Resource > Kemuliaan Salib > 
BAB IX. "IA MENUNJUKKAN TANGANNYA KEPADA MEREKA" 

(Joh 20:19-29)

Dalam suratnya kepada jemaat di Philipi, Rasul Paulus menunjuk kepada tiga taraf dalam pertumbuhan persahabatannya dengan Tuhan Yesus. Tarap pertama ialah mengenal Kristus, yang didapatnya melalui banyak sumber-sumber -- dari kawan dan lawan. Kemudian dia melihat Kristus di jalan ke Damsyik dan dia mengalami "kuasa kebangkitanNya." Bagi dia hidup adalah Kristus. Akhirnya dia bicara tentang 'persekutuan dalam penderitaanNya," sebagai tujuan terakhir dari persahabatannya -- untuk menjadi serupa dengan Dia dalam hidup pengorbanan dan minum dari cawan kesengsaraan dan kematianNya untuk orang-orang lain(Php 3:10)

Maka pencinta dari Kristus memandang bayangan dari salib itu sebagai bayangan yang terpanjang di dunia. Dia terhampar meliputi abad-abad dan segala negeri, bahkan sampai pada hari kebangkitan.

"Damai sejahtera bagi kamu!" Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tanganNya dan lambungNya kepada mereka. Yesus Kristus tidak pernah menyembunyikan bekas-bekas lukaNya untuk mendapat murid. Dia membawa dalam tubuhNya yang dimuliakan itu tanda-tanda dari kesengsaraanNya. Tanda-tanda inilah yang membuktikan kepribadianNya, menyatakan kemenanganNya dan yang merupakan lencana kekuasaanNya sebagai Juruselamat dan Raja. "Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan. Maka kata Yesus sekali lagi: Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.(Joh 20:9-12)

Thorwaldsen, pemahat besar Denmark, melukiskan adegan ini dalam pualam, Di Vor Fruhe-Kirke di Kopenhagen patung ini berdiri dan menggambarkan Kristus yang bangkit dengan tangan terulur yang memperlihatkan bekas paku-paku dan mengirim murid-muridNya menyebarkan amanat perdamaian. Pada tiap sisi dari gereja itu terdapat enam patung yang menggambarkan keduabelas murid, dimana Paulus mengambil tempat Yudas. Sebagaimana kelompok patung-patung ini diperlihatkan disini sungguh berkesan secara mendalam pada jiwa dan hati. Kristus sebagaimana dikenal dalam ajaran Protestan, tidak diatas salib, tetapi siap sedia menaiki singgasana tetapi luka-luka. Amanat dua rangkap yang keluar dari bibirNya menurut Injil Yahya tertangkap oleh kemahiran seniman itu. "Damai sejahtera bagi kamu!" "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."

Salib itu tidak hanya menebus, melainkan juga merupakan sesuatu yang patut dijadikan teladan. Dia membisikkan perdamaian dalam hati, tetapi menghendaki perjuangan diluar Dia mempunyai alasan, maupun amanat bagi yang berdosa. Mereka yang pernah melihat salib dalam penglihatan dari bekas luka-luka Yesus Kristus akan berubah dan tidak akan bisa lagi betul-betul sara seperti sebelumnya. Kristus "telah mati untuk semua,orang supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi hanya untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." Kita mendapat perdamaian oleh darahNya dan kerasulan melalui teladanNya(2Kor 5:15; Kol 1:20)

Adalah menarik perhatian, bahwa yang diperlihatkan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya sesudah Dia bangkit kembali adalah hanya bekas-bekas lukaNya. Karena bekas-bekas luka itu mereka mengenal Dia ketika Dia memecah-mecahkan roti di Emmaus, sekalipun mereka tidak dapat mengenal badan, muka dan apa yang diucapkanNya. Dengan bekas-bekas lukaNya dia meyakinkan murid-muridNya yang sepuluh itu bahwa Dia benar-benar Yesus yang selama tiga tahun bersama-sama mereka, dan bahwa Ia benar-benar sudah hidup kembali. Dengan bekas-bekas lukaNya Thomas disadarkan akan ketidakpercayaannya seminggu kemudian dan dia berteriak: "Ya Tuhanku dan Allahku!(Joh 20:28) Tangan dan lambungNya yang luka itu adalah tanda dan materai dari perdamaian kita dengan Allah dan merupakan panggilan yang tak dapat ditolak untuk mengabdi dan berkorban.

Penyair Jerman Heine menggambarkan dewa-dewa dari dunia purbakala duduk dalam ruangan perjamuan mereka, duduk di singgasana sebagai pemenang atas dunia yang takluk. Datanglah pada mereka terhuyung-huyung dibawah sebuah salib seorang orang sederhana dan miskin. Dia melemparkan salib itu dengan gemuruh diatas meja dan semua dewa-dewa hawa nafsu dan keburukan itu kehilangan akal dan pada mati. Dewa-dewa dari dunia purbakala adalah nilai-nilai palsu dari yang baru. Dan ketika Kristus melemparkan salibNya dalam hidup seseorang, maka segala nilai-nilai palsu yang lama hancur, dan timbullah hidup yang baru yang cemerlang, yang berdasarkan nilai-nilai abadi.

Dalam keempat Kitab Injil dan empat unsur pesan, Kristus mengutus murid-muridNya ke seluruh dunia: Matius memberi alasan apa sebabnya kita harus mengajar seluruh bangsa-bangsa. "KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah!" Markus mengatakan dimana: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." Lukas meletakkan tekanan pada urutan caranya: "Dalam namaNya harus diberitakan pertobatan untuk pengampunan dosa kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem!" Tetapi Yahya menyentuh nada yang lebih dalam dan memperlihatkan semangat yang akan menguasai dan mengawasi kita: "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." "Seorang murid tidak lebih dari pada guru nya." Kita harus turut mengambil bagian dalam tugas itu, dibawah kuasa yang sama, dengan amanat yang sama dan mengalami penderitaan yang sama. "Kristus telah menyerahkan nyawaNya untuk kita," kata Yahya begitu sederhana dan mengagetkan, "jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita karena saudara-saudara kita.(Mat 28:18-19; Mr 16:15; Luk 24:47; Joh 20:21; Mat 10:24; 1Yoh 3:16)

Salib itu adalah dinamik yang agung untuk pengabdian, Yesus Kristus hanya perlu memperlihatkan bekas luka-lukaNya untuk merebut orang-orang syahid untuk tujuanNya. Allah menumpahkan pada tiap orang semangat pengorbanan ketika mereka "memandang kepada Dia yang telah mereka tikam." "Dan apabila ada orang bertanya kepadaNya: Bekas luka apakah yang ada pada badanmu ini?, lalu ia akan menjawab: Itulah luka yang kudapat dirumah sahabat-sahabatku !(Za 12:10; 13:6)

Ketika Yesus Kristus nampak pada Saulus di jalan ke Damsyik, dia mendengar suara dari surga yang berkata: "Mengapakah engkau menganiaya Aku?" - "Yesus yang kau aniaya itu" ... "Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena namaKu.(Kis 9:3-4,16)

Tidaklah mengherankan bahwa Rasul Paulus mempergunakan sebuah kata aneh ketika dia bicara tentang pelayanan kerasulannya dan tentang penderitaan Kristus. Kata itu hanya sekali dipergunakan kemudian dalam Perjanjian Baru. Dalam Injil Lukas diceritakan kepada kita tentang janda yang memasukkan dalam peti derma dari kekurangannya seluruh nafkahnya, Rasul Paulus mempergunakan kata Yunani yang sama. "Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus untuk tubuhNya, yaitu jemaat.(Luk 21:4; Kol 1:24) - Kekurangan dari Golgota!

Bagi seorang orang Yahudi penderitaan adalah suatu masalah yang harus dipecahkan. Bagi seorang orang Kristen dia merupakan suatu hal istimewa yang harus dipikul bersama-sama, Saulus, orang Yahudi itu, menghadapi masalah penderitaan dengan semangat Ayub dan ketiga kawannya, dan dia merupakan suatu masalah yang tak dapat dipecahkan. Paulus, orang Kristen itu, melihat bekas-bekas luka Kristus dan menyadari bahwa Hamba Allah mendapat luka dari sebab pendurhakaan kita, dan diremukkan dari sebab kesalahan kita. Oleh karena itu Rasul Paulus menulis: "Aku senang dan rela didalam kelemahan, didalam siksaan, didalam kesukaran, didalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus.(Yes 53:5; 2Kor 12:10)

Bagi kita kemuliaan dari Kristus yang telah bangkit itu adalah untuk mengenal bekas-bekas luka ini; "mencucukkan jari" kita seperti Thomas ke bekas paku-paku itu dan mengatakan: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hambaMu ini pergi dalam damai sejahtera, ... sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari padaMu." -- "Ya Tuhanku dan Allahku!" Tidaklah ini merupakan kesenangan yang paling luhur dan pengalaman yang paling mendalam dari orang-orang suci dalam kemuliaan, yaitu untuk bersujud dan melihat bekas-bekas luka itu? Bahkan bagi Maria ketika dia mengurapi kakiNya, tidak ada bekas-bekas luka untuk dicium. Malaikat-malaikat ingin mengetahui semuanya ini, tetapi mereka menutupi muka ketika mereka melihat rahasia dari kasih penebus ini(Joh 20:25,28; Luk 2:29-30; 1Pet 1:12)

"Ia menunjukkan tanganNya kepada mereka." Apakah Dia pernah memperlihatkannya padamu? Franciskus dari Assisi berjam-jam merenung tentang bekas-bekas luka pada tangan Tuhan Yesus, sampai akhirnya dia mendapat tanda-tanda dari Juruselamat pada badannya. Tetapi jauh lebih penting lagi daripada tanda-tanda suci yang ada pada tangannya itu adalah bukti-bukti pemikulan salib Kristus dalam hidupnya sehari-hari.

Ketika Bernard dari Assisi ingin mengikuti Franciskus, diputuskanlah bahwa mereka harus pergi kerumah uskup dan mengadakan missa. "Sesudah itu," kata Franciskus, "kita harus mendoa terus sampai tertia, memohon kepada Allah supaya dengan tiga kali membuka buku doa, Dia memperlihatkan kita jalan yang disukaiNya dan yang kita harus pilih."

Pada pembukaan pertama tampaklah kata-kata ini, yaitu kata-kata yang diucapkan Tuhan Yesus kepada pemuda yang menanyakan jalan untuk kesempurnaan: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah milikmu dan berikanlah kepada orang miskin, ... kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku." Pada pembukaan kedua nampaklah kata-kata yang Tuhan Yesus ucapkan kepada rasul-rasul ketika Dia menyuruh mereka pergi untuk menyebarkan berita baik "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang." Pada pembukaan ketiga nampaklah kata-kata dari Mr 8: "Barangsiapa mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya dan memikul salibnya lalu mengikut Aku.(Mat 19:21; Luk 9:3; Mr 8:24) Lalu Franciskus bilang kepada Bernard "Perhatikanlah nasehat yang diberikan Kristus dan pergilah dan lakukan apa yang engkau baca dan terpujilah Tuhan kita, Yesus Kristus, yang telah berkenan menunjukkan jalan kepada kita untuk hidup sesuai dengan InjilNya."

Dia dan bruder-bruder dari Ordo Mendekan mengabdikan dirinya pada ascetisme yang keras, tinggal dalam sebuah bekas pondok penderita kusta, dan mengunjungi tempat-tempat orang sakit dan miskin sambil mengabarkan Injil kepada kalangan yang makin luas, yang akhirnya mencakup juga orang-orang dari segala golongan, Di depan Sultan Kamil di Mesir Franciskus memberikan bukti yang sangat berani dari kerelaannya menderita untuk kepercayaannya. Kebebasannya dari soal-soal duniawi, kegembiraannya melayani, kerendahan hatinya dan imannya yang menyerupai kepercayaan anak-anak, kesukaannya pada alam dan kegairahannya akan sesama manusia yang mendalam ini juga merupakan tanda-tanda suci, tanda-tanda dari Tuhan Yesus.

Mereka menikam tangan dan kakiNya. Bekas-bekasnya tinggal dalam badanNya yang dimuliakan itu. Bekas luka ini merupakan panggilan untuk menjadi murid dan ujian dari kerasulan bagi tiap orang yang menamakan dirinya Kristen Adalah berat untuk menjadi pengikut Kristus. TuntutanNya sangat keras. Kecuali kalau orang bersedia meninggalkan segala yang ada padanya, dia tidak bisa menjadi murid Kristus. Tidak ada salib, tidak ada mahkota.

Yesus Kristus tidak mengatakan, bahwa dia adalah pohon jati atau pokok aras yang tulen, melainkan "pohon anggur yang benar.(Joh 15:1) Satu-satunya pohon yang diikat pada sebuah pancang dan berdarah untuk memberi karunia. Tiap dahan memerlukan pisau pemangkas dan hanya di tempat dimana potongannya dalam mungkin terdapat rumpun buah-buah.

Kita dipanggil masuk persekutuan dengan Kristus, tetapi persekutuan ini adalah persekutuan dalam penderitaan. Bumi adalah medan pertempuran yang dipilih untuk perjuangan terakhir antara kekuasaan-kekuasaan terang dan kegelapan. Turutnya kita dalam benih dari Gereja ditiap negeri dan pada tiap abad. "Selanjutnya," kata Rasul, Paulus: "janganlah ada orang yang menyusahkan aku, karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus.(Gal 6:17)

Apabila rencana-rencana kita gagal, harapan-harapan kita tidak terpenuhi, keputusan-keputusan kita meminta darah, kegembiraan-kegembiraan kita menjadi kepedihan dan kita berada dalam sakarat ulmaut Getsemane atau Golgota, bukankah ini hanya pemikulan salib kita seperti Tuhan Yesus? Kesabaran akan doa yang tidak dikabulkan, pengorbanan diri yang tersembunyi, kesunyian dari kepemimpinan, semuanya ini adalah bagian dari siksaan yang harus dialami tiap orang yang bukan anak gampang, tetapi anak sejati. "Kami senantiasa membawa kematian Yesus didalam tubuh kami." "Dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah ... dalam segala penderitaan ... dipenjarakan dan dalam kerusuhan dalam berjerih payah, berjaga-jaga dan berpuasa.(2Kor 4:10; 6:4-5)

Surga mempunyai duabelas pintu gerbang dan keduabelas orang yang namanya nampak pada dasar-dasar dari Kota Suci itu membawa bekas-bekas luka dari Kristus. Tiap gerbang adalah mutiara-mutiara pengorbanan.

Yang menulis doa ini mengenai tubuh manusia yang seluruhnya diserahkan kepada Kristus adalah seorang Kristen di Kashmir. Dapatkah kita membuat doa ini menjadi doa kita?

"Ya, Tuhan, untuk jasaMu kami berikan padamu daging, tulang, saraf, kerangka, jasmani yang Engkau telah berikan. Ajarlah kami mempergunakannya dengan baik untuk kemuliaanMu. Ajarlah kami mempergunakannya untukMu sebagai sebuah mesin yang dipercayakan kepada kami memeliharanya untuk tujuanMu. Ajarlah kami untuk mempergunakannya tanpa belas kasihan terhadap diri sendiri, namun tidak menyalahgunakannya, Dan kalau dia lambat atau cepat menjadi usang, berikanlah kami kegembiraan dari marifat, bahwa dia menjadi usang untukMu. Amin."



TIP #31: Tutup popup dengan arahkan mouse keluar dari popup. Tutup sticky dengan menekan ikon . [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA