Topik : Kesetiaan

3 September 2003

Alasan untuk Berharap

Nats : Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! (Ratapan 3:22,23)
Bacaan : Ratapan 3:19-33

Meskipun menjadi salah satu kisah paling menyedihkan di dalam Alkitab, kisah ini telah menjadi inspirasi dari salah satu himne yang penuh pengharapan di abad ke-20.

Nabi Yeremia menjadi saksi kengerian yang tak terbayangkan ketika orang Babilonia melakukan penyerangan ke Yerusalem pada tahun 586 SM. Bait suci Salomo runtuh menjadi puing-puing. Dan tidak hanya pusat penyembahan, jantung kehidupan masyarakat pun turut lenyap, bersamaan dengan hal itu. Orang-orang menjadi telantar; tanpa makanan, tempat bernaung, kedamaian, dan tanpa pemimpin. Namun, di tengah-tengah penderitaan dan kepedihan itu, salah seorang nabi mereka menemukan alasan untuk berharap. Yeremia menulis, "Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu" (Ratapan 3:22,23).

Pengharapan Yeremia berasal dari pengalaman pribadinya saat merasakan kasih setia Tuhan, dan dari pengetahuannya akan janji- janji Allah di masa lalu. Tanpa semua ini, ia tidak akan mampu menyejukkan hati umatnya.

Pengharapan dalam Ratapan 3 ini digemakan dalam sebuah himne karya Thomas Chisholm (1866-1960). Meskipun menderita sakit dan mengalami banyak kemunduran fisik di sepanjang hidupnya, Chisholm menulis lagu "Besar Setia-Mu". Lagu ini meyakinkan kita bahwa meskipun dalam ketakutan yang sangat, kehilangan yang tragis, dan penderitaan yang berat, kita dapat menemukan penghiburan dan rasa percaya diri apabila kita percaya kepada kasih setia Allah yang besar --Julie Link

5 April 2005

Di Mana Keyakinan Anda?

Nats : Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! (Yeremia 17:7)
Bacaan : Yeremia 17:5-10

Marilah kita bicara dengan jujur. Dapatkah kita selalu memercayai diri sendiri dalam segala hal? Bahkan Rasul Paulus berkata dengan tegas tentang dirinya, "Aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak" (1 Korintus 9:27). Ia tidak akan memercayai dirinya sendiri untuk melakukan hal yang benar kecuali jika ia menjaga tubuhnya di bawah disiplin yang keras.

Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan kita tentang "betapa liciknya hati, lebih licik daripada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?" (Yeremia 17:9). Kita tidak mungkin dapat mengukur tingkat kelicikan hati kita. Maka bagaimanakah kita dapat memercayai diri sendiri atau orang lain sepenuhnya?

Nabi Yeremia memperingatkan raja-raja terakhir Yehuda supaya mereka tidak mengandalkan raja-raja duniawi (ayat 5,6). Akan tetapi, rupanya mereka terus-menerus mencari pertolongan dari Mesir. Alangkah bodohnya mereka! Mereka seharusnya bertobat dari kefasikan mereka dan berbalik mencari pertolongan Allah yang Mahakuasa.

Siapakah yang dapat kita andalkan untuk menolong kita di saat-saat yang sulit dan tidak pasti? Firman Allah mengatakan bahwa mereka yang mengandalkan Allah adalah seperti pohon yang ditanam di tepi air. Bahkan di musim kering mereka tidak akan berhenti menghasilkan buah (ayat 7,8).

Marilah memercayai Allah untuk menghasilkan buah di dalam hidup kita —AL

1 Mei 2005

Perayaan Musim Semi

Nats : Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti ... siang dan malam (Kejadian 8:22)
Bacaan : Kejadian 8:15-22

Ketika saya masih kecil, saya tinggal di West Michigan. Pada masa itu, kami selalu merayakan datangnya musim semi dan munculnya bunga-bunga pada tanggal 1 Mei. Pada perayaan menyambut musim semi itu, saya membuat keranjang bunga dari kertas, kemudian mengisi keranjang tersebut dengan bunga apa saja yang dapat saya temukan. Kebanyakan bunga-bunga itu adalah sejenis bunga bakung dan bunga violet. Kemudian saya menempatkan keranjang itu di depan pintu rumah tetangga, mengetuk pintunya, lalu saya cepat-cepat bersembunyi di belakang semak-semak. Dari balik semak-semak saya mengintip untuk melihatnya membu-ka pintu dan merasa terkejut melihat keranjang bunga itu. Ketika ia masuk ke dalam rumah, saya pun berlari pulang.

Keindahan bunga musim semi dan perubahan musim yang berlangsung secara teratur mengingatkan kita akan kesetiaan Allah. Ketika Nuh dan keluarganya serta binatang-binatang keluar dari bahtera sesudah banjir reda, Allah mengucapkan janji kepada mereka demikian, "Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam" (Kejadian 8:22). Dan sejak saat itu pula Dia telah setia memenuhi janji-Nya. Allah "telah menjadikan alam semesta", dan Dia senantiasa menopang "segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan" (Ibrani 1:2,3).

Karena itu, marilah kita bersyukur kepada Allah pada hari ini karena ciptaan-Nya yang indah dan kesetiaan-Nya dalam menopang dunia dan kita —AMC

14 Mei 2005

Dunia yang Selalu Berubah

Nats : Allah yang abadi adalah tempat perlindunganmu, dan di bawahmu ada lengan-lengan yang kekal (Ulangan 33:27)
Bacaan : Mazmur 102:25-27

Kehidupan ini pasti mengalami perubahan. Hubungan kita berubah ketika kita pindah ke tempat baru, mengalami sakit, dan akhirnya menemui ajal. Bahkan sel di dalam tubuh kita selalu mengalami proses perubahan. Ketika sel-sel sudah tua, kebanyakan diganti dengan yang baru. Hal ini terutama tampak pada kulit kita—kulit luar kita mengelupas dan diganti dengan sel-sel baru kira-kira setiap 27 hari.

Ya, perubahan adalah satu-satunya hal yang pasti dalam dunia kita. Benar kata Henry Lyte dalam lagunya yang melankolis "Tinggal Bersamaku": "Kulihat semuanya berubah dan musnah di sekelilingku." Tetapi lagu itu segera menambahkan, "Engkau yang tidak berubah, tinggallah bersamaku!"

Melalui iman di dalam Yesus Kristus kita dapat menjalin hubungan dengan Allah yang tidak berubah, yang menyatakan diri-Nya di dalam kitab Maleaki 3:6, "Bahwasanya Aku, Tuhan, tidak berubah." Kita dapat mengandalkan Allah yang akan tetap sama selamanya, seperti yang dikatakan pemazmur (Mazmur 102:27). Ibrani 13:8 memberikan kesaksian yang menegaskan: "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." Dia adalah dasar kita yang kokoh, yang menanamkan keyakinan dalam diri kita dan memberikan perlindungan dalam dunia yang selalu berubah ini.

Kita umat ciptaan, yang terperangkap dalam naik turunnya perputaran zaman, dapat menyandarkan jiwa kita pada lengan-lengan abadi, yang tidak akan pernah melepaskan kita (Ulangan 33:27) —VCG

17 Februari 2006

"ayah, Aku Menemukanmu!"

Nats : Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita (1Yohanes 4:19)
Bacaan : Yohanes 20:11-18

Dalam bukunya Jesus Among Other Gods, Ravi Zacharias bercerita tentang seorang gadis yang tersesat tanpa harapan di dalam sebuah hutan yang gelap dan lebat. Gadis tersebut memanggil-manggil dan berteriak, tetapi percuma saja. Orangtuanya yang kalut dan sekelompok sukarelawan mencarinya dengan cemas. Dan ketika malam tiba, mereka harus menghentikan pencarian.

Keesokan harinya ketika hari masih pagi, ayah gadis itu masuk lagi ke dalam hutan untuk mencarinya dan melihatnya sedang tidur nyenyak di atas sebuah batu. Sang ayah kemudian memanggil namanya dan berlari mendekatinya. Setelah terbangun karena terkejut, gadis itu lalu mengulurkan tangan kepada ayahnya. Ketika sang ayah menyambut dan memeluknya, gadis itu berulang kali berkata, "Ayah, aku menemukanmu!"

Dengan menerapkan cerita ini pada pencarian Maria Magdalena akan Yesus dalam Yohanes 20, Zacharias mengatakan, "Maria menemukan kebenaran yang paling mengejutkan melebihi semua hal ketika ia datang mencari tubuh Yesus. Ia tidak sadar bahwa orang yang ia temui ternyata adalah Dia yang telah bangkit, dan Dia datang untuk mencarinya."

Kita, orang yang memercayai Yesus, terkadang mengatakan "menemukan" Dia. Namun, mengapa kita mencari-Nya terlebih dahulu? Karena, seperti gembala yang pergi ke dalam kegelapan untuk menemukan satu domba yang terhilang, Allah pun mencari kita. Dia menunggu kita untuk menyadari keadaan kita yang terhilang dan mengulurkan tangan kita kepada-Nya. Dia akan menjemput, memeluk, dan memberi kita kedamaian-Nya --HVL

25 Februari 2006

Menoleh ke Belakang

Nats : Karena kita telah menjadi bagian dari Kristus, asal saja kita berpegang teguh sampai akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula (Ibrani 3:14)
Bacaan : Ibrani 3

Ada apa dengan bangsa Israel kuno? Mengapa mereka sangat sulit memercayai Allah? Dalam Ibrani 3, kita diingatkan bahwa mereka mendengar janji Allah tetapi mereka tidak mau memercayainya. Saya rasa saya tahu sebabnya, kita pun kini memiliki masalah seperti itu.

Allah mencukupi kebutuhan bangsa itu dalam perjalanan mereka di padang gurun. Untuk beberapa saat mereka akan puas dan gembira, tetapi kemudian kegalauan baru akan muncul lagi. Mereka menatap "tembok-tembok" masalah mereka, menjadi takut, dan kehilangan iman.

Sebelum Musa mendaki gunung untuk mendapatkan petunjuk dari Allah, bangsa Israel baru saja mengalahkan bangsa Amalek. Semuanya baik-baik saja. Namun, ketika Musa terlalu lama di atas gunung, orang-orang itu panik.

Bukannya menoleh ke belakang dan mengingat bahwa Allah dapat dipercaya, mereka justru memandang ke depan dan tidak melihat apa-apa kecuali kemungkinan masa depan tanpa pemimpin. Maka mereka berusaha membuat "allah yang akan berjalan di depan" (Keluaran 32:1). Kepercayaan mereka telah tertutup oleh ketakutan masa depan. Padahal kepercayaan mereka itu dapat dikuatkan apabila mereka mau menoleh ke belakang, yaitu melihat pembebasan dari Allah.

Mirip dengan hal itu, rintangan-rintangan kita tampaknya sangat besar. Kita perlu menoleh ke belakang dan meyakinkan kembali diri kita dengan mengingat apa yang telah Allah lakukan bagi kita. Pandangan ke belakang itu dapat memberi kita kepercayaan diri dalam memandang masa depan --JDB

29 Agustus 2006

Pengungsian yang Diperlukan

Nats : Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu (Mazmur 17:8)
Bacaan : Mazmur 17:1-9

Akibat badai Katrina yang memorak-porandakan Amerika Serikat bagian selatan, para keluarga dan orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal lagi sering disebut media sebagai "pengungsi". Untuk beberapa orang, istilah ini dipandang sebagai penghinaan, sehingga para reporter buru-buru mencari kata lain yang tidak dianggap negatif. Mereka memutuskan untuk memakai kata "orang yang dievakuasi".

Sebenarnya, kata "pengungsi" mengandung suatu harapan. Sebuah kamus mendefinisikan pengungsi sebagai "orang yang lari untuk mencari perlindungan, mi-salnya saat terjadi perang, tekanan politik, atau pengejaran karena masalah agama". Pengungsi berasal dari kata ungsi, yang berarti keselamatan, perlindungan, dan kepedulian kepada orang yang menderita. Kata itu berarti pelabuhan yang aman di dalam dunia yang penuh badai.

Bagi orang-orang yang telah dihantam oleh badai, tragedi, dan bencana kehidupan, maka pengungsian merupakan hal yang paling mereka harapkan. Mereka dapat mencari naungan di dalam pelukan Allah, karena hanya Dia sendirilah yang dapat memberi kita perlindungan dan Dia ingin menyelimuti, melindungi, serta memelihara kita.

Yesus berkata kepada orang-orang yang putus asa pada zaman-Nya, "Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya" (Matius 23:37). Dia terus menawarkan pengungsian bagi hati yang sedih di zaman kita apabila kita mau mencari pemeliharaan-Nya dan memercayai hati-Nya -WEC

9 November 2006

Badai Kehidupan

Nats : Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia memelihara kamu (1 Petrus 5:7)
Bacaan : Markus 4:35-41

Emilie, istri seorang pendeta Jerman bernama Christoph Blumhardt yang hidup pada abad ke-19, heran melihat ketekunan suaminya dalam mendoakan jemaat. Suaminya bahkan tidak pernah tertidur saat mendoakan mereka. Suatu malam Emilie bertanya, "Apa rahasiamu sehingga dapat berdoa seperti itu?"

Suaminya menjawab, "Apakah Allah yang kita sembah begitu lemah, sehingga dengan mengkhawatirkan jemaat aku dapat mendukung kesejahteraan mereka?" Kemudian ia menambahkan, "Tidak! Setiap hari kita harus menanggalkan semua beban dan menyerahkannya kepada Allah."

Suatu sore Tuhan Yesus bersama para muridnya menyeberangi Danau Galilea. Karena kelelahan setelah seharian melayani, Tuhan Yesus pun tertidur di geladak kapal. Tiba-tiba badai melanda danau itu dengan sangat hebat, sehingga murid-murid Tuhan yang dulunya adalah para nelayan pun menjadi sangat ketakutan. Akan tetapi, Tuhan Yesus tetap tidur sampai murid-murid-Nya yang ketakutan berteriak minta tolong dan membangunkan Dia. "Guru, tidak pedulikah Engkau kalau kita binasa?" (Markus 4:38). Kita tahu, Yesus sudah terbiasa memercayakan diri kepada Bapa surgawi. Dengan memegang komitmen seperti itu, Yesus dapat tertidur di tengah badai yang menggelora.

Manakala kekhawatiran merasuki pikiran kita, mari serahkan semua kekhawatiran itu kepada Allah dan jangan sekali-kali kita ambil kembali (1 Petrus 5:7). Itulah rahasia bagaimana kita dapat memiliki jiwa yang penuh kedamaian meskipun sedang berada dalam badai kehidupan --VCG

27 Februari 2007

Tetap Berdoa

Nats : Setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan (Luk. 11:10)
Bacaan : Lukas 11:5-13

Kami berdoa. Terkadang dalam suasana hening. Terkadang dengan bersuara. Kami berdoa selama lebih dari 17 tahun. Kami berdoa memohon kesehatan dan bimbingan bagi putri kami, Melissa, untuk keselamatannya, dan kerap kali supaya ia selalu dilindungi. Saat mendoa-kan anak-anak kami yang lain, kami me-minta Allah memelihara Melissa.

Ketika Melissa beranjak remaja, kami bahkan lebih tekun berdoa agar Dia melindunginya dari segala yang jahat, agar Dia mengawasi tatkala Melissa dan teman-temannya pergi mengendarai mobil. Kami berdoa, "Ya Allah, lindungilah Melissa."

Lalu apa yang terjadi? Tidakkah Allah memahami betapa menyakitkan kehilangan gadis cantik yang memiliki banyak potensi untuk melayani Dia dan sesama? Tidakkah Allah melihat mobil lain yang melintas pada malam musim semi yang hangat itu?

Kami telah berdoa, tetapi Melissa tetap meninggal dunia.

Bagaimana sekarang? Apakah kami berhenti berdoa? Apakah kami marah kepada Allah? Apakah kami berusaha dengan kekuatan kami sendiri?

Tentu tidak! Saat ini justru doa menjadi lebih penting bagi kami. Allah -- Tuhan Yang Mahakuasa dan yang melampaui pemahaman kami -- masih memegang kendali. Perintah-Nya supaya kami berdoa masih berlaku. Kerinduan-Nya untuk mendengarkan kami masih nyata. Iman bukanlah menuntut apa yang kami inginkan; melainkan memercayai kebaikan Allah di balik tragedi hidup.

Kami berduka. Kami berdoa. Kami tetap berdoa --JDB

Aku tidak mempertanyakan sarana atau cara Allah,
Atau bagaimana Dia memakai waktu atau masa,
Untuk menjawab setiap seruan atau doa --
Aku tahu, entah bagaimana, Dia pasti menjawabnya. --Whitney

9 Maret 2007

Tak Muda Lagi

Nats : Tuhan mencintai hukum, dan Ia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya. Sampai selama-lamanya mereka akan terpelihara (Mzm 37:28)
Bacaan : Mazmur 37:23-31

Saat meninggalkan sebuah toko baru-baru ini, sekilas saya mendengar pria yang melayani saya bergumam tak puas, "Ia memanggilku 'Paman', padahal ia lebih tua." Sejak kecil, budaya Tionghoa mengajarkan kesopanan kepada saya untuk mengatakan, "Terima kasih, Paman!" atas bantuan yang saya terima.

Sikap ini sangat membantu saya selama ini, tetapi kini saya harus berpikir ulang untuk memakainya. Setelah melihat ke cermin dengan saksama, mata saya menegaskan bahwa kini saya memang tak muda lagi seperti yang saya kira.

Menjadi anak muda memang banyak untungnya, tetapi dengan usia tua muncullah sukacita yang mencerminkan kesetiaan Allah. Daud mengingatkan kita dalam Mazmur 37, "Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan" (ay. 25).

Kini saat saya berusia lima puluhan, saya berefleksi dan bertanya-tanya dalam hati bagaimana mungkin saya pernah berpikir bahwa Allah meninggalkan saya. Memang Dia mengizinkan saya menghadapi kesulitan yang tampaknya tidak dapat diatasi, tetapi sekarang saya tahu bahwa itu terjadi hanya untuk membentuk diri saya. Allah senantiasa memelihara saya, dan ketika saya terjatuh, saya tahu "Tuhan [yang] menopang tangan [saya]" (ay. 24).

Kita akan selalu bertambah tua, tetapi kita juga akan semakin mensyukuri banyak kemurahan Allah. Yang terpenting, kita bersyukur Dia meletakkan kasih lewat hukum-hukum-Nya di dalam hati kita yang menjaga agar langkah-langkah kita tidak goyah (ay. 31) --AL

Kesetiaan Tuhan kita kenal sepanjang waktu;
Dalam suka dan duka Dia menyatu;
Begitu sering Tuhan siap membantu,
Menjawab doa, memberi kekuatan baru. --F. Hess

15 Maret 2007

Saku yang Penuh

Nats : Allah ... yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga (Ef. 1:3)
Bacaan : Efesus 1:3-14

Setiap pria butuh saku yang cukup besar untuk membawa semua benda penting: dompet, kunci, permen penyegar napas. Jika melihat tas istri saya, ia tampak serasa memiliki seluruh benda yang dibutuhkan di alam ini, tetapi setidaknya kaum pria memiliki benda-benda yang esensial! Hanya dengan sekali merogoh saku, saya bisa menggunakan uang, kartu kredit, dan hak-hak eksklusif yang ditawarkan oleh serangkaian sumber penting.

Dan anak-anak pun tahu bahwa jika mereka meminta ibu atau ayah untuk mencari permen karet, gula-gula, sisir, tisu, atau uang di saku atau dompetnya -- atau segala hal yang menurut mereka akan memenuhi kebutuhan saat itu -- mereka akan mendapatkannya!

Itu seperti hak istimewa kita sebagai anak Allah. Dalam hal keselamatan, kita ditempatkan "dalam Kristus" dan diberi akses penuh ke segala sumber kekayaan berharga yang Allah tawarkan kepada kita. Kekayaan-Nya itu seperti hikmat-Nya: "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku" (Mzm. 119:105). Pengampunan dan anugerah: "Di dalam Dia kita beroleh penebusan oleh darah-Nya, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan anugerah-Nya" (Ef. 1:7). Itu cara pandang baru yang membawa harapan dan keyakinan, bahkan di tengah masa yang terberat sekalipun (Ef. 1:18); pemeliharaan dalam hal materi (Mat. 6:30,31); dan damai sejahtera (Ef. 2:14) merupakan milik kita juga dalam Dia.

Allah mencurahkan kekayaan-Nya bagi kita "menurut kekayaan anugerah-Nya" (Ef. 1:7). Galilah sumber kekayaan-Nya! --JS

Aku tak tahu bagaimana caranya
Tuhan menyediakan keperluanku;
Hanya ini yang kutahu
Berkat-Nya cukup bagiku. --Adams

23 Maret 2007

Teruskan

Nats : Seluruh bumi sujud menyembah kepada-Mu, dan bermazmur bagi-Mu (Mzm. 66:4)
Bacaan : Mazmur 66:1-10

"Berjalanlah terus. Berjalanlah terus ...," nyanyi para remaja dari Paduan Suara Dayspring. Mereka baru saja menyanyikan kata-kata pertama di sebuah konser pada hari Minggu malam ketika tiba-tiba segalanya menjadi gelap. Listrik padam.

Yang padam memang bukan semua daya. Itu bukan daya yang sejati.

Para siswa tetap bernyanyi. Senter-senter disorotkan pada paduan suara itu ketika mereka menyanyikan seluruh lagu mereka tanpa iringan musik.

Di tengah-tengah konser, sang dirigen, putri saya Lisa, meminta jemaat untuk turut bernyanyi. Itulah saat yang begitu menyentuh, karena saat itulah nama Allah ditinggikan di tengah gereja yang diliputi kegelapan itu. Lagu "Hallelujah" tampaknya tak pernah terdengar sekhidmat saat itu.

Sebelum konser dimulai, semua orang sudah bekerja keras untuk memastikan bahwa semua peralatan listrik berjalan dengan baik. Namun, kejadian terbaik yang terjadi justru saat listrik mati. Dengan begitu, daya Allah-lah yang disoroti. Lampu Allah, bukan lampu listrik, yang bersinar. Yesus dipuji.

Kadang rencana kita hancur berantakan dan usaha kita gagal. Tatkala segala sesuatu terjadi tanpa terkendali, kita harus "berjalan terus" dan selalu ingat dari mana datangnya daya yang sebenarnya untuk hidup kudus dan untuk memunculkan pujian sejati. Ketika usaha yang kita lakukan tersendat-sendat, kita harus tetap memuji dan meninggikan Yesus. Semua berfokus pada Dia --JDB

Pujilah Tuhan yang bertakhta di surga,
Tuhan segala ciptaan,
Tuhan penuh kasih, Tuhan yang kuasa,
Tuhan Penebus kita. --Schutz

28 Maret 2007

Pagi

Nats : Tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! (Rat. 3:22,23)
Bacaan : Ratapan 3:19-32

Dalam perjalanan pembelajaran ke Israel, grup kami telah beristirahat semalam penuh di hotel Tiberias. Saat bangun di pagi hari, saya menghampiri jendela dan menatap keindahan matahari terbit di Laut Galilea. Ketika membayangkan tempat-tempat yang akan kami kunjungi pada hari itu, yaitu tempat-tempat yang juga dijalani oleh Yesus 2.000 tahun lalu, saya menjadi bersemangat mengingat kesempatan yang akan kami lewatkan, yang telah diawali dengan keindahan matahari terbit tadi.

Akan tetapi, kita tidak harus pergi ke Israel untuk dapat mengagumi hal-hal yang telah Allah berikan kepada kita setiap hari. Setiap pagi kita disodori dengan berbagai tantangan baru dan berkat yang berlimpah bila kita berjalan bersama Kristus. Tak peduli kesalahan yang kita buat kemarin, keputusan yang kita sesali, dan sakit hati yang kita miliki, Allah tetap menaruh belas kasih kepada kita. Matahari terbit mengingatkan kita pada kesetiaan-Nya dan awal yang baru yang diberikan-Nya setiap hari.

Mungkin sukacita sederhana tentang keindahan matahari terbit inilah yang mendorong Yeremia menulis, "Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Rat. 3:22,23).

Setiap hari baru yang Tuhan anugerahkan kepada kita, entah di Israel atau di rumah kita sendiri, merupakan suatu ungkapan kesetiaan-Nya dan memberi kita suatu kesempatan untuk hidup bagi-Nya --WEC

Tuhan, dalam ketenangan embun pagi,
Kala seluruh dunia masih terlelap,
Kutaruh hidup dan semua yang kucintai
Dalam tangan-Mu yang mendekap. --White

14 September 2007

Nama Demi Nama

Nats : Inilah daftar nenek moyang Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham (Matius 1:1)
Bacaan : Matius 1:1-17

Dalton Conley, seorang ahli sosiologi di New York University, dan istrinya, Natalie Jeremijenko, dikaruniai dua orang anak. Beberapa tahun silam, mereka meminta izin kepada dewan kota untuk mengubah nama putra mereka yang berusia lima tahun menjadi Yo Xing Heyno Augustus Eisner Alexander Weiser Knuckles Jeremijenko-Conley. Sebenarnya, sebagian besar nama itu memang namanya, tetapi orangtuanya menambahkan tiga nama tengah. Dan, mereka memiliki alasan yang khusus untuk setiap tambahan nama tersebut.

Saya yakin Allah pasti memiliki alasan khusus untuk mencantumkan nama-nama yang terdaftar di awal Injil Matius. Sekilas mungkin daftar itu tampak seperti sebuah daftar nama yang tidak berarti, yang panjang dan membosankan, tetapi ternyata daftar itu memiliki setidaknya dua tujuan. Pertama, nama-nama itu memberi kerangka bagi orang-orang Ibrani sejati untuk dapat melestarikan silsilah keluarga mereka dan menjaga kemurnian religius untuk melawan pengaruh dari luar. Kedua, nama-nama tersebut mencerminkan karya tangan Allah yang berdaulat dan menyingkap campur tangan Allah di masa lalu, yang kemudian berujung pada kelahiran Sang Mesias. Tuhan memakai berbagai macam orang di dalam silsilah-Nya; ada petani, raja, pelacur, pezina, pendusta. Ketika membaca daftar ini, kita diingatkan pada besarnya kesetiaan Allah.

Saat Anda mengingat bagaimana Anda telah menjadi anggota keluarga Allah melalui iman dalam Kristus, ingatlah kesetiaan-Nya terhadap Anda dan hasrat-Nya untuk memakai Anda dalam mewujudkan segala rencana-Nya --MLW

19 September 2007

Kesetiaan Allah

Nats : Yesus menjawab mereka, "Percayalah kepada Allah!" (Markus 11:22)
Bacaan : Markus 11:20-26

Sebagian perkataan Yesus yang diucapkan kepada para murid-Nya tentang beriman kepada Allah membuat saya menjadi bertanya-tanya dalam hati, apakah saya pernah berlatih mempraktikkan tingkat kepercayaan dan keyakinan semacam itu di dalam doa. Sepertinya saya belum pernah memerintahkan sebuah gunung untuk berpindah ke samudra dan menyaksikan hal itu benar-benar terjadi.

Hudson Taylor, seorang misionaris perintis ke Tiongkok, mengatakan bahwa perkataan Yesus dalam Markus 11:22, "Percayalah kepada Allah!" dapat diterjemahkan menjadi, "Bersandarlah pada kesetiaan Allah."

D. Martyn Lloyd-Jones, seorang mantan pendeta Westminster Chapel di London, menghargai pemahaman Taylor dan berkata, "Iman berarti bersandar pada kesetiaan Allah dan selama Anda melakukannya, Anda tidak akan salah. Iman tidak memandang berbagai kesulitan yang ada .... Iman tidak memandang dirinya atau orang yang tengah mempraktikkannya. Iman memandang pada Allah .... Iman hanya berkepentingan dengan Allah, berbicara tentang Dia, bersorak-sorai bagi-Nya, dan memuji kebaikan-Nya. Pada akhirnya, kekuatan iman seseorang senantiasa diukur dari tingkat pengenalannya tentang Allah .... Ia mengenal Allah dengan sedemikian baiknya, sehingga ia dapat bersandar pada pengenalannya tersebut. Doa orang semacam itulah yang akan dijawab."

"Untuk selama-lamanya, ya Tuhan, firman-Mu tetap teguh di surga. Kesetiaan-Mu dari keturunan ke keturunan" (Mazmur 119: 89,90) --DCM

7 Oktober 2007

Usia Senja

Nats : Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar (Mazmur 92:15)
Bacaan : Filipi 3:20-4:1

Jika Anda sekarang ini masih muda dan lincah, Anda mungkin akan kesulitan untuk bersimpati terhadap perasaan orang-orang yang sudah tua. Namun, orang-orang yang sudah separuh baya dan mulai memasuki usia senja dapat memahami perkataan Daud, "Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua" (Mazmur 37:25). Dan karena penuaan acap kali disertai dukacita serta kehilangan, maka tidak tertutup kemungkinan ada banyak orang yang dengan sia-sia berharap bahwa masa muda mereka tidak akan pernah berakhir.

Akan tetapi, dengarkanlah perkataan seorang penulis esai kristiani dan sekaligus ahli teologi, F.W. Boreham, "Suatu hari nanti, hari-hari saya akan berangsur menjadi senja. Masa senja saya pun akan tiba.... Kemudian, saya yakin akan ada fajar yang menyingsing dan menggantikan senja itu. Fajar tersebut lebih cerah daripada fajar yang selama ini saya alami. Setelah warna terakhir dari matahari menghilang, maka terbitlah hari baru yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya; suatu hari yang akan mengembalikan semua hal yang telah diambil oleh hari-hari lama saya, suatu hari yang tidak akan pernah berangsur menjadi senja."

Oleh sebab itu, di mana pun kita berada dalam perjalanan menuju surga, kita dapat bersukacita apabila berjalan bersama Tuhan Yesus. Dan, karena kita tahu bahwa Bapa surgawi yang setia akan tinggal bersama kita sampai akhir perjalanan di bumi ini, kita dapat senantiasa mengucap syukur atas usia kita yang semakin bertambah dan perjalanan hidup kita yang mau tidak mau semakin mendekati garis akhir --VCG

30 November 2007

Janji 45 Tahun

Nats : Tuhan telah memelihara hidupku, seperti yang dijanjikan-Nya. Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan Tuhan firman itu kepada Musa (Yosua 14:10)
Bacaan : Yosua 14:6-13

Nola Ochs, seorang mahasiswi Fort Hays State University di Kansas, baru-baru ini mengambil libur dari studi untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-95. Ia mulai berkuliah di Fort Hays pada 1930, tetapi tidak lulus. Ketika ia menyadari bahwa hanya dengan mengambil beberapa kredit lagi ia akan mendapatkan gelar, maka ia kembali kuliah di universitas itu pada tahun 2006. Nola tidak akan membiarkan usia mencegahnya untuk menghargai komitmen yang dibuatnya lebih dari 76 tahun lalu untuk menyelesaikan pendidikannya.

Dalam Yosua 14, kita membaca bahwa Kaleb tidak membiarkan usianya yang sudah lanjut mencegahnya untuk percaya bahwa Allah akan menepati janji-Nya yang diberikan 45 tahun sebelumnya (ayat 10-12). Sebagai salah satu pengintai yang dikirim ke Tanah Perjanjian, ia melihat kota-kota besar yang didiami oleh orang-orang kuat yang tubuhnya besar (Bilangan 13:28-33).

Akan tetapi, Kaleb setia kepada Allah dan percaya bahwa Dia akan membantu bangsa Israel menaklukkan tanah tersebut (14:6-9). Pada usia 85 tahun, Kaleb secara fisik masih kuat dan imannya tetap teguh. Ia percaya bahwa Allah akan membantunya menaklukkan tanah tersebut, meskipun didiami oleh para raksasa. Maka, Yosua memberkati Kaleb dengan bagian tanah tersebut dan memenuhi janji Allah yang sudah berusia 45 tahun.

Seperti Kaleb, kita pun tidak boleh membiarkan usia, raksasa pribadi kita, atau janji yang belum terpenuhi, menghalangi kita untuk memercayai bahwa Allah masih menghargai firman-Nya bagi kita --MLW

24 Januari 2008

Teladan

Nats : Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejaknya (1Petrus 2:21)
Bacaan : 1Petrus 2:18-25

Yi shen zou ze, demikianlah bunyi sebuah nasihat dalam bahasa Mandarin yang berarti "jadikanlah dirimu sebagai teladan". Nasihat ini ditujukan bagi para pemimpin dalam arti luas; pemimpin negara, pemimpin komunitas, pemimpin perusahaan, pemimpin organisasi, pemimpin rumah tangga (orangtua), dan sebagainya. Nasihat agar para pemimpin menjadi teladan ini kerap didengungkan supaya kepemimpinan mereka memiliki kekuatan dan tepat guna.

Barangkali sekarang kita sulit menemukan sosok teladan dalam masyarakat, terutama dari para pemimpin, sehingga kita mengalami krisis panutan. Lebih banyak kata-kata muluk yang tersaji daripada tindakan nyata yang dapat dijadikan teladan. Tidak mengherankan jika wibawa para pemimpin tersebut semakin merosot di mata orang-orang yang dipimpinnya. Kendati keteladanan semakin langka, namun itu sangat penting bagi kepemimpinan yang efektif. Oleh karena itu kita, terutama yang berperan sebagai pemimpin, harus memiliki karakter yang dapat diteladani orang lain.

Kristus telah memberikan teladan yang sempurna bagi kita. Apabila kita mengikuti teladan yang Dia berikan, maka pada gilirannya kita juga akan menjadi teladan bagi orang lain. Oleh karena itu, marilah kita mengikuti setiap langkah Kristus dengan hati yang taat dan setia. Saat kehidupan kristiani kita menjadi contoh yang baik bagi sesama, maka sesungguhnya kita sedang memberitakan Injil dengan sangat baik. Tanpa banyak kata, orang lain akan memiliki kerinduan untuk datang kepada Kristus dan menjadi seperti Dia! --NDA

24 Februari 2008

Rekreasi

Nats : Tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan ... (Keluaran 20:10)
Bacaan : Keluaran 20:8-11

Seorang gadis menelepon temannya, karena mobil yang dikendarainya mogok. Tak lama kemudian, teman yang diteleponnya itu datang. "Mungkin kamu kehabisan bensin," ujarnya. "Tidak mungkin," kata si gadis, "aku baru saja mengisi bensin. Tadinya mobil ini berjalan lancar. Namun saat menuruni bukit, ia tersendat-sendat. Lalu terdengar bunyi keras, dan mesinnya mati." Lalu temannya bertanya, "Kapan terakhir kali kamu mengganti oli?" Gadis itu tampak bingung. "Ganti oli? Apa maksudmu?" Rupanya, sejak membeli mobil itu dua tahun lalu, oli mobilnya tak pernah diganti. Ia bahkan tidak tahu bah-wa itu perlu!

Mesin mobil yang terus bekerja tanpa diberi pelumas, lama-lama pasti rusak. Begitu pula manusia yang terus bekerja tanpa rekreasi dan istirahat, tak bisa hidup sehat. Itu sebabnya Allah menciptakan Sabat, hari untuk beristirahat. Kita perlu menyediakan satu hari seminggu untuk berhenti bekerja. Jika memiliki karyawan, mereka pun perlu kita beri kesempatan beristirahat. Beristirahat bukan berarti pasif, diam seharian. Tidak! Istirahat yang dimaksud adalah rekreasi. Kata 'rekreasi' (re-creation) menunjukkan saat di mana diri kita dicipta ulang, diperbarui dan disegarkan, sehingga siap lagi menghadapi tugas seminggu ke depan dengan semangat baru. Rekreasi terjadi saat jiwa kita diperbarui oleh Tuhan dalam ibadah, juga saat kita mengakrabkan diri dengan sesama di hari Sabat. Itu sebabnya setiap minggu kita perlu beribadah di gereja.

Jika akhir-akhir ini Anda mengalami kejenuhan, izinkan saya bertanya, "Kapan terakhir kali Anda benar-benar merayakan Sabat?" --JTI

9 Maret 2008

Bukan Milik Iblis Lagi

Nats : Sebab jika mereka ... telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk daripada yang semula (2Petrus 2:20)
Bacaan : 2Petrus 2:17-22

"Coba tabrakkan anjing Anda ke tembok. Ia pasti akan melolong kesakitan, bukan? Lalu, apa jadinya bila Anda mencoba melakukannya lagi? Ia akan waspada dan menahan kuat-kuat dengan keempat kakinya agar tak terbentur tembok. Ia belajar dari pengalaman, bahwa menabrak tembok itu sakit. Ia tak mau mengulang. Anjing pintar! Lalu, bagaimana dengan kita? Bukankah kita kerap merasa kotor, gelisah, salah, hancur ketika melakukan dosa? Suatu saat, kita yakin Yesus telah menyucikan. Kita merasa lega, putih, bening. Namun, kita kerap mengulang kesalahan yang sama, dosa yang dulu. Bukankah itu berarti, anjing lebih pintar dari kita?" demikian ilustrasi seorang pendeta senior yang terus saya ingat sampai kini.

Demikian pula Petrus mengkritik guru-guru palsu, yakni mereka yang melepaskan diri dari kecemaran dunia setelah mengenal Yesus, tetapi kemudian jatuh lagi ke dalamnya-bahkan terjatuh lebih dalam. Dalam bahasa yang keras, Petrus menyebut mereka anjing dan babi yang suka kembali pada apa yang dimuntahkan dan kubangannya yang kotor (ayat 22). Mereka disebut orang yang akan masuk ke dalam kegelapan yang paling dahsyat (ayat 17). Bukan karena dosa mereka, melainkan karena setelah mengenal Kristus dan bebas dari kecemaran dunia, mereka kembali pada kecemaran yang tadinya mereka tinggalkan. Dengan begitu, seolah-olah setiap pengalaman dengan Kristus diabaikan, dipunggungi, dan disingkirkan!

Memperjuangkan iman kristiani berarti menjaga karya pendamaian Kristus agar tetap menjadi terang jiwa kita. Mari tetap berada dekat denganNya setiap saat, sebab kita tak mungkin berjalan sendiri-DKL



TIP #02: Coba gunakan wildcards "*" atau "?" untuk hasil pencarian yang leb?h bai*. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA