Topik : Ketaatan

16 November 2002

Tindakan-tindakan yang Saling Berkaitan

Nats : Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana (Amsal 22:8)
Bacaan : Amsal 22:1-8

Putra saya, Steve, ingin menjadi pelari lintas alam terbaik. Meski baru masuk SMU, tetapi ia telah mendapat tempat istimewa pada tim sekolahnya.

Kejadiannya berawal saat Steve memutuskan ingin mengikuti lomba balap motor. Maka hari Sabtu itu ia mengikuti lomba balap motor di lintasan berlumpur. Semua berjalan lancar sampai ia membuat kesalahan dalam melakukan lompatan. Ia terjatuh dan kakinya tertindih sepeda motor Yamahanya.

Tulangnya tidak ada yang patah, tetapi otot betisnya memar sehingga ia harus mengorbankan lomba lari lintas alam yang hendak diikutinya. Keadaannya semakin buruk, dan ia gagal membawa tim sekolahnya ke final tingkat nasional.

Steve mendapat sebuah pelajaran penting: Semua tindakan yang kita lakukan saling berkaitan. Setiap tindakan kita mempengaruhi sisi kehidupan kita yang lain.

Kadang kita berusaha memisahkan sebagian hidup kita dari iman kepada Kristus. Misalnya berpikir bahwa menonton acara TV yang tidak bermoral tidak mempengaruhi perjalanan kita bersama Allah. Namun, dalam Alkitab dituliskan, "Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana" (Amsal 22:8), dan "Barangsiapa menabur dalam dagingnya akan ... menuai kebinasaan, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh akan ... menuai hidup yang kekal" (Galatia 6:8).

Semua elemen kehidupan saling terkait satu sama lain. Kita harus memastikan bahwa setiap pikiran, tindakan, dan perkataan kita mengalir dari hati yang bersih. Dengan demikian, segala sesuatu yang kita lakukan adalah untuk memuji, menghormati, dan memuliakan Allah –Dave Branon

17 Desember 2002

Tembok yang Tegak

Nats : Sesungguhnya, Aku akan menaruh tali sipat di tengah-tengah umat-Ku Israel; Aku tidak akan memaafkannya lagi (Amos 7:8)
Bacaan : Amos 7:1-9

Ketika saya masih kecil, saya dan teman-teman sebaya saya membangun markas. Kami berhasil membuat lantai yang rata, tetapi kami kesulitan untuk memasang dinding papan dengan tegak karena kami tidak memakai tali ukur. Akibatnya, markas kami seperti Menara Pisa yang miring.

Tukang kayu sering menggunakan tali ukur untuk memastikan bahwa tembok terpasang tegak lurus terhadap lantai. Mereka menggunakan tali yang diberi pemberat, yang menggantung lurus sebagai pedoman bagi pekerja saat membangun tembok.

Dalam Amos 7, kita membaca analogi mengenai tali ukur. Awalnya Tuhan memberi tahu Amos mengenai kawanan belalang dan api besar, yang menggambarkan nubuatan akan adanya kehancuran yang menimpa kerajaan utara Israel. Setelah sang nabi berdoa dan Tuhan berkenan untuk menunda penghakiman-Nya, Amos menerima penglihatan berupa sebuah tembok yang tegak lurus. Tuhan berdiri di dekat tembok itu sambil memegang tali ukur (tali sipat). Karena kelakuan bangsa Israel tidak sesuai dengan hukum Allah, maka mereka harus mengalami murka Allah (ayat 8,9).

Sebagai pengikut Yesus Kristus, kita memiliki tali ukur yang berguna untuk mengevaluasi hidup kita. Tali ukur itu adalah firman Allah yang berisi prinsip-prinsip dan perintah-perintah. Saat berhadapan dengan berbagai pilihan moral, kita harus melihat apa yang diajarkan Kitab Suci. Selama kita mengikuti petunjuk-petunjuk Tuhan, kita tidak perlu mencemaskan apa yang dinyatakan oleh tali ukur-Nya dalam hidup kita –Dave Egner

26 Desember 2002

Cincin Meterai

Nats : Aku akan mengambil engkau ... dan akan menjadikan engkau seperti cincin meterai; sebab engkaulah yang Kupilih (Hagai 2:24)
Bacaan : Hagai 2:21-24

Di beberapa kerajaan zaman dahulu, seorang raja yang ingin menandai atau mengamankan sebuah dokumen akan menyegelnya dengan menggunakan cincin meterainya. Ia menekankan cincinnya pada lilin yang lunak dan membiarkannya mengeras sehingga membentuk segel yang bertanda sama dengan cincin itu. Cincin meterai mewakili kemuliaan, kekuasaan, dan jaminan milik pribadi sang raja, sehingga benda itu menjadi sangat berharga.

Dalam Hagai 2:24, kita membaca bahwa Allah berkata Dia akan membuat Zerubabel "seperti cincin meterai". Pernyataan ini begitu luar biasa, karena sebelumnya Tuhan telah menyatakan penghakiman kepada kakeknya, Konya bin Yoyakim dan garis keturunannya (Yeremia 22:24- 30). Allah berkata bahwa meskipun seandainya Konya adalah cincin meterai, Dia akan tetap mencampakkannya.

Bertahun-tahun kemudian, Zerubabel memimpin sekumpulan orang Yahudi kembali ke Yerusalem setelah masa pembuangan di negeri Babel. Karena ketaatannya kepada Allah dan usahanya dalam membangun kembali Bait Suci, Tuhan memperlakukan Zerubabel sebagai cincin meterai yang berharga (Hagai 2:24).

Kita tahu bahwa Allah itu adil dan dosa memiliki konsekuensinya sendiri. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa Allah juga berbelas kasih dan Dia memberkati orang-orang yang melakukan apa yang diperintahkan-Nya.

Dengan menaati Tuhan, kita juga dapat mengalami sukacita karena menjadi seperti cincin meterai Allah yang berkenan bagi-Nya dan berguna bagi kehendak-Nya –Albert Lee

18 Januari 2003

Maksud Baik

Nats : [Efod itu] yang menjadi jerat bagi Gideon dan seisi rumahnya (Hakim-hakim 8:27)
Bacaan : Hakim-hakim 8:22-27

Pernahkah saat Anda mencoba membantu, pada kenyataannya Anda justru menyusahkan orang yang dibantu? Mungkin Anda menawarkan bantuan untuk membawakan kue bolu ke meja, tetapi tanpa sengaja Anda menjatuhkannya. Atau barangkali Anda menawarkan diri untuk mengurus anjing tetangga, tetapi anjing itu malah melarikan diri.

Dalam Hakim-hakim 8, tampaknya Gideon mencoba melakukan hal yang baik, tetapi akibatnya justru sangat tragis. Mulanya bangsa Israel terkesan melihat kemampuan militer Gideon, karena itu ia diminta untuk menjadi raja mereka. Ia menolak (Hakim-hakim 8:22,23). Namun selanjutnya Gideon meminta mereka mempersembahkan anting-anting emas, yang akan dibuatnya menjadi sebuah "efod" (ayat 27). Efod itu dapat berupa jubah suci yang dipakai oleh iman agung atau patung berhala. Mengapa ia melakukan hal ini? Kita tidak tahu alasan tepatnya, mungkin Gideon mencoba menciptakan figur seorang pemimpin rohani. Namun apa pun motivasinya, Allah tak pernah menyuruhnya melakukan hal ini.

Ketika Gideon menempatkan efod itu di Ofra, benda ini membuat orang tidak lagi menyembah Tuhan, tetapi menyembah berhala (ayat 27). Itu sebabnya setelah Gideon mati, bangsa itu dengan mudah kembali menyembah Baal (ayat 33).

Gideon mungkin bermaksud baik, tetapi ia salah karena bertindak tanpa meminta nasihat Tuhan. Marilah kita berhati-hati agar tak ada yang akan mengalihkan pandangan kita dari Allah yang kudus dan penuh kasih, sehingga kita dan orang lain tak akan sesat --Dave Branon

23 Februari 2003

Nama Baik Allah

Nats : Aku merasa sakit hati karena nama-Ku yang kudus yang dinajiskan oleh kaum Israel di tengah bangsa-bangsa, di mana mereka datang (Yehezkiel 36:21)
Bacaan : 2Samuel 21:1-14

Nama baik Allah dapat dimuliakan atau sebaliknya menjadi buruk oleh karena sikap dan tindakan umat-Nya. Bacaan Alkitab hari ini menunjukkan realitas ini.

Selama masa pemerintahan Daud, Allah menghukum Israel dengan tiga tahun kelaparan karena pendahulu Daud, yakni Raja Saul, telah berusaha untuk membunuh orang-orang Gibeon (2 Samuel 21:1). Tindakannya itu melanggar sumpah yang telah dibuat antara Yosua beserta para penguasa Israel dengan bangsa Gibeon dalam nama "TUHAN, Allah Israel" (Yosua 9:18). Dengan demikian, nama baik Allah sedang dipertaruhkan.

Ketika Daud bertanya kepada bangsa Gibeon apa yang harus dilakukan agar ia dapat menebus kesalahan itu, mereka meminta tujuh orang dari keturunan Saul diserahkan kepada mereka untuk digantung. Alkitab tidak menyatakan bahwa itulah yang diminta Tuhan sebagai hukuman yang pantas bagi Saul, karena kematian anak-cucu Saul pastilah membuat Allah berduka. Namun, Dia mengizinkan eksekusi itu dilaksanakan agar perjanjian umat-Nya, yang dibuat atas nama-Nya, dapat diperbarui. Dari situ pulalah bangsa Gibeon akhirnya tahu bahwa Allah yang disembah bangsa Israel adalah Allah yang patut dihormati.

Sama halnya seperti bangsa Israel yang menajiskan kekudusan nama Allah dengan melakukan kekejian (Yehezkiel 36:22), kita pun dapat menajiskan nama Allah lewat cara hidup kita. Marilah kita teladani hidup Yesus sehingga kita dapat menghormati nama Allah --Herb Vander Lugt

27 Februari 2003

Jalan Ketaatan yang Panjang

Nats : Tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar (Filipi 2:12)
Bacaan : Filipi 2:1-13

Setiap bulan Januari, anggota klub kebugaran akan meningkat secara drastis. Ruang latihan akan dipenuhi oleh orang-orang yang memiliki niat yang menggebu-gebu di Tahun Baru. Para anggota tetap klub fitness tahu bahwa di bulan Maret banyak dari para pendatang baru itu akan menghilang. "Mereka tidak mendapatkan hasil secepat yang mereka pikirkan," kata salah seorang direktur klub tersebut. "Orang-orang itu tidak menyadari bahwa diperlukan kerja keras dan kegigihan untuk membentuk tubuh yang ideal."

Kita pun mengalami fenomena seperti itu dalam hal kerohanian. Penulis Eugene Peterson mencatat bahwa dalam budaya yang menyukai kecepatan dan efisiensi, "tidaklah sulit ... untuk membuat orang tertarik pada pesan dalam ajaran Yesus; tetapi yang sangat sulit adalah untuk mempertahankan ketertarikan itu." Untuk mengikuti Kristus dengan setia, kata Peterson, diperlukan "ketaatan yang terus-menerus pada satu tujuan".

Paulus menyuruh jemaat Filipi untuk memiliki tekad seperti Kristus. Ketaatan-Nya kepada Bapa begitu sempurna dan dilakukan dengan segenap hati (2:8). Paulus mendorong mereka untuk tetap taat kepada Tuhan dan untuk terus mengerjakan keselamatan mereka dengan takut dan gentar (2:12).

Sebagai orang percaya baru, kita mungkin memiliki niat yang baik saat kita memulai langkah pertama dalam iman. Kemudian, saat kita bertumbuh dalam Kristus, kuasa Allah memampukan kita untuk terus berjalan dengan sukacita bersama Dia menyusuri jalan ketaatan yang panjang --David McCasland

6 Maret 2003

Perkataan yang Keras

Nats : Barang siapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain (Lukas 6:29)
Bacaan : Lukas 6:27-35

Seorang novelis Rusia bernama Leo Tolstoy menceritakan kisah tentang seorang tukang sepatu bernama Martin. Setelah istri dan anaknya meninggal, tukang sepatu itu meratap penuh keputusasaan kepada kawan lamanya yang saleh, “Sekarang, untuk apa saya hidup?” Kemudian kawannya menjawab, “Kamu hidup untuk Allah, Martin. Untuk Allah.” “Lalu seharusnya bagaimana cara hidup bagi Allah?” tanya Martin. “Kristus telah menunjukkan jalannya kepada kita,” jawab orang percaya itu. “Belilah Injil dan bacalah. Di sana akan kautemui bagaimana cara kita hidup bagi Allah. Segalanya dijelaskan di sana,” katanya.

Maka pada hari itu juga, Martin membeli sebuah kitab Perjanjian Baru dan mulai membacanya. Semakin lama ia membaca, semakin jelaslah apa kehendak Allah bagi dirinya dan apa artinya hidup bagi Allah. Maka, beban di hatinya pun semakin ringan.

Kemudian pada suatu hari Martin membaca Lukas 6:27-35, dan tiba-tiba ia tersentak saat membaca perkataan Yesus yang keras. Ia memikirkan dengan saksama perintah di ayat 29, “Barang siapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain.” Saat ia mulai menyadari bahwa ternyata hidupnya belum sesuai dengan perintah Yesus, ia pun berseru, “O Tuhan, tolonglah saya!”

Kita pun mungkin merasa sangat sulit untuk menaati sabda Yesus. Banyak perkataan keras-Nya yang kelihatannya mustahil untuk ditaati. Sama seperti Martin, hendaklah kita berseru, “O Tuhan, tolonglah saya!” Tanpa-Nya, kita tidak dapat berbuat apa-apa --David Roper

3 Juli 2003

Anda Mendengarkan?

Nats : Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar (1Samuel 3:10)
Bacaan : 1Samuel 3:1-10

Kenangan terindah di masa kecil saya adalah saat ibu saya membacakan kisah-kisah Alkitab untuk saya sebelum tidur. Ada banyak kisah yang meninggalkan kesan yang begitu mendalam bagi diri saya, terutama peristiwa dalam hidup Samuel seperti yang digambarkan dalam 1 Samuel 3. Saya masih dapat mendengar ibu saya membacakan tanggapan anak muda ini terhadap panggilan Allah, "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar" (ayat 10).

Seperti halnya Samuel, kita juga harus bersedia untuk mendengarkan suara Tuhan. Kesempatan ini akan kita peroleh jika kita bersedia menyediakan waktu untuk mempelajari dan membaca Alkitab dengan sungguh-sungguh di tengah-tengah kesibukan kita setiap hari. Karena seperti yang Anda ketahui, Roh Allah berkomunikasi dengan kita melalui firman-Nya.

Thomas à Kempis (1379-1471) merangkum hal ini dengan baik ketika ia menulis, "Diberkatilah setiap telinga yang tidak hanya mendengar suara yang terdengar, melainkan mencari kebenaran yang terkandung dalam suatu pengajaran. Diberkatilah mata yang tertutup untuk hal- hal duniawi, tetapi terbuka untuk hal-hal rohani. Diberkatilah mereka yang dengan sukacita memberikan waktunya bagi Allah dan melepaskan diri dari semua penghalang di dunia ini. Pertimbangkanlah hal-hal ini, o jiwaku, dan dengarkanlah Tuhan Allahmu berbicara."

Kapankah terakhir kali Anda meminta Tuhan membuka hati Anda agar dimampukan untuk menerima firman-Nya? Tuhan ingin mendengar Anda berkata, "Berbicaralah, Tuhan, saya mendengarkan" --Richard De Haan

11 November 2003

Badai

Nats : Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu (Matius 7:24)
Bacaan : Matius 7:21-29

Neal Beidleman selamat dari ekspedisi malang pada tahun 1996, di mana delapan orang pendaki gunung tewas di atas Gunung Everest. Sebagian dari mereka telah membayar uang sebesar 65.000 dolar agar mendapat kesempatan mendaki puncak gunung tertinggi di dunia itu. Saat mengevaluasi penyebab kemalangan tersebut, Beidleman berkata, "Tragedi dan malapetaka ... tidak disebabkan oleh sebuah keputusan, kejadian, atau kesalahan tunggal, tetapi merupakan titik puncak dari banyak hal dalam hidup Anda. Ada sesuatu yang terjadi, dan kejadian itu menjadi katalisator bagi datangnya semua risiko yang telah Anda ambil."

Di atas Gunung Everest, "sesuatu" itu berupa badai salju yang mengamuk. Menurut jurnalis Todd Burgess, "Jika bukan karena badai, para pendaki gunung itu tetap akan menghadapi banyak tantangan yang penuh risiko. Tetapi badai itulah yang menunjukkan kelemahan mereka."

Berbagai hal yang berisiko dalam hidup kita kini, baik ketidakpedulian atau ketidaktaatan rohani, dapat menenggelamkan kita saat badai menerjang. Yesus menceritakan sebuah kisah tentang pembangun rumah yang bijak dan bodoh untuk menekankan arti penting ketaatan akan firman-Nya (Matius 7:24-27). Dia berkata, "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu" (ayat 24).

Ketaatan kepada Kristus tidak menghapuskan badai kehidupan, tetapi hal ini menentukan apakah kita akan bertahan atau jatuh ketika badai datang menerjang --David McCasland

9 Desember 2003

Menunjukkan Rasa Hormat

Nats : Takut akan Tuhan adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut (Amsal 14:27)
Bacaan : 1 Tawarikh 13

Di Myanmar (Birma), anak-anak diajar untuk menggunakan kedua tangan bila memberi sesuatu kepada orangtua atau orang yang lebih tua. Saya tinggal di Singapura, dekat negara itu, dan saya tahu bahwa di Asia tidak sopan bila menyerahkan sebuah kartu nama dengan satu tangan saja. Dan sangat kasar bila seseorang melemparkan kartu itu ke atas meja penerimanya. Untuk menunjukkan rasa hormat, saya harus menyerahkannya dengan kedua tangan.

Dalam 1 Tawarikh 13, kita melihat betapa pentingnya menunjukkan rasa hormat kepada Allah. Daud sebenarnya berniat baik ketika memutuskan untuk mengembalikan tabut Allah ke Yerusalem. Namun, selama proses pemindahan, Uza menyentuh tabut itu supaya tidak terjatuh dari kereta. Dan Allah menyambarnya sehingga mati. Daud tercengang dan sakit hati karena kemarahan Allah. Mengapa Tuhan menanggapi hal itu demikian keras?

Akhirnya Daud sadar bahwa apa yang ingin ia lakukan untuk Allah harus dilakukan dengan hormat dan sesuai dengan petunjuk khusus-Nya. Allah telah memerintahkan agar tabut Allah itu diangkat oleh anak-anak Kehat dengan kayu pengusungnya, bukan dengan kereta, dan tak seorang pun boleh menyentuhnya (Keluaran 25:14,15; Bilangan 3:30,31; 4:15).

Apa yang dipelajari Daud adalah sesuatu yang juga perlu kita tanamkan dalam hati. Menunjukkan rasa hormat kepada Allah berarti belajar mengetahui apa yang Dia ingin kita lakukan dan kemudian sungguh-sungguh menaati-Nya. Untuk menyenangkan Tuhan, kita harus melakukan pekerjaan-Nya sesuai kehendak-Nya --Albert Lee

15 Desember 2003

Persembahan Ketaatan

Nats : Bukankah ini firman yang telah disampaikan Tuhan? (Zakharia 7:7)
Bacaan : Zakharia 7

Di sepanjang bulan ini orang lebih banyak berpikir tentang Allah dan perbuatan baik. Kelihatannya semakin dekat dengan hari Natal, kita semakin dapat menyaksikan orang-orang yang memiliki kerinduan untuk mengungkapkan perhatian pada hal-hal religius. Dengan demikian, pengunjung gereja semakin meningkat jumlahnya, dan kegiatan di gereja semakin padat.

Apakah peningkatan kegiatan religius ini menunjukkan penghormatan kepada Tuhan? Kita perlu berhati-hati agar tidak mengulangi apa yang dilakukan oleh orang-orang pada zaman Zakharia. Meskipun terlibat dalam kegiatan religius, mereka hanya ingin menyenangkan diri sendiri. Unsur yang terpenting telah hilang, yaitu ketaatan kepada Allah.

Allah tidak ingin mereka melakukan ritual kosong. Dia ingin mereka menyatakan ketaatan kepada-Nya dengan cara:

(1) melaksanakan hukum yang benar,

(2) menunjukkan kesetiaan dan kasih sayang,

(3) tidak menindas janda, yatim piatu, orang asing, dan orang miskin, dan

(4) tidak merancang kejahatan dalam hati terhadap sesama (Zakharia 7:9,10).

Kita dapat menyatakan penghormatan terbaik kepada Allah selama waktu-waktu yang istimewa ini dengan meninjau kembali pengabdian kita kepada-Nya melalui empat perintah Allah terhadap umat-Nya tersebut. Tuhan tidak ingin kegiatan religius kita kosong dan hanya berpusat pada diri sendiri. Dia menginginkan persembahan ketaatan yang dinyatakan dalam tindakan yang menunjukkan kebaikan hati dan kerelaan untuk menolong mereka yang tidak seberuntung kita --Dave Branon

6 Januari 2004

Tukang Periuk Agung

Nats : Seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku (Yeremia 18:6)
Bacaan : Yeremia 18:1-6

Salah satu definisi attitude [Ind: sikap] adalah "sudut pendekatan" yang diambil pesawat terbang ketika akan mendarat. Penulis Chris Spicer menulis, "Sikap terhadap kehidupan adalah seperti sudut pendekatan dalam penerbangan." "Sikap adalah cara yang dipilih dalam memikirkan sesuatu. Sikap membuat kita bereaksi dan melakukan tindakan tertentu," tambahnya. Menurutnya, sikap bukan pembawaan sejak lahir atau muncul kebetulan. Sikap adalah beragam reaksi yang dipelajari dan diserap, karena itu dapat diubah.

Saat usia saya tiga puluhan, Tuhan mulai menunjukkan kesalahan saya dalam memikirkan diri sendiri, orang lain, dan kehidupan. Saya suka berpikiran negatif, mengasihani diri, dan penuh kepahitan. Dengan pertolongan sabda Allah, saya mengenali kebutuhan saya untuk berubah dalam tiga wilayah utama: sikap, tindakan, dan reaksi. Namun, saya tidak yakin dapat berubah. Suatu hari saya membaca Yeremia 18 tentang tukang periuk yang mengerjakan kembali bejana tanah liat yang rusak (saya merasa saya seperti itu) menjadi bejana lain yang disukainya. Yang tidak dapat saya lakukan, dapat dilakukan oleh Tukang Periuk saya yang agung! Saya hanya perlu menjadi tanah liat yang mau bekerja sama.

Kini bejana ini memang masih belum sempurna. Namun sejak saya memercayakan diri ke tangan Sang Tukang Periuk, Dia terus menggarap saya dan membentuk sikap serta tindakan saya. Saya menyebutnya sikap-Kristus, tindakan-Kristus, dan reaksi-Kristus.

Tukang Periuk Yang Agung dapat melakukan hal yang sama bagi Anda --Joanie Yoder

15 Januari 2004

Menipu Diri Sendiri

Nats : Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri (Yakobus 1:22)
Bacaan : Yakobus 1:19-25

Seorang anak diberi tahu ibunya, "Bercerminlah, lalu cuci wajahmu." Namun anak itu membantah, "Saya sudah bercermin!" Ibunya kemudian menjawab, "Kamu telah menipu dirimu sendiri!" Wajahnya yang masih kotor menandakan bahwa jika ia memang sudah bercermin, maka tentulah ia mengabaikan apa yang telah dilihatnya di cermin. Ia pasti sudah melihat keadaan dirinya yang sebenarnya, tetapi kotoran di wajahnya tidak dibersihkannya.

Rasul Yakobus mengajar bahwa siapa pun yang mendengar firman Allah tetapi tidak menaatinya, berarti telah menipu diri sendiri. Ia seperti seseorang yang melihat wajahnya di cermin, lalu pergi dan lupa bagaimana rupanya (Yakobus 1:22-24). Ia mendengar dan membaca firman Allah, tetapi mengabaikan dan tidak mengizinkan firman Allah mengubah hidupnya. Orang yang bercermin pada firman Allah dan rindu untuk berubah, "bukan hanya mendengar untuk melupakannya" (ayat 25). Ia rindu firman itu mengungkapkan hasrat hatinya yang sebenarnya, dan menunjukkan kebenaran yang perlu ia taati. Dan jika ia taat, maka secara berangsur-angsur ia akan menyerupai Yesus. Yakobus mengatakan bahwa orang yang demikian "akan berbahagia oleh perbuatannya" (ayat 25).

Jika kita benar-benar rindu untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus dalam sikap, perbuatan, dan tanggapan kita, maka kita perlu mengaca pada cermin Allah secara teratur, yaitu Alkitab. Namun, janganlah menipu diri sendiri, karena melihat saja tidak cukup. Firman Allah akan mengubah diri kita, hanya jika kita menaatinya --Joanie Yoder

23 Januari 2004

Kebebasan Dalam Struktur

Nats : Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat (1Yohanes 5:3)
Bacaan : 1 Yohanes 5:1-13

Pianis konser Jeannette Haien percaya bahwa struktur komposisi musik yang baik sebenarnya memberikan kebebasan yang besar bagi orang yang memainkannya. "Dalam keterbatasan tatanan musik," katanya, "terdapat seluruh kebebasan untuk berekspresi."

Kita mudah merasa terkungkung oleh struktur dalam iman kita karena secara alami kita memiliki sifat perlawanan terhadap berbagai aturan. Namun, perintah-perintah Allah diberikan justru untuk meningkatkan kualitas hidup kita, bukannya untuk membatasi.

Ayat 1 Yohanes 5:3 menyatakan, "Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat." Perintah-perintah-Nya itu tidak memberatkan, tetapi justru melindungi kita dari beban dosa. Jika menuruti perintah-perintah-Nya, kita akan mengalami kebebasan.

Berbicara mengenai komposisi musik yang bagus, Jeannette Haien berkata, "Dalam aturan-aturan struktur, Anda memiliki kebebasan untuk bekerja dengan cara paling bebas yang dapat Anda bayangkan. Namun, apa yang sudah ditulis [komposer], itulah yang saya hormati."

Alkitab adalah lembar partitur kehidupan kita. Hari ini kita dapat memainkan nyanyian kehidupan sesuai dengan yang telah dituliskan oleh Allah. Dan kita dapat menemukan janji Yesus yang baru bagi mereka yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu" (Yohanes 8:31,32) David McCasland

26 Januari 2004

Saatnya Bertindak

Nats : Berfirmanlah Tuhan kepada Musa, "Mengapakah engkau berseru- seru kepada-Ku? Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat" (Keluaran 14:15)
Bacaan : Keluaran 14:5-18

Wanita itu tertawa kecil ketika bercerita kepada saya tentang peristiwa saat ia membangunkan suaminya untuk memberi tahu bahwa ia hampir melahirkan dan perlu ke rumah sakit. Suaminya melompat dari tempat tidur, kemudian berlutut dan berkata, "Sayang, mari kita berdoa." Ia berkata kepada suaminya bahwa itu bukan saatnya berlutut dan berdoa. Itu adalah saatnya untuk bersiap-siap dan berangkat ke rumah sakit. Itu adalah saatnya bertindak!

Saya pikir, demikian juga pesan Allah kepada Musa saat Dia berbicara tentang orang Israel, "Mengapakah engkau berseru-seru demikian kepada-Ku?" (Keluaran 14:15). Beberapa saat sebelumnya, Firaun telah mengizinkan bangsa Israel meninggalkan Mesir, tetapi kemudian ia berubah pikiran (ayat 5,6). Karena menginginkan bangsa Israel kembali, Firaun dan pasukannya kemudian mengejar mereka (ayat 7-9). Orang-orang Israel ketakutan saat melihat tentara Mesir mendekat. Mereka terjebak di tepi Laut Merah, dan tidak menemukan jalan keluar! Namun Musa meyakinkan bangsa itu bahwa Allah akan melepaskan mereka. Sekarang saatnya bertindak -- bukan terus berseru-seru kepada Allah. Ini saatnya untuk "berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering" (ayat 16).

Untuk segala sesuatu ada waktunya (Pengkhotbah 3:1), termasuk waktu untuk berdoa dan bertindak. Saat kita melihat seseorang yang kekurangan makanan dan pakaian, maka sebaiknya kita memberi apa yang mereka butuhkan (Yakobus 2:15,16). Kadang kala kita perlu percaya kepada Allah, dan segera mengambil tindakan --Herb Vander Lugt

1 Februari 2004

Pemberontak

Nats : Sebab mereka itu suatu bangsa pemberontak, anak-anak yang suka bohong, anak-anak yang enggan mendengar akan pengajaran Tuhan (Yesaya 30:9)
Bacaan : Yesaya 30:8-17

Saya tak mau mendengarkan Ayah dan Ibu lagi!" Inilah ucapan yang tidak ingin didengar para orangtua dari anak remaja mereka. Ini berarti bahwa mereka telah memutuskan untuk tidak menaati orangtua. Biasanya mereka mengatakannya dengan penuh amarah, dan akan segera melupakannya.

Namun, terkadang seorang remaja memutuskan untuk menjadikan sikap ini sebagai cara hidup, sehingga akan menimbulkan kesulitan bagi setiap anggota keluarganya. Penolakan anak untuk me-naati otoritas hanya akan senantiasa menciptakan kekacauan dan mengurangi sukacita dalam hidup.

Para remaja secara terbuka menun-jukkan pemberontakan dan berpikir bahwa mereka akan bahagia bila menentang otoritas. Padahal, sebenarnya hal ini akan membuat hati mereka menderita.

Nabi Yesaya menceritakan tentang beberapa pemberontak -- orang-orang yang memberontak dan suka berbohong, yang menolak untuk mendengarkan firman Allah (ayat 30:8-17). Mereka berkata kepada-Nya, "Kami telah cukup mendengar. Kami tidak perlu mendengarkan Engkau!" Kekerasan hati telah membuat mereka menentang kebenaran Allah.

Pemberontakan tidak hanya dilakukan oleh para remaja atau umat di zaman Nabi Yesaya. Terkadang kita juga suka memberontak. Kita membaca firman Allah dan menganggap firman itu terlalu membatasi kita. Atau kita menyadari bahwa Allah ingin kita melakukan sesuatu, tetapi kita malah lari darinya. Semua ini hanya akan mengakibatkan kesedihan. Namun, jika kita menaati firman Allah, kita akan menikmati kedamaian-Nya di dalam hati kita --Dave Branon

8 Februari 2004

Tinggi Hati

Nats : Dan selama ia mencari Tuhan, Allah membuat segala usahanya berhasil (2Tawarikh 26:5)
Bacaan : 2 Tawarikh 26

Sungguh menyedihkan menyaksikan seseorang yang memulai kehidupannya dengan baik, tetapi kemudian hidupnya berakhir dengan tragis. Seperti itulah kisah hidup Uzia. Uzia diangkat sebagai raja pada usia yang masih sangat muda, yaitu 16 tahun. Meskipun masih muda, tetapi dapat kita baca bahwa Uzia "melakukan apa yang benar di mata Tuhan .... Ia mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari Tuhan, Allah membuat segala usahanya berhasil" (2Tawarikh 26:4,5).

Kemasyhuran Uzia tersebar luas dan kekuatan pasukannya bertambah besar (ayat 8). Ia memiliki 2.600 kepala prajurit dan 307.500 balatentara yang membantunya mengalahkan musuh (ayat 12,13).

Namun tragisnya, setelah itu kita membaca, "Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak" (ayat 16). Uzia tidak ingat lagi akan Dia yang telah menganugerahkan keberhasilan dan orang-orang yang telah memberikan bimbingan ilahi. Ia berdosa kepada Tuhan ketika membakar kemenyan di bait Tuhan, karena itulah Allah menimpakan penyakit kusta kepadanya (ayat 16-19). Raja Uzia "sakit kusta sampai kepada hari matinya" (ayat 21).

Agar dapat menyelesaikan hidup ini dengan baik, kita harus menghindari sikap "tinggi hati". Jadikanlah Amsal 16:18 sebagai peringatan bagi kita, "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." Marilah kita senantiasa mencari Tuhan, menaati-Nya, dan bersyukur atas semua yang telah dilakukan-Nya --Albert Lee

14 Februari 2004

Mempertahankan Kasih

Nats : Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah (Yudas 21)
Bacaan : Yudas 17-23

Negarawan dan pengacara kondang Amerika William Jennings Bryan (1860-1925) sedang dilukis potret dirinya. Sang pelukis bertanya, "Mengapa Anda membiarkan rambut Anda menutupi telinga seperti itu?"

Bryan menjawab, "Ada kisah romantis berkaitan dengan rambut saya. Ketika saya mulai berpacaran dengan Bu Bryan, ia tidak suka melihat telinga saya yang menonjol keluar. Untuk menyenangkan hatinya, saya membiarkan rambut saya tumbuh hingga menutupi telinga."

"Kejadiannya sudah bertahun-tahun silam," sahut pelukis itu. "Mengapa sekarang Anda tidak memotong rambut?"

"Karena," kata Bryan sambil mengedipkan matanya, "jalinan kasih kami masih terus berlangsung hingga sekarang."

Apakah jalinan kasih kita dengan Yesus masih berlangsung hingga sekarang? Ketika pertama kali datang dengan iman kepada Kristus, kita bersukacita karena dosa kita diampuni dan kita diangkat menjadi anggota keluarga-Nya. Kasih Tuhan memenuhi dan terus mengaliri hati kita. Kita pun rindu untuk menyenangkan-Nya.

Ketika waktu berlalu, semangat cinta pertama kita yang menyala-nyala mungkin mulai mendingin. Oleh sebab itu, kita perlu merenungkan perkataan Yudas yang tertulis dalam surat singkatnya, "Peliharalah dirimu demikian di dalam kasih Allah" (ayat 21). Yesus menggunakan ungkapan yang sama ketika Dia berkata, "Tinggallah di dalam kasih-Ku" (Yohanes 15:9,10). Kita memelihara kasih tersebut apabila kita memusatkan diri untuk menyenangkan-Nya, bukan menyenangkan diri sendiri.

Peliharalah senantiasa jalinan kasih itu --Dave Egner

22 Februari 2004

Kiat Berkebun

Nats : Yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah (Markus 4:20)
Bacaan : Markus 4:1-9

Suatu hari, saya membeli sebuah buku tentang berkebun dan memperoleh sebuah nasihat yang bagus, "Rawatlah tanahnya, dan tidak perlu khawatir dengan tanamannya. Jika tanahnya bagus, setiap benih pasti berakar dan bertumbuh."

Melalui perumpamaan tentang seorang penabur di dalam Markus 4, Yesus berbicara tentang betapa pentingnya "tanah yang baik". Dia menyebutkan tanah yang baik untuk menjelaskan tentang orang-orang yang "mendengar" firman Allah, "menerimanya", dan "berbuah" (ayat 20). Jika kita menjaga hati kita tetap lembut dan terbuka, maka firman Allah akan berakar, bertumbuh, dan menghasilkan buah.

Menurut teori berkebun, kehidupan ada di dalam benih. Dalam kondisi yang benar, benih itu akan bertumbuh sampai dewasa dan menghasilkan buah. Dengan cara yang sama, benih firman yang ditanam di tanah yang baik, yaitu hati yang terbuka, akan bertumbuh hingga karakter Yesus terlihat.

Bagi orang kristiani, kuasa kehidupan rohani berasal dari Roh Kudus yang berdiam di dalam hati. Jika kita membuka hati kita pada firman, disertai kerinduan yang dalam untuk menaatinya, maka Roh Kudus akan membuat kita bertumbuh dan berbuah (Galatia 5:22,23).

Kita tidak dapat membuat diri kita sendiri bertumbuh, sebagaimana kita tidak dapat memaksakan pertumbuhan benih di kebun kita. Namun, kita dapat memelihara tanahnya, dengan menjaga hati kita tetap lembut, terbuka, dan taat pada firman Allah. Maka akhirnya, kita pun akan menghasilkan buah kebenaran.

Tanah macam apakah hati Anda? --David Roper

12 Maret 2004

Hanya Satu Pilihan

Nats : Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya (Habakuk 2:4)
Bacaan : Habakuk 1:1-2:4

Jika Anda meminta beberapa orang untuk menggambar sebuah garis lekak-lekuk di atas selembar kertas, mereka tidak mungkin membuat dua garis yang persis sama. Dari sini kita dapat menarik sebuah pelajaran: Ada begitu banyak cara untuk hidup tidak lurus, namun hanya ada satu cara untuk hidup lurus.

Tuhan mengatakan kepada kita bahwa orang yang benar hanya memiliki satu pilihan, yaitu untuk “hidup oleh percayanya” (Habakuk 2:4). Dalam pasal sebelum pernyataan dari Tuhan ini, Nabi Habakuk mengeluh tentang kekerasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya. Ia merasa seolah-olah orang fasik menelan orang yang benar (Habakuk 1:13).

Allah menjawab keluhan Habakuk dengan mengatakan bahwa Dia berharap supaya umat-Nya bersikap “benar” dan hidup dengan iman. Dia tidak ingin mereka menjadi seperti orang yang “membusungkan dada” dan “tidak lurus hatinya” (2:4). Orang yang sombong dan terlalu percaya diri akan mencari-cari alasan atas kesalahan yang ia perbuat dan atas ketidaksempurnaannya. Ia tidak ingin mengakui bahwa dirinya membutuhkan Allah. Jalan hidupnya tidak lurus.

Kejahatan tampaknya menang di dunia kita ini. Namun, Allah mendorong kita untuk hidup dengan iman, dan menyimpan di dalam hati jaminan yang diberikan-Nya kepada Habakuk, yaitu bahwa akan tiba hari pembalasan bagi orang-orang jahat.

Satu-satunya cara untuk menyenangkan Allah sekarang ini dan menyiapkan diri untuk menghadapi hari pembalasan itu adalah hidup dengan iman —Albert Lee

14 Maret 2004

Konsekuensi yang Mahal

Nats : Engkau tidak mengikuti perintah Tuhan .... Sekarang kerajaanmu tidak akan tetap (1 Samuel 13:13,14)
Bacaan : 1 Samuel 13:1-15

Saya selalu sadar bahwa ketidaktaatan memiliki konsekuensi tertentu. Namun, saya terpaksa mengakuinya saat menjalani latihan dasar selama Perang Dunia II. Saya telah melakukan perjalanan melebihi jarak yang diizinkan pada akhir pekan untuk menemui istri saya Ginny. Dan saya terlambat pulang ke kamp karena kereta apinya rusak. Saya harus membayar pelanggaran itu dengan 20 jam tugas tambahan mencuci alat-alat dapur!

Raja Saul juga belajar tentang mahalnya sebuah ketidaktaatan. Ia menghadapi kemungkinan pertempuran melawan tentara Filistin yang sangat besar jumlahnya dan memiliki persenjataan lengkap, sedangkan ia hanya memiliki sekelompok kecil pengikut yang ketakutan dan tidak terlatih. Sementara menunggu kedatangan Samuel yang akan mempersembahkan korban sebelum menuju medan perang, Saul tidak sabar dan mempersembahkan korban itu sendiri. Padahal ia tahu bahwa Allah hanya memberikan hak itu kepada imam. Sungguh kesalahan yang harus dibayar mahal.

Saul sebenarnya telah memulai pemerintahannya dengan rendah hati serta penuh belas kasihan, dan ia memercayai Allah (1 Samuel 11). Dan Nabi Samuel memberitahunya bahwa Allah akan mempertahankan kedudukan raja dalam keluarganya jika saja ia menaati perintah Allah (13:13,14). Namun, satu ketidaktaatan telah mengubah jalan hidupnya. Sejak saat itu, perjalanan hidupnya semakin memburuk.

Jangan Anda lupa bahwa ketidaktaatan memiliki berbagai konsekuensi. Dan beberapa di antaranya harus dibayar mahal —Herb Vander Lugt

19 Maret 2004

Manusia Kupu-kupu

Nats : Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging (Galatia 5:16)
Bacaan : Galatia 5:13-26

Internet adalah salah satu perkembangan paling luar biasa di zaman kita. Sungguh menakjubkan bahwa dengan beberapa ketukan pada kibor komputer, Anda dapat menemukan alamat Paman Frank di New York, resep hidangan ikan ala Brazil, atau statistik tentang atlet favorit Anda.

Namun, tentu saja internet juga turut membuka dunia yang penuh dengan pilihan dosa. Itu sebabnya banyak provider internet menawarkan sebuah layanan untuk melindungi komputer keluarga dari situs-situs yang mempromosikan hal-hal yang tidak bermoral. Sebuah perusahaan memajang pria berwajah lucu yang berpakaian seperti kupu-kupu untuk menggambarkan jasa layanan mereka. Dalam iklan itu ditunjukkan betapa ia melindungi anak-anak dari berbagai kegiatan yang tidak bermoral.

Orang kristiani juga memiliki sumber yang serupa, tetapi sumber ini tidak menarik biaya dari kita setiap bulannya. Sumber itu bukanlah manusia kupu-kupu, melainkan Roh Kudus yang hidup di dalam hati setiap orang percaya. Saat kita mencari pimpinan dari firman Allah dan berdoa, Dia akan memampukan kita untuk mendeteksi dan menyaring hal-hal yang tidak bermoral. Dia akan menolong kita menjauhi tempat yang tidak benar, tidak melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan, dan tidak mengatakan hal yang tidak seharusnya diucapkan.

Dunia, seperti halnya internet, memiliki banyak hal yang harus kita hindari. Bila setiap hari kita berusaha untuk hidup di dalam Roh dan bersandar pada hikmat serta kuasa-Nya, maka kita akan tetap bersih —Dave Branon

8 April 2004

Memanggul Salib-Nya

Nats : Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, … mereka paksa untuk memikul salib Yesus (Markus 15:21)
Bacaan : Markus 15:16-21

Dalam pandangan kebanyakan orang yang termasuk dalam kerumunan orang banyak, Yesus adalah sosok penjahat biasa yang sedang digiring menuju tempat eksekusi. Karena itu, membantu-Nya memikul salib adalah tindakan yang hina dan memalukan.

Simon dari Kirene memang dipaksa untuk melakukan tugas ini (Markus 15:21). Namun, mungkin hari itu merupakan hari yang paling mulia di dalam hidupnya. Mungkin ia menjadi percaya kepada Juruselamat, dan imannya itu diikuti oleh istri beserta anak-anaknya. Beberapa guru Alkitab sampai pada kesimpulan tersebut karena bertahun-tahun kemudian, ketika Rasul Paulus mengirimkan salamnya kepada jemaat di kota Roma, ia menyebut seorang laki-laki bernama Rufus dan ibunya (Roma 16:13). Saya yakin orang itu adalah anak laki-laki Simon yang disebutkan Markus dalam injilnya (15:21) yang mungkin ditulis di Roma. Sepertinya ini yang menjadi alasan Markus menulis bahwa Simon adalah ayah Rufus dan Aleksander.

Manakala kita berjalan bersama Yesus dan “memikul salib” (Lukas 9:23), kita juga akan mendapatkan cemooh dari dunia karena kita memiliki hubungan yang erat dengan Sang Juruselamat. Namun melalui semuanya itu, seperti halnya Simon dari Kirene, hidup kita akan diubahkan, dan kesaksian kita akan menimbulkan dampak pada kehidupan keluarga serta teman-teman yang berada di sekitar kita.

Simon memang “dipaksa” untuk memikul salib Yesus (Markus 15:21). Namun, Yesus mengundang kita untuk memikul salib kita. Sudahkah Anda menerima undangan-Nya? —Henry Bosch

7 Juni 2004

Apa yang Anda Hargai?

Nats : Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? (Lukas 6:46)
Bacaan : Lukas 6:46-49

Robert Ginnett, seorang peneliti di Pusat Kepemimpinan Kreatif di Colorado Springs, mendapati bahwa nilai-nilai yang kita klaim sebagai milik kita ternyata tidak begitu sesuai dengan tindakan nyata yang mungkin kita pikirkan.

Seorang eksekutif bisnis yang mengatakan bahwa putrinya yang berusia lima tahun adalah bagian paling berharga dari hidupnya, menyadari bahwa biasanya ia berangkat kerja sebelum putrinya bangun dan sering pulang ke rumah setelah putrinya itu tidur di malam hari. Maka pada hari Sabtu, ia meluangkan waktu bersama putrinya dan mengajaknya pergi ke kantornya. Setelah melihat berkeliling, putrinya bertanya, “Ayah, inikah tempat tinggalmu?” Ia mungkin menyatakan bahwa putrinya itu penting baginya, tetapi tindakannya telah mencerminkan apa yang sesungguhnya ia hargai.

Dalam hubungan kita dengan Kristus, Dia meminta ketaatan kita, bukan perasaan nyaman atau pernyataan percaya. Dia bertanya kepada mereka yang mengikuti-Nya, “Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Lukas 6:46). Yesus menggambarkan maksud-Nya dengan perumpamaan pembangun rumah yang bodoh dan bijaksana (ayat 47-49). Fondasi batu kokoh yang dibangun oleh pembangun rumah yang bijaksana menggambarkan hasil ketaatan kita kepada Allah. Perbuatan ini memuliakan Kristus dan memampukan kita bertahan dalam badai kehidupan.

Apa yang kita lakukan, lebih dari apa yang kita katakana, mencerminkan apa yang sesungguhnya paling kita hargai —David McCasland

11 Juni 2004

Tetap Dalam Batasan Allah

Nats : Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif (Efesus 5:15)
Bacaan : Efesus 5:15-21

Salah satu kesenangan terbesar bagi Suzannah Worl adalah mengendarai sepeda motor Harley-Davidsonnya. Dalam sebuah artikel renungan untuk Covenant Publications, ia menulis tentang perjalanannya melintasi jalan-jalan Chicago bersama sahabat-sahabatnya pada suatu malam di musim panas. Mereka bersepeda motor di sepanjang tepi Danau Michigan, menikmati terangnya cahaya bulan dan lembutnya percikan air danau.

Tiba-tiba pimpinan rombongan para pengendara sepeda motor itu membalapkan motornya dan beberapa orang dari rombongan itu mengikutinya sehingga mencapai kecepatan 160 km per jam. Suzannah tergoda untuk ikut-ikutan, tetapi ia tidak melakukannya. Ia tahu itu berbahaya dan melanggar hukum. Maka ia menahan diri, dan melanjutkan perjalanannya pada kecepatan normal.

Kadang-kadang cara hidup orang lain kelihatan jauh lebih menarik dan menyenangkan daripada kehidupan kristiani kita. Kita tergoda untuk melanggar perintah Allah atau mengkompromikan prinsip dari firman-Nya. Namun, kita dipanggil untuk hidup setiap hari dengan disiplin diri dan kearifan rohani. Rasul Paulus berkata, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif” (Efesus 5:15).

Kita perlu meminta pertolongan Tuhan sehingga kita dapat memandang situasi melalui mata-Nya dan membuat pilihan yang bijaksana. Apabila kita menaati Dia dan tinggal di dalam batasan-Nya, kita akan menemukan kebahagiaan sejati dan kepuasan kekal —Dave Egner

7 Juli 2004

Membuat Perbedaan

Nats : Pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia di padang gurun (Lukas 3:2)
Bacaan : Lukas 3:1-20

Tujuh orang yang disebutkan dalam Lukas pasal 3 memiliki kekuasaan secara politik, ekonomi, dan agama atas Israel. Ketujuh orang tersebut adalah Penguasa Romawi Kaisar Tiberius, Wali Negeri Pontius Pilatus, Raja Wilayah Herodes, Filipus, dan Lisanias, serta Imam Besar Hanas dan Kayafas. Ketika mereka memegang tampuk kekuasaan, “datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun. Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: ‘Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu’” (ayat 2,3).

Perbedaan apa yang mungkin dibuat oleh seseorang yang tidak memiliki kekayaan dan kekuasaan dalam menanggapi firman Allah, pada saat orang-orang lain tampaknya begitu kuat memegang tampuk kekuasaan? Bagaimana mungkin tindakan seseorang yang bukan orang penting dapat mengubah segala sesuatu? Jawabannya terungkap dalam pesan Yohanes Pembaptis mengenai pertobatan, pernyataannya tentang Mesias yang akan segera datang (ayat 16,17), dan keberaniannya menentang Herodes (ayat 19). Yohanes memiliki peran untuk menyiapkan jalan bagi Yesus, Sang Mesias, dan dunia diberkati oleh karena ketaatannya.

Kini tugas kita sebagai orang kristiani adalah mencerminkan pribadi Sang Juruselamat yang telah disalibkan dan bangkit, dalam segala tindakan kita, serta mewartakan kabar tentang Dia kepada sesama kita. Allah memanggil kita masing-masing untuk hidup menurut petunjuk-petunjuk-Nya di dalam Alkitab. Tanggapan kita akan membuat perbedaan di dunia ini —David McCasland

9 Agustus 2004

Tinggal dan Taat

Nats : Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja (Yakobus 1:22)
Bacaan : Yakobus 1:21-27

Seorang jemaat memberi tahu pendetanya bahwa ia akan pergi ke Kota Suci Yerusalem. Ia menyatakan keinginannya untuk mengunjungi Gunung Sinai. "Begini," ujarnya kepada sang pendeta, "saya berencana mendaki sampai ke puncak gunung itu, dan setelah tiba di sana saya akan membaca Sepuluh Perintah Allah keras-keras."

Pria itu mengira perkataannya akan menyenangkan pendetanya. Jadi, ia terkejut saat mendengar tanggapan sang pendeta, "Tahukah Anda, saya dapat memikirkan suatu ide yang lebih baik dari itu." Pria itu menyahut, "Benarkah, Pak Pendeta? Apakah itu?"

Pendeta itu menjawab tanpa tedeng aling-aling, "Daripada menempuh perjalanan beribu-ribu kilometer untuk membaca Sepuluh Perintah Allah di Gunung Sinai, mengapa Anda tidak tinggal di rumah saja dan menaati sepuluh perintah tersebut?"

Allah tentu berharap kita membaca firman-Nya. Namun yang lebih penting, Dia ingin agar kita menaatinya. Oleh karena itu, saat membuka Alkitab setiap hari, seharusnya kita tidak hanya berdoa untuk mendapatkan penerangan supaya dapat memahaminya, tetapi juga kesediaan untuk menaatinya. Mendengar dan melakukan harus berjalan beriringan (Yakobus 1:22).

Ketika Saulus mendengar Yesus berbicara kepadanya dalam perjalanan ke Damsyik, ia bertanya, "Tuhan, apa yang Kaukehendaki untuk aku perbuat?" (Kisah Para Rasul 9:6, Alkitab Versi King James). Sungguh pertanyaan bagus yang bisa kita ajukan setiap kali membaca Alkitab atau mendengarnya dibacakan.

Marilah kita menjadi "pelaku firman" --Richard De Haan

23 Oktober 2004

Bersemangat Bagi Allah

Nats : Salam dari Epafras kepada kamu ... yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu.... Aku dapat memberi kesaksian tentang dia, bahwa ia sangat bersusah payah untuk kamu (Kolose 4:12,13)
Bacaan : 2Raja-raja 13:14-19

Kita tidak tahu banyak tentang Epafras. Dalam surat Paulus kepada jemaat di Kolose hanya disebutkan bahwa ia sangat peduli akan kesejahteraan rohani orang-orang di Kolose sehingga ia dikatakan "bergumul dalam doanya" untuk mereka (Kolose 4:12). Saat saya menjadi pendeta, saya melihat sikap antusias seperti ini di dalam doa dan kesaksian orang-orang kristiani baru. Namun, kerap kali banyak dari antara mereka yang perlahan-lahan kehilangan semangat.

Saya percaya bahwa sikap Raja Yoas yang kurang antusiaslah yang membuat Elisa begitu marah (2 Raja-raja 13). Raja telah mematuhi perintah sang nabi yang sedang sedang mendekati ajal tersebut untuk menarik busur dan memanah ke arah timur. Ia telah mendengar janji Elisa bahwa Allah akan benar-benar membebaskan bangsanya dari Siria. Yoas pun telah menaati perintah untuk memukul tanah dengan seikat anak panah sebanyak tiga kali. Jadi, mengapa sang nabi dengan marah mengatakan bahwa ia seharusnya memukul tanah sebanyak lima atau enam kali?

Saya percaya bahwa Elisa merasa Yoas mengikuti petunjuknya dengan setengah hati. Raja seharusnya bersikap jauh lebih antusias dalam menanggapi pesan Allah yang luar biasa tentang kemenangan atas musuh-musuh Israel.

Raja akhirnya harus membayar mahal atas sikapnya yang tidak peduli. Akibatnya, ia mencapai kemenangan yang tidak lengkap. Saya bertanya-tanya berapa banyak kemenangan rohani yang tidak dapat kita capai karena kita kurang bersemangat --Herb Vander Lugt

26 November 2004

Waspadai Mata Anda

Nats : Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu (Matius 6:22)
Bacaan : Matius 6:19-23

Kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang jahat ditentukan oleh fokus pandangan mata rohani kita. Jika kita memusatkan mata kita pada uang, misalnya, maka kita akan menikmati hidup senang untuk sesaat. Namun, keputusan-keputusan yang kita ambil akan menjadi kabur. Kita akan membuat keputusan yang bertentangan dengan norma- norma hidup kita sendiri—pilihan-pilihan yang akhirnya dapat menghancurkan keluarga dan diri kita sendiri.

Alkitab mengingatkan, “Mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan” (1 Timotius 6:9). Jika kita mencintai uang, kita akan melakukan usaha apa saja untuk mendapatkannya. Akhirnya, “Betapa gelapnya kegelapan itu” (Matius 6:23).

Dalam novel The Chronicles of Narnia karya C.S. Lewis, nafsu Edmund terhadap kembang gula membuat ia mengkhianati saudara-saudarinya. Hasrat Eustace untuk memiliki naga emas akhirnya menjadikannya seekor naga. Keserakahan memenuhi Pangeran Caspia di Pulau Deathwater ketika ia mendambakan kekuatan yang dapat diperolehnya dari air di pulau tersebut.

Makanan, uang, dan kekuatan—apa pun yang menjadi fokus mata rohani kita akan menentukan apa yang kita dambakan, dan juga menentukan apakah hidup kita dipenuhi oleh terang atau kegelapan. Yesus berkata, “Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu” (Matius 6:22).

Waspadailah pandangan mata Anda, karena itu akan menentukan hasrat Anda —David Roper

2 Desember 2004

Membalas Kasih Allah

Nats : “Aku mengasihi kamu,” firman Tuhan (Maleakhi 1:2)
Bacaan : Maleakhi 3:16-18

Kitab Maleakhi diawali dengan ucapan sepenuh hati dari Tuhan kepada umat-Nya yang setengah hati, “Aku mengasihi kamu” (1:2). Meski Israel sudah lama menjadi sasaran kasih Allah, mereka tak lagi membalas kasih-Nya.

Allah mendaftar berbagai cara yang dilakukan umat-Nya untuk menolak kasih-Nya dengan ketidaktaatan mereka. Israel justru menanggapi kasih-Nya dengan meragukan Allah. Ketika Dia meminta mereka, “Kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan kembali kepadamu,” mereka bertanya kepada-Nya dalam kebutaan mereka, “Dengan cara bagaimanakah kami harus kembali?” (3:7). Dengan “kasih teguh” yang ilahi, Tuhan menyingkapkan ketidak-tahuan mereka agar mereka bertobat, menerima kasih-Nya, dan membalas kasih itu dengan ketaatan sepenuh hati.

Kita pun sering bersikap setengah hati dalam iman kita. Tampaknya kita mengasihi dan melayani Allah, tetapi sesungguhnya mengasihi dan melayani diri sendiri. Seperti pada zaman Maleakhi, saat ini Allah mencari orang-orang yang menghormati-Nya dengan cara menjaga dua praktik rohani: berbicara tentang Dia kepada sesama, dan merenungkan sifat-sifat-Nya yang luar biasa (ayat 16). Yang pertama melibatkan persekutuan dengan umat Allah; yang kedua melibatkan persekutuan dengan Allah sendiri. Kita tidak hanya diminta untuk menerima dan membagikan kasih Allah, tetapi juga membalasnya dengan ketaatan yang dilakukan dengan sukacita.

Para penyembah seperti itu adalah “milik kesayangan” Allah (ayat 17). Apakah Anda termasuk salah satu di antara mereka? —Joanie Yoder

6 Desember 2004

Lutut

Nats : Bertekunlah dalam doa (Kolose 4:2)
Bacaan : Yakobus 5:13-18

Kedua lutut saya terasa sakit, dan saya tidak tahu penyebabnya. Saya tidak melakukan apa pun yang membuatnya terluka atau memforsirnya terlalu berat.

Atau jangan-jangan saya memang telah memforsirnya? Saya ingat bahwa beberapa hari sebelumnya, saya membenahi tembok rumah kami, menggosoknya, dan mempersiapkannya untuk dicat. Lalu saya mengecatnya hingga tuntas. Selama mengerjakan hal itu, sambil berdiri di atas tangga yang pendek untuk menggapai tembok bagian atas, saya menekan lutut saya pada tangga untuk menjaga keseimbangan. Jadi, sebenarnya tubuh saya ditopang kedua lutut saya.

Kemudian terlintas pemikiran baru dalam benak saya: Kapan terakhir kali kedua lutut saya terasa sakit karena saya berlutut saat berdoa? Tampaknya sudah cukup lama.

Meski memang orang tidak selalu berdoa dengan berlutut, pertanyaan yang saya tujukan kepada diri sendiri tersebut adalah pertanyaan yang menunjukkan kesalahan saya. Entah kita berlutut, berdiri, atau duduk, seberapa sering kita menggunakan doa untuk menopang diri kita? Kita dapat memperoleh bantuan dari banyak sumber—teman, konselor, buku—tetapi tak ada yang lebih baik selain topangan dan kekuatan yang kita dapatkan dari Allah tatkala kita berdoa.

“Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya” (Yakobus 5:16). Doa mempunyai kuasa. Kita diminta untuk “bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah” (Kolose 4:2).

Bagaimana keadaan lutut Anda saat ini? —Dave Branon

7 Desember 2004

Menjadi Tidak Disukai

Nats : “Celakalah para gembala yang membiarkan kambing domba gembalaan-Ku hilang dan terserak!” (Yeremia 23:1)
Bacaan : Yeremia 23:16-23

Pada tahun 1517 Martin Luther memakukan 95 dalilnya pada pintu gereja di Wittenberg. Luther menjadi terkenal sebagai seorang reformis, dan kita mengenang usahanya yang berani itu sebagai titik balik yang menentukan dalam sejarah gereja.

Pendeta yang sangat bersemangat itu menunjukkan keberanian yang besar dalam mengungkapkan kemarahannya terhadap praktik gereja yang menjual pengampunan melalui pengampunan dosa. Dengan praktik semacam itu orang dapat berbuat dosa secara sengaja lalu “membeli” pengakuan dosa.

Hasrat Luther untuk menghentikan praktik ini menjadikannya tidak disukai oleh otoritas religius pada zamannya. Kenyataannya, upayanya itu justru menimbulkan serangkaian upaya pihak lawan untuk membungkamnya.

Lama sebelum Luther, Nabi Yeremia merasakan kuasa firman Allah dalam hatinya “seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang- tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup” (Yeremia 20:9). Yeremia dan Luther tidak membiarkan kebenaran Allah dicemarkan.

Hidup bagi Allah tidak hanya berkaitan dengan anugerah dan pengampunan, namun berkaitan juga dengan keberanian untuk berpihak pada kebenaran. Memegang firman Allah dalam hati tidak selalu menghadirkan perasaan yang menyenangkan dan hangat. Kadang-kadang kebenaran-Nya menjadi api yang menyala, yang membuat kita menantang kerusakan yang terjadi—meskipun untuk hal itu kita mungkin akan mendapat serangan dari pihak lain —Julie Link

20 Januari 2005

Jika

Nats : Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya (Yohanes 13:17)
Bacaan : Yohanes 13:1-17

Sebuah peraturan baru pemerintah Amerika akan mengharuskan para pembuat makanan di Amerika Serikat mencantumkan jumlah lemak jenuh pada label sebagian besar produk makanan yang dapat dibeli di toko. Lemak jenuh, yang telah dikaitkan dengan penyakit jantung, kolesterol tinggi dan obesitas, adalah sesuatu yang harus dibatasi atau dihindari bersama-sama oleh kebanyakan orang. Badan Pengawas Obat dan Makanan memperkirakan bahwa orang Amerika dapat menghemat sampai 1,8 miliar dolar dalam biaya medis jika mereka mengurangi konsumsi lemak jenuh.

Kata kuncinya adalah jika. Ini suatu peringatan bahwa informasi dalam label baru itu hanya akan bermanfaat bagi mereka yang mengubah kebiasaan makan. Bukan apa yang kita ketahui, melainkan apa yang kita lakukanlah yang penting.

Setelah Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya dan memberi tahu kepada mereka supaya mengikuti teladan-Nya dalam hal saling melayani, Dia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya, ataupun seorang utusan daripada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya” (Yohanes 13:16,17).

Dalam Alkitab, kita mengetahui kehendak Allah bagi kita. Ketaatan memindahkan pengetahuan dari kepala ke tangan kita dalam melayani orang lain. Dan tidak hanya itu, kita sendiri diberkati apabila menaati apa yang dikatakan firman Allah kepada kita untuk dilakukan. Tetapi semuanya itu tergantung pada satu kata sederhana: jika —David McCasland

22 Januari 2005

Melawan Arus

Nats : Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu (Roma 12:2)
Bacaan : 1 Petrus 4:1-5

Dua orang mahasiswa di Moorhead, Minnesota, membuat lukisan mural pada dinding luar ruang asrama mereka. Menurut berita di USA Today, lukisan mereka itu menunjukkan sekelompok ikan yang berenang searah kecuali satu ekor ikan yang menuju ke arah yang berlawanan.

Ikan yang satu itu dimaksudkan sebagai simbol kuno untuk Kristus. Pada lukisan itu tertulis “Berjalan melawan arus”. Melihat lukisan itu, pejabat universitas berpendapat bahwa lukisan tersebut dapat menyinggung perasaan orang-orang nonkristiani. Ia lalu memerintahkan para mahasiswa untuk mengecat ulang dinding itu.

Di dalam ketaatan kepada Tuan kita, kita pun harus bersedia menentang arus dari masyarakat kita. Apabila kita mengikuti Yesus, maka tujuan, nilai, dan kebiasaan kita seharusnya berbeda dari orang-orang yang bukan kristiani. Itulah keadaan pada abad pertama ketika para penyembah berhala menjadi bingung dan dianggap salah menurut gaya hidup orang-orang kristiani. Petrus menulis, “Sebab itu mereka heran, bahwa kamu tidak turut mencemplungkan diri bersama- sama mereka di dalam kubangan ketidaksenonohan yang sama, dan mereka memfitnah kamu” (1 Petrus 4:4).

Apabila kita berbaris menurut entakan penabuh drum yang berbeda, tentu saja langkah kita tidak akan serempak dengan aspek tertentu dalam masyarakat. Hal ini tentu saja membutuhkan keyakinan, keberanian, dan sopan santun. Tetapi dengan anugerah Allah yang memampukan, kita dapat menjadi berbeda secara efektif —Vernon Grounds

1 Februari 2005

Panggilan yang Jelas

Nats : Samuel menjawab, “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar” (1 Samuel 3:10)
Bacaan : 1 Samuel 3:1-10

Semasa menjadi mahasiswa di Iowa Agricultural College (sekarang Iowa State University), George Washington Carver dan seorang temannya berencana pergi sebagai misionaris ke Afrika. Namun ketika studi di bidang pertaniannya mengalami kemajuan, Carver, yang adalah seorang kristiani yang taat, mulai merasakan adanya panggilan hidup yang berbeda dari Allah.

Pada saat Booker T. Washington mengajaknya untuk bergabung dengan sebuah fakultas di Tuskegee Institute di Alabama, Carver mendoakan hal ini dengan sungguh-sungguh. Kemudian pada tahun 1896, Carver menulis surat kepada Washington demikian, “Saya memang memiliki cita-cita untuk memberikan bantuanterbesar bagi sebanyak mungkin orang di tengah-tengah bangsa saya, dan untuk tujuan ini saya telah mempersiapkan diri selama bertahun-tahun.” Ia lalu berjanji akan melakukan apa pun sekuat tenaga melalui kuasa Kristus, untuk memperbaiki kondisi orang-orang Amerika keturunan Afrika di wilayah Selatan yang mengalami diskriminasi ras.

Hati Carver yang peka dan ketaatannya kepada Allah mengingatkan kita pada pengalaman Samuel. Di bawah bimbingan Imam Eli, Samuel menanggapi suara Allah dengan berkata, “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar” (1 Samuel 3:10).

Selama pelayanannya yang berlangsung seumur hidup, ilmuwan terkenal Amerika keturunan Afrika ini, George Washington Carver, menghormati Allah dengan menaati panggilan-Nya. Ia mewariskan peninggalan yang sangat berkesan dan teladan yang abadi bagi kita semua —David McCasland

4 Februari 2005

Faktor Ketaatan

Nats : Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah (Matius 3:15)
Bacaan : Matius 3:13-17

Dewey VanderVelde menolak dibaptis. Ia bersikeras menolak, bahkan ketika istri dan putrinya dibaptis pada suatu hari Minggu siang.

Bertahun-tahun kemudian, pendetanya berkhotbah tentang pembaptisan Yesus. Ia menunjukkan bahwa Yohanes Pembaptis pada awalnya menolak untuk membaptis Yesus, tetapi Yesus berkata, “Demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah” (Matius 3:15). Kemudian pendeta itu berkomentar, “Jika Yesus saja menaati kehendak Bapa-Nya, maka kita pun seharusnya begitu.”

Seusai khotbah itu, Dewey meminta untuk dibaptis. Ia mengatakan bahwa ia mestinya menaati perintah Tuhan dari dulu, dan ia menyesal karena telah begitu keras kepala.

Tentunya hal ini lebih dari sekadar masalah baptisan; itu adalah masalah ketaatan. Kita pun mungkin bersikap begitu. Mungkin kita bersikeras tidak menaati Tuhan dalam hal tertentu dalam kehidupan kita—berdusta, menipu, mencuri pada saat bekerja, tidak berserah kepada Tuhan.

Namun, yang harus kita akui adalah: Yesus menaati Bapa-Nya dalam segala hal. Penyerahan diri-Nya membawa-Nya dari puncak popularitas menuju keadaan ditinggalkan. Dari keadaan dielu-elukan orang menuju pada penderitaan dalam kesendirian. Hal itu membawa-Nya ke dalam ruang pengadilan Pilatus, jalan yang mengerikan menuju Kalvari, salib, dan kubur.

Oleh karena itu, mulai hari ini marilah kita dengan hati yang penuh kerelaan memutuskan untuk menaati Tuhan dalam segala hal —Dave Egner

9 Maret 2005

Berpikir Hati-hati

Nats : Beginilah firman Tuhan semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu! (Hagai 1:7)
Bacaan : Hagai 1

Pernahkah Anda mengunci mobil dan meninggalkan kunci di dalamnya? Mengeposkan amplop tanpa menempelkan perangko di atasnya? Memasak sebuah resep makanan tanpa memasukkan salah satu bumbu utama?

Hal-hal seperti itulah yang kita lakukan bila kita tidak betul-betul memerhatikan apa yang sedang kita kerjakan. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kita lakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya kita lakukan adalah pikiran yang ceroboh. Tindakan yang keliru atau kelalaian yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, dapat menjadi gangguan kecil—atau dapat menimbulkan akibat serius yang berlangsung lama.

Anda dapat berpikir bahwa orang-orang pada zaman Hagai tidak mungkin melakukan kesalahan-kesalahan yang ceroboh. Dua puluh tahun sebelumnya, mereka hidup dalam pembuangan di Babilonia karena tidak menaati Allah. Sekarang mereka telah kembali ke Yerusalem, akan tetapi hidup mereka seolah-olah menunjukkan tidak pernah mengalami pembuangan.

Maka, melalui Nabi Hagai, Allah memberi tahu mereka, "Perhatikanlah keadaanmu!" (Hagai 1:7). Lalu Dia memberi tahu kesalahan mereka: Mereka hidup angkuh dalam kemewahan dan tidak menyelesaikan pembangunan Bait Allah. Pikiran yang ceroboh telah menghasilkan kelalaian dan keputusan yang keliru.

Allah ingin supaya kita berpikir hati-hati terhadap tindakan, perkataan, dan hubungan kita, serta membuat keputusan yang membawa kemuliaan bagi-Nya. Apa pun yang Anda lakukan hari ini, pikirkanlah dengan sungguh-sungguh —JDB

12 Maret 2005

Badai Pasti Berlalu

Nats : Siapa percaya kepada hatinya sendiri adalah orang bebal, tetapi siapa berlaku dengan bijak akan selamat (Amsal 28:26)
Bacaan : Keluaran 5:1-14,22,23

Ahli meteorologi yang tampil di televisi lokal selalu menunjuk sebuah peta sambil mengucapkan kalimat seperti ini: "Saya khawatir cuaca akan semakin buruk sebelum akhirnya menjadi baik."

Ramalan cuaca seperti itu tepat sekali diterapkan kepada orang Israel ketika Allah mengirimkan Musa untuk membebaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir. Barometer dari kejadian-kejadian yang berlangsung menunjukkan perubahan yang menurun dengan sangat cepat. Langit penindasan yang hitam dan kelam dapat berubah menjadi badai kekejaman yang menyala-nyala dan bergelora yang dilepaskan oleh Firaun.

Musa telah membujuk Firaun agar mengizinkan orang Ibrani pergi ke padang gurun untuk menyembah Allah, tetapi raja menuduh bahwa itu hanyalah alasan karena mereka malas bekerja (Keluaran 5:1,17). Karena itu, raja menambah beban pekerjaan mereka, sehingga situasi berubah dari buruk menjadi mengerikan (ayat 18). Lalu dalam kepahitan hati, Musa berseru-seru memohon penjelasan dari Tuhan (ayat 22,23). Ia sulit untuk percaya bahwa pembebasan besar sudah hampir tiba.

Bagaimanapun, rencana Allah tidak dapat digagalkan. Sebelum keadaan umat-Nya membaik, Allah menguji mereka dengan mengizinkan bertambahnya penderitaan.

Bahkan di saat kita taat kepada Tuhan, langit kesengsaraan tidak akan selalu cerah dengan seketika. Keadaan dapat menjadi semakin buruk sebelum akhirnya membaik. Namun, puji Tuhan karena anugerah-Nya tetap bagi kita, dan badai pun pasti berlalu —MRD II

15 Maret 2005

Mengasihi Sesama

Nats : Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:39)
Bacaan : Efesus 4:29-32

Yayasan Carnegie mendapati bahwa agar dapat meraih keberhasilan dalam bekerja, kemampuan membangun hubungan lebih penting daripada pengetahuan. Penelitian ulang oleh yayasan itu me nunjukkan bahwa hanya 15 persen dari kesuksesan seseorang ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan teknis tentang pekerjaannya. Delapan puluh lima persen lagi ditentukan sikap pribadi dan kemampuan berhubungan dengan orang lain.

Alkitab memerintahkan kita untuk "ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (Efesus 4:32). Sesungguhnya, Alkitab menyatakan agar kita mengasihi "sesama" kita seperti diri kita sendiri (Matius 22:39). Dan sesama kita tidak hanya orang yang tinggal atau bekerja di dekat kita, tetapi setiap orang yang kita temui dalam perjalanan hidup kita—terutama mereka yang membutuhkan pertolongan.

Jadi, bersikap sopan, perhatian, dan peduli kepada sesama adalah prinsip rohani yang mendasar. Itu juga merupakan pedoman yang terpenting dalam mendapatkan hubungan yang menyenangkan dan membahagiakan. Sesungguhnya, hal itu pun merupakan kunci emas meraih keberhasilan kerja.

Tujuan kita meneladan semangat Kristus untuk mengasihi sesama, semata-mata didasari oleh keinginan untuk taat kepada Allah dan bukan hanya keinginan untuk berhasil dalam pekerjaan. Lebih dari itu, tugas utama kita sebagai orang percaya adalah untuk mewujudkan dan mempraktikkan karakter yang mengasihi sesama seperti Tuhan kita —VCG

18 Maret 2005

Sehatkah Ketakutan?

Nats : Takut akan Tuhan adalah didikan yang mendatangkan hikmat (Amsal 15:33)
Bacaan : 2Tawarikh 17:3-10

Pada saat terjadi badai guntur yang hebat, seorang ibu menidurkan anaknya dan mematikan lampu kamarnya. Karena takut pada badai tersebut, sang anak kemudian bertanya, "Mama, maukah Mama menemani aku tidur malam ini?" Sambil memeluknya, sang ibu menjawab, "Tidak bisa, Sayang. Mama harus tidur dengan Papa." Ketika keluar dari kamar anaknya, sang ibu mendengar, "Dasar Papa pengecut!"

Ketakutan adalah hal yang nyata. Namun, hal itu tidak selalu negatif. Dalam 2 Tawarikh 17:3-10, kita membaca tentang ketakutan yang sehat dan positif, yang mencegah peperangan antara Yehuda dengan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Apa yang menyebabkan ketakutan ini? Dikatakan bahwa "ketakutan yang dari Tuhan menimpa semua kerajaan di negeri-negeri sekeliling Yehuda, sehingga mereka tidak berani berperang melawan Yosafat" (ayat 10).

Raja Yosafat ingin agar rasa hormat dan takut akan Tuhan juga dimiliki rakyatnya. Lalu ia membuat ketentuan utama bahwa mereka akan diajar tentang Taurat Allah. Ia tahu bahwa jika rakyatnya hormat kepada Allah yang Mahakuasa, maka mereka akan merendahkan hati dan menaati Allah. Melakukan apa yang benar akan membawa kemakmuran bagi Yehuda dan penghormatan dari kerajaan-kerajaan yang lain.

Kitab Amsal 15:33 menyatakan, "Takut akan Tuhan adalah didikan yang mendatangkan hikmat." Orang yang memiliki rasa takut akan Dia akan bertindak dengan penuh hikmat; mereka berjalan dengan setia di hadapan Dia sambil menaati perintah-perintah-Nya —AL

20 Maret 2005

Cara Memuji-Nya

Nats : Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan (Lukas 19:38)
Bacaan : Lukas 19:28-38

Semaraknya peristiwa saat Yesus memasuki Yerusalem beberapa hari sebelum kematian-Nya sebenarnya memusatkan perhatian pada Kristus sebagai Tuhan. Ketika Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk mengambil keledai yang akan ditunggangi-Nya, Dia memberi tahu mereka agar menyampaikan kepada pemilik keledai itu, "Tuhan membutuhkannya" (Lukas 19:31). Dan ketika orang banyak mengelu-elukan-Nya, mereka mengutip perkataan dari Mazmur 118:26, yang berkata, "Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan" (Lukas 19: 38).

Yesus adalah Tuhan. Nama-Nya adalah "nama di atas segala nama" (Filipi 2:9). Kata Tuhan mengacu pada kedaulatan-Nya. Dia adalah Raja, dan setiap orang yang percaya kepadaNya adalah anggota kerajaan-Nya.

Kita menjadikan Yesus sebagai Tuhan atas hidup kita dengan tunduk pada kekuasaan-Nya sebagai Raja. Dengan demikian berarti kita hidup dengan taat kepada-Nya. Jangan mengaku sebagai orang kristiani, jika memilih untuk hidup dalam dosa. Ketika pendeta menegurnya, ia menjawab dengan santai, "Jangan khawatir, Pak Pendeta. Tidak masalah. Saya memang seorang kristiani yang buruk."

Hal itu tidak benar. Sama sekali tidak! Tidak benar bagi seorang warga kerajaan Kristus (Lukas 6:43-49).

Dalam Minggu palem ini, pastikan Anda tetap menghormati Kristus melalui perbuatan dan perkataan Anda. Sehingga Anda dapat bergabung dengan orang yang lain untuk menyatakan, "Yesus adalah Tuhan!" —DCE

24 April 2005

Menyembah dan Menaati

Nats : Marilah kita bersorak-sorai untuk Tuhan, ... janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba (Mazmur 95:1,8)
Bacaan : Mazmur 95

Jutaan orang kristiani berkumpul setiap hari Minggu untuk menyembah Allah sebagai Pencipta dan Penebus mereka. Kebaktian gereja merupakan saat untuk memberitakan kebajikan Allah dan untuk memuji Dia, baik secara resmi dan liturgis ataupun tak resmi dan spontan. Akan tetapi, selama berabad-abad sejarah gereja mengungkapkan betapa cepatnya penyembahan dapat berubah menjadi ritual yang hampa. Hal ini terjadi ketika orang-orang pilihan Allah mengeraskan hati mereka dan tidak mematuhi firman-Nya.

Pemazmur mengetahui kebenaran ini melalui pengalaman bangsa Israel. Di bawah kepemimpinan Musa, mereka telah dibebaskan dari perbudakan di Mesir secara ajaib dan telah memuji Tuhan dengan penuh semangat (Keluaran 12-15). Akan tetapi, hampir seketika itu juga mereka mulai meragukan kebaikan dan kebajikan Allah. Mereka bersungut-sungut dan mencari-cari kesalahan Tuhan serta Musa, hamba-Nya. Mereka mengabaikan perintah-Nya, dan penyembahan mereka pun menjadi hampa. Hal ini rupanya membangkitkan murka Allah, sehingga akibatnya mereka harus berkelana selama empat puluh tahun di padang gurun yang sebenarnya dapat mereka seberangi dalam waktu singkat. Sebagian besar dari mereka tidak diperkenankan untuk masuk ke Tanah Perjanjian.

Ya Tuhan, penuhilah diri kami dengan kekaguman dan ucapan syukur atas keselamatan-Mu yang ajaib. Tolonglah kami untuk menghaturkan pujian yang layak Engkau terima, dan juga mampukanlah kami untuk setia di dalam kasih dan ketaatan kepada-Mu —HVL

23 Mei 2005

Menjadi Anak Baik

Nats : Mengapa engkau tidak mendengarkan suara Tuhan? (1Samuel 15:19)
Bacaan : 1Samuel 15:10-23

Ketika Ratu Victoria masih kecil, ia tidak menyadari bahwa di kemudian hari ia akan mewarisi takhta kerajaan Inggris. Para guru yang bertugas menyiapkan dirinya menghadapi masa depan merasa frustrasi, karena mereka tidak dapat menumbuhkan motivasi kepadanya. Ia tidak mau belajar dengan sungguh-sungguh. Akhirnya, para gurunya memutuskan untuk memberi tahu bahwa suatu hari ia akan menjadi ratu Inggris. Setelah mendengar tentang hal ini, Victoria kemudian dengan tenang berkata, "Kalau begitu saya akan jadi anak yang baik." Kesadaran bahwa ia akan mewarisi panggilan mulia ini memberinya rasa tanggung jawab yang memengaruhi tingkah lakunya secara mendalam semenjak hari itu dan seterusnya.

Bacaan Kitab Suci kita pada hari ini menceritakan bagaimana Saul telah dipilih dari antara bangsa Israel untuk menjadi raja yang diurapi (1 Samuel 15:17). Allah Yang Mahakuasa telah memberikan kehormatan besar kepadanya dengan menempatkannya sebagai pemimpin umat-Nya yang terpilih. Akan tetapi Saul tidak memedulikan perilaku yang seharusnya menyertai panggilannya yang mulia tersebut. Jika ia peduli, tentu ia tidak akan mengambil jarahan perang seakan-akan ia seorang pemimpin gerombolan terlarang (ayat 19).

Sebagai orang percaya, kita adalah anak-anak Allah dan ahli waris bersama-sama dengan Kristus (Roma 8:16,17). Kita memiliki panggilan yang mulia. Ingatlah selalu akan siapa diri kita yang sebenarnya. Hal ini akan membantu kita berkata seperti Victoria, "Saya akan menjadi anak baik" —HVL

28 Juni 2005

Tak Perlu Perubahan

Nats : Segala tulisan ... diilhamkan Allah (2Timotius 3:16)
Bacaan : Yeremia 36:20-26

Di setiap era selalu ada semangat zaman yang menantang penerimaan kita terhadap Kitab Suci. Godaannya adalah untuk menghilangkan atau mengubah beberapa bagian Alkitab yang tampak kuno.

Banyak orang merasa terpaksa untuk menolak beberapa bagian Alkitab, baik doktrin mengenai neraka atau pandangan Allah terhadap perilaku seksual. Mau tak mau, beberapa kebenaran akan menyerang setiap zaman.

Berabad-abad yang lalu, seorang raja Yahudi diberi sebuah gulungan yang berisi pesan dari Allah. Ketika dokumen itu dibacakan keras-keras, sang raja melakukan perlawanan. Dengan sebuah pisau kecil ia memotong bagian gulungan itu dan mencampakkannya ke dalam api. Pada akhirnya seluruh naskah itu dicampakkan ke dalam api. Sang raja dan para pegawainya yang telah mendengar firman Tuhan itu "tidak terkejut dan tidak mengoyakkan pakaiannya" (Yeremia 36:24). Akhirnya, raja itu kehilangan kerajaan oleh karena ketidaktaatannya.

Apabila kita secara selektif menyunting Alkitab agar sesuai dengan keinginan kita, atau mengabaikan pengajarannya, hal itu menunjukkan bahwa kita tidak takut akan Allah. Bukannya tunduk pada apa yang difirmankan-Nya, kita menempatkan akal kita yang terbatas dan hati nurani kita yang bisa salah di atas tulisan yang diilhamkan Allah.

Ketika Anda tergoda untuk tidak memerhatikan atau mengabaikan bagian dari firman Allah, ingatlah: "Segala tulisan ... diilhamkan Allah" (2 Timotius 3:16). Alkitab memberitahukan segala yang perlu kita ketahui untuk menjalani hidup yang berkenan bagi-Nya —HDF

30 Juni 2005

Tidak Sesuai Insting

Nats : Kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus. Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah (Yudas 1:20,21)
Bacaan : Yudas 1:18-20

Paul Gellerman, dalam bukunya How People Work, berkata, "Memecahkan masalah organisasi yang sukar memerlukan strategi yang berlawanan dengan intuisi." Dalam bisnis, hal yang berlawanan dengan intuisi adalah ide unik yang bertentangan dengan hal yang umum.

Konsultan yang menyarankan pemikiran ini semata-mata menegaskan nasihat Yesus. Berulang kali Dia mendesak para pengikut-Nya untuk melakukan apa yang dinyatakan benar oleh Allah, bukan yang diperintahkan oleh hasrat, insting, dan intuisi.

Hasrat berkata, "Saya menginginkannya." Yesus berkata, "Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima" (Kisah Para Rasul 20:35).

Insting berkata, "Sayalah yang utama." Yesus berkata, "Orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir" (Matius 20:16).

Intuisi berkata, "Perasaan saya akan menjadi lebih baik jika saya membalas dendam." Yesus berkata, "Berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu" (Lukas 6:27).

Menginginkan sesuatu tidak membuat hal itu menjadi baik. Memperoleh sesuatu tidak menjadikan hal itu berharga. Dan memiliki perasaan yang kuat tentang sesuatu tidak menjadikannya benar. Seperti yang ditulis Yudas, mereka yang menuruti hasrat dan insting mereka sendiri akan mengantarkan sesama menuju konflik dan perpecahan (1:18,19).

Alternatif lain adalah menjadi rohani, artinya, melakukan apa yang tidak datang secara alami. Kenyataannya, perlu kuasa adikodrati yang hanya dapat diberikan oleh Allah —JAL

11 Oktober 2005

Kenyataan Palsu

Nats : Orang jahat dan penipu bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan (2 Timotius 3:13)
Bacaan : 2Timotius 3:1-5,12-17

Kini ketika orang melihat foto atau video, mereka sering melontarkan pertanyaan, “Apakah ini nyata?” Komputer rumahan dapat memanipulasi gambar menjadi potret kejadian yang tidak pernah terjadi. Gambar-gambar bisa dimasukkan atau dihilangkan dari foto. Video bisa diubah supaya seseorang tampak sedang tertangkap basah melakukan kejahatan atau sebaliknya, bertindak sebagai pahlawan. Kamera tidak bisa berbohong, tetapi komputer dapat melakukannya.

Berabad-abad sebelum teknologi yang sedemikian modern ini ditemukan, Rasul Paulus pernah mengingatkan Timotius mengenai kenyataan palsu yang ada di gereja. Ia mengatakan bahwa menjelang hari-hari terakhir orang-orang akan mencintai dirinya sendiri, “menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakikatnya mereka memungkiri kekuatannya” (2 Timotius 3:5). Berulang kali ia menekankan perlunya hidup kudus, dengan mengingatkan bahwa “orang jahat dan penipu bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan” (ayat 13).

Paulus meminta Timotius untuk “tetap berpegang teguh pada kebenaran yang telah ia terima dan yakini” (ayat 14). Kekudusan yang sejati menghormati dan menaati Allah sementara yang palsu mencari kenikmatan dan keuntungan pribadi. Yang satu menyukakan hati Allah, yang lain memuaskan hawa nafsu. Kedua hal ini dapat dikenali melalui tindakannya.

Ketika orang mendengar pengakuan kita sebagai orang kristiani, mereka barangkali akan bertanya-tanya apakah iman kita nyata. Pertanyaan itu akan terjawab jika kenyataan Kristus tercermin dalam hidup kita -DCM

25 November 2005

Kasih Melampaui Rasa Suka

Nats : Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu (Ulangan 6:5)
Bacaan : 1Korintus 13:4-8

Sejak kecil kita didorong untuk menunjukkan kasih, untuk orangtua, binatang kesayangan atau untuk para sahabat, dan terutama untuk Yesus. Tetapi apakah kasih itu?

Kita menganggap kasih adalah suatu emosi, suatu perasaan lembut, dan suatu tindakan yang positif. Maka, ketika Kitab Suci memerintahkan kita untuk mengasihi Allah dan sesama, kita mungkin bingung dengan arti kasih tersebut (Matius 22:37-40).

Perasaan memang bukan sesuatu yang dapat diperintah. Seorang ibu dapat memerintah anaknya untuk menyukai bayam, tetapi ia tidak dapat memaksanya untuk memberikan reaksi yang positif ketika berhadapan dengan sayuran berwarna hijau itu.

Jadi, kasih pasti lebih dari sekadar emosi. Sebuah terjemahan kuno dari perintah Tuhan mungkin membantu kita untuk memahami kasih sebagai suatu tindakan yang kita pilih: “Kasihilah ….” Mengasihi berarti memilih untuk sabar, murah hati, tidak memegahkan diri, dan tidak sombong (1 Korintus 13:4,5). Kita dapat mengasihi orang lain walaupun kita mungkin tidak menyukai mereka, karena mengasihi berkenaan dengan hal membuat pilihan.

Ya, kita dapat merespons dengan penuh ketaatan untuk melakukan hal yang diarahkan Juru Selamat kita. Namun, Dia tahu bahwa kita tidak dapat melakukan hal ini sendiri. Oleh karena itu Dia memberikan Roh Kudus yang memampukan kita untuk menjalani hidup yang penuh ketaatan. Dengan pertolongan-Nya, kita dapat belajar mengasihi orang-orang yang tidak kita sukai. Siapa tahu? Kita bahkan mungkin mulai menyukai mereka -VCG

24 Desember 2005

Panggilan Saat Ini

Nats : Jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Lukas 1:38)
Bacaan : Lukas 1:26-38

Kehidupan ibu Yesus itu sederhana. Ia melakukan tugas-tugas yang juga dilakukan oleh wanita lain seusianya, belajar bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi calon suaminya nanti. Tidak ada sesuatu yang luar biasa tentang kehidupan luarnya-setidaknya tidak diungkapkan di dalam Kitab Suci.

Namun betapa indahnya harta karun yang tersembunyi di dalam sikap Maria! Saat malaikat memberitahukan bahwa anaknya akan disebut “Anak Allah”, ia menjawab, “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lukas 1:38).

Jawaban Maria mengandung segala yang diminta oleh Tuhan, yaitu penyerahan jiwa yang murni dan sederhana kepada kehendak-Nya. Inilah rahasia kerohanian Maria yang dalam: Ia menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah pada saat itu dan menerima karunia untuk melakukan apa yang diminta Allah darinya.

Apakah yang diminta oleh Allah untuk Anda kerjakan? Barangkali Anda diminta untuk melakukan sesuatu yang besar atau hal yang biasa. Anda mungkin diminta untuk menanggapi sebuah perintah Kitab Suci dengan aktif, atau untuk berserah dengan sabar terhadap penderitaan saat ini. “Apa yang dirancangkan oleh Allah untuk kita alami setiap saat, merupakan hal paling kudus yang dapat terjadi pada kita,” demikian kata penulis abad ke-18 Jean-Pierre de Caussade.

Apakah Anda mampu menerima setiap momen dengan rasa syukur dan penyerahan diri? Dapatkah Anda menjawab Tuhan seperti kata Maria kepada sang malaikat, “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu”? -DHR

8 Februari 2006

Piring-piring Kotor

Nats : Jadi sekarang, anak-anakku, tinggallah di dalam Kristus, supaya apabila Ia menyatakan diri-Nya, kita beroleh keberanian percaya dan tidak usah malu terhadap Dia pada hari kedatangan-Nya (1Yohanes 2:28)
Bacaan : Matius 24:32-44

Ketika saya masih kecil, ayah saya sering melakukan perjalanan ke kota-kota lain untuk berbicara di berbagai gereja dan konferensi Alkitab. Kadang-kadang ibu saya turut menemaninya, meninggalkan saudara lelaki saya dan saya sendirian di rumah selama beberapa hari. Kami senang karena dengan begitu kami dapat mandiri. Namun, kami tidak suka mencuci piring.

Saya ingat ketika kami mencoba mengesampingkan tugas yang tak menyenangkan itu selama mungkin dengan menumpuk semua piring, gelas, sendok, dan garpu kotor di dalam oven setiap kali selesai makan. Di akhir minggu, hampir tidak ada tempat tersisa di dalam oven. Kemudian, pada petang hari sebelum Ayah dan Ibu pulang, kami menyingsingkan lengan baju dan membersihkan semua kotoran. Perlu waktu berjam-jam mengerjakannya! Alangkah malunya jika ternyata orangtua kami datang lebih cepat dari dugaan kami.

Karena kita tidak tahu pasti kapan Kristus akan kembali (Matius 24:36,42,44), kita tidak boleh malas dalam menempuh perjalanan kristiani kita. Pengharapan bahwa Dia akan datang setiap saat seharusnya membantu kita untuk menjadi hamba yang "setia dan bijaksana" (ayat 45) dan untuk hidup sedemikian hingga "kita beroleh keberanian percaya dan tidak usah malu" ketika Dia datang (1Yohanes 2:28).

Ya, Kristus akan datang kembali, seperti yang telah dijanjikan-Nya. Mungkin saja Dia datang hari ini! Apakah Anda mempunyai "piring-piring kotor"? Sekaranglah saatnya untuk mempersiapkan diri --RWD

15 April 2006

Motivasi Utama

Nats : ... hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik (Kolose 1:10)
Bacaan : 2Timotius 2:1-13

Seorang anak yang duduk di bangku kelas satu tersenyum dengan rasa puas sewaktu menyerahkan hasil tes ejaannya kepada saya. Gurunya memberi tulisan besar di kertas tesnya "100% -- bagus!" Anak itu berkata, "Saya akan menunjukkan hasil tes ini kepada Ayah dan Ibu karena saya tahu ini pasti akan membuat mereka senang." Saya melihat ia pulang dengan naik bus, tak sabar lagi untuk segera melihat bagaimana orangtuanya meluapkan rasa gembira atas prestasi yang telah dicapai oleh anak mereka. Hasrat untuk membuat ayah dan ibunya merasa gembira jelas merupakan satu faktor penting yang memotivasinya dalam kehidupan.

Dalam 2 Timotius 2:3, Paulus menguraikan gambaran tentang seorang prajurit yang melayani dengan penuh pengabdian demi menyenangkan komandannya. Melalui gambaran tersebut, Paulus ingin agar Timotius mengetahui alasan utamanya dalam melayani Allah, bahkan dalam suatu kondisi yang sulit sekalipun. Pengabdian sepenuh hati yang ditandai dengan kerja keras dan perhatian terhadap ketetapan Allah, membawa kemuliaan terbesar bagi Tuhan apabila pengabdian itu berasal dari hati yang berserah dan penuh kasih.

Dalam kemanusiaan-Nya, Juru Selamat kita berharap agar kematian keji dan keberadaan-Nya yang akan menjadi korban dosa bagi manusia dapat berlalu dari-Nya. Akan tetapi, Dia berdoa, "Jangan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi" (Lukas 22:42). Motivasi utama yang dimiliki Yesus adalah hasrat untuk menyenangkan Bapa-Nya. Hal inilah yang seharusnya menjadi semangat kita juga --HVL

24 April 2006

Rutinitas yang Berkaitan

Nats : Setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah (Pengkhotbah 3:13)
Bacaan : Pengkhotbah 3:1-13

Saat ini kita berada di awal minggu yang baru. Bagi banyak orang, Senin berarti awal dari siklus pekerjaan yang membosankan. Barangkali pekerjaan itu berupa setumpuk pakaian yang harus dicuci dan diseterika, pekerjaan yang tak ada habisnya dari sebuah mesin, rutinitas membosankan di tempat perakitan, atau rasa jemu menekuni pekerjaan di depan komputer.

Suatu hal yang monoton dapat menjadi tempat berkembang biaknya rasa iri dan ketidakpuasan, atau sebaliknya justru tempat pelatihan bagi perkembangan karakter dan kehidupan pelayanan. Semua itu tergantung pada bisa tidaknya kita melihat Allah di tengah tugas-tugas biasa kehidupan itu.

Seorang wanita di Boston bekerja sebagai petugas kebersihan selama 40 tahun di gedung kantor yang sama. Seorang wartawan mewawancarai bagaimana ia dapat tahan dengan suatu hal yang monoton dengan melakukan pekerjaan yang sama setiap hari. Wanita itu menjawab, "Saya tidak bosan. Saya menggunakan bahan-bahan pembersih yang diciptakan Allah. Saya membersihkan barang-barang milik orang-orang yang diciptakan Allah, dan saya menjadikan kehidupan terasa lebih nyaman bagi mereka. Alat pengepel saya adalah tangan Allah!"

Apakah saat ini Anda sedang mencari Sang Pencipta di tengah pekerjaan Anda? Dia hadir. Dia memakai tangan, tubuh, dan pikiran orang-orang yang menerima tugas-tugas mereka dan mengerjakannya untuk Dia. Tugas rutin apa pun berkaitan dengan pekerjaan Allah di dalam dan melalui diri kita -- untuk saat ini maupun dalam kekekalan --DJD

30 Juni 2006

Delapan Sapi di Altar

Nats : Allah mencoba Abraham (Kejadian 22:1)
Bacaan : Kejadian 22:1-12

Pendeta Ed Dobson sedang berkhotbah kepada jemaat mengenai "meletakkan semuanya di altar" dengan cara berserah sepenuhnya kepada Kristus. Selesai kebaktian, seorang petani Jerman tua maju ke depan. Ia berkata kepada Dobson bahwa ia memiliki delapan sapi yang sedang sekarat. Itu artinya suatu kerugian finansial yang besar dan ia bergumul untuk menerima hal itu sebagai kehendak Allah. Lalu ia berkata, "Karena khotbah Anda, saya dapat menemukan kedamaian. Malam ini saya akan meletakkan semua sapi itu di altar."

Ketuhanan Kristus menyentuh setiap bidang kehidupan, hubungan, dan kekhawatiran hidup kita. Jika kita bersedia tunduk kepada-Nya, semua kehilangan dalam hidup akan tampak sebagai kesempatan untuk mengembalikan kepada Allah apa yang menjadi hak-Nya, dan memercayai Dia untuk menyediakan apa yang kita perlukan.

Saat Allah menyuruh Abraham untuk mengorbankan Ishak, tampaknya Dia menyabot tujuan dan maksud-Nya sendiri. Ishak adalah anak perjanjian yang melaluinya Allah akan memberkati dunia. Akan tetapi, iman Abraham telah bertumbuh menjadi kuat. Dan sekalipun ia merasa bingung, ia berkata, "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya" (Kejadian 22:8).

Hal yang sama pun berlaku bagi kita. Dapatkah kita memercayakan semuanya kepada Allah -- harta milik, pekerjaan, kesehatan, keluarga kita? Jika kita mengabdikan diri kepada-Nya setiap hari dan bersyukur atas setiap berkat yang kita terima, iman kita kepada-Nya akan melewati segala ujian --DJD

26 Oktober 2006

Menabur dan Menuai

Nats : Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang mena-bur banyak, akan menuai banyak juga (2Korintus 9:6)
Bacaan : 2Korintus 9:6-15

Di tanah pertanian ayah saya terdapat beberapa petak lahan yang disebari benih secara langsung. Ayah akan membawa wadah mirip kantung kangguru, memenuhinya dengan benih, dan keluar untuk menaburkannya. Ia menabur benih di mana-mana.

Ketika seorang petani menebar benih di ladangnya, ia seakan-akan membuangnya. Benih itu seolah-olah hilang, tetapi tidak benar-benar hilang. Dalam beberapa waktu ia akan memperolehnya kembali-dengan lebih banyak tambahannya.

Saat menyerahkan diri kepada Kristus, kita seolah-olah menyia-nyiakan hidup. Namun, Dia bersabda bahwa jika kita kehilangan hidup demi Dia, kita akan memperoleh hidup sejati (Matius 10:39).

Yesus mengajar kita untuk mengukur hidup dengan kehilangan daripada perolehan, dengan berkorban daripada menikmati kenyamanan bagi diri sendiri, dengan menghabiskan waktu bersama orang lain daripada untuk diri sendiri, dengan menaburkan cinta daripada menikmati cinta.

Inilah aturan hidup: Allah memberkati orang yang memberikan hidup dan harta bendanya (2Korintus 9:6). Sampaikanlah kebenaran yang Anda ketahui, maka Dia akan memberi Anda lebih banyak hal untuk Anda bagikan lagi. Berikanlah waktu Anda, maka Anda akan memperoleh lebih banyak waktu untuk diberikan. Janganlah membatasi kasih Anda, maka Anda akan memperoleh kasih yang lebih banyak untuk orang lain daripada sebelumnya.

Seorang bijak Israel berkata, "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya" (Amsal 11:24). Ini adalah salah satu paradoks kuno di dunia ini, tetapi benar-benar terjadi -DHR

1 Juni 2007

Apa Tujuannya?

Nats : Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang (Pengkhotbah 12:13)
Bacaan : Pengkhotbah 12:6-14

Para ilmuwan pernah berpikir bahwa hewan bertulang belakang yang memiliki masa hidup terpendek adalah killifish yang berwarna biru kehijauan. Ikan kecil ini hidup di genangan air hujan musiman di Afrika tengah dan menjalani siklus hidupnya selama 12 minggu sebelum genangan itu lenyap.

Namun, para peneliti dari James Cook University, Australia kini mendapati bahwa goby kerdil [sejenis ikan air tawar berwarna-warni] memiliki masa hidup yang lebih singkat lagi. Ikan ini cepat berkembang biak dan mati muda. Ikan yang sangat kecil ini hidup di batu-batu karang yang membentang di lautan selama sekitar 56 hari. Siklus perkembangbiakannya yang cepat menghindarkannya dari kepunahan.

Apa tujuan dari suatu kehidupan yang muncul begitu cepat dan berakhir begitu singkat ini? Inilah pertanyaan yang pernah diajukan oleh salah satu orang terbijak yang pernah ada. Pada masa-masa terakhirnya, Salomo, raja ketiga Israel, menjauh dari Allah. Ia menyimpang secara rohani dan kehilangan arah serta tujuan. Ia memandang semua prestasinya dan menganggapnya tidak berharga. Sebelum ia ingat akan Allahnya (Pengkhotbah 12:13,14), ia lupa bahwa kita hidup tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga demi kehormatan Pribadi yang telah menciptakan kita untuk menyembah-Nya dan menikmati kebersamaan dengan-Nya untuk selamanya.

Arti penting kehidupan tidak dijumpai dalam lamanya masa hidup kita, tetapi dalam penilaian Allah yang kekal tentang bagaimana kita telah memanfaatkan masa hidup itu --MRD II


Allah mengaruniai kita waktu
Untuk kita pakai sebaik-baiknya,
Untuk melakukan kehendak-Nya setiap waktu
Sesuai dengan rencana-Nya. --Sper



TIP #07: Klik ikon untuk mendengarkan pasal yang sedang Anda tampilkan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA