Resource > Kemuliaan Salib > 
BAB V. "MEREKA MEMBAGI-BAGI PAKAIANNYA DIANTARA MASING-MASING" 

(Mazm 22:17; Mat 27:28,35; Mr 15:24; Luk 23:34; Joh 19:23,24)

Penelanjangan Kristus! Pengalaman yang mengerikan dari Yesus, Juruselamat kita, disinggung oleh keempat penginjil. Oleh Markus, sang sendiri telanjang melarikan diri dari gerombolan di taman Getsemane itu, dan oleh Matius, yang menyatakan bahwa peristiwa ini adalah pemenuhan langsung dari Mazmur Messias "Mereka membagi-bagi pakaianku, diantara mereka; dan mereka membuang undi atas jubahku." Juga Yahya menyinggung Mazmur ini yang memberikan gambaran yang paling terperinci dan paling teliti mengenai seluruh kesengsaraan dari penyaliban itu dalam semua bacaan. "Mereka menusuk tangan dan kakiku." "Mereka menonton, mereka memandangi aku." "Segala tulangku dapat kuhitung.(Mazm 22:18,16-17)

Pengalaman ini tentu merupakan salah satu yang paling menyakiti perasaan Kristus, karena kesucian dan martabat kepribadianNya, "Mereka mengambil pakaianNya," kata Yahya. Dia lahir telanjang dari kandungan ibuNya dan telanjang pula Dia digantung diatas kayu salib.

Adam pertama mengalami ketelanjangan phisik, dan moril di aman Firdaus karena pelanggarannya. Adam kedua menerima daging yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa(Rom 8:3) dan oleh karena itu keaiban dari ketelanjangan kita adalah ketelanjanganNya juga.

"Firman itu telah menjadi manusia," dan orang-orang melihat kemuliaan(Joh 1:14) -- dan memandang terbengang pada keaibanNya -- namun ini juga adalah kemuliaanNya. Kristus dari Allah telah ditelanjangi. Inilah penghinaanNya yang terbesar. Ditelanjangi agar supaya kita dikenakan pakaian putih, dengan kebenaranNya, dan agar supaya jangan nampak telanjang, apabila ditelanjangi oleh maut.

Mengenai cara penyaliban semua penulis-penulis Romawi sependapat, bahwa korban yang dipakukan pada salib itu memang telanjang bulat. Orang-orang Yahudi mengizinkan yang terhukum memakai sabuk dan seni konvensional menggambarkan adegan yang mengerikan itu demikian juga. Namun demikian, kita harus tambahkan pada gambar yang memilukan ini penghinaan terakhir dan yang paling mengerikan itu, Penelanjangan yang justru ditakuti oleh orang-orang suci sendiri dalam kesyahidannya dan yang membuat mereka sangat merasa sengsara -- semuanya ini dialami Kristus karena kita. Kepahitan ini juga dialami oleh wanita-wanita Kristen dalam pembunuhan Armenia, lebih pahit daripada maut. Demikianlah Yesus, Kristus menderita, Dan kita tidak boleh melewatkannya dengan acuh tak acuh.

Kengerian penyaliban ini mempunyai dua aspek, kesakitan jasmani dan penderitaan jiwa - kesengsaraan badan dan kesengsaraan jiwa. Penyesahan yang tak mengenal belas kasihan; pemakuan tangan dan kaki, kehausan yang ditimbulkan badan panas, denyutan otot-otot yang tersiksa, yang memikul beban dari badan yang patah dam keinginan untuk dibebaskan, Setelah ditolak oleh bangsaNya sendiri, disamakan dengan orang-orang berdosa, ditelanjangi, dikutuk oleh orang, diejek oleh teman-temannya sependeritaan, suatu kegelapan gaib menyelubungi adegan itu.

JeritanNya yang memilukan membuktikan pada tiap orang dan untuk tiap zaman, bahwa kesengsaraan jiwaNya adalah jiwa dari kesengsaraanNya.

Ada tiga pikiran yang meminta perhatian kita kalau kita merenungkan aspek dari kematian Kristus ini, Dia ditelanjangi sama sekali di kayu salib.

Dunia masih terus menelanjangi Yesus Kristus dan kemudian membagi-bagikan pakaianNya dengan membuang undian. Juga orang Kristen harus ditelanjangi pada salibnya sebagaimana kita pernah menelanjangi Dia.

Arti yang paling dalam dari inkarnasi kelihatan di Golgota., Bagi Rasul Paulus inilah puncak dari penghinaan terhadap Kristus, ,Dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Ini merupakan suatu jawaban atas pertanyaan orang benar pada hari Akhirat: "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau ... telanjang?" Dia tidak menyembunyikan apa-apa. Dalam kesengsaraannya Ayub berkata: "Kalaupun Ia hendak membunuh aku, aku tetap berharap kepadaNya." Tetapi Yesus Kristus seolah-olah berkata "Sekalipun mereka menyalibkan Aku, namun Aku akan memperlihatkan semua pada mereka tanganKu, kakiKu, sisiKu, yang berdarah." ,Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku.(Php 2:8; Mat 25:44; Ayub 13:15; Mazm 22:17)

Disini Raja tidak berada dalam kemuliaanNya tetapi dalam ketelanjanganNya. Bagi siapapun, prajurit-prajurit, rakyat gembel, imam-imam, murid-murid yang, dicintainya, wanita, dan ibuNya - Allah dibuat nyata dalam daging, tetapi tidak kemuliaan dan kehormatan yang tak terperikan. Hanya orang yang menyaksikannya dapat menulis kata-kata dalam Surat kepada orang-orang Ibrani: "Mereka menyalibkan lagi Anak Allah ... dan menghinaNya di muka umum.(Ibr 6:6) Tidaklah mengherankan bahwa kegelapan itu jatuh pada pertengahan tragedi itu.

Dalam keadaanNya yang tak berdaya dan kesengsaraanNya, Yesus Kristus tidak hanya tekun memikul salib itu, tetapi karena sukacita yang disediakan bagi Dia, Ia mengabaikan kehinaan itu(Ibr 12:2)

Pada saat inilah, menurut Injil Lukas, bahwa Tuhan Yesus berkata: "Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang Mereka perbuat.(Luk 23:34)

Diatas kepalaNya, Pilatus membuat tulisan yang mengejek RAJA ORANG YAHUDI. Seorang Raja tanpa jubah merah lembayung, bermahkotakan salib, dan dibawahnya prajurit-prajurit yang membagi-bagikan pakaianNya dengan membuang undian.

Bagaimanakah sesudah ini masih ada orang yang merasa malu akan Yesus Kristus, atau menyalibkan Dia lagi dan menghinaNya di muka umum?

Adegan itu juga mengandung ramalan Sebab lebih dari sembilan belas abad Kristus terus saja disalibkan lagi dan dibuat malu di depan umum.

Apakah pakaian-pakaian Kristus? "Tuhan, Allahku, Engkau sangat besar! Engkau yang berpakaian keagungan dan semarak, yang berselimutkan terang seperti kain." Alam yang nyata adalah jubah keagungan Allah. Surga adalah tabir yang menyembunyikan kemuliaanNya. Awan adalah keretaNya, Sebab Yesus adalah Allah; kata Yahya tanpa ragu-ragu. "Tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.(Mazm 104:1-2; Joh 1:3)

Maka segala keindahan yang menakjubkan dari alam adalah ciptaanNya -- jubah yang tak berjahit - adalah kecermelanganNya. Ilmu pengetahuan dan seni hanya dapat menemukan dan merenungkan atau meniru keindahan dan susunan yang ada di alam sejak semula, karena Kristus menempatkannya disana.

Tidak ada satupun cabang seni -- seni lukis, seni pahat, seni musik, seni bangunan -- yang tidak lebih baik karena pengaruh hidup dan kematian Yesus Kristus. Namun betapa sering seniman dan musim musik menelanjangi Dia untuk ilham mereka dan membiarkan Dia digantung telanjang dan diletakkan. "Origin of Species" dari Darwin mencoba menerangkan asal-usul dan tempat manusia di alam, tetapi tidak menghiraukan Anak Manusia. Bagaimanakah asal-usul Yesus Kristus? Ada suatu dunia diluar yang nampak dan nyata untuk mana ilmu pengetahuan tidak mempunyai kunci dan tidak dapat dimasuki Kalau kita telah memisahkan ciptaan daripada Pencipta dengan menerangkan segala hukum-hukumnya tanpa Dia, apakah kita lebih kaya atau lebih miskin? Mungkin mereka di Yerusalem pernah mengatakan: Lihat itu orang pergi, yang memakai jubah tak berjahit dari orang Nazaret! Tetapi apakah dia tahu jalan yang menuju kehatiNya?

Ilmu pengetahuan sejati tidak mempunyai tempat untuk nilai-nilai moral. "Jika kita menerima dengan ikhlas dan seluruhnya pengertian populer dari ilmu pengetahuan," kata seorang ahli ilmu pengetahuan, James T, Adams, ,sebenarnya kita merusak segala nilai dalam kehidupan manusia. Seni telah mulai memperlihatkan pengaruh yang bobrok ini. Apakah umpamanya dalam cerita khayalan gunanya untuk menulis tentang watak kalau tidak ada watak jika kepribadian adalah suatu mitos, jika kebebasan bergerak adalah suatu impian, jika kita hanyalah rangkaian dari keadaan jiwa yang mempunyai anti tidak lebih daripada nyala pendar diatas kayu yang busuk?"

Juga filsafat telah menelanjangi Yesus Kristus. Filsuf-filsuf, bijaksana atau tidak, memperbincangkan justru soal-soal untuk mana Dia datang menjawabnya dan atas mana Dialah jawabnya, tetapi tidak menyinggung Dia dalam pertukaran pikiran, mereka. Sebuah buku pelajaran yang dipakai di perguruan-perguruan tinggi Amerika diberi judul "Masalah Filsafah Modern", dan dalam 575 halaman sepatah katapun tidak ada mengenai Yesus Kristus. Padahal Dia datang untuk menjawab soal-soal fundamental dari filsafah: darimana asal kita, kenapa kita ada disini, apakah sifat kita yang sebenarnya, kemanakah tujuan kita, apakah hidup itu, apakah kematian itu, kenapa ada kesakitan, dan apakah harapan umat manusia? Apakah Spinoza, Hegel, Skhopenhauer, Kant, Huxley, Spencer, Bergson dan yang lain-lain tidak membuang undi untuk mendapat jubahNya yang tak berjahit itu?

Etika modern memisahkan Tuhan Yesus dari Khotbah di bukit, tetapi tidak mau naik Golgota. Mereka yang tidak pernah masuk Getsemane dan menyaksikan kesengsaraanNya dengan lancar bicara tentang seorang Kakak dan suatu Kebapaan umum. Mereka tidak tahu biayanya. Theologi baru, Hinduisme Modern dan Judaisme Modern, semuanya ingin sekali mempunyai hak atas etika Yesus Kristus, tetapi aliran-aliran ini memungkiri ketuhananNya. Segala yang indah, benar dan baik yang terdapat dalam agama-agama baru dan falsafah-falsafah ini pada hakekatnya adalah pakaian-pakaian yang dipinjam. "Sesudah prajurit-prajurit itu menyalibkan Yesus, mereka mengambil pakaianNya lalu membaginya menjadi empat bagian, untuk tiap-tiap prajurit satu bagian.(Joh 19:23)

Sosiolog-sosiolog mengajarkan Injil sosial dan lupa, bahwa Injil sosial lahir di Bethlehem dan bahwa hak-hak umat manusia dicap dengan darah di Golgota. Salib, yang pernah menjadi lambang keaiban dan kesalahan, melalui Dia yang digantung diatasnya, menjadi lambang belas kasihan, perdamaian dan kasih, lambang keberanian dan pengabdian serta kesyahidan. Bagaimanakah kita bisa bicara tentang pelayanan sosial tetapi menyampingkan Kristus? Kalau ada orang mengunjungi rumah sakit, Palang Merah, rumah-rumah gila, wisma-wisma penampungan orang-orang yang tidak punya kawan, pusat-pusat kesejahteraan, dimana semangat Kristen nampak terang, tetapi Kristus dan amanatNya tidak nampak, maka bersama Maria jiwa menjerit: "Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu, dimana Ia diletakkan." LambangNya ada tetapi mereka menyampingkan Dia. Tidak ada tempat untuk Dia. Kita mengirim ucapan selamat Hari Natal dalam bentuk yang makin mewah, tetapi orang jelas tidak melihat amanat advent pada kartu-kartu yang dikirim untuk menyampaikan ucapan selamat pada Hari Natal. Pakaian-pakaianNya ada, tetapi Kristus tidak nampak. Orang-orang membuang undi untuk pakaianNya ketika Dia digantung sendirian, telanjang dan ditinggalkan. "Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah itu dari padaNya.(Mat 27:31) Tidaklah mengherankan, bahwa Bapak-bapak Gereja Yunani dalam liturgi dari Kesengsaraan, setelah mereka dengan panjang lebar menceritakan segala kesakitan Juruselamat dan setiap kali minta belas kasihan, mengakhirinya dengan permohonan ini: "Demi dukacitaMu yang tidak diketahui itu dan penderitaan-penderitaan yang Engkau alami diatas kayu salib, tetapi tidak jelas kami ketahui, kasihanilah kami dan selamatkanlah kami."

Kita memerlukan doa itu. Juga orang Kristen ditelanjangi diatas salibnya seperti Dia diatas salibNya. Seorang murid tidak lebih daripada gurunya. Orang selalu melihat kita sebagaimana keadaan kita kalau kita naik salib kita. Kesengsaraan menghasilkan ketekunan. Tidak ada yang dapat melalui jembatan maut yang dahsyat itu kecuali pribadi yang telanjang itu. Carlyle melukiskan umat manusia sebagai sesuatu yang sama, dan persamaannya betul-betul mengherankan apabila mereka tidak berpakaian dan tidak memakai perhiasan -- tanda-tanda kehormatan dan pangkat serta kedudukan yang dapat dibanggakan dan yang membeda-bedakan kita satu dan lain.

Tidak ada yang lebih jelas memperlihatkan batin kita daripada penderitaan. Api mengasingkan. Penyaliban membuka yang tersembunyi. Lihatlah mereka yang digantung, Yesus dan kedua penyamun, masing-masing pada salibnya sendiri berdampingan. Seorang penghina Tuhan, seorang yang percaya, dan seorang Juruselamat. Seorang mati dan kehilangan nyawanya, seorang memperoleh hidupnya dan seorang memberikan hidupNya. Diatas salib Allah dan manusia melihat kita sebagaimana keadaan kita. Maut menelanjangi kita dari segala kecuali dari kerohanian kita. Segala tiraimirai yang menutupi telah lenyap. Apabila kita berdiri di depan pengadilan Tuhan, kita berdiri telanjang. "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku," kata Ayub, "dengan telanjang juga aku akan balik kedalamnya." "Segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepadaNya kita harus memberikan pertanggungan jawab," apabila kita melalui jembatan maut(Ayub 1:21; Ibr 4:13)

Oleh karena itu dengan memandang kepada Juruselamat diatas kayu salib kita rindu mengenakan tempat kediaman surgawi di atas tempat kediaman yang sekarang ini sebab, setelah tempat kediaman itu dikenakan kepada kita, kita tidak akan didapati telanjang." ,Berbahagialah dia, yang berjaga-jaga dan yang memperhatikan pakaiannya, supaya ia jangan berjalan dengan telanjang dan jangan kelihatan ketelanjangannya." Inilah yang paling dilalaikan dari ketujuh hal yang membawa kebahagiaan yang disebut dalam Kitab Wahyu(2Kor 5:2-3; Wahy 6:15)

Untuk selanjutnya kita tidak akan memiliki apa-apa lagi, tetapi kita akan menjadi milik abadi. "Siapakah mereka yang memakai jubah putih itu?" Mereka berpakaian dalam kebenaran yang bukan kepunyaan mereka, dan ditengah-tengah massa yang berpakaian putih itu berdiri Orang yang ditelanjangi diatas kayu salib, tetapi sekarang "berpakaian jubah sampai di kaki, dan dadaNya berlilitkan ikat pinggang dari emas.(Wahy 7:13; 1:13)

Berpakaian dengan jubah putih Raja, akhirnya kita akan memahami anti rohaniah dan yang bersifat ramalan dari kata-kata: "Mereka membagi-bagi pakaianNya diantara masing-masing."



TIP #31: Tutup popup dengan arahkan mouse keluar dari popup. Tutup sticky dengan menekan ikon . [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA