia itu seutuhnya. Ia sudah mencoba kepuasan apa yang bisa didapat dalam kekayaan dunia dan kenikmatan-kenikmatan inderawi, dan pada akhirnya menyatakan bahwa semuanya sia-sia dan usaha menjaring angin. Namun, banyak orang tidak mau mendengarkan perkataannya, tetapi justru ingin membuat percobaan berbahaya yang sama, dan terbukti akibatnya mematikan bagi mereka. Salomo,
- 1. Menunjukkan kesia-siaan dari perkara-perkara yang pada umumnya dicari orang untuk memperoleh kebahagiaan, seperti ilmu pengetahuan, kenikmatan inderawi, kehormatan dan kekuasaan, kekayaan dan harta benda yang banyak. Dan kemudian,
- 2. Ia menetapkan obat penawar terhadap usaha menjaring angin yang menyertai perkara-perkara itu. Meskipun kita tidak bisa meniadakan kesia-siaan dari perkara-perkara itu, namun kita dapat mencegah kesusahan yang bisa ditimpakannya kepada kita, dengan tidak melekatkan hati kita kepadanya, dan menikmatinya dengan nyaman, tetapi dengan tidak berharap secara berlebihan terhadap semuanya itu, dan menerima saja tanpa membantah kehendak Allah menyangkut diri kita dalam setiap peristiwa. Terutama, dengan mengingat Allah pada masa muda kita, dan senantiasa takut akan Dia dan melayani-Nya sepanjang hidup kita, dengan mata yang tertuju pada penghakiman yang akan datang.
Jerusalem: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani &q...
KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani "Qohelet" (yang diterjemahkan sebagai: Pengkhotbah), bdk Peng 1:2 dan 12; 7:27; 12:8-10, bukanlah nama diri, tetapi sebuah kata benda yang kadang-kadang memakai kata sandang. Bentuk kata Ibrani memberi kesan seolah-olah mengenai wanita, tetapi ternyata tidak demikian halnya keterangan yang agaknya paling tepat, maka nama itu adalah nama jabatan. Ini menunjuk seseorang yang berbicara di muka jemaat (Ibraninya: Yunaninya: ekklesia). Karena itu sejak Luter, kata "qohelet" itu biasanya diterjemahkan dengan: Pengkhotbah. Pengkhotbah itu dikatakan "anak Daud, raja di Yerusalem", bdk Ams 1:12. Meskipun namanya tidak di sebut, namun "anak Daud" itu pasti disamakan dengan raja Salomo. Kitab Pengkhotbah sendiri jelas menyarankannya, Ams 1:16 (bdk 1Raj 3:12; 4:29-30; 10:7), Ams 2:7-9(bdk 1Raj 3:13, 10:23). Tetapi tidak dapat disangkal juga bahwa hanya sebagai suatu sarana kesusasteraan belaka bahwa Salomo dikemukakan sebagai pengarang kitab ini. Penulis yang sebenarnya menggunakan nama orang bijak yang termasyhur di Israel untuk menyajikan buah pikirannya sendiri. Gaya bahasa dan ajaran kitab (yang nanti akan dibicarakan) tidak mengizinkan Pengkhotbah ditanggalkan di masa sebelum pembuangan. Ada semenatara ahli menyangka bahwa Pengkhotbah tidak dikarang oleh seorang penulis saja, bahkan dikatakan bahwa Pengkhotbat adalah buah tangan dua, tiga, empat, malahan delapan orang penulis yang berbeda-beda. Tetapi dewasa in para ahli semakin mencegah diri dari memotong-motong kitab itu dengan cara demikian. Sebab ahli-ahli yang suka memotong-motong itu tidak menghiraukan jenis sastera dan pemikiran Pengkhotbah. Memang pendapat mereka tidak dapat ditertahankan mengingat kesatuan dalam gaya bahasa dan perbendaharaan kata kitab. Hanya jelas bahwa kitab Pengkhotbah diterbitkan oleh seorang murid yang menambah ayat-ayat penutup, Ams 12:9-14.
Sebagaimana halnya dengan kitab-kitab kebijaksanaan lainnya, misalnya kitab Ayub, kitab Bin Sirakh dan khususnya kitab Amsal, yang semuanya merupakan karya serba majemuk, demikianpun halnya dengan Pengkhotbah. Pemikiran hilir mudik, diulang dan dibetulkan. Tidak ada suatu urusan jelas. Hanya ada satu pikiran saja, yang disoroti dari pelbagai segi. Pikiran pokok itu ialah: Sia-sia belaka semua hal yang merepotkan manusia. Pikiran itu terungkap pada awal dan pada akhir kitab, Ams 1:2 dan 12:8. Segala-galanya memperdaya dan mengelabui: ilmu, kekayaan, asmara, bahkan hidup sendiri. Hidup itu hanya serentetan perbuatan sia-sia yang tidak bermakna, Ams 3:1-11; itu berakhir dengan masa tua, Ams 12:1-7, dan kematian yang mendatangi baik orang bijak maupun orang bodoh, yang kaya dan yang miskin, binatang dan manusia, Ams 3:17-20.
Masalah yang menggelisahkan si Pengkhotbah sama dengan yang menyibukkan Ayub, yakni: Apakah yang baik dan yang jahat mendapat balasannya di bumi? Dan sama seperti Ayub, demikianpun si Pengkhotbah menjawab: Tidak. Sebuah pengalaman ternyata tidak sesuai dengan apa yang lazim diajarkan, Ams 7:25-8:14.
Hanya ada perbedaan ini: Si Pengkhotbah adalah seorang yang sehat-walafiat. Maka ia tidak mempersoalkan, seperti Ayub, mengapa orang harus menderita. Si Pengkhotbah hanya mengkonstatir: Kebahagiaan sia-sia belaka, lalu ia menghibur diri dengan menikmati cukup kesenangan yang dapat diperoleh dari kehidupan ini, Ams 3:12-13; 8:15; 9:7-9. Tetapi lebih tepat dikatakan. Si Pengkhotbah berusaha menghibur dirinya, sebab hatinya tetap terus tidak merasa puas. Masalah yang menggelisahkan dia ialah: Apakah ada kehidupan di alam baka? Tetapi si Pengkhotbah tidak menduga pemecahannya, Ams 3:21; 9:10; 12:7. Namun demikian si Pengkhotbah adalah seorang percaya. ia memang dibingungkan oleh jalannya peristiwa dan hal-ihwal kehidupan manusia sebagaimana diatur dan dibimbing oleh Allah. Tetapi ia menegaskan bahwa Allah tidak perlu memberi pertanggungan jawab, Ams 3:11, 14;7:13. Maka manusia harus menerima saja, baik percoabaan maupun sukacita yang diberikan allah, Ams 7:16, dan ia harus dengan takwa menepati perintah-perintah Tuhan dan takut akan Allah, Ams 5:6; 8:12-13.
Jelaskan bahwa ajaran itu sama sekali tidak seimbang. Akan tetapi, dari membagi-bagikan unsur-unsurnya pada pelbagai pengarang, yang bertentangan satu sama lain dan saling mengoreksi, tidaklah lebih tepat mencari dasar ketidak- seimbangan itu dalam pemikiran yang tidak menentu, karena menghadapi masalah yang dahsyat dan tidak tahu pemecahannya? Baik si Pengkhotbah maupun Ayub tidak sanggup memecahkan masalah yang mereka kemukakan. Pemecahannya hanya dapat diberikan oleh keyakinan tentang pembalasan di alam baka (bdk Pengantar umum).
Kitab Pengkhotbah merupakan karya peralihan. Keyakinan kokoh-kuat dari tradisi sudah tergoncang sampai akar-akarnya, tetapi penggantinya belum ada. Ada yang berkata bahwa di masa peralihan itu pemikiran Ibrani terpengaruh dari luar dan khususnya Pengkhotbah terkena pengaruh asing itu. Kerap kali ada ahli yang mendekatkanPengkhitbah pada pemikiran filsafat Stoa, Epikurus atau pengikut- pengikut Antistenes (Sinisi), yang dapat dikenal si Pengkhotbah melalui kebudayaan Yunani di Mesir. tetapi pengaruh Yunani semacam itu tidak dapat diterima. Alam pikiran Pengkhotbah memang terlalu berbeda dengan alam pikiran filsafat Yunani. Ahli-ahli lain berpendapat bahwa ada kesamaan antara Pengkhotbat dengan beberapa karangan yang berasal dari Mesir, misalnya dengan "Dialog seseorang yang putus asa dengan dirinya" atau "Nyanyian-nyanyian Pemetik kecapi", dan khususnya dengan beberapa karangan yang berasal dari kalangan para bijaksana di Mesopotamia dan dengan "Sajak Pahlwan Gilgamesy". Tidak dapat disangkal bahwa ada kesamaan. Tetapi tidak mungkin menunjukkan pengaruh langsung dari karya-karya tersebut. Kesamaannya terletak dalam pokok pemikiran, yang memang sudah lama ada dan menjadi milik bersama seluruh orang bijaksana di dunia Timur. Si Pengkhotbah secara pribadi memikirkan dan merenungkan warisan dari masa yang lampau itu, sebagaimana juga dikatakan oleh penerbit karyanya, Ams 12:9.
Si Pengkhotbah ternyata seorang Yahudi dari Palestina. Ia barangkali bertempat tinggal di Yerusalem. Ia menulis dalam bahasa Ibrani sebagaimana yang dipakai dikemudian hari. Bahasa Ibraninya bercampur dengan unsur-unsur bahasa Aram dan ia menggunakan dua kata dari bahasa Persia. Semuanya itu menyatakan bahwa kitab Pengkhotbah ditulis agak lama sesudah masa pembuangan, tetapi sebelum abad ke-2 sem. Mas. Dalam abad ke-2 itu Pengkhotbah sudah dimanfaatkan oleh Bin Sirakh. Berdasarkan paleografi maka kepingan-kepingan kitab Pengkhotbah yang ditemukan dalam gua-gua di Qumran dapat ditanggalkan di sekitar tahun 150 seb. Mas. Maka sebaik-baiknya dikatakan bahwa Pengkhotbah dikarang selama abad ke-3 seb. Mas. Di mana itu Palestina berada di bawah pemerintahan wangsa Ptolomeus (Mesir) dan terpengaruh oleh aliran humanisme, tetapi belum mengenal semangat kepercayaan dan pengharapan yang menggalakkan bangsa Yahudi di zaman para Makabe.
Kitab Pengkhotbah hanya mencermikan satu tahap saja dari perkembangan agama Israel. Ia tidak boleh dinilai lepas dari apa yang mendahului atau yang menyusul tahap itu. Dengan menekankan bahwa pemikiran-pemikiran dari masa yang lampau tidak mencukupi dan memaksa orang menghadapi masalah-masalah hidup manusia, Pengkhotbah membuka jalan untuk wahyu yang baru dan lebih lengkap. Kitab itu mengajar orang, bahwa tidak boleh terikat pada harta-benda dunia ini. Dengan menyangkal bahwa orang kaya benar-benar bahagia Pengkhotbah menyiapkan dunia untuk mendengarkan "Berbahagialah orang miskin", Luk 6:20.
Ende: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam
Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qo...
PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qohelet". Kata ini ada gandingannja dengan kata Hibrani jang berarti: "himpunan, kumpulan". Pula karena bentuk- katanja jang sulit, maka makna kata "Qohelet"-pun tidak begitu djelas. Kami kira suatu keterangan jang boleh diterima, kalau kata ini mengenai seseorang, kang ada sangkut-pautnja dengan suatu himpunan atau rapat orang2 - boleh djadi sekelompok murid guru ilmu kebidjaksanaan. Himpunan itu diketuai dan dipimpinnja dan kepadanja membentangkan pengadjarannja. Dari itu kata "Pengchotbah" hanjalah suatu usaha untuk mendekati arti kata "Qohelet".
Pengchotbah tadi disebut "Putera Dawud, Radja di Jerusjalem" (1,1). Teranglah kiranja, bahwa jang dimaksudkan ialah Sulaiman, radja Israil jang bidjaksana dan kaja dimasa kegemilangan bangsa Jahudi, sebagaimana radja itu hidup dalam hikajat orang2 Jahudi. Ini sesuai dengan gambaran jang disadjikan dalam pasal kedua kitab ini. Namun demikian, kitab itu sendiri memberikan keterangan2 jang tjukup untuk menarik kesimpulan dengan pasti, bahwa bukan Sulaimanlah pengarangnja. Sungguhpun lama orang menganggap Sulaiman sebagai pengarangnja, namun bolehlah dipastikan, bahwa disini kita bertemu dengan chajalan kesusateraan sadja, sebagaimaan tidak djarang terdapat dalam Kitab Sutji dan lazim didjaman dahulu kala. Orang jang mengenal kelaziman ini, tidak akan teperdaja olehnja.
Selain keterangan jang sedikit sekali dalam kitab itu sendiri, tidak ada petundjuk2 lainnja guna menentukan lebih landjut, siapa pengarangnja. Sudah tentulah seorang guru kebidjaksanaan. Bahasa kitab, jang menundjukkan adanja pengaruh bahasa2 asing serta perkembangan kemudian bahasa Hibrani sendiri, dan keternagn2 lainnja lagi menundjukkan, bahwa ia hidup didjaman, ketika Juda sudah bukan keradjaan jang berdaulat lagi, tetapi didjadjah orang2 asing; terangnja didjaman Helenistis, ketika kebudajaan dan agama Jahudi sudah terantjam oleh peradaban Junani. Dari kitab ini adalah salah satu dari antara kitab2 terachir Perdjandjian lama dan pengarangnja kiranja hidup semasa Putera Sirah. Si penchotbah kiranja hidup di Palestina sendiri atau tidak begitu djauh daripadanja - boleh djadi Fenesia, negeri dagang jang tersohor didjaman itu.
Guru ilmu kebidjaksanaan ini sangat boleh djadi tidak menjusun dan menerbitkan sendiri kitab ini. Kitab ini agaknja lebih berwudjud suatu kumpulan amsal2nja, jang dibukukan murid2nja selagi sang guru masih hidup atau tidak lama sesudah meninggal (12,9-10). Anehlah, kalau ia mengadjarkan tidak lebih banjak dari apa jang termuat dalam kitab jang agak ketjil ini. Murid2 hanja mengumpulkan dan mentjatat apa jang menurut pendapat mereka sangat penting dan jang sangat djelas menundjukkan pandangan hidup umum sang guru.
Tjara terdjadinja kitab itu dapat menerangkan pula susunan kitab, jang memberikan kesan ruwet. Djalan pikirannja tidak selalu sama djelasnja dan gandingan antara bagian jang satu dengan bagian jang lainpun kadang2 nampaknja tiada. Umpamanja sadja kumpulan pepatah2 bebas dalam pasal2 9,17-12,8 memutuskan djalan pikiran umum. Tetapi tak perlulah kiranja lalu menduga akan adanja beberapa pengarang atau beberapa murid, jang melengkapi kitab dang guru. Selain tjara lazim orang2 Jahudi berpikir dan mengarang, maka tjara terdjadinjapun dapat kita djadikan pegangan. Sudah pastilah kitab ini muat pepatah2, jang dihidangkan si pengchotbah bukannja pada waktu serta kesempatan jang sama. Lebih tepatlah dikatakan, bahwa pepatah2 itu disampaikan disepandjang hidup sang guru.
Oleh karena itu adjaran kitab ini didalam bagian2nja ditangkap dan saringlah orang harus me-ngira2kan sadja maksud amsal2 tersendiri. Namun demikian, pandangan hidup umum jang dinjatakan dalam seluruh kitab ini adalah djelas. Dengan itu diteguhkan pula, bahwa tokoh jang satu dan sama djualah, jang selalu tampil kemuka dan angkat bitjara. Persoalan, jang memusing2kan si Pengchotbat, ada banja persamaannja dengan persoalan kitab Ijob. Kalau Ijob diasjikan karena soal sengsara, jang ia tidak tahu menemukan pemetjahannja jang memuaskan, maka si Pengshotbah disesakkan oleh ke-sia2-an dunia dan terutama oleh persoalan mati, jang nampaknja mengachiri se-gala2-nja. Ia mentjari makna segala sesuatu, jang achirnja tetap lolos djuga dari tangkapannja. Karena mati se-gala2nja dan teristimewanja hidup manusia serta segala djeri-pajah manusia mendjadi sia2 sama sekali dan kehilangan segala artinja. Entah hidup baik entah djahat, entah bidjaksana entah bodoh kesudahannja selalu sama djuga, jakni mati. Walaupun didalam Perdjandjian Lama teranglah terdapat djua pikiran2 lainnja, namun si Pngchotbah belum lagi mempunjai pemandangan akan sesuatu kekekalan, jang dapat mendjawab banjak dan dimana hidup manusia dapat menemukan gandjaran atau hukumannja. Baginja nampaknja se-gala2nja berachir pada saat mati. Orang saleh dan pendosa. Orang kaja dan miskin, radja dan budak, mereka menemui achir jang sama dan oleh karenanja tidak banjak bedanja dengan hewan. Dari itu si Pengchotbah sampailah kekejakinan, bahwa pandangan hidup jang terbaik bagi manusia ialah tidak terlalu memusingkan dirinja dengan persoalan itu, melainkan menikmati nilai2 nisbi kehidupan sedapat mungkin. Tetapi selaku orang berTuhan, ia toh mau menundukkan segala sesuatunja kepada Allah serta perintah2-Nja (12,13). Kesemuanja inisungguhpun bukan pemetjahan jang sempurna lagi memuaskan, tetapi si pengchotbah jang hidup didalam Perndjandjian Lama itu belum mengenal djawaban jang lebih baik atas persoalan itu. Dipandang dari sudutnja dan mengingat pengetahuan jang ada padanja, maka kesimpulannja jang pesimistis tapi berkegamaan itu dapat diterima. Itu hanja pemetjahan atau djawaban sementara, jang tidak menutup pintu bagi sesuatau jang lebih baik dan jang harus menunggu pembentangan penuh Wahju Ilahi.
Dalam pengadjarannja agaknja si Pengchotbah membantah guru2 ilmu kebidjaksanaan lainnja di Israil (7,25-8,14), seperti umpamanja Kitab Amsal. Orang2 itu mengira sudah memetjahkan persoalan tadi seluruhnja: umur pandjang dan berbahagia adalah gandjaran Allah atas kebajukan, sedangkan hidup tjelaka si pendosa mesti segera berachir. Perempuan2 djalang dan ketidaksetiaan akan hukum Allah mendjadi sebab- musebabnja segala kesengsaraan. Tetapi pemetjahan jang terlalu gampang ini tidak dibenarkan si Pengchotbah. bukan hanja karena kenjataannja tidak selalu berlangsung sebagaimana dikirakan oleh guru2 ilmu kebidjaksanaan itu, tetapi terutama djuga karena mati itu bagaimanapun djua kelihatannja menjudahi semuanja setjara sama. Nah, kalau begitu, apa gerangan artinja umur pandjang jang berbahagia atau keadaan tjelaka itu? Orang saleh dan si pendosa sungguh sama adanja dan tiada lagi soal gandjaran atau hukuman. Meskipun si Penchotbah sendiri tidak mengenal pemetjahan jang sebenarnja, namun ia merasa, bahwa pendapat jang lazim itu bukanlah keterangan jang djitu. Dengan kritiknja ia membuka jalan dan memberikan dorongan, untuk mentjari djawaban jang lain dan bilamana itu sudah diberikan, untuk menerimanja. Seorang jang berguru kepada orang bidjak ini akan terbukalah hatinja bagi Wahju seterusnja.
Demikianlah kitab Pengchotbah beserta dengan kitab Ijob menduduki tempat jang penting dalam perkembangan Wahju Ilahi. Djanganlah Ia dipentjilkan, tetapi arti serta peranannja hendaknja dibuat didalam keseluruhan Perdjandjian Lama dan Perdjandjian Baru. Kitab ini merupakan penguntji suatu masa tertentu dalam perkembangan itu, dan karena persoalan jang diutarakannja merupakan djuga permulaan suatu fase baru, jang lebih mendalam dan lebih luas. Sebagai salah satu dari tokoh2 terachir dari Perdjandjian Lama ia dalam hal ini merupakan persiapan terdekat bagi perdjandjian Baru.
Pada achir kitab ini terdapatlah ichtisar kitab ini.
BIS: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan
dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang
PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang penuh pertentangan, ketidakadilan dan hal-hal yang sulit dimengerti. Maka disimpulkannya bahwa "hidup itu sia-sia". Ia tak dapat memahami tindakan Allah dalam menentukan nasib manusia. Tetapi meskipun demikian, dinasihatinya orang-orang untuk bekerja dengan giat, dan untuk sebanyak mungkin dan selama mungkin menikmati pemberian-pemberian Allah.
Kebanyakan dari buah pikiran Sang Pemikir itu bernada sumbang, bahkan putus asa. Tetapi kenyataan bahwa buku ini termasuk dalam Alkitab, menunjukkan bahwa iman yang mendasarkan Alkitab cukup luas untuk mempertimbangkan juga keragu-raguan dan keputusasaan semacam itu. Banyak orang yang telah membaca buku ini merasa terhibur, karena mereka seolah-olah melihat sifat-sifat mereka berdiri di dalam buku Pengkhotbah ini. Mereka pun sadar bahwa Alkitab yang mencerminkan pemikiran-pemikiran yang sumbang itu, juga memberi harapan tentang Allah, harapan yang memberi arti kehidupan yang sebenarnya.
Ajaran: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa
hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan rasa penuh tanggung jawab karena akhirnya masing-masing akan diadili oleh Allah.
Pendahuluan
Penulis : Raja Salomo.
Isi Kitab: Kitab Pengkhotbah terbagi atas 12 pasal, dan isi Kitab ini mengajarkan bahwa segala sesuatu dari hidup manusia menjadi sia-sia apabila terpisah dari hubungan dengan Allah.
I. Ajaran-ajaran utama dalam Kitab Pengkhotbah
Pasal 1-2 (Pengkh 1:1-2:26).
Ajaran tentang kehidupan yang terbaik
Bagian ini menjelaskan tentang kesia-siaan hidup dan segala yang terbaik bagi manusia hanya diperoleh apabila berada di dalam Tuhan.
Pasal 3-6 (Pengkh 3:1-6:12).
Ajaran tentang peranan Tuhan dalam hidup manusia
Pasal 3 (Pengkh 3:1-22) menjelaskan bahwa segala sesuatu dalam hidup manusia itu ada waktunya menurut pemberian Tuhan yang tak dapat ditambahkan atau dikurangi oleh manusia. Pasal 3-6; Pengkh 3:16-6:12 mengajar bahwa ketidakadilan yang terjadi di atas dunia akan diadili. Segala usaha manusia berdasarkan kekuatan sendiri adalah sia- sia dan segala kekayaan tidak berguna. Semuanya sia-sia kalau Tuhan tidak memberikan kuasa untuk menikmatinya (pasal Pengkh 6:2).
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 3:1,4-15. Apakah maksud Tuhan dalam segala sesuatu?
- Apakah ajaran tentang takut akan Tuhan? (pasal Pengkh 5:1-5:7). Bagaimana ajaran ini diterapkan dalam hidup saudara?
Pasal 7-12 (Pengkh 7:1-12:14).
Ajaran tentang dasar perbuatan baik
Pasal 7 (Pengkh 7:1-29) menjelaskan tentang hikmat yang memang berguna tetapi sukar didapat. Pasal 8 (Pengkh 8:1-17) memberi nasihat supaya manusia mematuhi perintah raja. Pimpinan Allah tidak dapat dimengerti karena orang saleh sering menderita sedangkan orang fasik bahagia dan keduanya akan mati. Kesimpulan dalam pasal 11 (Pengkh 11:1-10) walaupun nasib manusia tidak dapat diubah, namun dituntut untuk bekerja dengan rajin. Karena hidup manusia adalah sia-sia, maka ia harus hidup dengan iman kepada Allah.
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 8:12-13. Apakah dasar dari kebahagiaan seseorang?
- Apakah nasihat bagi muda-mudi? (pasal Pengkh 11:9-10; 12:1).
- Apakah kesimpulan dari seluruh Kitab ini? (pasal Pengkh 12:13-14).
II. Kesimpulan/penerapan
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa hidup yang tanpa ima kepada Allah, merupakan kehidupan yang sia-sia.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa, memiliki pengetahua tanpa disertai iman kepada Allah adalah kesia-siaan.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa kebahagiaan di dala hidup hanya bisa sempurna kalau disertai dengan ima kepada Allah, Tuhan Yesus.
- Kebahagiaan dan kesusahan yang dialami manusia, mempunya waktu dan perubahannya sendiri.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa di dunia ini keadila yang sejati tidak ada, tetapi oleh sebab itu ketidakadila tersebut akan diadili.
Pertanyaan-pertanyaan yang Dapat Digunakan untuk Tanya Jawab
- Siapakah penulis Kitab Pengkhotbah?
- Apakah isi Kitab Pengkhotbah?
- Pelajaran rohani apakah yang saudara terima dar mempelajari Kitab Pengkhotbah?
- Apakah kesimpulan Kitab Pengkhotbah?
Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh a
Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?
Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh antara iman dan fatalisme yang terdapat dalam kitab itu. Kadang-kadang penulis seakan-akan pasrah pada semua kegagalan dan kesia-siaan hidup; pada kesempatan lain ia seakan-akan menasihatkan kita untuk menikmati hidup selagi masih bisa dilakukan; dan sementara itu terdapat banyak petunjuk bahwa Allah mengetahui apa yang sedang terjadi dan bahwa kita harus bergantung pada-Nya serta melayani Dia, dan bahwa pada suatu ketika kita harus bertanggung jawab kepada-Nya. Beberapa orang berpendapat bahwa perbedaan pandangan ini merupakan hasil pemikiran dari beberapa penulis, yang masing-masing mencoba untuk saling memperbaiki, dan bukan hanya hasil seorang penulis. Mereka melihat bahwa kitab ini bertentangan dengan isinya sendiri dan dengan banyak ajaran alkitabiah lainnya. Tetapi, kita tidak perlu mengambil kesimpulan seperti itu jika kita mengerti bahwa Pengkhotbah merupakan semacam traktat Perjanjian Lama yang diperuntukkan bagi orang-orang dunia. Para penulis seakan-akan berkata: "Kalau begitu marilah kita melihat bagaimana rasanya hidup tanpa Allah. Apa yang akan Anda peroleh jika hanya hidup untuk hal-hal duniawi? Hidup menjadi sia-sia dan tanpa arti, menjengkelkan dan penuh dengan penderitaan. Tetapi, Allah bisa mengubah semua itu!
SIAPA PENULIS PENGKHOTBAH DAN KAPAN DITULIS?
Penulis mengatakan bahwa ia adalah anak Daud (Pengk 1:1) dan raja Yerusalem. Sementara orang berpendapat bahwa ia tentu Salomo, walaupun namanya tidak ditulis dalam kitab itu. Jelas bahwa cara hidup dan perhatiannya terhadap kebijaksanaan tercermin di sini, dan hal ini merupakan kesimpulan yang kita harapkan dari padanya setelah ia menjalani kehidupan panjang yang seringkali bersifat duniawi. Kesulitan dengan pandangan ini ialah bahwa ia berbicara mengenai para penerusnya di Yerusalem (Pengk 2:9), dan yang jelas hanya ada seorang penerus. Hal lain ialah bahwa bahasa yang dipakai untuk menulis kitab ini digunakan jauh sesudah zaman Salomo. Oleh karenanya jika Pengkhotbah merupakan hasil karyanya, maka kemungkinan bahasanya diperbarui. Atau mungkin juga, seperti diperkirakan oleh sementara orang, kitab ini merupakan suatu studi berdasarkan nasihat-nasihat Salomo. Oleh karena hal-hal di atas, maka penentuan tahun penulisan secara tepat menjadi sangat sukar. Jika betul kitab itu tulisan Salomo pada masa-masa akhir hidupnya, maka kemungkinannya ialah bahwa kitab itu ditulis paling awal sekitar tahun 940 SM. Apabila kitab itu hasil karya orang lain, maka kemungkinannya ditulis paling lambat sekitar tahun 200 SM.
SI PENGKHOTBAH
Penulis biasa memanggil dirinya Kohelet, kata yang boleh jadi berarti pengkhotbah, guru, juru debat atau bahkan berarti pemimpin suatu parlemen (Pengk 1:1). Pada waktu membicarakan masalah hidup dan mati, yang ada dalam pikirannya adalah kepentingan orang lain (Pengk 12:9-12). Oleh sebab itu, kita juga dapat mengambil pelajaran dari pengalaman dan nasihatnya pada saat kita membaca kitab ini.
Pesan
1. Hidup tanpa Allah adalah kehidupan yang tak berarti
Jika kita berhenti untuk memperhatikan kehidupan, kelihatannya hidup ini tidak mempunyai tujuan. Segala sesuatu terjadi dan terus terjadi, seakan-akan tanpa tujuan sama sekali. Pengk 1:1-11; 3:15; 6:10,11; 11:8; 12:8. Tak ada satu pun yang kita lakukan dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Semua pemikiran kita sia-sia. Semua kenikmatan tidak membuat kita puas. Semua kekayaan dan sukses sia-sia belaka. Pengk 1:8,12-18; 2:1-11; 4:7,8; 5:10. Lebih dari itu, seakan-akan kehidupan itu tidak adil. Orang-orang baik menderita; orang jahat hidup makmur. Sepertinya tidak ada imbalan atau hukuman atas apa saja yang kita lakukan dan bagaimana pun cara hidup kita. Pengk 4:1-8; 5:13-17; 6:2; 7:15; 8:9,10,14; 9:11,12; 10:5-7. Semua ini membuat manusia menjadi sinis, membenci hidup ini dan malahan menginginkan sebaiknya ia tidak pernah dilahirkan. Pengk 2:17-23; 5:16,17; 6:3,6.
Ini menunjukkan bahwa kita memerlukan Allah dalam hidup kita. Kendati gambaran kehidupan begitu membosankan dan menyedihkan, tetapi di balik itu semua Allah selalu berlaku adil.
o Dia berdaulat. Sangat berlawanan dengan kita, Dia melakukan apa yang diinginkan-Nya dan Dia tahu ke mana tujuan-Nya. Oleh karena itu, kita patut menghormati dan memuja Dia. Pengk 3:14; 7:13,14; 9:1.
o Dia adalah seorang hakim yang mengawasi semua masalah manusia dan pada suatu hari akan memanggil mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Oleh karena kita harus mempertanggungjawabkan segalanya di hadapan-Nya, maka kita harus mengingat hal ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Pengk 3:15-17; 8:12,13; 12:14.
o Dia adalah pencipta kita yang memberikan kepada kita apa yang kita butuhkan. Kita harus melayani Dia secepat kita dapat dan selagi kita mampu melakukannya. Pengk 11:5; 12:1.
3. Menerima apa yang Allah berikan
Kita harus belajar untuk menerima dan menikmati anugerah Allah yang baik dan terus menjalani hidup ini, walaupun kita kita tidak dapat mengerti maksud-maksud Allah. Ini berarti bahwa kita boleh puas dengan keberadaan kita dan berbahagia dengan cara hidup yang sederhana. Apakah kita kaya atau miskin tidaklah menjadi masalah. Pengk 2:24-26; 3:1-8,12,13,22; 4:6; 5:12; 9:7-10; 11:7-10. Salah satu dari berkat-berkat Allah yang istimewa adalah persekutuan. Bilamana kita dapat berbagi kesukaran hidup dengan orang lain, maka penderitaan itu akan lebih mudah ditanggung. Pengk 4:9-12. Walaupun kita tidak dapat mengerti keseluruhan arti kehidupan kita, cara hidup dengan melulu menggantungkan diri kepada Allah merupakan suatu hikmat yang benar. Pengk 2:12-14; 4:13; 7:11,12,19; 8:1; 9:13-18.
Penerapan
1. Tidak ketinggalan zaman
Sungguh menakjubkan bahwa Kitab Pengkhotbah berisi hal-hal yang dapat diterapkan dalam zaman modern ini. Dewasa ini banyak orang mencoba untuk hidup tanpa Allah, dan merasa bahwa seluruh keberadaan mereka tidak mempunya tujuan. Seperti pada masa Pengkhotbah, mereka mencoba segala macam cara untuk memberi arti kepada kehidupan, tetapi seringkali usaha pencarian mereka berakhir dengan pertanyaan, "Siapakah diriku ini?" "Apa yang saya kerjakan di dunia ini?" "Setelah ini ke mana saya akan pergi?"
2. Terlalu banyak penderitaan
Masalah yang menyangkut hal-hal yang jahat di dunia ini terutama mengenai penderitaan orang tidak berdosa selalu sama. Kehidupan seakan-akan tidak adil, dan hal ini tidak dapat kita mengerti dengan akal dan pikiran kita sendiri.
3. Kita memerlukan Allah
Oleh karena itu, hanya Allahlah yang dapat memuaskan rasa lapar rohani yang telah ditaruh-Nya di dalam hati kita. Ini tidak berarti kita akan mengerti segalanya, tetapi kita percaya kepada-Nya dan kita dapat menikmati segala anugerah-Nya yang baik sementara kita hidup.
4. Penghakiman segera datang
Kita juga perlu ingat bahwa kita hanya hidup sekali saja dan pada suatu ketika Dia akan memanggil kita untuk dihakimi. Oleh karena itu, kita patut mengambil tiap kesempatan yang Allah berikan dalam hidup kita sekarang ini untuk melayani dan hidup bagi-Nya. Hanya dengan cara ini kita dapat memperoleh pengertian yang dalam mengenai arti hidup ini.
Tema-tema Kunci
1. Manusia
Sungguh aneh, bahwa dengan melalui pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan, kita mendapatkan pengertian yang dalam mengenai bagaimana Allah menciptakan kita. Kenyataan bahwa kita memikirkan semua ini, dan bahwa kita perlu mempunyai tujuan hidup, merupakan suatu bukti kebesaran manusia sebagai ciptaan Allah (Pengk 3:10,11). Hal ini juga menunjukkan kepada kita ketidaktahuan manusia yang menyedihkan tentang hal-hal rohani (Pengk 7:23,24; 8:16,17; 11:5,6). Yang lebih buruk lagi ialah bahwa semua ini menunjukkan betapa kita tidak hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah (Pengk 7:20,27-29).
2. Kematian
Kitab Pengkhotbah selalu mengingatkan kita pada fakta yang sering kita lupakan, yaitu bahwa kita semua pada suatu ketika akan mati. Hal ini harus membuat kita lebih peka mengenai bagaimana kita menggunakan segala kesempatan yang ada pada saat ini. Lihat Pengk 2:14-16; 3:18-21; 5:15,16; 6:12; 8:7,8; 9:2-6; 12:1-7.
3. Takut kepada Allah
Seperti sering ditulis dalam Perjanjian Lama, sikap yang benar terhadap Allah digambarkan sebagai takut kepada-Nya, yaitu bahwa kita mengakui Dia sebagai Allah dan hidup sesuai dengan sikap ini. Ini berarti bahwa kita harus menyembah Dia dan berusaha menyenangkan Allah dalam segala hal yang kita lakukan. Sikap ini juga menyangkut pengertian bahwa Dia melihat segala yang kita lakukan dan bahwa pada suatu ketika kita harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan-Nya. Lihat Pengk 5:1-7; 7:18,26; 8:2,12, 13; 12:1,13.
4. Hikmat
Pengkhotbah adalah salah satu kitab yang membicarakan mengenai hikmat. Hikmat ini sebenarnya milik Allah sendiri, tetapi Dia memberikannya kepada manusia, laki-laki dan perempuan (Pengk 2:26). Agar kita tidak menganggap hal ini sebagai suatu hal yang sukar dimengerti, kita diberi contoh-contoh mengenai apa yang dimaksudkan dengan hikmat praktis itu (Pengk 8:2-6; 10:1-11:6). Sebenarnya, peringatan si Pengkhotbah yang terakhir ialah bahwa kehidupan itu bukan untuk diketahui, tetapi untuk dijalani (Pengk 12:12-14).
Garis Besar Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) [1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11Segala sesuatu sia-sia
Pengk 1:12-18Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong
Pengk 2:1-11Kenikmatan
[1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11 | Segala sesuatu sia-sia |
Pengk 1:12-18 | Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong |
Pengk 2:1-11 | Kenikmatan tidak membawa hasil |
Pengk 2:12-16 | Setiap orang harus mati |
Pengk 2:17-23 | Keberhasilan tidak berarti apa-apa |
Pengk 2:24-26 | Hanya Allah yang dapat memberi kepuasan |
[2] BAGAIMANA ALLAH MENGATUR SEMUANYA Pengk 3:1-22
Pengk 3:1-8 | Segala sesuatu ada waktunya |
Pengk 3:9-15 | Manusia pada tempatnya |
Pengk 3:16-22 | Allah yang menentukan |
[3] KEMISKINAN, KEKAYAAN DAN ALLAH Pengk 4:1-6:6
Pengk 4:1-8 | Manusia ditakdirkan untuk bersusah payah |
Pengk 4:9-12 | Ada penghiburan dalam persekutuan |
Pengk 4:13-16 | Kesia-siaan kuasa |
Pengk 5:1-7 | Pandanglah Allah selalu |
Pengk 5:8-6:6 | Bagaimana menangani harta kekayaan |
[4] AMBILLAH MANFAAT YANG TERBAIK Pengk 6:7-7:29
Pengk 6:7-12 | Apa gunanya? |
Pengk 7:1-22 | Nasihat berhikmat |
Pengk 7:23-29 | Hikmat dan penyelewengan manusia |
[5] BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP MANUSIA DAN TUHAN Pengk 8:1-7
Pengk 8:1-8 | Patuh kepada perintah raja |
Pengk 8:9-15 | Hidup berhikmatlah yang terbaik |
Pengk 8:16, 17 | Tetapi banyak sekali yang tidak dipahami |
[6] HIDUP DAN BAGAIMANA MENJALANI KEHIDUPAN Pengk 9:1-12:14
Pengk 9:1-18 | Kehidupan itu singkat |
Pengk 9:11-18 | Kehidupan seakan-akan tidak adil |
Pengk 10:1-11:8 | Nasihat hikmat selanjutnya |
Pengk 11:9-12:8 | Layanilah Allah selagi engkau mampu melakukannya |
Pengk 12:9-14 | Kesimpulan |
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi