Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 6 No. 1 Tahun 1991 >  TEOLOGIA KEBERHASILAN DAN KEMAKMURAN > 
TANGGAPAN 

Meskipun Roh Kudus adalah Allah yang bebas, namun Ia adalah Allah yang tertib. Tidak mungkin Roh Kudus memberi kita penjelasan yang keliru atau bertentangan dengan maksud firman Allah sendiri (Yohanes 14:26). Kebebasan yang sejati adalah kebebasan tanpa batas yang tetap memiliki batasan. Maksudnya, kebebasan yang sejati bukanlah kebebasan tanpa batas yang tidak memiliki norma-norma, garis-garis aturan, prinsip-prinsip dan sebagainya. Kebebasan yang sama sekali tidak memiliki batasan justru adalah kebebasan yang dikuasai kekacauan. Dengan demikian, kebebasan seperti itu bukanlah kebebasan yang sejati lagi.

Maka, apabila kita sebagai umatNya hendak mengenal Allah melalui Alkitab saja, hal itu sama sekali bukanlah bertujuan untuk membatasi Allah dan firmanNya sebesar Alkitab saja. Memang kebenaran Allah tidak mungkin dapat kita batasi hanya sebesar Alkitab saja, namun Allah justru mau dan perlu menyatakan diriNya sendiri sebatas penyataan Alkitab; dengan tujuan supaya manusia dalam keterbatasannya dapat mengenal Allah sesuai dengan batasan yang Allah sendiri kehendaki (Ulangan 29:29). Semuanya ini diperbuat Allah justru karena Ia mengingat keterbatasan manusia. Bila Allah mempertahankan ketidakterbatasanNya dan manusia diwajibkan untuk mengenal Dia dan kehendakNya, maka pastilah tidak ada seorangpun yang sanggup melakukannya.

Selanjutnya, berkenaan dengan konsep tentang "kesuksesan" dan "kegagalan", banyak orang beranggapan bahwa yang disebut berkat adalah segala hal yang "positif", yang "menyenangkan" hidup manusia, yang serba "sukses" dan "lancar". Sedangkan lawan dari berkat adalah hal-hal yang tidak menyenangkan kita, yang menghambat, yang menyakitkan, berupa kegagalan, kepahitan dan sebagainya, pokoknya segala yang "negatif. Namun apabila kita meneliti Alkitab, terlihatlah bahwa konsep kesuksesan menyangkut pengertian yang begitu luas dan kompleks. Memang benar Alkitab sendiri menyaksikan tentang berkat-berkat materi dan keberhasilan bagi orang yang mengasihi Allah. Tetapi, berkat itu tidak dapat ditafsirkan harus berupa hal-hal yang menyenangkan hati kita, atau berupa materi, atau keberhasilan dalam mencapai tujuan atau harapan yang kita inginkan. Alkitab juga mengajarkan bahwa berkat dapat juga berupa hajaran, kesengsaraan, bahkan yang lebih ekstrim dari itu, yaitu berupa "kegagalan". Alkitab mengajarkan bahwa tidak setiap "kegagalan" adalah benar-benar gagal, dan tidak setiap "kesuksesan" adalah benar-benar sukses. Alkitab pernah menyaksikan bagaimana orang beriman justru mengalami to malapetaka", sedang yang tidak beriman mengalami "sukses" (Mazmur 49:6-7; 73:3-5). Memang Tuhan Yesus beberapa kali menjanjikan berkat bagi orang-orang yang mengasihi Dia, yang mempersembahkan hidupnya untuk Allah (Matius 19:29). Namun, berkat sebenarnya yang dimaksud oleh Tuhan Yesus bukanlah sekedar berkat yang menurut ukuran duniawi, jasmaniah atau selera manusia.

Selain itu, di kalangan Teologia Sukses terdapat semboyan yang mengatakan bahwa orang Kristen adalah anak Raja yang Mahakaya. Jadi, dengan sendirinya setiap anak Tuhan yang sungguh-sungguh beriman harus menjadi orang yang kaya raya. Kemiskinan dianggap sebagai suatu kegagalan iman atau "kutukan" yang datang dari Allah. Dalam hal ini, Alkitab justru banyak memberikan peringatan bagi orang-orang kaya dan yang "ingin" kaya (band. Matius 19:23; I Timotius 6:9-10; Yakobus 1:9-10; Amsal 15:16). Sukses menurut ukuran dunia berarti harus makin kaya, makin makmur, makin berhasil dalam segala usaha, di luar hal itu adalah sama dengan kegagalan. Namun, Tuhan Yesus pernah berkata "Apakah gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?" (Matius 16:26). Jelas pernyataan Tuhan Yesus ini menunjukkan bahwa ukuran dunia tentang hal sukses tidak sama dengan ukuran Allah. Tentunya bukan berarti orang Kristen dalam segala hal harus kebalikan dari ukuran dunia, bukan berarti orang Kristen harus miskin semua, tidak sukses dalam segala usaha, selalu kena musibah dan sebagainya. Tetapi sukses bagi iman Kristen jauh lebih dalam artinya dari sekedar kaya, berhasil dalam usaha, selamat dari musibah kecelakaan, penyakit dan sebagainya.

Di pihak lain Alkitab menyaksikan bahwa Allah memperhatikan orang-orang yang miskin hidupnya (Keluaran 23:6; Imamat 14:21; Ulangan 15:11). Dalam Yakobus 2:5; Galatia 2:10; Kisah 6:1-6; Roma 15:26-27, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kemiskinan tidak harus merupakan hukuman akibat dosa-dosa manusia. Memang di satu sisi Alkitab menyaksikan adanya hukuman bagi seseorang yang melawan kehendak Allah. Hukuman itu dapat berupa penyakit, kecelakaan, kemiskinan atau juga kegagalan, namun tidak setiap penyakit, kecelakaan, kegagalan atau kemiskinan selalu merupakan hukuman Allah. Kemiskinan bukanlah identik dengan kutuk, dan kekayaan bukanlah identik dengan berkat. Rasul Paulus mengatakan bahwa asal kita dapat makan dan minum cukuplah demikian (I Timotius 6:8). Namun, bukan berarti orang Kristen menjadi orang yang pesimis, tidak ada perjuangan, menyerah pada keadaan. Alkitab menentang orang-orang yang malas dan tidak tertib kehidupannya (II Tesalonika 3:10-11).

Alkitab tidak melarang orang Kristen jadi kaya, berprestasi dan makin berkembang, namun keserakahan manusia itulah yang menjerumuskan seseorang kepada lumpur dosa yang mengikat (I Timotius 6:9-10). Orang Kristen yang sukses memang bisa kaya, tetapi di pihak lain ada orang Kristen tidak kaya tetapi "sukses". Kita bisa gagal menurut ukuran dunia, namun kita dapat tetap sukses di mata Allah. Rasul Paulus menyaksikan adanya jemaat yang mengalami kekurangan dalam keuangan, namun mereka dinilai "kaya" (II Korintus 8:1-5). Ada jemaat jemaat lain yang perlu dibantu karena sangat kekurangan (Roma 15:26), namun rasul Paulus sama sekali tidak pernah menilai, bahwa kemiskinan itu disebabkan karena mereka terdiri dari orang yang kurang imannya atau banyak dosanya.

Sedangkan, mengenai penyakit dan kesembuhan, Alkitab mengajarkan dua hal pada kita: pertama, tidak setiap penyakit disebabkan karena kita telah berdosa atau bersalah di hadapan Tuhan. Kedua, tidak setiap penyakit pasti disembuhkan oleh Tuhan, meskipun kita telah sungguh-sungguh beriman dan tanpa dosa. Rasul Paulus pernah meminta dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan agar penyakitnya ("duri dalam daging") dilepaskan dari diriNya; ternyata tidak dikabulkan oleh Tuhan. Apakah itu berarti rasul Paulus gagal di hadapan Allah (II Korintus 12:7-10)? Timotius yang terkena penyakit kronis pada pencernaannya dan tidak dapat sembuh-sembuh, apakah itu juga berarti bahwa Timotius gagal memperoleh berkat dari pada Tuhan? Berkenaan dengan penyakit Timotius ini, ternyata rasul Paulus sendiri menganjurkan agar Timotius minum "obat" (anggur). Bila rasul Paulus mempunyai konsep bahwa penyakit itu merupakan hukuman Allah karena dosa manusia, {**}mengapa rasul Paulus tidak menganjurkan Timotius untuk mengaku segala dosanya, serta berdoa saja mengharapkan pengampunan dan mujizat dari Tuhan? Apakah iman rasul Paulus saat itu sudah semakin luntur (I Timotius 5:23)?

Tentang orang yang buta sejak lahirnya, Tuhan Yesus menyatakan bahwa yang salah bukan dia sendiri atau orang tuanya, bukan karena dosa-dosanya, tetapi karena pekerjaan Allah yang mau dinyatakan (Yohanes 9:2-3). Ayub, orang yang tidak bersalah sama sekali, juga terkena musibah hebat dalam keluarga dan tubuhnya sendiri (Ayub 1:6-22). Yang harus diingat adalah bahwa kuasa Allah untuk menyembuhkan orang memang tidak terbatas. Kapan saja, di mana saja, dalam keadaan apapun Allah sanggup untuk menyembuhkan segala penyakit. Namun, yang perlu dipertanyakan adalah apakah memang Allah menghendaki kita disembuhkan? Apakah saat itu? Apakah dua tahun yang akan datang? Apakah tidak sama sekali?

Ada dua pertanyaan yang diajukan: bukankah Tuhan Yesus datang ke dunia ini untuk melenyapkan segala penyakit, penderitaan, kesusahan, kemiskinan, kebutaan, kelumpuhan, kegagalan dan lain-lain yang berbau negatif? Bukankah mujizat Tuhan Yesus masih dapat berlangsung sampai hari ini? Dalam hal ini kita harus jelas apa arti dan tujuan dari misi Tuhan Yesus datang ke dunia ini. "Merestorasi" dunia? Melenyapkan segala penyakit? Penderitaan? Kematian?

Tujuan Tuhan Yesus melakukan mujizat harus dilihat dalam konteks sejarah dan maksud Allah mengutus AnakNya yang tunggal. Tuhan Yesus adalah Mesias yang berulang kali dinubuatkan dalam PL. Mesias yang akan diutus oleh Allah itu adalah Mesias yang disertai tanda-tanda yang luar biasa. Karena itu mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus pada masa itu mempunyai tujuan. tertentu. Catatan khusus mengenainya antara lain: Pertama, sebagai tanda Mesias yang sejati yang diutus oleh Allah Bapa sendiri. Kedua, sebagai penggenapan nubuat PL yang telah dinyatakan jauh sebelum terjadi. Ketiga, sebagai pelengkap tugas dan misi Tuhan Yesus pada masa di dunia. Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa Allah mengobral kuasaNya sedemikian rupa dan otomatis sehingga dapat dipakai menurut keinginan atau kehendak kita setiap saat, dan semuanya tergantung pada kemauan kita, persis seperti orang mau memijat tombol mainan.

Seringkali yang kita baca di dalam Alkitab justru adalah kisah kegagalan tokoh-tokoh Alkitab tertentu. Kejadian dalam Kisah Rasul 7:54 dst. mengisahkan tentang Stefanus yang dilempari batu sampai mati. Tentunya dari sudut pandangan secara lahiriah, Stefanus adalah orang yang gagal, namun apakah ia gagal di mata Allah? Rasul Yakobus akhirnya tertangkap oleh Herodes dan dibunuh dengan keji. Apakah itu juga berarti ia gagal di hadapan Allah (Kisah 12:1-2)? Yohanes Pembaptis ditangkap oleh Herodes dan akhirnya kepalanya dipenggal. Bukankah hal ini menunjukkan kegagalan menurut ukuran dunia? Namun, apakah Yohanes sendiri gagal di mata Allah? Mengapa Tuhan Yesus sendiri yang tahu bahwa Yohanes dipenjarakan tidak mengambil inisiatif untuk menolong orang yang "jasa"nya cukup besar ini (Matius 14:10-12)? Dari sudut pandang mana kita dapat menyebut kasus di atas gagal atau tidak? Jawab yang benar jelas dari perspektif Allah. Apapun itu, bila memang adalah kehendak Allah, maka itulah artinya kesuksesan yang besar, meskipun hasilnya bertentangan dengan yang kita harapkan. Sampai hari ini masih banyak orang Kristen yang menderita di seluruh dunia ini. Banyak orang Kristen yang terlibat dalam gerakan Gereja di bawah tanah, yang akhirnya dibantai habis-habisan. Banyak pahlawan tanpa nama di pedalaman-pedalaman yang dipenggal kepalanya. Dari semua kegagalan itu apakah mereka juga gagal,di mata Allah? Mereka mati karena dihukum Allah atau karena mengikuti jalan Allah? Hanya Tuhan yang mengetahui jawabnya.

Tuhan Yesus pernah berkata kepada orang-orang yang mau mengikutNya bahwa burung mempunyai sarang, serigala mempunyai liang, sedangkan Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya (Lukas 9:58). Dengan ini Ia seakan-akan menggambarkan suatu penderitaan yang akan dialami oleh orang-orang yang akan mengikut Dia. Kalau kita mau melihat kehidupan Tuhan Yesus saat Ia masih berada di dunia, secara lahiriah sedikit sekali yang dapat disebut "sukses". Sebagai contoh, murid-murid yang dididik selama 31/2 tahun semuanya Tari bersembunyi pada saat Tuhan Yesus menderita ditawan oleh Mahkamah Agama; bahkan, setelah Tuhan Yesus bangkit pun mental mereka sama sekali tidak dapat diandalkan. Apakah hal ini menunjukkan kegagalan dari sistem pembinaan Tuhan Yesus, Guru yang Agung itu? Tuhan Yesus sebagai Anak Allah ternyata tidak dapat menunjukkan kehebatanNya secara lahiriah pada saat tergantung di kayu salib. Ia tidak mampu melepaskan diriNya dalam keadaan seperti itu. Secara kasat mata, Tuhan Yesus juga tidak mampu menunjukkan kebolehanNya dalam mengubah batu menjadi roti ketika menerima tantangan dari Iblis (Matius 4:3).

Para rasul juga mengajarkan bagaimana penderitaan akan dialami oleh orang yang telah percaya kepadaNya (Filipi 1:29; I Petrus 2:19-21; 4:12-16). Di dalam kitab Yakobus diajarkan bahwa pada saat kita menghadapi pencobaan kita menerimanya sebagai suatu kebahagiaan (Yakobus 1:2, dst.). Firman Tuhan berkata bahwa penderitaan yang kita alami saat ini tidak ada artinya apa-apa dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita kelak (Roma 8:18). Rasul Paulus di tengah-tengah penderitaannya di penjara sanggup menghibur jemaat Filipi dan menganjurkan agar mereka selalu bersukacita dalam segala hal (Filipi 4:4).



TIP #32: Gunakan Pencarian Khusus untuk melakukan pencarian Teks Alkitab, Tafsiran/Catatan, Studi Kamus, Ilustrasi, Artikel, Ref. Silang, Leksikon, Pertanyaan-Pertanyaan, Gambar, Himne, Topikal. Anda juga dapat mencari bahan-bahan yang berkaitan dengan ayat-ayat yang anda inginkan melalui pencarian Referensi Ayat. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA