Resource > Jurnal Pelita Zaman > 
Volume 3 No. 1 Tahun 1988 
 KATA PENGANTAR

Sejarah Gereja menjadi saksi bahwa Gereja selalu berayun dari kutub yang satu ke kutub yang lain. Jarang sekali ada suatu periode panjang, yang di dalam waktu itu Gereja hidup dalam keseimbangan. Keseimbangan memang hal yang amat langka. Karena ketidakseimbangan ini maka Gereja mengalami kekurangan-kekurangan baik yang relatif kecil maupun yang sangat mendasar.

Bagaimana dengan Gereja di abad ke-20 ini? Gereja harus membayar hutang-hutangnya yang menumpuk. Kehadiran Roh Kudus dalam ajaran dan kehidupan Gereja sudah dilalaikan secara tidak disadari. Gereja perlu terkejut atas terbukanya kenyataan ini. Gereja sudah terbuai dalam formalisme, ritualisme, denominasionalisme, dan intelektualisme. Kenyataan bahwa Allah (baca: Roh Kudus) itu hidup dan terus masih berkarya di dalam dan melalui dunia ini mulai luput dari perhatian umat Allah. Gairah seperti yang bisa ditemui dalam kehidupan Gereja purba sudah memudar. Kehidupan Gereja dan umat individual menjadi beku.

Tetapi Gereja perlu terkejut untuk kedua kalinya. Ternyata realita Roh Kudus dan manifestasi dari karunia-karunia Roh begitu kaya dan beraneka ragam. Koq ada yang begini? Model apa ini? Pengaruh sugestikah? Banyak tanda tanya dilontarkan. Namun pada intinya Gereja diam-diam mengakui bahwasanya kenyataan Roh Kudus melampaui ajaran tradisi dan kehidupan Gereja yang begitu-begitu saja. Selama ini Pribadi Roh Kudus sering disinggung dalam kaitanNya dengan hakekat ke-Tritunggal-an Allah. Namun karya-karyaNya yang berdimensi adikodrati, terutama di dalam karunia-karunia Roh, kurang dipersoalkan dan apalagi digumulkan.

Di tengah-tengah keheranan dan rasa bakti orang percaya, karena keterkejutan tadi, justru muncul gejala-gejala ekstrim yang baru. Terlalu menekankan Pribadi Roh Kudus dan pelbagai manifestasiNya malahan telah membuka jalan baru bagi munculnya manifestasi "Roh Kudus" yang asli namun palsu. Artinya, secara sepintas memang manifestasi Roh sulit dibedakan antara mana yang asli dan mana yang palsu. Umat kristiani dilanda kebingungan. Alangkah sayangnya kalau kekayaan kristiani ini diwarnai dengan kepalsuan!

Dalam kancah seperti itulah jurnal kali ini hadir di tangan sidang pembaca. Dengan harapan bahwa tulisan-tulisan di dalamnya akan menambah wawasan yang baru tentang Pribadi dan Karya Roh Kudus. Ajaran dan kehidupan Gereja harus diberitakan dan dihayati dengan seimbang. Dengan demikian hutang yang dibayar nanti mudah-mudahan bisa seminimal mungkin.

 PENDAHULUAN

Sesuatu tentang kekristenan sedang terjadi dalam generasi kita! Entah sengaja atau tidak Anda berada di dalam suatu persekutuan dengan lagu-lagu yang meriah sekali, tepuk tangan bahkan gerakan-gerakan tubuh mengikuti irama pujian yang sedang dinyanyikan. Tatkala masuk di dalam doa, terdengar suara-suara mendesis dan kata-kata yang asing bagi telinga Anda. Ketika pembicara selesai berkotbah biasanya ada panggilan ke depan, disertai penumpangan tangan lalu ada tubuh-tubuh berjatuhan, bahkan ada yang muntah-muntah, semua ini dikatakan sebagai demonstrasi kuasa Roh Kudus. Anda juga akan mendengar kesaksian-kesaksian yang hebat-hebat, kanker kronis disembuhkan, ada orang dapat pengalaman ke surga, ada yang mendapat penglihatan bahwa Yesus sendiri menampakkan diri kepadanya. Mungkin Anda percaya, mungkin juga dalam diri Anda timbul keragu-raguan, apakah pengalaman itu benar, ataukah suatu gejala psikologis, ataukah orang-orang ini sedang mendramatisasikan pengalaman-pengalaman mereka.

Itulah gerakan Karismatik yang sedang populer belakangan ini. Gerakan ini mempunyai banyak kemiripan dengan aliran Pentakosta. Tetapi ada beberapa ciri khas yang agak berbeda. Kalau kita mencoba menelusuri latar belakang munculnya gerakan ini, maka kita tidak bisa lepas dari Bapak aliran Metodis yaitu John Wesley. Dia mengajarkan tentang "second blessing" (berkat kedua), yang dimaksudkan sebetulnya ialah tahap kedua di dalam perjalanan iman orang Kristen, yaitu sesudah 'pembenaran' sebagai tahap pertama, kemudian diikuti oleh 'pengudusan' (penyucian hati dari dosa) sebagai tahap lanjutan kehidupan kristiani. Istilah yang dipakai kadang-kadang "Baptisan Roh Kudus". Pengajaran ini kemudian menjadi mulai popular pada akhir abad ke 19, dan pada awal abad ke 20 diajarkan oleh aliran Pentakosta dengan pengertian yang berbeda, yaitu berkat kedua yang disebut sebagai baptisan Roh Kudus itu disertai dengan tanda bahasa roh oleh orang tersebut. Baptisan Roh Kudus dialami oleh orang yang sampai pada tingkat rohani tertentu yang memiliki kerinduan sungguh-sungguh untuk dipenuhi oleh Roh, dan pengalaman ini merupakan kunci untuk menerima berkat-berkat rohani dan pengalaman-pengalaman supra natural yang luar biasa.

Aliran Pentakosta sendiri boleh dikatakan dimulai dari Charles F. Parham yang asalnya adalah seorang Pendeta Metodis, tetapi kemudian pada tahun 1900 mendirikan Bethel Bible College di Topeka, Kansas (USA). Namun selama beberapa tahun pengaruhnya belum meluas. Baru ketika seorang muridnya, orang Negro yang bernama William J. Seymour pada tahun 1906 mengadakan kebangunan rohani di Azusa Street, Los Angeles, selama 3 tahun berturut-turut disertai dengan kesembuhan dan bahasa roh, maka banyak orang-orang dari daerah lain ikut menghadiri kebangunan rohani tersebut dan menyebarlah aliran Pentakosta. Aliran Pentakosta mendapat pengakuan secara meluas dari gereja-gereja denominasi besar, setelah pada tahun 1950 seorang tokohnya yaitu David Du Plessis diterima secara resmi oleh WCC (World Council of Churches) sebagai wakil dari Pentakosta. Sekarang aliran Pentakosta bukan lagi menjadi sekedar satu sekte, tetapi telah diterima sebagai aliran besar ketiga dalam dunia kekristenan, yaitu selain Katolik dan Protestan. Sekedar untuk membantu pembaca, maka hakekat perbedaan penekanan yang mendasar dari ketiga aliran ini ialah; Gereja Katolik menekankan pengenalan terhadap kehendak Allah yang diperoleh melalui tradisi, sakramen Paus. Sedangkan Gereja Protestan menekankan pengenalan terhadap kehendak Allah melalui Alkitab, dan Gereja Pentakosta menekankan pengenalan terhadap kehendak Allah melalui pimpinan Roh Kudus (secara subyektif) terhadap diri seseorang.

Kalau aliran Pentakosta menjadi denominasi (gereja-gereja Pentakosta) tersendiri, maka timbulnya gerakan Karismatik agak berbeda. Yaitu dimulai dari Father Dennis Bennet, seorang pendeta Episcopal dari Van Nuys, California. Pada tahun 1960 dia menyatakan dirinya menerima Baptisan Roh Kudus dan bahasa lidah, dari sinilah mulainya Neo Pentakosta atau gerakan Karismatik menyusup ke dalam denominasi-denominasi besar, baik Katolik maupun Protestan. Pada waktu yang hampir bersamaan seorang pengusaha peternakan yaitu Demos Shaharian juga dari California, menyatakan bahwa dirinya mendapat penglihatan yaitu orang-orang awam di seluruh dunia mengangkat tangan memuji dan menyerahkan diri kepada Tuhan. Penglihatan ini mendorong dia untuk mendirikan Full Gospel Business Men's Fellowship International yang sangat berpengaruh di dalam penyebaran gerakan Karismatik. Menurut data terakhir dari Peter Wagner, seorang ahli pertumbuhan gereja dari Fuller, diperkirakan jumlah orang-orang Karismatik di seluruh aliran (tidak termasuk di Tiongkok) pada tahun 1986 berjumlah sekitar 160 juta orang! (Spiritual Power & Church Growth).

Sebetulnya secara kepercayaan gerakan ini dapat dikatakan sangat ortodoks, dalam arti menerima dan mempercayai secara harafiah apa yang dikatakan oleh Alkitab. Mereka melihat diri dan fungsi Kristus yang utama dari empat segi, yaitu sebagai Penyelamat, Pembaptis dalam Roh, Penyembuh, dan Raja yang akan segera datang kembali. Gerakan ini timbul sebagai reaksi terhadap beberapa gejala yang terjadi dalam gereja-gereja, yaitu:

- Intelektualisme yang berlebih-lebihan.

- Suasana dingin dan individualisme.

- Rasa cukup diri dalam gereja (self sufficient), sehingga tidak lagi merasa perlu menginjil.

- Hierarki dalam keorganisasian gereja.

- Faktor tekanan sosial, stress yang dialami oleh manusia pada abad modern ini.

Jadi mereka ingin membangkitkan kembali suasana penyembahan dan kehangatan dalam penyucian Roh Kudus, spontanitas dan partisipasi dari anggota. Kesemuanya ini sebetulnya adalah kerinduan yang baik, tetapi sebagaimana lazimnya suatu gerakan baru selalu ada kecenderungan "over" yang kalau tidak diarahkan dengan baik bisa menjerumus ke arah jalur yang tidak benar. Di sinilah inti permasalahannya, di satu segi kita tidak boleh sembarangan menghakimi, di lain segi memang kita juga dituntut untuk menguji roh, tidak asal menerimanya saja sesuatu yang "baru". Dengan pemahaman akan hal ini, dalam tanggung jawab sebagai pengikut Kristus, dan disertai motivasi kasih, maka Pelita Zaman kali ini menerbitkan Jurnal yang khusus membahas tentang Roh Kudus dan Karismatik.

"Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri, maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain" (Gal. 6:4).

Redaksi Pelita Zaman

 BAPTISAN DAN KEPENUHAN ROH
Penulis: Daniel Lucas, S.Th.
 ROH KUDUS, KESEMBUHAN ILAHI DAN BAHASA ROH
Penulis: Ev. Ivone

Sejak pertengahan abad ke-20 kesembuhan ilahi dan bahasa roh menimbulkan banyak pertentangan di kalangan orang-orang Kristen berhubung dengan adanya golongan yang mengatakan bahwa kita bisa mengalami kesembuhan-kesembuhan yang luar biasa seperti pada zaman Tuhan Yesus dan Rasul-rasul, karena Roh Kudus masih tetap memberikan karunia-karunia-Nya dan mengerjakan mujizat-mujizat. Begitu juga bahasa Roh diberikan kepada setiap orang yang dibaptis dengan Roh Kudus. Di pihak lain ada yang mengatakan bahwa karunia-karunia itu berhenti pada zaman Rasul-rasul.

Sebenarnya di antara kedua pendapat ini manakah yang benar? Apakah yang harus kita percayai? Melalui makalah ini penulis hendak berusaha memberikan suatu pandangan yang obyektif, yang Alkitabiah.

 KARUNIA-KARUNIA ROH DALAM JEMAAT
Penulis: Ev. Paul Hidayat S.Th.

Dalam tiga dekade terakhir ini kita menyaksikan terjadinya perkembangan menarik dalam Kekristenan. Gerakan Karismatik berkembang dengan pesat di seluruh dunia melanda terutama kota-kota besar tetapi juga sampai ke pelosok-pelosok. Di satu pihak seolah-olah Gerakan Karismatik ini mampu membangkitkan angin segar pembaruan dalam penghayatan hidup Kekristenan banyak orang. Bangkitnya kembali gairah bersekutu dan keterbukaan pada hal-hal adikodrati secara nyata berhasil menciptakan semangat oikumenis dengan merangkul siapa saja ke dalam pengalaman Karismatik yang sama.

Di pihak lain, banyak orang Kristen dibingungkan. Ada hal-hal diajarkan dan ditandaskan Gerakan Karismatik yang lain dari yang tradisional dihayati kebanyakan gereja. Hal-hal seperti tata liturgis yang sangat bebas, gairah pencarian karunia-karunia secara berapi-api, dan penekanan beberapa karunia tertentu (seperti bahasa lidah, nubuat, penglihatan, kesembuhan, dsb.) dijadikan suatu keharusan sebagai bukti kedewasaan iman. Ini menimbulkan masalah besar bagi penghayatan kebanyakan warga gereja. Akibatnya jelas, selain dampak penyegaran dan penyatuan yang seolah-olah dibawa oleh Gerakan Karismatik, juga terjadi dampak polarisasi pro kontra dan kebingungan doktrin.

Jelas ini perlu jawaban. Tulisan ini adalah semacam eksposisi dari I Korintus 12-14. Sudah bukan rahasia lagi bahwa bagian Alkitab inilah yang paling banyak dijadikan dasar pemahaman dan praktek yang dihayati Gerakan Karismatik. Semoga dengan menggali bagian ini dengan cermat, kita boleh menemukan petunjuk bagaimana seharusnya memahami isu ini.

 KEBENARAN YANG HANYA SETENGAH
Penulis: Rev. DR. Jonathan Chao, Ph.D

Rev. Dr. Jonathan Chao lahir pada tahun 1938 di Tiongkok bagian utara. Beliau, anak seorang pendeta Presbyterial, mendapatkan gelar Master dalam bidang teologia dari Westminster Theological Seminary. Kemudian ia melanjutkan studi doktoral dan mendapat gelar Ph.D. dari Universitas of Pennsylvania U.S.A. Beliau sekarang menjabat sebagai President of Chinese Mission Seminary, Director of Chinese Church Research Center, Hongkong, dosen teologia di China Graduate School of Theology (Hongkong), juga menjadi dosen tamu dari beberapa Perguruan Tinggi di Amerika Serikat.

Kali ini beliau datang ke Indonesia atas undangan Pdt. Dr. Stephen Tong untuk melayani retreat alumni SAAT. Juga ia melayani di beberapa kota di Indonesia selama satu minggu dari tanggal 14-20 September 1987. Karena terbatasnya waktu dan padatnya pelayanan beliau di Indonesia, maka wawancara dilakukan pada beberapa kesempatan baik secara formal maupun informal oleh Pdt. Henry Efferin, bahkan tatkala makan bersama, melalui telpon dsb. Selanjutnya Pdt. Henry Efferin yang mewakili Pelita Zaman disingkat PZ, sedangkan Pdt. Jonathan Chao disingkat JC.

PZ: Dalam waktu 20 tahun terakhir ini di luar negeri, sedangkan di Indonesia +/- baru 10 tahun yang terakhir, muncul satu aliran baru yang sangat populer yaitu Gerakan Karismatik. Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa ini adalah suatu bencana yang besar bagi gereja-gereja pada zaman ini. Sedangkan ada sekelompok orang lain yang mengatakan justru ini merupakan suatu berkat yang besar bagi gereja-gereja, yaitu suatu cara yang Allah pakai untuk membangkitkan gereja-gereja ortodoks pada akhir zaman ini. Bagaimana pendapat Bapak dalam hal ini?

JC: Di dalam hal ini kita perlu meninjau sedikit latar belakang dari gereja-gereja di Barat sejak zaman Reformasi. Pada waktu itu gereja-gereja memang diperbaharui, dibangkitkan dalam dasar iman kepercayaan mereka, dalam mengakui kedaulatan Allah, dan juga dalam penekanan terhadap kehidupan yang kudus. Nah, sesudah memasuki periode abad ke-18 muncul beberapa tokoh-tokoh kebangunan rohani yang Tuhan pakai secara luar biasa. Mereka juga menekankan tentang pekabaran Injil dan juga menyelamatkan jiwa-jiwa yang tersesat, antara lain: John Wesley, George Whitefield, di Amerika Jonathan Edwards. Lalu kita melihat bahwa karena timbulnya gerakan-gerakan ini, maka orang di Barat memasuki satu era zaman misi modern yang dimulai dari William Carey (abad ke-19). Banyak hal yang mereka capai dari gereja Reformasi, tetapi mereka belum sampai kepada suatu pengembangan atau suatu penghargaan yang. penuh terhadap karya Roh Kudus. Jadi mereka belum juga mengembangkan theologianya secara penuh dalam doktrin Roh Kudus maupun dalam manifestasi dari Roh Kudus. Hal ini baru dikembangkan secara maksimal sampai abad ke-20, yaitu dengan munculnya gereja-gereja Pentakosta. Tetapi sebetulnya Gerakan Karismatik sendiri dengan gereja-gereja Pentakosta sedikit berbeda. Orang-orang Pentakosta mendirikan gereja. Sedangkan Gerakan Karismatik tidak mendirikan gereja dan mereka menganggap bahwa penekanan terhadap karunia-karunia adikodrati di dalam gerakan Pentakosta masih kurang. Karena itu mereka memunculkan Gerakan ini dengan tujuan supaya mereka bisa menyusup ke dalam gereja dan mereka mau menjadikan gereja-gereja tersebut sama dalam cara berbakti ataupun dalam pandangan theologianya dengan mereka. Dalam hal ini kita perlu meninjau beberapa segi.

Ada sebagian orang yang dibangkitkan di dalam Gerakan Karismatik ini, karena mereka mempunyai suatu pengalaman rohani tertentu. Mereka yang dahulu begitu suam-suam, tiba-tiba mereka mendapatkan karunia - apakah benar atau tidak berbahasa Roh. Nah, apa yang terjadi adalah orang itu begitu memutlakkan pengalaman rohani mereka, menggeneralisir atau menguniversalkan pengalaman ini, dan kemudian mengatakan bahwa kalau orang tidak berbahasa lidah berarti orang itu belum menerima Roh Kudus. Bagi orang-orang yang demikian ini jelas pandangan theologia mereka tidak benar dan tidak alkitabiah. Karena Alkitab mengatakan, "Barang siapa yang percaya, bertobat maka mereka akan menerima Roh Kudus" Dia akan berkarya di dalam kehidupan mereka. Kita melihat disini bahwa setiap gerakan biasanya ada hal-hal positif. Mereka mencoba menekankan, membangkitkan kembali beberapa hal yang dilalaikan oleh gereja. Tetapi seringkali dalam penekanan tersebut mereka jatuh dalam ekstrim yang lain.

Namun Gerakan ini kemudian mendapatkan suatu perlawanan yang keras dari gereja-gereja ortodoks yang mengatakan bahwa mereka menyimpang dari ajaran Alkitab, sehingga perlawanan yang menentang gerakan ini kemudian menyatakan bahwa mujizat itu sudah berakhir dengan ditutupnya kanon Alkitab. Mereka mengatakan bahwa tidak ada lagi karunia-karunia adikodrati pada zaman ini. Bagi orang-orang yang menentang Gerakan Karismatik, mereka berpandangan demikian. Saya kira mereka juga tidak benar, karena mereka tidak melihat realita karya Roh Kudus dan juga konsep Alkitab tentang karunia Roh Kudus. Secara menyeluruh mereka juga lupa bahwa Roh Kudus itu adalah pribadi yang bebas, Oknum yang ketiga dari Allah Tritunggal, yang tetap sanggup berkarya dari dulu sampai sekarang dan tidak dibatasi oleh konsep manusia yang mengatakan bahwa manifestasi Roh Kudus itu sudah berakhir dengan ditutupnya kanon. Alkitab tidak menyebutkan hal itu, bagaimana mereka bisa sampai kepada kesimpulan tersebut?

Jadi Saudara melihat disini kita perlu hati-hati. Kalau kita bisa menarik beberapa pelajaran dengan mengintrospeksi diri terhadap munculnya Gerakan Karismatik ini tetapi juga tetap dengan suatu pandangan theologia yang menyeluruh dan seimbang, maka kita bisa menarik manfaat dari munculnya Gerakan tersebut. Tetapi kalau kita langsung menerimanya secara bulat-bulat, itu juga langkah yang terlalu sembrono.

PZ: Sejalan dengan Gerakan Karismatik dalam beberapa tahun terakhir ini, muncul suatu istilah yaitu Theologia Sukses atau ada yang mengatakan Theologia Kekayaan. Apakah ini sama dengan Gerakan Karismatik atau bagaimana menurut bapak tentang Theologia Sukses ini?

JC: Theologia Sukses mirip dalam penekanan-penekanan mereka dengan Gerakan Karismatik. Tapi ada satu hal yang istimewa ditekankan dalam theologia ini, jadi tidak mirip 100%, yaitu tentang berkat yang Allah janjikan kepada manusia. Yang mereka maksudkan adalah berkat yang kelihatan yaitu berkat materi yang berkelimpahan, kesehatan tubuh. Jadi mereka ini menafsirkan semua ayat-ayat, yang sebetulnya tidak mengatakan dan juga memang tidak dimaksudkan sebagai berkat materi, dalam konsep materi. Misalnya Yesus menjanjikan hidup berkelimpahan, maksudnya itu berkelimpahan secara materi. Allah kita ini adalah Allah yang kaya, lalu mereka juga mengatakan bahwa kita sebagai anak-anak Tuhan harus menyatakan kekayaan Allah kita melalui kehidupan kita yang juga kaya raya. Mereka biasanya memberikan suatu pandangan yang optimis, yang berlebih-lebihan kepada pendengarnya atau kepada orang yang ikut dalam aliran ini.

Nah, menurut saya, pandangan theologia ini benar dari satu segi bahwa berkat itu adalah janji Tuhan. Seseorang yang sudah bertobat, baik secara rasio, emosi maupun kehendaknya, sudah dikuduskan dan diperbaharui. Seharusnya memang orang-orang demikian itu bisa sukses karena mereka sudah mempunyai motivasi, konsep dan juga semangat hidup yang baru. Kita dapat melihat daerah-daerah yang sudah dipengaruhi oleh Kekristenan, mereka mempunyai kemampuan-kemampuan yang luar biasa dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, kebudayaan, politik, dan sebagainya. Kita melihat dalam PL (Perjanjian Lama) Abraham percaya maka ia diberkati oleh Allah. Juga di dalam Firman Tuhan ada banyak janji-janji. Mazmur 37 misalnya mengatakan bahwa orang benar, yang sungguh beribadah kepada Allah, bukan hanya dia saja tetapi juga anak cucunya akan dicukupkan oleh Allah.

Ini tidak salah. Tetapi masalah timbul kalau hanya menekankan kekayaan materi, hidup berlebihan secara lahiriah. Lalu mereka mengatakan bahwa orang yang tidak kaya itu berarti mereka kurang beriman, kalah oleh tipuan iblis; atau orang yang sakit tidak disembuhkan, pasti ada dosa yang belum dibereskan atau orang itu kurang beriman. Nah kalau mereka hanya menekankan segi-segi ini, mereka jadi ekstrim. Karena mereka lupa bahwa di dalam Alkitab yaitu dalam Filipi 1:29 dikatakan "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia". Menderita bagi Kristus adalah karunia juga. Lalu mereka juga mengabaikan jalan salib yang begitu ditekankan di dalam Alkitab. Berkat memang adalah inisiatif Allah, tetapi Dia menuntut ketaatan dan kerendahan hati kita. Kalau dengan cara kita sendiri terus memaksa Allah menuntut kesuksesan secara materi dan itu dijadikan patokan - apakah seseorang itu diberkati Allah atau tidak - jelas tidak alkitabiah. Di dalam Perjanjian Lama Ayub juga menderita dan sebagian orang punya konsep ini. Teman-temannya menuduh dia menderita karena dosa. Padahal Alkitab mengatakan tidak. Ayub adalah orang benar. Jadi kita melihat ada satu kepincangan-kepincangan di sini yang perlu kita telusuri sekali lagi secara seimbang. Itulah sebabnya juga kali ini saga datang ke Indonesia membawakan satu konsep atau pandangan yaitu Theologia Penderitaan. Mudah-mudahan ini bisa memberikan suatu keseimbangan bagi orang-orang di Indonesia terhadap Theologia Sukses yang belakangan ini begitu subur tumbuh di Indonesia.

Kalau dengan cara kita sendiri terus memaksa Allah menuntut kesuksesan secara materi dan itu dijadikan patokan - apakah seseorang itu diberkati Allah atau tidak - jelas tidak alkitabiah.

PZ: Bapak mengatakan bahwa Bapak datang ke Indonesia ini juga untuk memberikan imbangan terhadap Theologia Sukses dengan membawa suatu Theologia Penderitaan. Apakah bisa dijelaskan maksud Theologia Penderitaan itu?,

JC: Yang pertama, perlu saya jelaskan terlebih dahulu bahwa yang saya maksudkan Theologia Penderitaan bukan berarti kita sebagai orang percaya harus mencari-cari penderitaan dengan mengada-ada sendiri, bukan itu maksudnya. Penderitaan itu sendiri ada beberapa macam. Ada penderitaan yang diakibatkan karena dosa dari manusia pertama yaitu Adam, bisa juga karena dosa kita sendiri, atau bisa juga karena kita dianiaya oleh orang lain, dirugikan oleh orang lain. Tetapi yang ingin saya bicarakan dan yang saya maksudkan dengan Theologia Penderitaan ini adalah penderitaan jenis lain. Orang menderita karena Yesus Kristus merupakan hal yang memang diijinkan Allah untuk menguji, menguatkan, bahkan mendatangkan berkat yang besar bagi kita. Sebagaimana salah satu buku yang saya tulis yaitu "Penderitaan Adalah Berkat Yang Terselubung".

Konsep tentang Theologia Penderitaan ini tidak bisa hanya diperoleh melalui suatu studi akademi saja atau diperoleh melalui gerakan-gerakan yang sedang popular belakangan ini. Tetapi konsep ini saya peroleh setelah mengadakan penelitian yang bertahun-tahun terhadap kehidupan gereja-gereja di bawah tanah dan juga kehidupan orang-orang percaya yang berada di Tiongkok. Mereka begitu bertumbuh, didewasakan di dalam kerohanian mereka berdasarkan pada satu fakta bahwa Yesus itu sudah mati dan bangkit dan mereka mengikuti jalan salib seperti yang Yesus lakukan. Memang selama beberapa tahun ini saya menyelidiki, mengapa Allah membiarkan gereja-gereja di RRC mengalami penderitaan yang begitu panjang. Apakah hikmah dan relevansinya bagi kita, apakah guna penderitaan bagi orang percaya? Bagi saya setelah saya pelajari, ini merupakan suatu penemuan yang baru, yang begitu indah bahwa di dalam Alkitab ada satu jalan yang indah yaitu jalan salib yang sudah ditempuh oleh Yesus sendiri. Banyak sekali murid pada waktu itu mengikut Yesus. Mereka membayangkan akan mendapatkan suatu kedudukan yang tinggi di dalam konsep-konsep duniawi mereka. Mereka berebut siapa yang akan menjadi yang terutama dan sebagainya. Tetapi mereka tidak mengerti bahwa Mesias itu harus menderita dan mereka yang mengikuti Dia juga perlu siap sedia mengikuti jalan salib yang sudah diteladankan kepada kita oleh Yesus sendiri. Sebagaimana kedua murid yang sedang berjalan ke Emaus, ketika itu mereka belum mengerti bahwa Mesias itu memang harus menderita, harus melalui jalan salib, mati dan bangkit kembali. Di sanalah letak kemuliaan Yesus, sehingga mereka perlu dibukakan pikiran mereka dan Yesus sampai menegur mereka, mengatakan, "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya, lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam Kitab Suci mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi" (Lukas 24:25-27). Jadi kita melihat di sini bahwa penderitaan adalah titik tolak untuk masuk ke dalam kemuliaan Tuhan. kita semua adalah anak-anak kemuliaan, kita semua adalah anak-anak Allah yang mulia. Tetapi kita harus menempuh jalan salib sebagaimana jalan yang Yesus sudah tempuh. Dia yang tidak berdosa harus menempuh jalan salib tersebut untuk masuk ke dalam kemuliaan Allah, apalagi kita sebagai pengikutnya.

Saya menyaksikan banyak sekali orang-orang di daratan Tiongkok yang menderita begitu besar, tetapi justru kita melihat gereja bertumbuh dengan luar biasa di sana. Kalau Saudara tahu bahwa pada tahun 1958 gereja di Shang Hai, yang dulunya berjumlah 226, pada waktu itu tinggal hanya 8 saja. Tetapi apakah Saudara tahu ada berapa banyak orang percaya sekarang ini di daratan Tiongkok? +/- 10 kali lipat ganda dari sebelum Revolusi Kebudayaan. Apa lebih dari pada 200.000 tempat-tempat kebaktian rumah tangga, dan orang Kristen disana dari hasil penelitian saya berkisar antara 50-70 juta orang. Banyak di antara mereka merupakan generasi muda. Dari manakah gereja-gereja di Tiongkok mendapatkan pelajaran? Iman mereka lebih kuat dan mereka lebih bertumbuh dari suatu penderitaan yang Tuhan izinkan selama bertahun-tahun terjadi dalam kehidupan mereka. Sering kita memberitakan Injil yang murah, kalau engkau percaya kepada Yesus Kristus engkau akan diselamatkan, diberkati. Ini memang benar, tetapi ini kebenaran yang hanya setengah. Karena kita percaya kepada Dia, kita juga siap untuk menderita bagi Dia. Beberapa kali saya masuk ke daratan Tiongkok memberitakan Firman, di sana saya keliling. Kadang-kadang saya juga dibutuhkan untuk membaptiskan orang-orang percaya di sana, yang sudah mau menerima Yesus Kristus. Tetapi setiap kali sebelum saya membaptis mereka, saya selalu menanyakan kesungguhan iman mereka dan saya mengingatkan apakah engkau sudah tahu bahwa mengikut Yesus itu engkau harus pikul salib, engkau harus menderita bagi Dia. Mereka mengatakan, "Ya!" Baru saya baptiskan. Saya tidak membohongi mereka. Karena sangat mungkin hari ini mereka dibaptis, esok hari mereka akan masuk penjara.

Satu kali pada tahun 1982 - pada waktu itu gereja-gereja rumah tangga mengutus para penginjil pergi berdua-dua - salah satu diantara mereka berkotbah sehingga terkumpul banyak orang. Orang yang datang sebanyak 5000 lebih sehingga lalu lintas pada waktu itu macet. Lalu akhirnya mereka ditangkap oleh orang-orang komunis. Tangan mereka diikat ke lehernya dan mereka disuruh berlutut, di jemur selama beberapa hari dari pagi sampai malam. Seorang gadis kecil yang berusia 14 tahun, bersama dengan kedua penginjil ini, juga dihukum dengan cara yang sama. Setelah tiga hari tiga malam gadis kecil itu tidak kuat dan dia akhirnya pingsan. Lalu para pasukan komunis itu juga ketakutan kalau-kalau gadis kecil itu mati, maka anak itu dibebaskan. Tetapi kedua penginjil yang lain, yang berusia 18-19 tahun, masih kuat. Mereka di jemur lagi sampai delapan hari delapan malam baru dibebaskan. Anak kecil yang berusia 14 tahun ini menangis. Lalu orang bertanya kenapa dia menangis. Dia mengatakan bahwa ia menangis karena kedua penginjil yang lain itu diberikan hak untuk menderita selama delapan hari bagi Tuhan, sedangkan dia hanya tiga hari tiga malam. Jadi dia menangis karena tidak mendapatkan bagian penderitaan yang sama dengan kedua penginjil itu. Kita melihat di sini bahwa anak yang begitu kecil sudah mengerti, menemukan kedalaman dan juga konsekuensi yang harus dipikul bagi para pengikut Yesus. Jadi kita melihat di sini bahwa gereja bertumbuh secara luar biasa dengan adanya penderitaan yang diizinkan oleh Tuhan. Mereka dimurnikan, dikristalisasikan. Semangat mengabarkan Injil justru lebih dari pada kita-kita yang tidak mengalami hal tersebut.

Ada lagi sebuah kesaksian seorang penginjil muda dari Shang Hai, yang dulunya begitu sukses, begitu bertalenta. Kalau dia memimpin kebaktian-kebaktian bisa sampai 500 orang bertobat. Pada tahun 1960 orang ini ditangkap, dipenjara, dikerjapaksakan selama sepuluh tahun. Karena wataknya yang baik, maka dia dibebaskan pada tahun 1970. Sesudah dibebaskan dari tahun 1970-1974 dia keliling lagi dan akhirnya ditangkap lagi dan masuk penjara selama 6 tahun. Pada tahun 1980 dia dilepaskan. Suatu kali istri saya mempunyai kesempatan bertemu dengan penginjil itu lalu dia bertanya, "Setelah engkau mengalami penderitaan di dalam penjara selama 16 tahun dengan kerja paksa itu, pelajaran apakah yang kau terima dari Tuhan?" Dia mengatakan bahwa pelajaran yang pertama yaitu Allah itu suci dan tidak berkompromi. Yang kedua yaitu melalui kesengsaraan tersebut dia belajar taat secara mutlak. Dia mengatakan bahwa dulu ia merasa dirinya sangat bermanfaat, ia merasa dirinya seperti sebuah botol yang sangat indah dan bernilai, yang keharuman Kristus dipancarkan melalui botol yang wangi tersebut. Tetapi ia tidak mau kalau botol itu dipecahkan karena botol itu juga begitu indah menurutnya. Namun melalui penderitaan yang Tuhan izinkan terjadi di dalam kehidupannya tersebut, Tuhan telah meremukkan si aku yang lama. Botol yang dulu begitu sangat disayangi, sekarang Tuhan sudah hancurkan dan dengan demikian keharuman Kristus bisa terpancar lebih luas lagi.

Percaya adalah hak istimewa, tetapi menderita bagi Dia juga merupakan hak istimewa bagi kita.

Inilah hal yang perlu kita pelajari dan inilah yang saya maksudkan dengan Theologia Penderitaan. Percaya adalah hak istimewa, tetapi menderita bagi Dia juga merupakan hak istimewa bagi kita. Justru melaluinya seringkali kita didewasakan dan dapat lebih mengerti makna mengikut Yesus. Inilah hal-hal yang tidak bisa dipelajari oleh kita yang berada di seminari atau yang tidak siap untuk sungguh-sungguh memikul salib bagi Dia.

PZ: Dari beberapa hari ceramah yang bapak sampaikan, kami banyak mendengarkan kesaksian-kesaksian, mujizat yang terjadi di daratan Tiongkok. Ada orang mengatakan bahwa rupa-rupanya mujizat itu memang lebih banyak terjadi di daerah dari pada di kota besar. Apakah sebabnya? Apakah orang-orang di kota besar itu kurang beriman, mereka terlalu mengandalkan kepada teknologi atau bagaimana?

JC: Ya, di daratan Tiongkok kami bisa melihat banyak sekali mujizat yang Tuhan pakai untuk membuktikan kuasa dari InjilNya sendiri dan contohnya adalah sebagai berikut. Di Tiongkok ada beberapa desa yang seluruh penduduknya +/- 40.000 orang menjadi Kristen. Nah, mengapa terjadi demikian? Satu kali ada seorang penginjil tua yang ditangkap oleh seorang komunis, lalu dikumpulkan orang banyak untuk mempermalukan orang Kristen ini (penginjil tua ini). Kemudian ada seorang pengawal komunis yang berteriak-teriak di sana sambil menghujat Allah, mengatakan bahwa Allah itu tidak ada, kalau ada coba buktikan suruh Dia bunuh saya. Ketika orang ini kemudian pulang ke rumahnya, baru dia menginjak kakinya di rumah, dia tersungkur mendadak dan nyaris mati seketika itu juga. Dia tahu bahwa dia akan mati, lalu istrinya dipanggil dan berkata, "Wah, rupanya Allah mereka itu benar! Cepat beritahukan kepada orang-orang di desa ini bahwa Allah mereka itu benar!" Nah, dengan demikian berita Injil tersebar luas. Sesudah itu ada seorang komunis lain yang masih tetap mengeraskan hati dan dia berkata. "Itu adalah hal yang kebetulan." Dia mengatakan, "Di rumah saya ada sembilan orang, coba kalau memang itu bukan suatu kebetulan silahkan buktikan lagi. Bunuh siapa saja yang ada di dalam rumah saja!" Ketika ia pulang ke rumah betapa hatinya terkejut sekali ketika dia mendengar bahwa anak tunggalnya yang baru lulus SMA, yang sangat pandai, juara pertama, tiba-tiba meninggal.

Kita melihat di sini bahwa prinsipnya adalah waktu Firman Tuhan menemui suatu hambatan, maka Tuhan sendiri akan memberi kekuatan untuk menerobosnya. Tuhan sendiri akan membuktikan kuasa InjilNya itu. Tatkala Injil diberitakan, maka kuasa Allah akan menyertainya. Prinsip ini sama berlaku di mana-mana baik di desa maupun di kota. Sedangkan yang terjadi sekarang seringkali kita melihat di dalam kelompok orang-orang yang menekankan mujizat mereka menjadikan mujizat itu sebagai pamer. Allah bukan "show man". Dia tidak akan melakukan mujizat murahan hanya untuk mengisi keingintahuan saudara. Roh Kudus datang dan diutus hanya untuk menyaksikan Yesus Kristus. Jadi kalau saudara mau mengalami kuasa Allah, menginjillah. Maka saudara akan melihat kuasa Tuhan itu akan menyertai saudara. Ini kira-kira pandangan saya tentang mujizat.

PZ: Bagaimanakah seharusnya sikap gereja Injili atau yang dari latar belakang Reformed dan sebagainya terhadap gerakan-gerakan Karismatik yang cukup menggelisahkan gereja bahkan ada anggota-anggota yang tertarik ke sana dan tidak kembali lagi? Kami ingin satu masukan dari bapak. Sikap yang bagaimanakah seharusnya diambil oleh gereja secara keseluruhan?

JC: Saya akan memberikan beberapa hal sehubungan dengan ini.

Pertama, kita perlu discern the spirit (membedakan roh). Jangan kita terlalu cepat mengatakan roh dari setan atau dari manusia, tapi kita harus mencoba menilainya berdasarkan seluruh pandangan Alkitab yang seimbang. Itu langkah pertama yang perlu kita ambil.

Kedua, kita perlu melihat juga bagaimana dengan buah-buah dari orang-orang yang mengikuti gerakan ini. Karena Alkitab sendiri mengatakan bahwa pohon diketahui dari buahnya. Ketiga, kita juga jangan asal langsung menerjunkan diri dan menerima atau mengikuti gerakan yang populer ini, saya kira ini juga tidak benar. Keempat, kita perlu hati-hati, jangan terlalu cepat mengutuki gerakan ini, do not speak against. Kalau mereka buahnya benar dan yang mereka beritakan Yesus yang bangkit, maka kita perlu hati-hati. Jangan-jangan kita akan menghujat Roh Kudus dalam hal tersebut.

Kelima, kita sungguh-sungguh mempelajari cara kerja Roh Kudus di dalam Alkitab. Mengenai prinsip-prinsip manifestasi Roh Kudus, misalnya yang terdapat di dalam Yohanes 14-16, Kisah 1:8 dan sebagainya. Roh Kudus datang untuk menyaksikan Yesus Kristus, itu yang penting. Inilah kira-kira beberapa sikap yang bisa saya berikan. Jadi kita harus hati-hati, bijaksana, tidak langsung ikut gerakan yang populer ini, tapi juga jangan terlalu gegabah untuk mengutuk, lihat dahulu buahnya.

Ada sedikit tambahan dalam hal ini. Sesudah kita pelajari suatu konsep secara menyeluruh di dalam Alkitab, maka kita menyadari bahwa rupa-rupanya dalam gereja kita dari kalangan Reformed atau Ortodoks memang ada beberapa hal yang kita lalaikan. Saya usulkan saudara jangan terlalu gegabah juga untuk kemudian mengundang beberapa tokoh dari kelompok ini berbicara di gereja saudara untuk mengisi kebutuhan-kebutuhan yang saudara tidak punya. Karena ini mempunyai efek yang panjang. Saudara sudah membina jemaat saudara dengan iman dan doktrin yang terarah baik. Lalu satu kali jemaat mendengar orang-orang yang demikian, yang punya sedikit kelebihan dalam hal yang lain, tetapi secara keseluruhan pandangan theologia mereka tidak seimbang. Jemaat itu akan mudah goncang keseimbangannya. Nah, saudara akan susah untuk mengembalikan mereka kepada satu pandangan yang seimbang. Jadi saran yang terbaik, saya kira sebagai pemimpin gereja kalau saudara menyadari adanya kekurangan-kekurangan yang tidak saudara miliki, lebih baik lagi saudara minta dirimu sendiri atau di dalam gerejamu ada orang yang mempunyai pandangan theologia yang kuat dan mereka juga diberikan karunia-karunia ini. Saya kira hal ini jauh lebih baik dari pada hanya sekedar mencomot sana sini, memanggil orang-orang untuk mengisi kebutuhan gerejamu. Ingat hal ini!

PZ: Apakah ada himbauan atau pengharapan khusus yang ingin Bapak sampaikan kepada generasi muda Indonesia?

JC: Pertama, saya harap generasi muda Indonesia akan berakar sungguh-sungguh di dalam Firman. Karena di dalam FirmanNya terletak sumber segala penyataan yang Allah ingin berikan, sumber segala rencana Allah terhadap zaman dan dunia kita ini.

Kedua, bukan hanya berakar dan mempelajari tetapi melaksanakannya di dalam kehidupan kita, memberitakannya.

Ketiga, kenalilah konteks di sekitar dunia tempat engkau hidup. Sebab kalau engkau hanya melihat dari satu segi, dalam arti hanya melihat Alkitab, maka itu seperti engkau melihat suatu itu hanya dari garis vertikalnya saja. Engkau menatap itu dari atas ke bawah, tetapi kalau engkau mempunyai keseimbangan dengan mengenali konteks dunia sekitarmu, maka engkau juga mempunyai garis yang horisontal. Engkau menatapnya dari samping dan dengan melingkar. Nah, pada waktu garis vertikal dan horisontal itu bertemu disitu engkau akan menemukan suatu titik keseimbangan yang baik, dan engkau akan menjadi orang yang dipakai Tuhan untuk zaman ini. Satu ayat yang ingin saya berikan kepada generasi muda yaitu Yohanes 14:12, "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa."

Di dalam bagian yang terakhir ini kami juga ingin menyisipkan satu pesan yang disampaikan oleh Pdt. Stephen Tong dalam acara ceramah khusus di GKA Gloria. Dia berharap bahwa gereja-gereja, generasi muda, orang Kristen di Indonesia hendaknya mempunyai suatu kebangunan yang seimbang, bukan hanya kebangunan dalam satu sisi saja. Kebangunan yang seimbang itu mencakup 4 segi:

1. Kebangunan di dalam dasar iman kepercayaan yang benar (doctrinal revival). Kalau orang mempunyai dasar kepercayaan yang benar, maka mereka tidak akan goyah tatkala menghadapi tantangan atau ancaman-ancaman dari siapa juga.

2. Kebangunan etika, kebangunan di dalam perbuatan, kehidupan yang nyata dari orang-orang percaya.

3. Kebangunan dalam semangat pelayanan dan dalam PI. Prinsip pertumbuhan gereja ialah setiap orang percaya terlibat dalam pelayanan, bukan hanya pendeta atau penginjil. Maka gereja itu akan berakar, mengalami kebangunan doktrin, kebangunan etika, kebangunan di dalam pelayanan dan akan menjadi gereja yang sangat berpengharapan.

4. Kebangunan gereja tersebut juga harus dirasakan, mempengaruhi kebudayaan dan masyarakat di sekitar kita. Kita bisa mempengaruhi konsep cara berpikir dari masyarakat dan memberikan warna kristiani kita kepada mereka. Kebangunan dari empat segi ini adalah satu kebangunan yang sesungguhnya, yang seimbang, yang perlu dimiliki oleh gereja, dan yang harus dijalankan oleh generasi muda zaman sekarang ini. Bukan hanya ditekankan berlebih-lebihan satu sisi saja. Sebab orang yang dihasilkan dari sistim pekabaran Injil yang demikian itu tidak akan berubah, tidak akan bertahan lama, kecuali mereka mempunyai kebangunan dari empat sisi yang seimbang ini. Terima kasih, Tuhan memberkati!

 GERAKAN GELOMBANG KETIGA
Penulis: Pdt. Bob Jokiman
 PERANAN ROH KUDUS DALAM PERKEMBANGAN GEREJA
Penulis: Pdt. William H. Hosana S,Th.
 MANUSIA ROHANI
Penulis: Ny. Magda Pranata S.

Sebuah tema yang menarik, namun ini mungkin dinilai sebagai sesuatu yang tidak realistis menurut penilaian beberapa orang. Siapakah manusia rohani itu? Adakah manusia rohani di muka bumi ini? Setelah merenungkan kata ini dengan lebih mendalam, Roh Kudus memberikan penerangan kepada saya dengan mengingatkan saya kepada perkataan Tuhan Yesus di dalam Injil Yohanes 17:

"Mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus... Mereka itu milik-Mu... dan mereka telah menuruti Firman-Mu... Mereka masih ada di dalam dunia, ...tetapi mereka bukan dari dunia... Kuduskanlah mereka dalam kebenaran... Aku mengutus mereka ke dalam dunia..."46

Jadi siapakah manusia rohani? Dengan menyimpulkan perkataan Tuhan Yesus dalam ayat-ayat ini, maka manusia rohani adalah "orang-orang yang dipanggil ke luar dari dunia yang berdosa untuk memasuki persekutuan dengan Allah yang benar di dalam Yesus Kristus, tetapi yang kemudian diutus ke dalam dunia untuk menyaksikan karya kasih Allah dalam Kristus kepada dunia dengan memelihara kehidupan yang kudus sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan." Dengan demikian seorang manusia rohani adalah manusia yang diam di muka bumi namun memberitakan berita Kerajaan Surga dan mempraktekkan hidup surgawi.

Adakah manusia rohani dengan kriteria sedemikian? Apakah yang dimaksudkan dengan kehidupan surgawi itu? Bagaimana kita dapat memastikan suatu perbuatan apakah itu 'made-in' dunia atau 'made-in' Surga? Kalau kita mau menyimak dengan teliti, sebenarnya pernah ada seorang manusia yang hidup di muka bumi ini dengan mempraktekkan kehidupan surgawi, sebab Dia berasal dari Surga, yaitu Yesus Kristus Tuhan kita. Dialah yang disebut sebagai Gambar Allah47, sebab Ialah yang dapat menyatakan Allah yang benar dan seluruh kehidupan-Nya mewujudkan kehidupan Ilahi. Perkataan gambar yang ditujukan kepada pribadi Yesus Kristus, di dalam bahasa Yunani adalah eikon, di dalam bahasa Ibraninya adalah selem, Kata selem ini dipakai dalam Kejadian 1:26 untuk menyatakan bagaimana manusia pertama diciptakan oleh Allah dalam gambar (selem) dan rupa (demut) Allah. Adapun manusia yang diciptakan dalam gambar dan rupa Allah berarti ia memancarkan kemuliaan Allah dan mewujudkan kehidupan yang kudus dan benar di hadapan Allah dalam persekutuan dengan Allah. Namun Adam, sebagai manusia pertama ternyata telah gagal dalam menaati perintah dan Firman Allah. Sejak Adam jatuh dalam dosa, maka seluruh manusia di dunia sebagai keturunan Adam juga jatuh di bawah kuasa dosa. Roma 3:23 menyatakan bahwa akibat dosalah manusia telah kehilangan kemuliaan Allah. Di dalam terjemahan bahasa Inggris dikatakan: "For all have sinned and fall short of the glory of God." Pengertian kata fall short (husteros, Yunani) adalah menjadi kurang, gagal untuk mencapai standar yang ditetapkan. Jadi akibat dosa, manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, yang seharusnya senantiasa menyatakan dan memancarkan kemuliaan Allah di dalam seluruh kehidupannya, kini telah gagal. Manusia tidak dapat memancarkan kemuliaan Allah. Bahkan sebaliknya manusia mempermalukan dan mendukacitakan hati Allah dengan perbuatan yang jahat, kotor dan terkutuk di hadapan Allah. Alkitab dengan tegas menyatakan betapa manusia hidup di dalam dosa, membenci kebenaran dan melawan Allah (Roma 3:10-12). Demikianlah sejak kejatuhan manusia pertama di dalam dosa, tidak ada seorang pun manusia keturunan Adam menjadi gambar Allah yang benar.

Dengan datangnya Yesus Kristus, Anak Allah, Dialah Gambar Allah yang benar. Kalau Adam yang pertama telah gagal, maka Yesus Kristus sebagai Adam yang kedua di dalam seluruh kehidupan-Nya di dunia menyatakan ketaatan-Nya kepada kehendak Allah Bapa.

"Dan sekali pun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya."48

Maka sesuai dengan rencana agung Allah, manusia yang telah jatuh dalam dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (kurang kemuliaan Allah), di dalam Yesus Kristus dapat dibaharui dan menjadi ciptaan yang baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Allah.49 Inilah yang dimaksudkan ketika Tuhan menyatakan dalam surat Roma 8 perihal rencana-Nya atas diri umat yang telah menerima penebusan Kristus, dikatakan:

"Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu menjadi yang sulung di antara banyak saudara."50

Dengan demikian, menjadi manusia rohani adalah manusia yang menerima karya penyelamatan Yesus Kristus dan yang seumur hidupnya terus - menerus belajar kepada Kristus, sehingga makin hari hidupnya makin serupa dengan Kristus yang adalah Gambar Allah yang benar. Dengan belajar dari Dia, maka sebagai umat tebusan-Nya kita dapat mengetahui pola hidup surgawi, dan yang lebih penting lagi adalah kita mempraktekkan pola hidup surgawi itu di dalam hidup kita di dunia ini.

Apakah dan Bagaimanakah Pola Hidup Surgawi yang Dinyatakan dalam Kehidupan Kristus untuk Kita Teladani?

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Firman Tuhan, sejak dalam rahim Maria Yesus Kristus telah dipenuhi oleh Roh Kudus.51 Di awal pelayanan-Nya dinyatakan bagaimana Roh Kudus turun atas-Nya dan Allah Bapa memproklamirkan Yesus sebagai Anak Allah yang diperkenan di hadapan-Nya. Maka dengan satu kalimat singkat dapat dikatakan bahwa kehidupan Yesus Kristus di dalam dunia adalah kehidupan yang sepenuhnya di dalam Roh Kudus. Hal ini diwujudkan dengan tindakan sebagai berikut:

 KARUNIA DAN TUBUH KRISTUS

Dalam tulisan ini kami akan mengemukakan beberapa kesimpulan untuk memperjelas konsep-konsep yang masih kabur, dan untuk menekankan point-point yang penting. Cara yang kami anggap terbaik ialah dengan menyajikan tiga rangkaian proposisi: Pertama, pemahaman di dalam jemaat mengenai karunia roh; kedua, permasalahan sekitar karunia roh; dan terakhir, penerapan secara umum mengenai karunia roh di dalam kehidupan gereja. Saya tidak bermaksud menjadi dogmatik atau menyederhanakan persoalan, tetapi untuk memperjelas konsepnya, maka proposisi-proposisi tersebut diawali dengan kata "setiap", "tidak ada", dan "semua",

Setiap orang percaya adalah anggota tubuh Kristus, yaitu gereja. Kita tidak bisa memisahkan pemahaman mengenai karunia-karunia roh dari isi I Korintus 12. Dari analogi tubuh manusia yang dipakai oleh Paulus, dia berpendapat bahwa anggota-anggota tubuh secara rohani juga diberikan karunia-karunia roh untuk dipakai demi kebaikan seluruh tubuh gereja. Kita tidak bisa mempunyai karunia-karunia roh kecuali kita adalah anggota-anggota tubuh. Kita juga tidak mungkin menjadi orang-orang percaya tanpa menjadi bagian tubuh sebagaimana yang digambarkan dalam I Korintus 12.

Setiap anggota gereja mempunyai pelayanan. Seluruh karunia-karunia roh adalah untuk pelayanan. Hal ini jelas sekali dari ke 4 bagian Alkitab sehubungan dengan karunia roh (Roma 12; I Korintus 12; Efesus 4; 1 Petrus 4). Pelayanan tubuh Kristus, dalam kenyataannya adalah pelayanannya Kristus sendiri.

Setiap anggota tubuh membutuhkan setiap anggota yang lain. "Demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus" (Roma 12:5). Ayat ini menunjukkan bahwa kita saling bergantung satu dengan yang lain.

Setiap anggota paling tidak mempunyai satu karunia roh, Kate bahasa Yunani ekasto yang terdapat pada I Korintus 12:7,11 diterjemahkan dengan baik sekali dalam bahasa Indonesia yaitu "kepada tiap-tiap orang". Betapa akan berbedanya gereja kita jikalau kita berhenti mengagumi orang-orang dengan karunia banyak, atau sebaliknya mengritik orang-orang yang tidak memakai karunianya.

Stedman menyimpulkan hal ini dengan jelas: Begitu engkau menyadari bahwa Allah sendiri telah memperlengkapimu dengan karunia-karunia roh yang dirancang secara unik, dan menempatkanmu di tempat yang dikehendaki-Nya agar engkau bisa memakai karunia-karunia tersebut, maka engkau memasuki dimensi baru yang penuh dengan tantangan menarik. Hal ini menanti setiap orang Kristen sejati yang mau memberikan waktu dan pemikiran bagi penemuan dan pengertian tentang bentuk karunianya sendiri. Dia juga harus menaklukkan diri di bawah otoritas kepala tubuh, yang berhak untuk mengkoordinir dan mengarahkan kegiatan-kegiatannya ("Equipped for community," His Magazine, Mar. 1972, h. 3).

 TIMBANGAN BUKU

Judul Buku: Tujuh langkah untuk menerima Roh Kudus.

Oleh: Kenneth E. Hagin

Penerbit: Yayasan Pekabaran Injil "Immanuel" 51 halaman.

Dalam buku ini pengarang menjelaskan tentang bagaimana cara menerima Roh Kudus. Dengan sangat jelas ia menegaskan, bahwa orang yang sudah percaya (lahir baru) masih perlu untuk menerima Roh Kudus. Tanda pertama yang pasti dalam seseorang yang menerima Roh Kudus adalah berbahasa Roh. Bahasa Roh dianggap suatu tanda dan karunia yang sangat penting dalam kehidupan Kristen. Bahasa Roh mutlak diperlukan bagi pertumbuhan iman seseorang.

Pengarang kurang menekankan Roh Kudus sebagai pribadi (oknum) seperti Tuhan Yesus ataupun Allah Bapa yang juga adalah pribadi. Roh Kudus dianggap seperti suatu "barang" pemberian (kado) dari Allah bagi orang-orang percaya yang memintanya. Cara menerima Roh Kudus yang diajarkan, adalah harus bersikap seperti orang yang mau minum air, mulut harus terbuka lebar dan bebas. Katanya, tidak mungkin orang dapat menerima Roh Kudus bila mulutnya tertutup.

Ayat-ayat yang digunakan dalam menjelaskan peranan Roh Kudus diambil secara semaunya tanpa melihat latar belakang kitab yang dikutipnya, arti kata yang terkandung di dalamnya, hubungannya dengan ayat sebelum dan sesudahnya (contextual). Ayat-ayat itu diambil secara sepotong-potong dan tidak lengkap. Ayat-ayat yang dijelaskan terlalu dipaksakan harus sesuai dengan pengalaman yang ada pada golongan sepihak saja. Karena itu jarang sekali suatu ayat dijelaskan secara lengkap.

Misalnya, "Aku mengucap syukur kepada Allah, bahwa aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih daripada kamu semua" (1 Kor. 14:18, tetapi 1 Kor. 14:19 tidak diterangkan; menekankan 1 Kor. 14:2, tanpa menerangkan 1 Kor 14:3; menekankan 1 Kor. 14:5a tanpa menekankan 1 Kor. 14:5b dan terutama 1 Kor. 6, 9, 12; menekankan 1 Kor. 14:14, tanpa menjelaskan 1 Kor. 14:15, 16 dan terutama 1 Kor. 14:17). Dalam menjelaskan semuanya ini perlu diperhatikan kata "tetapi" yang selalu diulang-ulang oleh rasul Paulus. Kata "tetapi" berarti menyangkal segala kebolehan yang dibanggakan pada pernyataan yang terdahulu dibandingkan dengan pernyataan yang terkemudian.

Pengalaman-pengalaman pribadi dan peristiwa-peristiwa dalam Alkitab dijadikan suatu doktrin, padahal setiap pengalaman dan peristiwa punya keunikan dan kekhususan tersendiri. Ayat-ayat yang paling banyak dipakai adalah dari kitab I Korintus ps. 12 - 14, yang ternyata ayat-ayat itu semuanya ditulis dalam rangka rasul Paulus mau mengarahkan jemaat Korintus yang begitu ekstrim dan menyalahgunakan karunia bahasa Roh. Dalam. beribadah, jemaat Korintus telah melupakan akal budi yang sehat, yang sebenarnya juga adalah karunia Allah!

Kata-kata yang diucapkan Paulus kebanyakan merupakan kata-kata sindiran agar jemaat Korintus menyadari dan menjadi malu atas perbuatannya yang terlalu melebih-lebihkan karunia bahasa Roh, tetapi tidak menghargai segi-segi lain yang "kelihatannya" kurang berarti.

Malahan menurut Paulus orang-orang yang terlalu (secara berlebihan) mementingkan hal-hal spektakuler seperti karunia-karunia bahasa Roh dan mukjizat, adalah orang yang masih anak-anak (belum dewasa, bnd. I Kor. 13:11; 14:20).

Pengarang buku ini menegaskan, bahwa orang-orang yang percayanya tidak sama seperti keyakinannya terhadap cara bekerjanya Roh Kudus, dianggapnya kurang paham betul akan Alkitab (red. apa tidak ada kemungkinan sebaliknya?) Memang kami (sebagai penanggap buku ini) tidak menyangkal akan adanya bahasa Roh dan karunia-karunia mujizat yang lain dan hal itupun pasti ada gunanya, namun sangat sayang bila ayat-ayat yang dipakai tidak dilihat secara netral, tepat dan obyektif. Kebanyakan ayat-ayat yang dipakai hanya untuk mendukung pengalaman-pengalaman pribadi yang sudah dijalaninya atau dilihatnya. Bagi kami pengalaman-pengalaman itu sepihak saja dan tidak mau menghargai pengalaman orang dari pihak yang lain yang berbeda.

 ALTERNATIF BAGI KEBEKUAN GEREJA

Judul: Baptisan dan Kepenuhan: Peranan dan Karya Roh Kudus Masa Kini

Oleh: John R.W. Stott

Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1984, 117 halaman.

Selama dua dasawarsa terakhir ini terjadi gelombang pengaruh Kekristenan yang boleh dikatakan merata di seluruh dunia. Pengaruh itu dirasakan betul baik oleh kalangan umat Kristen Protestan maupun oleh umat Katolik. Banyak umat Kristiani diperbaharui dalam penghayatan mereka atas peran Roh Kudus dan karunia-karunia rohani (charismatic renewal).

Arus pembaharuan apa saja biasanya menimbulkan ekses. Jadi, di satu pihak kehadiran kecenderungan baru ini disambut hangat, tetapi di lain pihak ada pula yang mengecam habis-habisan. Memang Gerakan Karismatik atau Gerakan Pentakosta Baru mengundang reaksi pro dan kontra dari gereja-gereja. Hal ini tentunya mengancam keutuhan tubuh Kristus. Lalu bagaimanakah sikap seorang percaya di dalam kancah seperti itu?

Inilah yang penulis buku usahakan untuk mencapainya. Dalam kata pengantar bukunya John Stott melihat persoalan Pneumatologi itu dari kaca mata seorang gembala. Kesan membela panji denominasi tertentu sebisa mungkin dihindari. Setiap masalah dalam buku itu disoroti di bawah terang Alkitab dengan penafsiran yang ketat. Walaupun Stott memiliki alur teologi yang jelas, namun yang ditonjolkan bukanlah sikap membela keyakinan pribadinya. Kerinduan Stott adalah merangkul anggota-anggota tubuh Kristus di dalam kebenaran. Maka kesimpang-siuran hendak diluruskan.

Bab I membahas soal yang kontroversial, yaitu masalah baptisan Roh Kudus. Setelah memaparkan beberapa sinonim dari ungkapan baptisan Roh, Stott menerangkan arti baptisan Roh dalam konteks perikop Alkitab. Uraian tentang konsep baptisan dari I Korintus 12:13 sangat menarik dan berharga.

Tetapi patut disimak penjelasannya tentang perbedaan menerima baptisan Roh pada hari Pentakosta antara 120 orang dan 3000 orang. Justru kekacauan pengalaman karismatik saat ini disebabkan oleh keyakinan yang didasari pada penafsiran sepihak atas pengalaman dari 120 orang. Stott justru dengan jeli melihat kekeliruan ini. Baginya "kini kita hidup di zaman setelah kejadian Pentakosta, seperti halnya dengan ke-3000 orang itu" (halaman 13). Dengan kata lain, kelahiran baru dan baptisan Roh dialami berbarengan. Tidak ada pengalaman dibaptis Roh dalam pengertian "second blessing" (berkat kedua).

Berhubungan erat dengan pengalaman baptisan Roh adalah pengalaman kepenuhan Roh. Dalam Bab 11 Stott menyimpulkan bahwa kepenuhan Roh berbeda dari baptisan Roh. Kepenuhan Roh merupakan akibat dari baptisan Roh dan itu adalah perintah Tuhan. Sedangkan baptisan Roh tidak pernah dijadikan keharusan untuk pengalaman sesudah pertobatan. Kehidupan dipenuhi Roh harus selalu menjadi ciri utama dari kehidupan seorang percaya. Seseorang mengalami hidup dipenuhi Roh bisa berulang kali. Tetapi seseorang dibaptis Roh hanya sekali dan itu terjadi di awal hidup kekristenannya.

Lalu apakah tanda utama suatu kehidupan yang dipenuhi Roh? Dalam Bab III Stott menguraikan bahwa ukuran mutlak kepenuhan Roh adalah buah Roh itu sendiri. Buah Roh jelas bersifat moral dan sulit dipalsukan. Sedangkan apa yang dikenal sebagai "pengalaman Pentakosta" sulit dijadikan patokan. Mungkin saja itu asli buah pertobatan, tetapi itu bisa juga berasal dari setan (demonis) atau dari fenomena kejiwaan (psikologis). Oleh sebab itu Stott tidak ragu-ragu untuk menyatakan buah Roh sebagai bukti terbaik dari orang yang hidupnya dipenuhi Roh (halaman 71).

Akhirnya, dalam Bab IV dibicarakan tentang karunia-karunia rohani (kharismata). Stott tetap dengan pola pembahasan sebelumnya. Ia mulai dari definisi dan pengertian yang alkitabiah. Pengertian mengenai kharismata ini lebih diperjelas, sewaktu ia membandingkannya dengan bakat-bakat alami. Bagi Stott keragaman kharismata justru membuat kehidupan bergereja menjadi semarak. Keesaan gereja diwarnai dengan kepelbagaiannya. Kendatipun demikian, Stott perlu menjernihkan pengertian tentang nubuat dan mujizat, karena kedua hal itu memang sering disalahartikan.

Pendek kata, Stott mengakui sumbangsih Gerakan Karismatik bagi kebekuan gereja. Kehidupan gereja yang bergantung pada rohaniwan sepenuhnya (klerikalisme) pada gilirannya memang membuat gereja tidak sehat. Kaum awam bisa dan perlu dimobilisasikan dalam pelayanan sesuai dengan karunianya masing-masing.

Secara keseluruhan buku kecil ini termasuk padat dan berisi. Pokok-pokok masalah dibahas satu per satu dengan mendalam. Namun keterbatasan ruang tidak memungkinkan suatu pembahasan yang meluas dan terperinci. Maka pernyataan Stott bahwa karunia mengajar merupakan karunia yang tertinggi pasti akan mengundang pendapat pro dan kontra yang baru (halaman 109).

Sesungguhnya buku ini patut disimak oleh siapa pun yang mencintai kebenaran firman Tuhan. Kehadiran karya Stott ini melengkapi khazanah kepustakaan kristiani tentang topik Roh Kudus yang akhir-akhir ini terasa langka. Walaupun kehadiran buku itu di Indonesia dinilai lambat, namun usaha almarhum Dr. Harun Hadiwijono dan penerbit layak mendapat acungan jempol. Memang "api itu belum padam..."

Yongky Karmen

 RUANG TANYA JAWAB
Penulis: Timotius Witarsa.

Pertanyaan:

Dalam Injil Matius 12:31-32, disinggung perihal dosa menghujat Roh Kudus. Pertanyaan saya, apakah yang dimaksud dengan dosa menghujat Roh Kudus tersebut?

Jawab:

Untuk memahami apa yang saudara pertanyakan, kita hendaknya memperhatikan seluruh bagian Alkitab yang berkaitan dengan Mat 12:31-32, yaitu Matius 12:22-32. Bagian Alkitab ini mengisahkan penyembuhan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus atas diri orang yang dirasuk setan, yang buta dan bisu. Tindak penyembuhan ini, membangkitkan rasa takjub diantara orang banyak sehingga mereka berkata: "Ia ini agaknya Anak Daud". yaitu Mesias yang dinantikan. Ketika orang Farisi mendengar hal ini, mereka sangat marah. Mereka kemudian melancarkan suatu tuduhan yang keras, yaitu bahwa Tuhan Yesus mengusir setan dengan pertolongan Beelzebul, penghulu, setan.

Tuhan Yesus dengan tegas menolak tuduhan orang Farisi. Untuk itu, Ia memberikan tiga argumentasi guna melumpuhkan tuduhan orang Farisi. Pertama, tuduhan orang Farisi bahwa Tuhan Yesus mengusir setan dengan pertolongan Iblis sama sekali tidak masuk akal. Jikalau demikian halnya, maka dalam kerajaan Iblis terdapat "perang saudara" dan kalau begitu maka Kerajaan Iblis tidak dapat bertahan (ayat 25,26). Kedua, Tuhan Yesus menunjuk pada kebiasaan yang telah ada di kalangan orang Israel. Di kalangan orang Israel, terdapat orang-orang tertentu yang dapat melakukan pengusiran setan (eksorsisme). Eksorsisme dipahami oleh rakyat dan orang Farisi sebagai pernyataan kasih karunia Allah. Nah, bila dikatakan bahwa Tuhan Yesus mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, lalu dengan kuasa apakah para pengikut orang Farisi mengusir setan? Jadi bila tuduhan yang sama dikenakan atas orang Farisi, maka pastilah mereka akan saling menghakimi. Ketiga, Tuhan Yesus menunjukkan, bahwa jikalau seorang perampok hendak merampas harta benda seseorang, perampok itu harus lebih kuat dari pada orang yang dirampok.

Kesimpulan dari ketiga argumen di atas, yaitu Tuhan Yesus dapat mengusir setan karena Ia memang lebih berkuasa dari pada setan. Itulah sebabnya hanya ada satu keterangan yang tepat bagi mujizat penyembuhan ini, yaitu Tuhan Yesus mengusir setan dengan kuasa Allah. Tuhan Yesus mempertahankan bahwa Ia mengusir setan dengan kuasa Allah, karena ini adalah merupakan tanda bahwa Kerajaan Allah sudah datang (ayat 28).

Berdasarkan latar belakang di atas) Tuhan Yesus kemudian memberikan peringatan kepada orang Farisi supaya mereka jangan menghujat Roh Kudus, sebagaimana tertuang dalam Mat 12:31-32: "Sebab itu Aku berkata kepadamu: segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. Apabila seseorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak."

Kata "menghujat", secara harafiah artinya, menghina dengan kata-kata. Adapun arti dari menghujat Roh Kudus, nyata dalam ucapan orang Farisi bahwa Tuhan Yesus bekerja sama dengan Iblis. Karya Allah yang nyata-nyata dikerjakan dengan kuasa Roh Kudus diputarbalikkan menjadi karya setan. Jadi bila seseorang sadar bahwa dalam peristiwa-peristiwa tertentu ada pekerjaan Roh Kudus, namun demikian, demi mempertahankan kemauan diri sendiri, berani mengatakan bahwa pekerjaan Roh Kudus itu adalah pekerjaan Iblis, maka ia menghujat Roh Kudus. Dosa yang demikian itu, menurut Tuhan Yesus, tidak mungkin diampuni, baik di dalam dunia ini, maupun di dunia yang akan datang.

Apakah orang Farisi sudah sampai tahap berbuat dosa yang mengerikan ini? Dalam pembacaan kita, tidak dikatakan demikian, namun mereka sedang dalam bahaya mendekatinya. Apabila setelah mendengar keterangan Tuhan Yesus dalam ayat 25-29, mereka tetap mempertahankan bahwa pekerjaan Roh Kudus dalam diri Tuhan Yesus adalah perbuatan Iblis, maka mereka itu menghujat Roh Kudus.

Dalam ayat 32, Tuhan Yesus membedakan hujat terhadap Anak Manusia (diriNya sendiri) yang dapat diampuni dan hujat terhadap Roh Kudus yang tak pernah dapat diampuni. Mengapa demikian? Apakah Roh Kudus lebih tinggi, lebih mulia atau lebih besar bila dibandingkan dengan Tuhan Yesus? Soalnya bukan karena Roh Kudus lebih tinggi atau lebih yang lainnya bila dibandingkan dengan Tuhan Yesus. Menurut Tuhan Yesus, soalnya adalah orang yang menghujat Roh Kudus itu tidak dapat dikatakan bebas dari kesalahan. Terhadap Anak Manusia, orang masih dapat ragu-ragu dan salah mengerti. Sebab selama Ia menjelajahi tanah Palestina, Ia agak menyamarkan kemuliaanNya, sehingga dapat terjadi bahwa orang mengucapkan kata-kata penghinaan tentang Dia, tanpa mereka menyadari bahwa mereka menghina Anak Allah. Sampai sekarangpun hal yang sama dapat terjadi. Orang dapat saja mengucapkan kata-kata penghinaan terhadap Tuhan Yesus, sebab orang itu belum mendengar dan mengerti betul siapa Yesus Kristus itu, atau sebab mereka telah melihat perbuatan-perbuatan munafik orang Kristen, sehingga mereka menganggap agama Kristen rendah. Namun bila seseorang jelas-jelas mengetahui ada karya Tuhan dengan perantaraan Roh Kudus (seperti penyembuhan yang dilakukan Tuhan Yesus) namun tetap menolaknya, tetap tidak mau mengakui, bahwa karya yang demikian itu adalah karya Roh Kudus, bahkan menuduhnya sebagai karya Beelzebul, maka hal itu berarti: penentangan yang dengan secara terang-terangan kepada Kerajaan Allah serta kehormatanNya. Itulah sebabnya dosa menghujat Roh Kudus adalah dosa tak berampun. Keterangan lain yang dapat diberikan adalah; orang yang sampai pada tahap yaitu dengan sadar menyebutkan pekerjaan Roh Kudus adalah pekerjaan Iblis, sudah mati secara total bagi kebenaran dan tidak menyesal lagi.

Sebagai kesimpulan dari uraian di atas, penulis mengutip Dr. Harun Hadiwijono: "...yang disebut "dosa menghujat Roh Kudus" ialah ini: jikalau Roh Kudus karena karya peneranganNya telah memberikan kemungkinan kepada seseorang, bahwa Yesus Kristus adalah Juru Selamat yang datang dari pada Allah, padahal kesaksian itu dengan sengaja ditolak, bahkan justru dipandangnya sebagai datang dari setan; orang itu melakukan dosa "menghujat Roh Kudus"". (Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984, hal 250-251).



TIP #07: Klik ikon untuk mendengarkan pasal yang sedang Anda tampilkan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA