Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 9 No. 2 Tahun 1994 > 
GEREJA DAN PROBLEMA ETIKA 
Penulis: Charles Christano
 MELIHAT HUTAN ATAU MELIHAT POHONNYA

Masalah etika bukan masalah baru. Kapan dan di mana pun etika akan selalu dapat didiskusikan. Tetapi sebelum kita melangkah lebih jauh, sebaiknya kita mempunyai pemahaman yang satu dan sama terlebih dahulu.

Kita semua tahu hutan (kecuali orang yang sejak lahir sampai matinya hanya berada di kota besar. Orang sejenis ini hanya mengenal hutan beton!) Kita juga tahu bahwa hutan terdiri dari amat banyak pohon, bukan saja jenis tetapi juga ukuran mereka dengan ciri-ciri dan sifat mereka yang berbeda.

Kita tahu bahwa gereja terdiri dari berbagai macam orang juga (bukan saja yang sungguh-sungguh sudah dilahirkan kembali tetapi juga yang belum). Di antara "warga" jemaat masih perlu diperhatikan yang sudah dewasa dari yang belum dewasa. Tanpa dapat dikesampingkan juga faktor kesukuan, kebudayaan, dan lingkungan yang masing-masing cukup ikut memberi warna dan muatan tersendiri.

Kalau dalam satu-satu gereja saja sudah terdapat begitu banyak variabelnya, apa lagi kalau kita terlalu sembrono untuk tidak memperhatikan dunia atau masyarakat di mana gereja tadi berada.

Cukuplah sudah apabila kita menyadari bahwa gereja merupakan "the alien society". Bukan dari dunia tetapi harus hidup di dunia bersama-sama dengan orang-orang lain yang "multi faith" dan "multi cultural!"

 GARAM, TERANG DAN RAGI

Bukan kebetulan apabila Yesus memakai garam, terang dan ragi dalam perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Semua "agen" tadi mempunyai dua ciri umum yang sama:

1. Masing-masing diharapkan untuk mempengaruhi lingkungannya yang berada di dekatnya. Dan pengaruh tadi tentunya pengaruh yang baik dan bernilai tambah.

2. Untuk fungsional, "agen" tadi harus bukan saja berada di dekat apa-apa yang harus dipengaruhi. Lebih dari itu, ia harus "menyatu" dengan yang dipengaruhi.

 YANG BERKUASA DI DUNIA

Suka atau tidak suka, gereja harus mengakui bahwa dunia di mana manusia harus beretika ini, telah dikuasai dan ditaklukkan oleh si iblis.

"Sebab semuanya (kekuasaan dan kekayaan) sudah diberikan kepada saya dan saya dapat memberikannya kepada siapa saja yang saya suka berikan." (Luk 4:6 BIS)

"Kita tahu bahwa kita milik Allah, meskipun seluruh dunia ini di bawah kekuasaan si Jahat. (1Yoh 5:19; bandingkan Yoh 14:30; 16:11 BIS)

 MASALAH SIAPA YANG MENANG

Marilah kita jangan berpura-pura. Dengan menyadari bahwa si iblis adalah penguasa dunia, terlebih lagi dia juga Sang Penipu Ulung yang sangat licik dan berpengalaman, kita tidak boleh meremehkan tipu dayanya.

"Naga yang besar itu dibuang keluar! Dialah ular tua itu yang bernama Iblis atau Roh. Jahat, yang menipu seluruh dunia. Ia dibuang ke bumi dengan segala malaikatnya." (Why 12:9 BIS)

Untuk dapat menang terhadap tipu daya Iblis yang sangat licik tadi, bukan saja sukar atau sangat sukar, bahkan mustahil! Bahasa Yesus sangat grafis.

"Bagaimana orang dapat masuk ke dalam rumah seorang yang kuat untuk merampas hartanya, kalau ia tidak lebih dahulu mengikat orang kuat itu? Sesudah itu, baru ia dapat merampas hartanya." (Mat 12:29 BIS)

 UNTUNG ADA YESUS YANG SUDAH MENANG

"Untuk inilah Anak Allah datang, yaitu untuk menghancurkan pekerjaan Iblis." (1Yoh 3:8 BIS)

Masalah gereja dan problema etika pada dasarnya adalah bagaimana gereja mendidik, menolong, dan memampukan warganya agar dalam hidup pribadi maupun keluarganya, juga secara kolektif sebagai masyarakat yang sudah dibaharui -- namun masih tetap hidup di dunia, bergaul bersama dengan sesamanya -- dapat memberikan kesaksian sedemikian rupa sehingga gereja tidak dipengaruhi tetapi mempengaruhi mereka.

Sekali lagi janganlah kita menipu diri kita sendiri. Kita juga seringkali gagal, kita juga berdosa di hadapan Tuhan. Dan salah satu kesalahan umum apabila kita membicarakan masalah etika adalah kita seolah-olah akan dapat menemukan kiat yang begitu hebat dan manjurnya sehingga kita menjadi tahu betul bagaimana caranya mencoba membereskan segala masalah yang berkaitan dengan etika tadi.

"Tetapi kalau kita hidup di dalam terang sebagaimana Allah ada di dalam terang, maka kita hidup erat, rukun satu sama lain, dan darah Yesus, Anaknya, membersihkan kita dari segala dosa. Kalau kita berkata bahwa kita tidak berdosa. kita menipu diri sendiri; dan Allah tidak berada di dalam hati kita. Tetapi kalau kita mengakui dosa-dosa kita kepada Allah, la akan menepati janji-Nya dan melakukan apa yang adil. la akan mengampuni dosa-dosa kita dan membersihkan kita dari segala perbuatan kita yang salah." (1 Yoh 1:7-9 BIS)

 BUKAN DONGENG, TETAPI...

Kalau demikian halnya, apakah etika hanya merupakan teori atau dongeng? Untuk apa kita bersusah payah membicarakan masalah etika apabila kita sendiri tidak mampu memberlakukannya? Mengapa kita harus munafik? Kalau kita juga tidak selalu berhasil untuk memberlakukan kehendak Tuhan, bagaimana mungkin kita berani menilai dunia?

"Janganlah menghakimi orang lain, supaya kalian sendiri juga jangan dihakimi oleh Allah. Sebab sebagaimana kalian menghakimi orang lain, begitu juga Allah akan menghakimi kalian. Dan ukuran yang kalian pakai untuk orang lain, akan dipakai juga oleh Allah untuk kalian. Mengapa kalian melihat secukil kayu dalam mata saudaramu, sedangkan balok dalam matamu sendiri tidak kalian perhatikan?" (Mat 7:1-3 BIS)

Etika bukan hanya teori muluk atau dongeng. Tuhan kita tidak pernah meminta yang tidak mungkin diberlakukan. Problema etika merupakan PR yang benar-benar harus dikerjakan. Tetapi Dia yang memberi PR juga siap menolong kita dengan rencana yang dinyatakan dalam firman-Nya. Dan jangan lupa Dia juga memberikan RohNya untuk memampukan kita. Memang kita bisa memiliki keinginan yang kuat. Meskipun begitu, rahmat Allah yang diberikan kepada kita lebih kuat daripada keinginan kita itu. Itulah sebabnya di dalam Alkitab tertulis juga,

"Allah menentang orang yang sombong, tetapi sebaliknya ia mengasihani orang yang rendah hati. Sebab itu, tunduklah kepada Allah dan lawanlah Iblis, Maka Iblis akan lari dari kalian. Dekatilah Allah, dan Allah pun akan mendekati kalian... (Yak 4:5-8 BIS)

 CAKRAWALA BARU

Dengan mencoba memahami problema etika di mana kita sendiri terkait langsung di dalamnya, maka diharapkan paling tidak kita akan menjadi lebih rendah hati dan lebih memiliki kepekaan, bisa merasa dan bukan merasa bisa. Kita perlu menjadi lebih transparan. Bersedia bersikap "Apa adanya dan bukan ada apanya." Kita memang dimampukan untuk menang, tetapi juga mengakui bahwa kita sendiri tidak selalu menang. (Bdk. Rm 7:18-25)

Kalau kita menang, janganlah kita menjadi sombong, karena kemenangan kita adalah anugerah Allah dalam kuasa Kristus. Kalau kita gagal, kita gagal karena kedagingan kita yang seringkali tergoda untuk berkompromi.

Gereja ditempatkan di dunia bukan untuk menghakimi dunia tetapi untuk menolong dunia agar diselamatkan (bdk. Yoh 3:16-18).

Kita tidak boleh dan tidak mungkin mengangkat diri menjadi hakim, sebaliknya kita diminta untuk menjadi "parakletos" kecil.

Sampai kita sendiri memahami dan menerima bahwa problema etika sesungguhnya erat berkaitan dengan cinta kasih kita kepada Allah, maka ia akan menjadi beban dan Taurat Baru. Sampai kita sendiri menyadari dan menerima kehendak Allah itu baik bagi kita, dan hukum-hukumnya itu ringan, janganlah kita dapat mengharapkan terlalu banyak dari masyarakat sekitar kita yang harus kita garami, terangi, dan ubahkan (diragikan). Sebab, mengasihi Allah berarti taat kepada perintah-perintah-Nya. Dan perintah-perintahnya tidaklah berat untuk kita, sebab setiap anak Allah sanggup mengalahkan dunia dengan iman kita.

"Siapakah dapat mengalahkan dunia? Hanya orang yang percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah." (1Yoh 5:3-5 BIS)

 KESIMPULAN

Problema etika akan tetap ada bersama kita selama kita hidup di dunia 'sebagaimana berbagai macam polusi yang mengepung kita. Ia akan terus menjadi musuh yang subtil tetapi sekaligus ia dapat kita jadikan sebagai alat di tangan Tuhan untuk meningkatkan mutu kehidupan iman kita! Semua tergantung dari sikap kita sendiri dalam memberikan respon kita terhadap kehendak Allah yang mengasihi kita.

Dia menghendaki agar dunia ini menjadi "ruang pamer" di mana Dia dapat berkata kepada dunia sebagaimana Dia pernah berkata kepada iblis tentang Ayub:

"Apakah telah kauperhatikan hamba-Ku Ayub? Di seluruh bumi tak ada orang yang begitu setia dan baik hati seperti dia. la menyembah Aku dan sama sekali tidak berbuat kejahatan." (Ayb 1:8 BIS)

Ayub pun "terbukti" gagal sehingga Allah sempat menegur dia (Ayb 3:8-26). Tetapi pada akhirnya Allah memulihkan Ayub, bahkan lebih daripada itu. Allah mengangkat Ayub sebagai imam yang harus melayani teman-temannya yang sok rohani.

Menghadapi problema etika, kita harus memahaminya sebagai kesempatan dan kehormatan untuk bersaksi dan melayani sesama kita (baik warga jemaat maupun masyarakat yang lebih luas). Dan semuanya bukanlah dongeng tetapi kenyataan yang memang tidak mudah, namun mungkin. Itu merupakan proses yang panjang, bahkan seumur hidup kita.

Sebagaimana Ayub, juga Paulus dan semua umat Kristiani di segala tempat dan pada sepanjang abad, kita semua harus mengalaminya. Kadang berhasil, kadang gagal.

Sebagai penutup marilah kita mencoba melihat rencana penyelamatan Allah sebagai berikut:

Sebelum kita mengenal Allah, kita hidup dalam dosa dan dalam kegelapan. Kita berdosa tetapi kita tidak menyadarinya. Setelah kita bertobat kita dituntut untuk hidup lebih cermat lagi karena sekarang kita sudah hidup di dalam terang. Justru itu kita seringkali merasa banyak gagal karena kita tidak dalam gelap lagi. Sebagaimana ketika kita baru bertobat kita membutuhkan darah Kristus, kini pun kita masih membutuhkannya. Hanya di sorga kelak kita tidak perlu lagi pengampunan. Selagi di dunia, kita belum tentu lebih baik dari orang lain. Bedanya adalah, kita orang berdosa yang sudah diampuni dan menyadari bahwa setiap kali kita berdosa kita diberi kesempatan untuk menghampiri tahta anugerah-Nya untuk dibersihkan lagi.

Dengan kata lain, kita dapat menggambarkan kebenaran yang sangat penting dan mendasar ini sebagai berikut. Kita datang ke salib Kristus di Kalvari ketika kita bertobat. Kemudian dalam hidup kemuridan, kita mengikut Yesus untuk memikul salib dan menyangkali diri setiap hari (Luk 14:26-27). Kita bisa gagal. Kalau kita gagal, janganlah lalu berputus asa. Di sinilah kita harus waspada karena si Ular Tua itu selalu akan mencari kesempatan untuk mendakwa kita. (Ayb 1:9-11; Za 3:1; Why 12:10). Kalau kita gagal, kita diundang untuk datang kepada Yesus setiap saat. Kita datang kepada-Nya bukan hanya untuk diampuni dan disegarkan,tetapi sekaligus juga bersedia untuk menerima kuk yang dipasangNya. Pengampunan dosa bukan lisensi untuk hidup seenaknya dan bermanja-manja, sebaliknya menyadarkan kita bahwa Tuhan menginginkan kita agar menjadi saksi atas kemenangan anugerah-Nya terhadap kedagingan kita.

"Datanglah kepada-Ku kamu semua yang lelah, dan merasakan beratnya beban; Aku akan menyegarkan kamu. Ikutlah perintah-Ku dan belajarlah daripada-Ku. Sebab Aku ini lemah lembut dan rendah hati, maka kamu akan merasa segar. Karena perintah-perintah-Ku menyenangkan, dan beban yang Kutanggungkan atasmu ringan." (Mat 11:28-30 BIS)

"Terpujilah Allah, Bapa dari Tuhan kita Yesus Kristus. Ia Bapa yang sangat baik hati, dan Ia Allah yang memberikan kekuatan batin kepada manusia. Ia menguatkan batin kami dalam setiap kesukaran yang kami alami, supaya dengan kekuatan yang kami terima dari Allah itu, kami pun dapat menguatkan batin semua orang yang dalam kesusahan." (2Kor 1:3-4 BIS)



TIP #23: Gunakan Studi Kamus dengan menggunakan indeks kata atau kotak pencarian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA