Index
: A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
Beban | Belas Kasih | Berhala | Berkat Dari | Biaya | Cobaan/Ujian | Depresi | Disiplin dari | Doa | Dorongan | Dukacita
Daftar Isi
Hanya Allah yang Tersisa
Allah Ingat
Keuntungan dari Kelemahan
Pencucian Mobil
Membangun Kehidupan
Pohon yang Kuat
Apa yang Akan Terjadi?
Selamat Sampai ke Tepi
Teruslah Menggali
Di Balik Kesedihan
Banyak Pensil
Kecaplah dan Katakanlah!
Perjalanan yang Sukar
Masalah dengan Sesama
Harapan Orang Lanjut Usia
Seseorang yang Diandalkan
Kemandulan Rohani
Dunia yang Menangis
"allah Tak Pernah Salah"
Buah Kesengsaraan
Ujian Kesetiaan
Alasan Bersukacita
Masalah Hidup dan Mati
Tempat Pengungsian
Tujuan Penderitaan
Doa Tak Terjawab
Di Pihak Kita
Kelemahan atau Kekuatan?
Pelayanan yang Teguh
Pahit Menjadi Manis
Sebelah Atas Terbuka
Selamat Menderita?
Kalah dan Menang
Kuasa Tanpa Batas
Serahkan Beban Anda
Kesulitan dan Keberhasilan
Pelempar Cakram
Cincin
Mekar dari Duri
Dasar yang Kokoh
Bajing Tanah
Bersukacitalah Hari Ini
Salah Siapa?
Pemeliharaan Lembut Allah
Tetapi Seandainya Tidak ...
Pencobaan Penuh Sukacita
“manusia Gua”
Diuji dengan Api
Air Dalam
Yang Dapat Dilakukan Allah
Air Mata Sementara
Alasan Optimis
Sedikit Demi Sedikit
Badai Pasti Berlalu
Titik dan Lubang Donat
Jalan Bergelombang
Barang yang Pecah
Batu Itu Akan Dipindah
Terluka dan Mendengar
Kuasa Keterbatasan
Menyentuh Dasar
Tak Ada Kabar Buruk
Tiram yang Terluka
Jembatan Kasih Karunia
Anggaplah Kebahagiaan
Tiada Penyesalan
Bila Kasih Dibalas Benci
Menyanyi Bagi Tuhan
Saya Turut Merasakan
Tampilkan Kilaunya
Berhenti Bersedih
Mengatasi Ketakutan
Orang Lemah Terkuat
Ada di Tangan Allah
“tetapi Allah ...”
Tiga Kebutuhan
Belajar untuk Mengajar
Satu Saudara
Indahnya Penderitaan
Yang Hancur
Tatkala Tekanan Melanda
Sedikit Perspektif
Pergumulan
Kemakmuran dan Kemalangan
Berpacu Melawan Kuda
Ditopang Dalam Keheningan
Tidak Perlu Panik
Berapa Lama Lagi?
Aman Selamanya
Badai Dahsyat
Kelompok Peninju Dinding
Pelajaran dari Yunus
Berharap kepada Allah
Cara Berjalan
Krakatau
Tidak Berbuat Apa-apa
Pengakuan Sang Tentara
Sang Pengkhianat
Sebuah Ilustrasi
Pantang Mundur
Meredam Pertengkaran
Sungai di Gurun
Kualitas Pekerjaan
Kobe Bryant
Katakan Tidak
Kuping Panci
Sanjungan Dunia
"aku Mau ..."

Topik : Cobaan/Ujian

15 November 2002

Hanya Allah yang Tersisa

Nats : Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah (2Tawarikh 20:15)
Bacaan : 2Tawarikh 20:1-17

Seorang guru Alkitab yang bijak suatu kali berkata, "Cepat atau lambat Allah akan membawa umat-Nya yang merasa memiliki segalanya ke tempat di mana mereka tidak memiliki apa pun selain Dia; tanpa kekuatan, tanpa penjelasan, tanpa apa pun kecuali Dia. Tanpa pertolongan Allah, mereka akan hancur."

Ia lalu bercerita tentang seseorang yang putus asa mengeluh kepada pendetanya, "Hidup saya benar-benar hancur." "Seberapa parah?" tanya si pendeta. Sambil menutupi kepalanya dengan tangannya, ia meratap, "Sangat parah, sehingga satu-satunya milik saya yang masih tersisa hanya Allah." Wajah sang pendeta berseri-seri. "Dengan senang hati saya meyakinkan Anda bahwa orang yang hanya memiliki Allah, memiliki kekuatan yang lebih dari cukup untuk memperoleh kemenangan besar!"

Dalam bacaan Alkitab hari ini, bangsa Yehuda juga sedang menghadapi masalah. Mereka sadar bahwa tak punya cukup kekuatan dan kehabisan cara untuk mengalahkan musuh. Yang tersisa hanya Allah! Namun, Raja Yosafat dan rakyatnya melihatnya sebagai sumber harapan, bukannya keputusasaan. "Mata kami tertuju kepada-Mu," seru mereka kepada Allah (2 Tawarikh 20:12). Dan mereka tidak dikecewakan karena Dia memenuhi janji-Nya: "Bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah" (ayat 15).

Apakah Anda sedang dalam situasi di mana segala milik Anda lenyap? Ketika Anda mengarahkan pandangan kepada Tuhan dan menaruh harapan kepada-Nya, Anda akan mendapatkan pemenuhan janji Allah, dan Anda tidak akan membutuhkan apa-apa lagi —Joanie Yoder

29 November 2002

Allah Ingat

Nats : Dia sendiri tahu apa kita, dia ingat, bahwa kita ini debu (Mazmur 103:14)
Bacaan : Mazmur 103:6-22

Saya tidak akan pernah melupakan pesan yang disampaikan oleh pendeta joseph bower kepada staf pelayanan rbc [radio bible class] dalam sebuah acara di gereja beberapa tahun yang lalu. ia menggunakan tiga ayat alkitab (2 Timotius 2:19; Mazmur 103:14; 2Petrus 2:9) untuk menunjukkan bahwa allah memahami kita sepenuhnya, baik kelemahan, keterbatasan, maupun sifat kita.

namun, yang saya ingat dengan jelas dari khotbah pendeta bower adalah saat ia membagikan pengalaman pribadinya yang menggambarkan mazmur 103:14. pendeta bower adalah orang yang bertubuh besar dan kuat. ia juga aktif dalam kegiatan pembangunan gedung-gedung gereja di samping berkhotbah.

pada suatu hari ia ingin memindahkan sebuah tiang baja yang beratnya kurang lebih 150 kg. ia lalu meminta anaknya untuk memegangi salah satu ujung tiang dan meletakkannya di tempat yang diinginkan. anak muda itu mencoba mengangkat balok tiang yang besar itu, tetapi ia tidak kuat. bahkan akhirnya ia harus dirawat di rumah sakit. pendeta bower merasa sangat terpukul. karena merasa kuat, ia lupa kalau anaknya tidaklah sekuat dirinya. lalu ia berkata bahwa bapa kita di surga tidak pernah lupa akan kelemahan anak-anak-nya, karena "dia sendiri tahu apa kita, dia ingat, bahwa kita ini debu" (mazmur 103:14).

Jika hari ini anda berbeban berat, tetaplah anda tenang. ingatlah bahwa tuhan tidak akan pernah membebani anda dengan beban yang lebih berat daripada beban yang dapat anda tanggung –richard de haan

16 Januari 2003

Keuntungan dari Kelemahan

Nats : Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" (2Korintus 12:9)
Bacaan : 2Korintus 12:1-10

Saya selalu senang mengobrol dengan teman lama saya semasa kuliah, Tom. Bersama-sama kami selalu mencoba memahami apa yang telah Tuhan ajarkan sejak kami terakhir bertemu.

Suatu hari Tom mengawali pembicaraan dengan senyum tersipu-sipu, "Aku sendiri hampir tak percaya jika aku membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menangkap pelajaran terakhir yang Allah ajarkan kepadaku. Padahal aku seorang guru Alkitab!" Ia bercerita tentang sederet pencobaan dan ujian yang telah ia dan keluarganya hadapi. Karena pengalaman itu, ia merasa tak layak mengajar di kelas Sekolah Minggu dewasa. "Minggu demi minggu aku merasa sangat gagal," akunya, "dan terus bertanya-tanya apakah hari Minggu ini akan menjadi Minggu terakhir sebelum aku mengundurkan diri."

Pada suatu hari Minggu seorang wanita muda tetap tinggal di kelas Sekolah Minggu dewasa sesudah pelajaran berakhir untuk berbicara dengan Tom. Ia adalah teman keluarganya, jadi ia tahu setiap hal yang mereka alami. "Tom," katanya, "saya harap kau tidak salah mengerti, tapi sesungguhnya kau menjadi guru yang jauh lebih baik justru ketika sedang mengalami masa-masa sulit."

Tom tersenyum sambil berkata kepada saya, "Pada saat itulah aku merasa dapat memahami tanggapan Tuhan terhadap duri dalam daging yang dialami Paulus: 'Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna'" (2 Korintus 12:9).

Ketika kita sadar betapa kita membutuhkan Allah, Dia akan menguatkan kita. Itulah keuntungan dari kelemahan --Joanie Yoder

21 Januari 2003

Pencucian Mobil

Nats : Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau (Yesaya 43:2)
Bacaan : Yesaya 43:1-13

Saya tak akan pernah melupakan pengalaman pertama saya menggunakan pencuci mobil otomatis. Saya mendatangi tempat itu dengan ketakutan yang sama seperti ketika ke dokter gigi. Lalu saya memasukkan uang ke mesin. Dengan gugup saya memeriksa jendela berkali-kali, memindahkan mobil ke jalur yang tersedia, dan menunggu. Tiba-tiba ada sesuatu yang mulai menggerakkan mobil saya, seolah-olah saya berada di atas ban berjalan. Dan ketika air yang deras menyembur, sabun dan sikat-sikat menerpa mobil saya dari berbagai arah, saya terpaku di dalam mobil seperti kepompong. Bagaimana bila saya terjepit di sini atau air menyembur masuk? pikir saya dengan bodoh. Tiba-tiba air berhenti. Setelah dikeringkan, mobil saya terdorong keluar lagi, dalam keadaan bersih dan mengkilap.

Pada saat itu, saya teringat akan masa-masa ketika saya diterpa badai kehidupan. Dalam keadaan seperti itu saya seolah-olah berada di atas ban berjalan, dan menjadi korban dari suatu kekuatan di luar kendali saya. "Pengalaman di pencucian mobil" demikian saya menyebutnya. Saya ingat bahwa ketika saya melalui sungai yang dalam, Sang Penebus menyertai saya dan melindungi saya dari air pasang (Yesaya 43:2). Ketika saya berhasil tiba di seberang, saya bisa berkata dengan sukacita dan penuh iman, "Dia adalah Allah yang setia!"

Apakah Anda sedang mengalami "pengalaman di pencucian mobil"? Percayalah, Allah akan membawa Anda ke seberang dengan selamat. Anda akan dapat memberikan kesaksian yang indah tentang kuasa pemeliharaan- Nya --Joanie Yoder

30 Januari 2003

Membangun Kehidupan

Nats : Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Filipi 1:21)
Bacaan : Yohanes 20:11-18

Hari itu adalah hari yang cerah di tahun 1982, tapi juga menyedihkan, karena sehari sebelumnya suami saya dimakamkan. Saya pergi sendiri ke makam Bill tanpa tahu alasannya. Sama seperti Maria Magdalena yang mengunjungi kubur Yesus, di sana Tuhan yang bangkit juga menunggu saya. Dia menanamkan ayat Filipi 1:21 di benak saya yang masih berduka atas kematian Bill yang terlalu cepat karena kanker.

Saya pun merangkai doa berdasarkan ayat itu: "Tuhan, betapa seringnya Bill bersaksi, 'Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.' Ya, hamba-Mu itu sekarang telah tiada. Kepergiannya adalah kehilangan yang tak terperikan bagi kami, tetapi suatu keuntungan yang tak terkatakan buatnya. Aku tahu, Tuhan, suatu hari aku pun akan mati dan mendapatkan keuntungan itu. Namun saat ini aku masih hidup. Aku tak boleh hidup di masa lalu, dan menghargai hidupku yang sekarang. Bagiku, hidup adalah untuk-Mu!"

Sewaktu kembali, saya tahu saya telah mengucapkan doa yang mendasari hidup saya selanjutnya. Ke depan saya perlu melakukan banyak pemulihan dan perbaikan, tetapi saya yakin telah memiliki satu dasar yang kokoh, yakni Yesus Kristus.

Apakah kematian orang yang Anda kasihi atau rasa takut terhadap kematian Anda sendiri menguji dasar iman Anda? Biarlah perkataan Paulus, yang ditulisnya saat menghadapi kematian, dan juga sabda Yesus kepada Maria, menyemangati Anda untuk mempersembahkan doa yang menguatkan iman Anda. Lalu bangunlah kembali hidup Anda di atas dasar kasih Kristus yang bangkit! --Joanie Yoder

2 Februari 2003

Pohon yang Kuat

Nats : Kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan (Roma 5:3,4)
Bacaan : Roma 5:1-5

Pohon cemara Bristlecone adalah pohon tertua di dunia. Beberapa di antaranya diperkirakan berumur 3.000 sampai 4.000 tahun. Pada tahun 1957, ilmuwan Edmund Schulman menemukan sebatang di antaranya, dan menamainya "Metusaleh". Pohon cemara berbongkol dan sangat tua ini hampir berumur 5.000 tahun! Pohon ini sudah ada saat rakyat Mesir membangun piramid.

Pohon Bristlecone tumbuh di atas pegunungan AS bagian barat, di ketinggian kira-kira 3.050-3.350 meter. Mereka mampu bertahan hidup, bahkan di saat kondisi lingkungan yang sangat buruk sekalipun: suhu udara yang amat dingin, angin topan, lapisan udara yang tipis, dan curah hujan yang rendah.

Sebenarnya, lingkungan ganaslah yang menjadi salah satu faktor sehingga mereka mampu bertahan hingga abad milenium ini. Kesengsaraan telah menumbuhkan kekuatan yang luar biasa dan tenaga yang tak kunjung habis.

Paulus mengajarkan kita bahwa "kesengsaraan menimbulkan ... tahan uji" (Roma 5:3,4). Kemalangan adalah proses yang Allah pakai untuk mendatangkan kebaikan dalam hidup kita. Permasalahan yang membuat kita datang kepada Tuhan, sebenarnya dapat mendatangkan kebaikan bagi kita. Hal itu membuat kita sepenuhnya bergantung kepada-Nya.

Dalam berdoa, hendaknya kita tidak hanya memohon pelepasan dari penderitaan, tetapi juga kasih karunia Allah, supaya Allah memakai penderitaan itu untuk menyatakan kehendak-Nya dalam hidup kita. Maka, kita akan kuat di tengah malapetaka, dan merasa damai di mana pun Allah menempatkan kita --David Roper

13 Maret 2003

Apa yang Akan Terjadi?

Nats : Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan (2Timotius 4:8)
Bacaan : 2Timotius 4:1-8

Dalam bukunya Spirit Life (Semangat Hidup), Stuart Briscoe menulis, “Ketika pindah ke Amerika Serikat, saya terheran-heran melihat begitu banyak orang yang sangat asing bertamu ke rumah saya untuk menanyakan apakah saya baik-baik saja .... Ternyata mereka menjual polis asuransi!

“Suatu hari salah seorang dari tamu-tamu itu berbicara tentang perlunya berhati-hati dalam menghadapi segala kemungkinan. ‘Jika sesuatu terjadi pada Anda, Pak Briscoe ...’ ia mulai bicara, tetapi kemudian saya memotongnya, ‘Maaf, jangan diteruskan. Itu meresahkan saya.’ ... Ia tampak betul-betul bingung dan berkata, ‘Saya tak tahu mengapa perkataan saya meresahkan Anda.’ ‘Nah, saya akan memberi tahu Anda,’ jawab saya. ‘Saya resah karena Anda hanya berbicara seolah-olah hidup itu adalah sebuah kemungkinan. Dan lagi, kematian bukanlah kemungkinan, kematian jelas-jelas sebuah kepastian. Anda tidak bisa menggunakan kata “jika”, tetapi “ketika” kalau berbicara tentang kematian.’ Lalu saya menambahkan, ‘Jadi, ketika sesuatu terjadi pada Anda, apa yang akan benar-benar terjadi?’”

Rasul Paulus sangat terbuka menghadapi kematiannya (2 Timotius 4:6). Ia tahu bahwa sengat maut telah dipatahkan karena Kristus membayar hukuman dosa di kayu salib (1 Korintus 15:55-57). Kematian akan berubah menjadi kemuliaan (ayat 54); ia akan betul-betul mengalami kebenaran Kristus; dan ia akan bersama-sama dengan Kristus (2 Korintus 5:8). Yesus memberikan keyakinan yang sama kepada semua orang yang mempercayai-Nya sebagai Juruselamat dan Tuhan --Dennis De Haan

24 Maret 2003

Selamat Sampai ke Tepi

Nats : Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku,sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti- nantikan sepanjang hari (Mazmur 25:5)
Bacaan : Mazmur 25:1-10

Benda apakah yang mampu mengarungi lautan selama bertahun-tahun sebelum akhirnya tiba di pantai dan tumbuh? Menurut artikel National Geographics di majalah World, benda yang luar biasa itu adalah kacang yang berasal dari Amerika Selatan dan India Barat. Orang-orang menyebut benda tersebut “hati laut”.

Biji kacang berwarna yang berukuran 0,8 cm ini berbentuk hati. Ia tahan terhadap segala macam cuaca, dan tumbuh pada tanaman merambat yang tinggi. Biji-biji itu sering jatuh ke sungai dan terapung menuju lautan. Biji-biji itu telah mengarungi lautan selama bertahun-tahun sebelum akhirnya sampai di pantai dan tumbuh menjadi tanaman.

Biji yang kuat, mampu bertahan, dan dapat menguasai arus ini menggambarkan prinsip dasar rohani. Mungkin dibutuhkan penantian panjang untuk mendapatkan pemenuhan rencana Allah bagi kita. Kenyataannya, Nuh harus tahan dicemooh selama 120 tahun sewaktu membangun sebuah kapal untuk menghadapi banjir besar. Abraham menanti pemenuhan janji Allah bahwa ia akan dikaruniai anak pada usia tuanya. Daud, orang yang diurapi Allah, memilih untuk menunggu waktu Allah daripada membunuh Raja Saul yang iri hati.

“Hati laut” tidak dapat memilih untuk bersabar, tetapi kita dapat. Tidak ada yang lebih sulit dan lebih baik bagi kita selain mengikuti teladan Daud yang menulis Mazmur 25. Dengan menanti Tuhan, kita akan memperoleh kedamaian, dan iman kita akan dapat bertumbuh, terlebih saat kita telah sampai di tepi --Mart De Haan II

16 Mei 2003

Teruslah Menggali

Nats : Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu (Ibrani 10:36)
Bacaan : Ibrani 10:32-39

Seorang dokter Skotlandia, A.J. Cronin (1896-1981) terpaksa berhenti dari praktik medisnya karena sakit. Lalu ia memutuskan untuk menulis novel. Namun, ketika novel itu baru setengah jadi, ia patah semangat dan membuang naskahnya ke tempat sampah.

Dalam keadaan sangat putus asa, Cronin berjalan-jalan di Highlands, Skotlandia dan melihat seorang pria sedang mencangkuli rawa. Ia mencoba mengeringkan tanah berlumpur itu untuk dijadikan padang rumput. Saat Cronin bertanya kepadanya, pria itu menjawab, "Ayah saya menggali rawa ini, tetapi ia tak pernah bisa menjadikannya padang rumput. Namun, kami tahu, hanya dengan mencangkulnya, rawa ini bisa dijadikan padang rumput. Karena itu, saya terus mencangkul."

Merasa ditegur dan termotivasi kembali oleh kejadian itu, Cronin segera pulang, mengambil naskahnya dari tempat sampah, dan menyelesaikannya. Akhirnya, novelnya yang berjudul Hatter's Castle terjual sebanyak tiga juta kopi. Cronin meninggalkan praktik medisnya dan menjadi penulis terkenal dunia.

Terkadang kita juga merasa terjebak dalam situasi yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Apakah kita bersedia terus menggali "rawa", apa pun yang ditugaskan Allah kepada kita?

Kitab Ibrani berkata bahwa kita "memerlukan ketekunan" (10:36), dan harus "berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita" (12:1). Caranya? Dengan "mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang mem-bawa iman kita itu kepada kesempurnaan" (ayat 2). Dengan Kristus sebagai teladan kita, teruslah menggali! --Vernon Grounds

27 Mei 2003

Di Balik Kesedihan

Nats : Bersedih lebih baik daripada tertawa, karena muka muram membuat hati lega (Pengkhotbah 7:3)
Bacaan : Pengkhotbah 7:1-14

Kesedihan bisa berguna bagi jiwa kita. Kesedihan dapat menyingkapkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri kita dan Allah.

Kesedihan membuat kita jujur menilai diri sendiri, juga membuat kita merenungkan motivasi, maksud, dan keinginan kita. Kita jadi mengenal diri sendiri, yang dulu belum benar-benar kita kenal.

Kesedihan juga menolong kita melihat Allah karena kita belum benar- benar melihat-Nya. Di tengah dukacita yang dalam, Ayub berkata, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau" (Ayub 42:5).

Yesus, manusia sempurna, digambarkan sebagai "manusia kesedihan" yang biasa mengalami penderitaan (Yesaya 53:5). Hal ini sulit untuk dimengerti, bahkan Anak Allah yang menjelma menjadi manusia pun belajar dan bertumbuh melalui dukacita yang diderita-Nya (Ibrani 5:8). Saat kita berpikir tentang penderitaan-Nya, juga perhatian-Nya terhadap penderitaan kita, kita akan mendapat pemahaman lebih baik tentang apa yang ingin Allah kerjakan dalam diri kita melalui dukacita yang kita alami.

Pengarang kitab Pengkhotbah menulis, "Bersedih lebih baik daripada tertawa, karena muka muram membuat hati lega" (7:3). Mereka yang tak ingin menderita, yang menyangkalnya, mengang-gap remeh, atau mencoba untuk menghilangkannya dengan berbagai alasan, maka perasaannya takkan tajam dan sikapnya acuh tak acuh. Mereka takkan bisa memahami diri sendiri atau orang lain dengan baik. Jadi, saya pikir sebelum kita dipakai Allah, pertama-tama kita harus belajar berdukacita --David Roper

28 Mei 2003

Banyak Pensil

Nats : Jika aku lemah, maka aku kuat (2Korintus 12:10)
Bacaan : 2Korintus 12:7-10

Sudah delapan tahun sejak kematian ayah saya, Ibu hidup sendirian. Beliau tidak dapat keluar sendiri kecuali untuk berjalan-jalan di sekitar rumah. Ingatan jangka pendeknya juga sudah kacau. Kata-kata yang diucapkannya hanya terbatas pada beberapa komentar yang diulang-ulang.

Namun, Ibu pernah mengatakan sesuatu yang dalam kepada saya. Beliau berkata demikian, "Beberapa hari lalu aku memikirkan masalah- masalahku, dan aku menyimpulkan bahwa aku tidak punya satu masalah pun untuk dikeluhkan. Allah selalu memeliharaku dan aku selalu didampingi oleh orang-orang yang menolongku. Masalahku saat ini hanyalah bahwa aku tidak mampu mengingat apa pun sehingga aku menghabiskan banyak pensil dan kertas untuk menulis segala sesuatu."

Rasul Paulus bergumul dengan apa yang disebutnya duri di dalam daging (2Korintus 12:7). Namun, ia mendapati bahwa dalam kelemahannya ia mengalami "kuasa Kristus" (ayat 9). Ia berkata, "Aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus" (ayat 10).

Kita semua memiliki berbagai pergumulan. Pergumulan itu mungkin berhubungan dengan usia, keuangan, hubungan dengan sesama, atau berbagai kesukaran lainnya. Namun, bila kita sungguh-sungguh mengarahkan hati kita untuk percaya kepada Allah, dan bila kita senantiasa bersyukur bahkan ketika menghadapi masalah, kita mungkin akan lebih dapat merasakan bahwa kita "tidak punya satu masalah pun untuk dikeluhkan" -- Dave Branon

5 Juni 2003

Kecaplah dan Katakanlah!

Nats : Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya! (Mazmur 34:9)
Bacaan : Mazmur 34:2-11

Apakah Anda percaya bahwa Allah itu baik, bahkan saat hidup ini tidak bersahabat? Mary percaya, dan saya terpana mendengar cerita pendeta tentang dirinya di hari pemakamannya.

Mary adalah seorang janda yang sangat miskin. Ia harus terus tinggal sendiri di rumah karena penyakit yang dideritanya di hari tuanya. Namun, seperti sang pemazmur, ia telah belajar untuk memuji Allah di tengah kesulitan hidupnya. Selama bertahun-tahun ia telah belajar un-tuk menikmati setiap kebaikan Allah dalam hidupnya dengan penuh ucapan syukur.

Kadang kala pendeta mengunjungi-nya di rumah. Penyakit yang ia derita membuatnya memerlukan waktu lama untuk berjalan membukakan pintu. Karena itu, sang pendeta akan menelepon dan memberi tahu bahwa ia sedang dalam perjalanan dan jam berapa ia akan sampai di sana. Kemudian Mary akan memulai perjalanannya yang lambat dan melelahkan ke pintu, dan sampai di sana tepat sebelum sang pendeta tiba. Dan Mary tak pernah lupa menyambut sang pendeta dengan kata- kata kemenangan ini, "Allah itu baik!"

Saya memperhatikan bahwa orang-orang yang paling sering menceritakan tentang kebaikan Allah, ternyata justru mereka yang biasanya paling banyak menghadapi pencobaan hidup. Pada saat-saat sulit itu, mereka berfokus pada anugerah dan rahmat Allah daripada masalah, dan dengan begitu mereka mengecap kebaikan-Nya. Teladan Mary tidak hanya menantang kita untuk mengecap dan melihat Allah, tetapi juga mengecap dan mengatakan bahwa Tuhan itu baik, bahkan saat hidup ini tidak bersahabat --Joanie Yoder

9 Juni 2003

Perjalanan yang Sukar

Nats : Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia (Yohanes 16:33)
Bacaan : Yohanes 16:19-33

Ada sebuah danau di dekat rumah kami di daerah pegunungan, yang terkenal sebagai tempat memancing. Untuk ke sana, saya harus mendaki tebing yang curam sejauh 3,2 km. Itu sebuah pendakian yang sulit bagi orang tua seperti saya. Namun, saya menemukan bahwa jarak tersebut dapat dicapai dengan mobil hingga 0,8 km dari danau. Saya mengendarai mobil sepanjang hari melalui beberapa jalan pegunungan hingga saya menemukan jalan terdekat ke danau. Kemudian dengan hati- hati saya menggambar peta jalan tersebut agar saya dapat menemukannya lagi.

Beberapa bulan kemudian, saya kembali mengendarai mobil melalui jalan yang sama. Lalu tibalah saya di tempat yang jauh lebih buruk daripada yang saya ingat; berbatu-batu, bergelombang, dan curam. Saya pikir mungkin ada belokan yang terlewat, maka saya berhenti dan memeriksa peta saya. Di peta, pada jalan yang saya lalui, tertulis dengan pensil demikian: "Sukar dan curam. Tidak mudah." Saya berada di jalan yang benar.

Yesus berkata bahwa perjalanan hidup kita menjadi sukar jika kita ingin mengikut Dia. "Dalam dunia kamu menderita penganiayaan" (Yohanes 16:33). Karena itu kita tak perlu terkejut jika jalan kita menjadi sulit, atau mengira bahwa kita telah mengambil belokan yang salah. Kita dapat "menguatkan hati" karena Yesus pun berkata bahwa di dalam Dia kita dapat memiliki damai, karena Dia telah "mengalahkan dunia" (ayat 33).

Jika Anda mengikuti Kristus dan mengalami saat-saat yang sulit, kuatkanlah hati Anda. Anda berada di jalan yang benar! --David Roper

12 Juni 2003

Masalah dengan Sesama

Nats : Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku? (Mazmur 56:12)
Bacaan : Mazmur 56

Apakah Daud paranoid? Apakah ia berpikir bahwa semua orang di dunia ini sedang mengejar-ngejar dia? Anda akan memperoleh kesan itu jika Anda me-neliti beberapa mazmurnya. Perhatikan beberapa pernyataan yang dibuatnya:

o "Orang-orang yang angkuh bangkit menyerang aku, orang-orang yang sombong ingin mencabut nyawaku" (Mazmur 54:5).

o "Banyak orang yang memerangi aku" (56:3).

o "Mereka menghadang nyawaku; orang-orang perkasa menyerbu aku" (59:4).

Daud saat itu memang sedang dikejar-kejar oleh Raja Saul dan orang- orangnya, sehingga mudah untuk mengerti mengapa Daud merasakan hal seperti itu. Namun, pengamatannya tentang para pengejarnya mungkin menggambarkan perasaan kita saat orang lain mengkritik dan menentang kita. Mungkin mereka adalah orang-orang di tempat kerja, yang sepertinya tidak setuju dengan apa pun yang kita lakukan atau katakan. Mungkin mereka adalah anggota keluarga yang jelas-jelas senang membuat kita jengkel. Atau orang-orang di gereja yang suka mengkritik dan mencari-cari kesalahan kita. Kita merasa seakan-akan semua orang menentang kita.

Jika Anda sedang mengalaminya, inilah saatnya bertindak seperti Daud. Ia mengatakan, "Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (56:12).

Saat Anda menghadapi masalah dengan sesama, berpalinglah kepada Allah. Dia memahami Anda --Dave Branon

17 Juni 2003

Harapan Orang Lanjut Usia

Nats : Janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis (Mazmur 71:9)
Bacaan : Mazmur 71:9-18

Bagai sebatang lilin putih di tempat suci, demikianlah keindahan wajah tua." Sebaris puisi karangan Joseph Campbell ini ditujukan bagi mereka yang selama hidupnya melayani Tuhan dan masih menghasilkan buah di masa tuanya.

Di balik wajah tua seseorang yang telah lama mengikuti Kristus pasti tersimpan kenangan dari sanak saudara dan teman-teman. Kerutan menyiratkan segala kesungguhan dalam berdoa, perhatian yang penuh kasih, dan karya yang berguna selama puluhan tahun. Keelokan yang dimiliki bukan lagi pesona fisik semasa muda, tetapi indahnya kesaksian dari hidup yang dijalani dengan baik.

Sebagai seorang perawat di sebuah panti wreda, istri saya melayani beberapa orang tua. Mereka adalah orang-orang istimewa. Misalnya, ada se-orang pria di sana yang setia memberi laporan cuaca setiap malam saat istri saya bekerja. Selain itu ada juga beberapa wanita di sana yang setia melayani Allah melalui doa.

Sayangnya, para orang tua ini tidak selalu dihargai. Orang-orang yang tidak berperasaan memaksa mereka hidup dalam keadaan yang menyedihkan. Seorang politikus mengatakan bahwa mereka sebaiknya "mati dan menyingkir". Sebagian yang lain menyebut mereka beban yang tak berguna. Sebagai pengikut Kristus, kita harus menolak pandangan ini dan mengubahnya. Kebanyakan dari orang-orang yang berharga ini merasa ditolak dan dibuang.

Mari kita memperhatikan dan mencintai mereka dalam nama Yesus. Allah dapat memakai kita untuk memberi dorongan kepada orang-orang yang berdoa, "Janganlah membuang aku pada masa tuaku" --Dave Branon

24 Juni 2003

Seseorang yang Diandalkan

Nats : Tuhan, tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai (Mazmur 91:2)
Bacaan : Mazmur 91

Dalam bukunya The Fisherman and His Friends, Louis Albert Banks menceritakan tentang dua pelaut yang ditugas-kan untuk mengawasi kapal-kapal yang berlayar jauh ke tengah laut. Sepanjang malam itu badai mengamuk sehingga om-bak melemparkan satu orang dari mereka ke laut. Anehnya, pelaut yang tenggelam justru yang berada dalam ruang kapal yang terlindung, sedangkan yang selamat adalah pelaut yang berada di ruang terbuka dan lebih dekat dengan laut. Apa sebabnya? Karena orang yang tenggelam itu tidak berpegangan.

Itulah gambaran sikap orang-orang ketika mengalami ujian dalam hidupnya! Ketika hidup berjalan dengan baik, mereka merasa tidak memerlukan bantuan. Namun ketika keadaan menjadi sulit, kakinya pun terpeleset sampai jatuh. Karena mereka menolak pertolongan Allah dan tidak mau berpegangan, mereka sangat mudah tenggelam.

Sebaliknya orang-orang yang berpegang erat kepada Tuhan akan dapat melewati kemalangan berat yang menimpa. Mereka cenderung berkata, "Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan tanpa Tuhan." Itu berarti mereka tahu bahwa Bapa surgawi selalu bersama mereka untuk menguatkan, menjaga, dan melindungi mereka.

Mereka yang menyandarkan harapan kepada Allah memiliki Seseorang yang senantiasa dapat diandalkan dalam setiap keadaan hidupnya. Mereka dapat mengatakan bahwa Tuhan adalah "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai" (Mazmur 91:2). Bagaimana dengan Anda? Dapatkah Anda berkata seperti itu? --Richard De Haan

17 Agustus 2003

Kemandulan Rohani

Nats : Keduanya adalah benar di hadapan Allah . . . . Tetapi mereka tidak mempunyai anak (Lukas 1:6,7)
Bacaan : Lukas 1:5-17

Kemandulan, baik secara fisik maupun rohani, dapat menyebabkan kepahitan bagi sebagian anak Allah. Kepahitan dapat bertumbuh di dalam hati pasangan suami-istri yang kecewa karena tidak dapat mempunyai anak. Kepahitan dapat juga terjadi saat orang melayani Allah tetapi tidak melihat buahnya.

Sepasang utusan Injil yang melayani dengan setia selama bertahun- tahun tanpa buah yang nyata bertanya dengan putus asa, "Apakah kami telah menyia-nyiakan hidup?" Ada juga seorang pendeta muda dan istrinya yang telah berjerih payah selama lima tahun, bahkan telah menyerahkan hidup bagi jemaatnya. Namun orang-orang itu tidak tahu berterima kasih dan pasif. "Apakah mereka peduli?" sang istri bertanya.

Zakharia dan Elisabet, yang disebutkan dalam Lukas 1, adalah teladan bagi setiap orang yang sedang menghadapi kemandulan fisik atau rohani. Pasangan yang sudah tua ini memiliki reputasi yang tak bercacat, serta melayani Tuhan dengan setia dan taat selama bertahun-tahun (ayat 6). Mereka telah berdoa untuk memiliki anak, tetapi tidak memperolehnya. Walaupun demikian mereka tidak pahit hati, melainkan terus melayani Tuhan dan taat kepada-Nya. Pada waktu-Nya, Allah menganugerahi mereka seorang anak yang diberi nama Yohanes, yang akan menyiapkan jalan bagi Mesias (ayat 13-17).

Untuk menghindari kepahitan rohani di dalam hidup Anda, layani dan taatilah Tuhan dengan setia di tempat Dia memanggil Anda. Percayalah bahwa Allah akan memberkati Anda pada waktu-Nya, di jalan-Nya, dan sesuai rencana-Nya --Dave Egner

2 September 2003

Dunia yang Menangis

Nats : "Tuhan adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya (Ratapan 3:24)
Bacaan : Ratapan 3:1-9,24

Seorang ibu diberi tahu bahwa putranya tewas dalam suatu kecelakaan kerja. Seketika itu juga, hidup ibu tersebut dipenuhi deraian air mata. Di keluarga lain, serangan jantung mendadak telah merenggut nyawa seorang suami, meninggalkan istrinya menghadapi hidup seorang diri. Begitu banyak air mata yang tercurah! Kita hidup dalam dunia yang menangis.

Kitab Ratapan ditulis oleh Yeremia, yang disebut nabi peratap. Penduduk Yehuda telah dijadikan tawanan (1:3); Yerusalem tinggal reruntuhan (2:8,9); orang-orang dalam keadaan berkekurangan (2:11,12); penderitaan mereka sangat hebat melampaui batas (2:20); dan Nabi Yeremia terus-menerus meratap (3:48,49). Namun demikian, Yeremia masih yakin akan anugerah, belas kasihan, dan kesetiaan Allah.

Dari lubuk hatinya yang terdalam, jiwanya berkata, "Tuhan adalah bagianku, ... oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya" (3:24).

Betapa luar biasa ratapan yang menyayat hati itu! Dari sini suatu kenyataan bahwa tangisan dan ratapan tidak selalu mencerminkan iman yang lemah atau kurangnya kepercayaan kepada Allah. Sebagian dari kita mungkin berpikir orang kristiani harus selalu merasakan sukacita, bahkan saat hatinya hancur. Atau paling tidak, berusaha tampak bersukacita. Namun, pengalaman Yeremia membuktikan bahwa itu tidak benar. Air mata adalah bagian alami dari kehidupan kristiani. Akan tetapi, syukur kepada Allah karena pada suatu hari kelak Juruselamat kita yang penuh berkat akan datang dalam Kemuliaan untuk menghapus segala air mata (Wahyu 21:4) --Dennis De Haan

13 September 2003

"allah Tak Pernah Salah"

Nats : Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! (Roma 12:21)
Bacaan : Roma 12:14-21

Beberapa hari setelah tiba di kampus Texas A&M University pada tahun 1984, Bruce Goodrich dibangunkan pada pukul dua dini hari. Kakak- kakak kelas membangunkannya dari tempat tidur untuk memelonconya melalui program Barisan Kadet, sebuah program orientasi bergaya militer.

Bruce dipaksa untuk berolah raga dan berlari beberapa kilometer dalam cuaca yang panas dan lembab. Ketika akhirnya ia tidak kuat lagi dan terjatuh, ia dipaksa bangkit untuk meneruskan larinya. Namun ia terjatuh lagi, mengalami koma, dan meninggal pada hari itu juga. Para siswa yang memaksa Bruce melakukan latihan itu telah diajukan ke pengadilan karena dituduh mengakibatkan kematiannya.

Ayah Bruce mengirimkan sepucuk surat kepada tata usaha universitas, staf pengajar, dan badan mahasiswa. Sekalipun menyesali apa yang terjadi pada Bruce, sang ayah menulis, "Saya hendak menggunakan kesempatan ini untuk menyatakan rasa terima kasih dari keluarga saya atas perhatian dan simpati amat besar yang telah diberikan oleh Texas A&M University dan segenap sivitas akademika atas meninggalnya anak kami Bruce. Kami tidak menyimpan perasaan sakit hati ... Kami tahu, Allah tak pernah salah. Kini Bruce telah selamat sampai di rumah abadinya. Ketika muncul pertanyaan, 'Mengapa ini terjadi?' mungkin jawabannya adalah, 'Supaya banyak orang akan mempertimbangkan ke mana mereka akan menghabiskan waktu dalam kekekalan.'"

Keyakinannya akan kedaulatan Allah dapat mengubah kemarahan menjadi belas kasihan, dan kebencian menjadi perhatian --Haddon Robinson

14 September 2003

Buah Kesengsaraan

Nats : Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan (Roma 5:3)
Bacaan : Roma 5:1-5

Seorang pemuda kristiani menemui seorang jemaat yang lebih tua dan bertanya, "Bersediakah Anda berdoa supaya saya lebih sabar?" Lalu mereka pun berlutut bersama, dan pria itu mulai berdoa, "Tuhan, kirimkan kesulitan kepada anak muda ini di pagi hari; kirimkan padanya kesulitan di siang hari; kirimkan padanya ...." Sampai di sini, pemuda itu memotong, "Bukan, bukan kesulitan! Saya meminta kesabaran." "Saya tahu," jawab orang kristiani yang bijaksana itu, "tetapi melalui kesulitanlah kita belajar untuk bersabar."

Kata ketekunan dalam bacaan Kitab Suci hari ini dapat berarti kemampuan untuk tetap tegar di dalam tekanan kesulitan tanpa menyerah. John A. Witmer menulis, "Hanya orang percaya yang telah menghadapi penderitaanlah yang mampu membangun ketegaran. Dan pada akhirnya juga membangun karakternya."

Ketika Rasul Paulus mengajar jemaat di Roma bahwa "kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan" (Roma 5:3), ia berbicara berdasarkan pengalaman pribadinya. Ia telah menderita karena dipukul, dicambuk, dirajam, karam kapal, dan penganiayaan. Namun, ia tetap tegar dalam imannya dan tidak mundur dari tanggung jawabnya untuk mengabarkan Injil.

Jika saat ini Anda sedang menghadapi ujian berat, muliakanlah Allah! Di bawah kendali-Nya yang penuh hikmat, maka segala sesuatu yang terjadi pada kita -- entah menyenangkan atau menyakitkan -- dirancang untuk membangun karakter yang serupa dengan Kristus. Oleh sebab itu, kita dapat bermegah dalam penderitaan --Richard De Haan

19 September 2003

Ujian Kesetiaan

Nats : Hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu (Daniel 3:18)
Bacaan : Daniel 3:8-18

Seorang perawat muda sedang membantu operasi untuk pertama kalinya. Ketika dokter selesai mengoperasi, perawat itu melapor kepadanya bahwa sang dokter telah menggunakan 12 lembar kain kasa, tetapi saat dihitung setelah operasi hanya ada 11. Dengan kasar dokter itu menjawab bahwa ia telah mengeluarkan semua kain kasa dari dalam tubuh pasien.

Si perawat bersikeras bahwa kain kasanya hilang satu, tetapi dokter itu berkata bahwa ia akan melanjutkan tugasnya dengan menjahit sayatan operasi pasien. Dengan mata menyala-nyala perawat itu berkata, "Anda tidak boleh melakukannya! Pikirkan nyawa pasien Anda!" Sang dokter tersenyum dan mengangkat kakinya. Ditunjukkannya kain kasa kedua belas yang dengan sengaja telah dijatuhkannya ke lantai. "Kau lulus ujian!" katanya. Rupanya sang dokter sedang menguji si perawat.

Ketiga sahabat Daniel menghadapi ujian dalam bentuk yang berbeda (Daniel 3), tetapi mereka juga tak tergoyahkan. Mereka tak gentar sekalipun tahu bahwa penolakan mereka untuk menyembah berhala dapat membuat mereka kehilangan nyawa. Mereka membuktikan kesetiaan kepada Allah dengan memegang teguh pendirian mereka.

Tuhan mengizinkan ujian dan pencobaan memasuki hidup anak-anak-Nya. Tantangan ini dapat berupa kesempatan untuk memuaskan keinginan daging, atau serangkaian situasi yang mematahkan semangat. Apa pun bentuknya, jangan menyerah. Kita harus tetap berdiri di atas kebenaran, dan percaya bahwa Allah menyediakan semua anugerah yang kita butuhkan (1 Korintus 10:13).

Apakah Anda telah "diuji dan tetap setia"? --Herb Vander Lugt

30 Oktober 2003

Alasan Bersukacita

Nats : Sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya ... kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan (1Petrus 1:8)
Bacaan : 1Petrus 1:1-9

Kitab Perjanjian Baru memberi kita banyak alasan untuk bersukacita. Misalnya, Yesus berkata, "Bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di surga" (Lukas 10:20). Rasul Petrus berbicara tentang berbagai alasan bagi orang percaya untuk dapat "bergembira karena sukacita ... yang tidak terkatakan" (1 Petrus 1:8). Kita tidak diminta untuk berpura-pura tidak ada masalah, tetapi untuk bersukacita bahkan di tengah-tengah masalah.

Kata sukacita mengingatkan saya pada teman saya Carol. Ia memilih untuk bersukacita di sepanjang pergumulannya yang panjang melawan kanker. Kehidupan kristianinya dimulai saat berlangsungnya operasi, saat ia berdoa dan mempercayakan keselamatannya kepada Tuhan. Selama masa pemulihan ia selalu berjalan di koridor rumah sakit sambil berkata kepada setiap orang, "Hari ini indah, ya!"

Karena sebelah matanya telah diangkat, Carol mempunyai banyak penutup mata yang coraknya disesuaikan dengan pakaiannya. Hal yang ia sukai setiap hari adalah memilih penutup mata yang menarik. Namun, yang paling disukainya adalah mengungkapkan kesaksian. Ketika harus terbaring di tempat tidur, ia menggantung papan besar di kaki tempat tidurnya yang bertuliskan, "BERSUKACITALAH!" Pada kunjungan terakhir saya sebelum ia meninggal, ia menunjuk papan itu dan berbisik, "Bersukacitalah!"

Alasan Carol bersukacita adalah rasa syukurnya yang dalam kepada Yesus yang mengasihi dan menyelamatkan dia. Apa pun yang sedang Anda alami hari ini, biarlah alasan sukacita Carol menjadi alasan Anda juga --Joanie Yoder

9 November 2003

Masalah Hidup dan Mati

Nats : Masa hidup kami tujuh puluh tahun ... sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap (Mazmur 90:10)
Bacaan : Mazmur 90:1-10

Dengan mengubah gen pengendali penuaan, para ilmuwan yakin mereka dapat memperpanjang batas rata-rata usia manusia hingga 100 tahun menjelang akhir abad ini. Ini akan melampaui usia 70 tahun yang dinubuatkan dalam Mazmur 90:10. Namun, seandainya manusia memang dapat hidup lebih lama, bab terakhir dalam "buku kehidupan" masih tetap terbaca demikian, "sebab berlalunya buru-buru" (ayat 10).

Musa, penulis Mazmur 90, hidup hingga 120 tahun. Ia melihat kematian sebagai hal yang tak terelakkan di dunia yang telah dikutuk karena dosa. Namun, ia tidak pesimis. Ia memohon supaya Allah mengajarinya menghitung hari-hari supaya dapat beroleh "hati yang bijaksana" (ayat 12). Ia ingin dikenyangkan oleh kasih setia Allah supaya dapat bersukacita dan bersorak-sorai (ayat 14). Ia juga meminta supaya Allah menunjukkan kemuliaan-Nya kepada generasi yang akan datang (ayat 16). Begitulah cara Musa menghadapi realitas kematian, beberapa ribu tahun silam.

Seperti semua orang sejak Adam dan Hawa, kita menderita sebagai akibat dosa, dan kematian menjadi suatu kepastian (Roma 6:23). Namun, kita dapat hidup dengan pengharapan dan sukacita, karena Allah mengutus Putra-Nya untuk mati bagi dosa-dosa kita. Yesus menaklukkan maut saat bangkit dari kubur. Dan jika kita menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, kita pun dapat mengalami pengampunan Allah dan menanti untuk dapat bersama-sama dengan Dia di surga selamanya. Apakah Anda sudah menghadapi dan menyelesaikan masalah hidup dan mati ini? --Dennis De Haan

13 November 2003

Tempat Pengungsian

Nats : Dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu (Mazmur 57:2)
Bacaan : Mazmur 57

Diyakini bahwa Daud menulis Mazmur 57 ketika sedang melarikan diri dari kejaran Raja Saul yang menyimpan kebencian di dalam hatinya kepada anak bekas penggembala itu. Daud bersembunyi di gua dan nyaris tidak dapat lolos dari kejaran orang-orang yang memburunya. Untuk sementara waktu ia merasa aman, tetapi ia sadar bahwa ancaman masih menunggu di luar gua.

Kita semua pernah mengalami hal serupa. Mungkin tidak bersembunyi di dalam gua, tetapi sama-sama dikejar sesuatu yang membuat hati kita takut. Mungkin itu kesedihan yang mendalam akibat kematian orang yang kita kasihi. Mungkin itu ketakutan akan masa depan yang tidak jelas. Atau mungkin itu deraan penyakit yang tak kunjung sembuh.

Dalam keadaan seperti itu, Allah tidak selalu menghilangkan kesulitan yang ada, tetapi Dia hadir untuk menolong kita. Kita berharap Dia akan mengangkat dan membawa kita ke tempat yang aman, sama seperti Daud yang mengharapkan pengejaran Saul segera berakhir. Kita memohon kepada Allah untuk menghentikan penderitaan dan membuat jalan menuju hari esok menjadi mulus dan lurus. Kita memohon kepada-Nya untuk menghilangkan pergumulan kita. Namun, kesulitan itu tetap ada. Saat inilah kita harus mencari perlindungan di dalam Allah, sebagaimana yang dilakukan Daud. Saat bersembunyi di dalam gua Daud berkata, "Dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu" (Mazmur 57:2).

Apakah Anda sedang berada di tengah-tengah permasalahan? Carilah perlindungan di dalam Allah Yang Mahatinggi --Dave Branon

29 November 2003

Tujuan Penderitaan

Nats : Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai (Ibrani 12:11)
Bacaan : Ibrani 12:7-11

Penderitaan dapat membawa kita pada kehidupan yang lebih dalam dan penuh bila kita terima dengan kesabaran dan kerendahan hati. "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang," tulis Daud, "tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu" (Mazmur 119:67). Dan lagi, "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu" (ayat 71).

Penderitaan bukanlah penghambat pertumbuhan rohani kita. Sebaliknya, penderitaan justru dapat menjadi jalan pertumbuhan rohani. Jika kita mengizinkan penderitaan melatih kita, maka kita dapat lebih dekat kepada Allah dan firman-Nya. Kerap kali, melalui penderitaan, Bapa membentuk kita dengan penuh kasih supaya menyerupai Putra-Nya, dan perlahan-lahan memberi kita keberanian, belas kasih, kepenuhan, dan ketenangan seperti yang kita rindukan dan doakan. Tanpa penderitaan, Allah tidak dapat menyelesaikan semua yang ingin Dia kerjakan di dalam dan melalui kita.

Apakah anda diajar oleh allah melalui penderitaan dan rasa sakit? Dengan kasih karunia-nya, anda dapat bertahan untuk melakukan perintah-nya dengan sabar (2Korintus 12:9). Dia dapat membuat pencobaan menjadi berkat dan memakainya untuk membawa anda ke dalam hati dan firman-nya. Dia pun dapat memberi anda pengajaran untuk anda pelajari, serta memberi kedamaian-nya di tengah-tengah kesukaran anda.

Alkitab berkata, "Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan" (Yakobus 1:2). Allah sedang membentuk Anda lebih dari yang dapat Anda bayangkan --David Roper

30 November 2003

Doa Tak Terjawab

Nats : Ya Bapa-Ku, jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!" (Matius 26:42)
Bacaan : Matius 26:36-44

Pernahkah Anda atau kawan Anda menderita sakit yang tidak ada pengobatan medisnya? Apakah Allah telah menolak permohonan kesembuhan Anda yang berulang-ulang? Apakah penolakan-Nya membuat Anda mempertanyakan kehendak-Nya?

Sebuah artikel yang ditulis oleh Carol Bradley bercerita mengenai hikmat yang dimiliki oleh Craig Satterlee, seorang profesor seminari di Chicago. Ia buta sejak lahir, dan daya penglihatannya hanya 20 persen dari penglihatan normal. Apakah ia mengeluh, dan mengatakan bahwa Allah telah melupakan janji-Nya untuk menjawab doa? Sama sekali tidak! Ia percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah telah memberinya sesuatu yang jauh lebih baik.

"Saya merasa utuh," ia bersaksi, "walaupun saya buta." Dan bila ada yang menyebutnya sebagai seorang yang percaya pada kekuatan doa, dengan ramah ia menjelaskan, "Saya tidak mempercayai kekuatan doa. Namun, saya percaya akan kuasa dan hadirat Allah, karena itulah saya berdoa." Ia menambahkan, "Kita tahu bahwa Allah memberi kita terang melalui kegelapan, hidup melalui kematian, harapan melalui keputusasaan. Itu yang diajarkan oleh Kitab Suci kepada kita."

Doa bukanlah cara untuk membuat Allah melakukan apa pun yang kita inginkan. Doa merupakan suatu ungkapan kepercayaan kita akan kuasa, hikmat, dan anugerah-Nya. Apa pun yang kita minta untuk Allah lakukan bagi kita, kita harus bersikap seperti Yesus, yang mengatakan, "Tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki" (Matius 26:39) --Vernon Grounds

4 Januari 2004

Di Pihak Kita

Nats : Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? (Roma 8:31)
Bacaan : Rut 1

Naomi, suami, dan kedua putranya meninggalkan tanah Israel untuk pindah ke Moab karena terjadi bencana kelaparan (Rut 1:1,2). Satu putranya menikahi Rut, dan yang lain menikahi Orpa. Akhirnya suami dan kedua putra Naomi meninggal dunia (ayat 3,5), sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Israel. Namun, ia merasa bahwa lebih baik kedua menantunya tetap tinggal di Moab (ayat 6-13). Ia berusaha mencegah mereka ikut dengan berkata, "Janganlah kiranya demikian, anak-anakku, bukankah jauh lebih pahit yang aku alami daripada kamu, sebab tangan Tuhan teracung terhadap aku?" (ayat 13).

Apakah pikiran Naomi tentang Allah itu benar? Mungkin keluarga itu telah menunjukkan kurangnya iman mereka dengan pindah ke Moab yang penduduknya menyembah berhala, tetapi Allah nyata-nyata tidak memusuhi Naomi. Hal ini terbukti ketika Dia secara ajaib mencukupkan kebutuhan Naomi dan Rut saat kembali ke Israel. (Bacalah seluruh kitab Rut yang pendek ini.)

Mungkin Anda sedang menganggur, sakit parah, memiliki anak yang cacat, atau merawat orang terkasih yang menderita penyakit Alzheimer. Allah tak pernah berjanji untuk menghindarkan kita dari masalah semacam itu. Namun Dia telah membuktikan bahwa Dia selalu hadir "bagi kita" umat kristiani, melalui apa yang dilakukan-Nya di dalam Yesus (Roma 5:8,9). Tak satu hal pun, termasuk maut, yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya (ayat 8:35-39).

Tuhan tak pernah "melawan kita", bahkan ketika Dia sedang menyesah kita (Ibrani 12:5,6). Dia selalu ada di pihak kita! --Herb Vander Lugt

20 Januari 2004

Kelemahan atau Kekuatan?

Nats : Tetapi jawab Tuhan kepadaku, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" (2Korintus 12:9)
Bacaan : 2 Korintus 12:1-10

Kita sudah diajarkan bahwa apabila kita meminta sesuatu kepada Allah melalui doa, jawaban-Nya mungkin ya, tidak, atau tunggu. Kita bahkan diberi tahu bahwa kita bisa saja menerima jawaban tidak, meskipun kita jelas-jelas tidak menginginkan jawaban seperti itu. Jawaban tidak juga bukan jawaban yang diinginkan Paulus ketika ia memohon kepada Allah agar mencabut "duri di dalam daging"-nya (2Korintus 12:7,8).

Apa pun duri yang dirasakan Paulus, duri itu telah melemahkan dirinya. Karena ia ingin menjadi kuat dalam pelayanannya, Paulus meminta kelepasan kepada Allah. Meskipun Allah tidak mengabulkan permohonannya, Dia tetap menjawab doanya! Dia berkata kepada Paulus, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" (ayat 9). Kekuatan Kristus yang cukup telah menjadi kekuatan baru bagi Paulus.

Penulis J. Oswald Sanders menyimpulkan sikap Paulus terhadap duri yang dialaminya demikian, "Awalnya ia memandang hal itu sebagai kelemahan yang membatasi, tetapi kemudian ia menganggapnya sebagai kekuatan surgawi." Oleh karena itu, Paulus dapat bersaksi, "Aku rela dan senang di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan .... Sebab jika aku lemah, maka aku kuat" (ayat 10).

Pernahkah Anda berdoa untuk memohon kelepasan dari sesuatu yang melemahkan Anda, tetapi ternyata kelepasan itu tidak kunjung tiba? Perlu Anda ingat bahwa kasih karunia Allah cukup bagi Anda. Dia dapat mengubah kelemahan Anda menjadi "kekuatan surgawi" Joanie Yoder

24 Januari 2004

Pelayanan yang Teguh

Nats : Berdirilah teguh, jangan goyah ... Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia (1Korintus 15:58)
Bacaan : Kisah Para Rasul 20:23,24

Bagaimana reaksi kita terhadap kejadian-kejadian yang tragis? Saat pengalaman yang membingungkan menimpa hidup kita dan menciptakan suasana kelam dan murung, bagaimana tanggapan kita? Kita mungkin cenderung panik atau putus asa. Seseorang yang bernama Abraham Davenport dapat memberi sebuah pelajaran tentang keteguhan hati kepada kita.

Pada tanggal 19 Mei 1780, telah terjadi sebuah fenomena yang misterius. Kegelapan yang pekat (barangkali disebabkan oleh asap kebakaran hutan dan kabut tebal) menutupi seluruh daerah New England. Banyak orang diliputi ketakutan dan mengira dunia akan kiamat.

Pada siang hari itu, Parlemen Connecticut sedang mengadakan sidang dan banyak anggota parlemen mendesak agar sidang tersebut ditunda dahulu. Namun, Abraham Davenport berkata kepada rekan-rekannya, "Saya tidak menyetujui penundaan. Hari Penghakiman mungkin sudah tiba, mungkin juga belum. Jika belum, maka tidak ada alasan untuk melakukan penundaan; jika sudah, saya memilih untuk didapati sedang melakukan tugas saya. Karena itu, saya harap lilin-lilin disiapkan."

Rasul Paulus memiliki ketetapan hati yang serupa. Meskipun harus mengalami kesulitan dan perlawanan yang hebat, serta mendengar berita buruk tentang apa yang akan dialaminya, ia tetap bertekad untuk "menyelesaikan pelayanan[nya]" dengan sukacita (Kisah Para Rasul 20:24).

Dengan kepercayaan yang meneduhkan hati di dalam Tuhan, marilah kita tetap teguh dalam melayani-Nya setiap saat Vernon Grounds

27 Januari 2004

Pahit Menjadi Manis

Nats : Tuhan menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis (Keluaran 15:25)
Bacaan : Keluaran 15:22-27

Acap kali sukacita dan dukacita berjalan seiring. Seperti bangsa Israel yang merasakan getar kemenangan di Laut Merah, tetapi tiga hari sesudahnya menjumpai air yang pahit di Mara (Keluaran 15:22,23), sukacita kita pun dapat segera berubah menjadi kemarahan.

Di Mara, Tuhan menyuruh Musa melemparkan sepotong kayu ke dalam air, sehingga air itu menjadi manis dan bisa diminum (ayat 25). Suatu "potongan kayu" lain yang "dilemparkan ke dalam" berbagai situasi pahit hidup kita dapat membuat situasi itu menjadi manis. Potongan kayu itu adalah salib Yesus (1Petrus 2:24). Pandangan kita akan berubah saat kita merenungkan kematian-Nya yang penuh pengurbanan dan penyerahan-Nya pada kehendak Allah (Lukas 22:42).

Penderitaan kita dapat terjadi karena dibenci orang lain, atau lebih buruk lagi, karena tidak mereka pedulikan. Namun, Tuhan mengizinkan hal itu terjadi. Kita mungkin tidak memahami alasannya, tetapi itu adalah kehendak Bapa dan Sahabat kita, yang tak terbatas kebijaksanaan serta kasih-Nya.

Ketika kita berkata "ya" kepada Allah saat Roh-Nya menyatakan rencana-Nya kepada kita melalui firman-Nya, situasi pahit dalam hidup kita akan menjadi manis. Kita tak perlu mengeluhkan kejadian yang telah diizinkan Tuhan. Sebaliknya, kita harus melakukan segala perintah-Nya. Yesus berkata bahwa kita harus memikul salib kita setiap hari dan mengikuti Dia (Lukas 9:23).

Saat kita mengingat salib Yesus dan berserah kepada Bapa seperti Yesus berserah kepada-Nya, maka pengalaman pahit akan menjadi manis David Roper

18 Februari 2004

Sebelah Atas Terbuka

Nats : Kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah (Ibrani 4:14)
Bacaan : Ibrani 4:14-16

Seorang pendeta sedang berkhotbah di hadapan banyak jemaat. Ia menandaskan bahwa menjadi orang percaya tidak berarti bebas dari persoalan. Pada kenyataannya, sebagian orang kristiani dikelilingi persoalan; persoalan di sebelah kanan, di sebelah kiri, depan, maupun belakang. Menanggapi hal itu, seorang pria yang telah melayani Tuhan selama bertahun-tahun berseru, "Terpujilah Allah, karena sebelah atas selalu terbuka!"

Rasa percaya kepada Allah yang dimiliki pria tersebut sangat sesuai dengan Ibrani 4. Karena Imam Besar kita, yaitu Yesus Sang Anak Allah, telah naik ke surga dan menjadi perantara bagi kita, maka kita memiliki landasan yang pasti untuk memercayai-Nya di tengah berbagai persoalan (ayat 14). Yesus dapat ikut merasakan kelemahan kita karena semasa hidup-Nya di dunia ini, Dia dicobai dalam segala hal sama seperti kita, tetapi Dia tidak berbuat dosa (ayat 15). Kita dapat menghampiri takhta-Nya yang disebut "takhta kasih karunia" (ayat 16).

Dalam kitab Ibrani, kita didorong untuk mengarahkan pandangan ke atas melalui berbagai ujian yang kita alami, dan dengan penuh keberanian menghampiri takhta itu oleh karena iman. Melalui doa yang rendah hati, kita akan menerima rahmat untuk mengatasi segala kegagalan kita, dan kasih karunia untuk mendapat pertolongan pada waktunya (ayat 16).

Apakah ujian dan cobaan hidup membuat Anda ragu? Apakah pencobaan menyatakan bahwa tidak ada jalan keluar bagi Anda? Tabahlah, dan tetaplah memandang ke atas karena sebelah atas selalu terbuka! --Joanie Yoder

4 Maret 2004

Selamat Menderita?

Nats : Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan (Yakobus 1:2)
Bacaan : Yakobus 1:1-12

Di belakang kartu ucapan ulang tahun [anniversary] pernikahan, ada beberapa garis lekak-lekuk yang digambar cucu kami, Trevor, 3 tahun. Di sampingnya tertulis catatan putri kami yang menjelaskan bahwa Trevor menceritakan kepadanya apa yang telah ia tulis: “Saya mengucapkan selamat atas cinta kalian dan selamat menderita [Happy adversity].”

“Kesalahan” Trevor menjadi semboyan kami, karena “selamat menderita” mengandung prinsip alkitabiah untuk menghadapi kesulitan dengan sukacita: “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan” (Yakobus 1:2,3).

Dari sudut pandang kita, kemalangan bukanlah kebahagiaan. Kita berpikir hidup orang kristiani seharusnya bebas dari masalah, dan kita tak melihat banyak makna dalam penderitaan. Namun, Allah memandangnya dengan berbeda.

J.B. Phillips menerjemahkan Yakobus 1:2,3 demikian: “Ketika segala jenis ujian dan cobaan menyesakkan hidupmu, Saudaraku, jangan membenci mereka sebagai pengacau, tetapi sambutlah mereka sebagai kawan! Sadarilah bahwa cobaan-cobaan itu datang untuk menguji imanmu dan menghasilkan daya tahan bagimu.”

Penderitaan tidak datang sebagai pencuri yang mencuri kebahagiaan, tetapi sebagai kawan yang membawa karunia agar kita tetap kuat. Melalui penderitaan, Allah menjanjikan hikmat dan kekuatan-Nya bagi kita.

Jadi, jangan tersinggung jika hari ini saya mengucapkan, “Selamat Menderita” kepada Anda —David McCasland

12 April 2004

Kalah dan Menang

Nats : Terbukalah mata mereka dan mereka pun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka (Lukas 24:31)
Bacaan : Lukas 24:13-35

Sebuah tim football SMU Texas memulai musim kompetisi 2002 dengan memenangkan 57 pertandingan dan berharap memenangkan kejuaraan negara bagian yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni menang untuk kelima kalinya secara berturut-turut. Meskipun kehilangan pelatih lama mereka dan bertanding melawan sekolah-sekolah besar, Celina Bobcats tetap tak terkalahkan dalam musim kompetisi reguler. Tetapi kemudian mereka kalah satu nilai dalam babak perempat final. Rasanya seperti kiamat, meskipun mereka memenangkan 68 pertandingan langsung dan 5 kejuaraan negara bagian selama 7 tahun.

Ketika impian kita runtuh dan hati kita hancur, kita mungkin merasa bahwa semuanya telah lenyap dan tak ada yang tersisa. Karenanya, diperlukan jamahan Allah agar mata kita terbuka dan melihat keagungan rencana-Nya.

Ketika Kristus yang disalib dan bangkit berjalan bersama dua murid menuju Emaus, keduanya sedang menyesali kematian-Nya. “Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel” (Lukas 24:21), demikian kata mereka kepada Yesus yang tidak mereka kenali. Tetapi Yesus berkata, “Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya” (ayat 26). Akhirnya mereka sadar bahwa mereka sedang bercakap-cakap dengan Yesus. Dia hidup!

Saat kita mengalami kegagalan, Tuhan yang bangkit datang untuk menghibur dan memberikan kedamaian kepada kita. Dia menyatakan kemuliaan-Nya serta kemenangan abadi yang menjadi milik kita berkat salib-Nya —David McCasland

22 April 2004

Kuasa Tanpa Batas

Nats : (Allah)
Bacaan : Yesaya 40:25-31

“Mengapa bintang tidak jatuh dari langit?” Seorang anak kecil mungkin menanyakan hal itu, tapi seorang ahli astronomi juga menanyakan hal yang sama. Dan keduanya memperoleh jawaban yang pada dasarnya sama: Sebuah kuasa atau energi yang misterius menahan segala sesuatu dan mencegah jagat raya ini jatuh berantakan.

Ibrani 1:3 memberi tahu kita bahwa Yesuslah yang menopang segala yang ada dengan firman-Nya. Dia adalah sumber dari segala energi yang ada, baik potensi ledakan yang terdapat dalam sebuah atom atau air dalam ceret yang mendidih di atas kompor.

Energi itu bukanlah sekadar sebuah kekuatan yang tak berakal. Bukan. Allah adalah pribadi penuh kuasa yang menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan, termasuk juga bintang-bintang (Kejadian 1; Yesaya 40:26). Dialah yang membelah Laut Merah dan membebaskan orang Israel dari perbudakan di Mesir (Keluaran 14:21,22). Dialah yang merancang kelahiran Yesus dari seorang perawan (Lukas 1:34,35), dan yang membangkitkan-Nya dari kematian serta mengalahkan maut (2 Timotius 1:10). Allah kita, satu-satunya Allah yang sejati, memiliki kuasa untuk menjawab doa, memenuhi kebutuhan kita, dan mengubah hidup kita.

Maka saat persoalan hidup begitu menekan, saat Anda menghadapi persoalan besar seperti Laut Merah, berserulah kepada Allah yang telah melakukan perbuatan-perbuatan ajaib dan menahan semua benda di tempatnya. Dan ingatlah bahwa tiada sesuatu hal yang mustahil jika kita bersama dengan Allah Yang Mahakuasa —Vernon Grounds

25 April 2004

Serahkan Beban Anda

Nats : Serahkanlah khawatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau! (Mazmur 55:23)
Bacaan : Mazmur 55:17-24

Seorang lelaki miskin di Irlandia berjalan pulang dengan susah-payah, sambil memanggul sebuah karung besar berisi kentang. Akhirnya melintaslah sebuah kereta kuda di jalan itu, dan si pemilik kereta mengundang pria tersebut untuk naik ke kereta. Setelah naik, pria tersebut duduk sambil terus memanggul karung bawaannya yang berat itu.

Ketika si pemilik kereta menyuruhnya menurunkan karung itu dan meletakkannya di atas kereta, lelaki itu menjawab, “Saya tidak ingin terlalu merepotkan Anda, Pak. Anda sudah memberi saya tumpangan, maka biarlah saya tetap memanggul karung berisi kentang ini.”

“Betapa bodohnya orang itu!” begitu komentar kita. Namun kadang-kadang kita juga melakukan hal yang sama saat kita berusaha menanggung beban hidup kita dengan kekuatan kita sendiri. Tidaklah mengherankan jika kita menjadi lelah dan dibebani oleh kekhawatiran dan ketakutan.

Dalam Mazmur 55, Daud mengungkapkan kekhawatiran yang dirasakannya karena musuh-musuh datang menyerangnya (ayat 2-16). Tetapi kemudian ia menyerahkan persoalannya kepada Tuhan sehingga ia dipenuhi oleh pengharapan dan kepercayaan diri yang telah diperbarui (ayat 17-24). Oleh karena itu ia dapat menulis, “Serahkanlah khawatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau!” (ayat 23).

Saat Anda mengingat kisah tentang pria dan karung kentangnya tersebut, ingatlah pelajaran sederhana yang terkandung di dalamnya: Daripada berusaha menanggung beban Anda sendiri, serahkanlah semuanya ke dalam tangan Allah —Henry Bosch

26 April 2004

Kesulitan dan Keberhasilan

Nats : Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya (Ibrani 12:11)
Bacaan : Ibrani 12:1-11

Bertahun-tahun yang lalu, saya adalah seorang kristiani yang selalu diliputi kekhawatiran. Saat saya mulai mengalami kemerosotan emosi, Allah tidak campur tangan karena Dia tahu saya perlu turun ke dasar terendah dari diri saya. Jadi ketika akhirnya saya mencapai dasar terendah tersebut, “batu” tempat saya berpijak adalah Yesus Kristus.

Tuhan segera membangun diri saya kembali, dengan menerapkan kebenaran firman-Nya untuk mengajarkan kepercayaan dan iman kepada saya. Setahap demi setahap Dia mengubah saya menjadi seseorang yang penuh sukacita dan bergantung kepada-Nya, dengan demikian sesuai kehendak-Nya atas saya. Melalui pengalaman yang menyakitkan namun menguntungkan ini, saya belajar bahwa saat Allah mendidik kita, hasil terpenting bukanlah apa yang kita peroleh, melainkan menjadi orang seperti apa kita nanti.

Dalam Ibrani 12, kita membaca bahwa Bapa surgawi begitu mengasihi kita sehingga tidak membiarkan kita tetap kanak-kanak. Sebagaimana ayah-ayah lain yang penuh kasih, Dia mendisiplin, memperbaiki, dan melatih kita—kerap kali melalui situasi yang sulit. Allah memakai saat-saat pergumulan untuk membantu kita bertumbuh dan membuat kita semakin kudus (ayat 10,11).

Banyak orang termotivasi untuk hidup demi kesehatan, kekayaan, dan kenyamanan, sehingga mereka berusaha menghindari kesulitan sekecil apa pun. Namun, hidup berkelimpahan yang Allah kehendaki bagi umat-Nya bukanlah hidup tanpa masalah. Pertumbuhan dan perubahan kerap kali terasa mengganggu, tetapi hasilnya sepadan dengan segala kesulitan itu —Joanie Yoder

4 Mei 2004

Pelempar Cakram

Nats : Allah, sumber segala kasih karunia, ... akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan, dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya (1 Petrus 5:10)
Bacaan : 1 Petrus 5:6-10

Seorang atlet Skotlandia pada abad kesembilan belas membuat sebuah cakram besi berdasarkan penjelasan yang dibacanya dalam sebuah buku. Ia tidak tahu bahwa cakram yang digunakan pada pertandingan resmi sebenarnya terbuat dari kayu dan hanya pinggiran luarnya yang terbuat dari besi. Cakram buatannya sepenuhnya terbuat dari besi, dan tiga atau empat kali lebih berat daripada cakram yang digunakan oleh pelempar lainnya.

Menurut penulis John Eldredge, pria tersebut menandai jarak rekor dunia pada sebuah lapangan di dekat rumahnya, dan berlatih siang malam untuk mencapainya. Setelah bertahun-tahun berlatih, akhirnya lemparannya dapat melampaui rekor tersebut. Kemudian ia membawa cakram besinya ke Inggris untuk mengikuti pertandingan pertamanya.

Setibanya di sana, ia diberi cakram resmi dan dengan mudah menciptakan rekor baru dengan jarak yang jauh melampaui lawan-lawannya. Ia menjadi juara yang tak tertandingi selama bertahun-tahun. Pria ini telah melatih dirinya dengan menggunakan beban yang berat, sehingga ia menjadi lebih baik.

Saat kita harus menanggung beban yang berat, kita perlu belajar untuk memikulnya di dalam kekuatan Yesus dan demi Dia. Apa pun beban atau penderitaan itu, Allah akan menggunakannya untuk “melengkapi, meneguhkan, menguatkan, dan mengokohkan” kita, sebagaimana dikatakan dalam 1 Petrus 5:10.

Beban dapat membentuk kita menjadi lebih baik daripada yang dapat kita bayangkan—lebih kuat, sabar, bersemangat, lembut, dan mengasihi —David Roper

6 Juni 2004

Cincin

Nats : Apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil (Filipi 1:12)
Bacaan : Filipi 1:12-17

Saya tak begitu suka perhiasan. Sampai kini, hanya cincin kawinlah yang pernah saya inginkan. Di sebelahnya, di kelingking kiri saya, terpasang cincin perak sederhana milik putri saya, Melissa.

Tak lama setelah Mell tewas dalam kecelakaan mobil pada Juni 2002, 6 minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-18, saya masuk ke kamarnya dan menemukan cincin itu. Saya ingat pernah melihat cincin itu terpasang di jari lentiknya.

Saya menyelipkan cincin itu, dan ternyata cincin itu pas di jari saya. Kini saya selalu memakainya karena saya dapat melihat atau menyentuhnya, dan merasa dekat dengan putri saya tercinta. Karena cincin ini pernah menghiasi jari putri saya, hati saya menjadi hangat saat sangat merindukannya.

Namun, ada alasan lain mengapa saya memakainya. Saya ingin orang melihat dan menanyakan cincin itu. Lalu saya dapat menceritakan Melissa dan hidupnya yang penuh kasih, iman, dan sukacita. Saya harap cincin itu dapat membuka percakapan yang memungkinkan saya memperkenalkan Juruselamat Melissa dan saya kepada orang lain.

Rasul Paulus memakai belenggunya, yaitu keadaannya dalam penjara, untuk memajukan Injil (Filipi 1:12). Bukannya ia senang dipenjara, tetapi ia tahu kesusahannya dapat diubah menjadi tujuan yang baik, seperti cincin ini. Andai cincin ini tidak saya pakai; dan Melissa masih memakainya. Tetapi ia telah tiada, dan saya berharap tragedi ini membawa kemuliaan bagi Allah.

Adakah kehilangan dalam hidup Anda yang dapat dipakai Allah? —Dave Branon

3 Agustus 2004

Mekar dari Duri

Nats : Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita (Ibrani 12:11)
Bacaan : Ibrani 12:7-11

Semak gorse adalah semak belukar yang diimpor dari Eropa dan kini tumbuh liar di Barat Laut Samudra Pasifik. Semak ini memiliki pucuk yang lebat berwarna hijau tua, dan pada musim semi menampakkan lambaian bunga-bunga kuning yang harum dan memesona. Namun, yang paling dikenal oleh para pencinta alam dan nelayan adalah duri-durinya yang tajam.

Yang menarik, bunganya mekar tepat pada duri-durinya.

Misionaris sekaligus artis Lilias Trotter menulis, "Sepanjang tahun, duri-duri itu semakin keras dan tajam. Ketika musim semi tiba, duri-durinya tidak luruh maupun melunak. Tidak ada perubahan sama sekali. Tetapi di bagian tengahnya tampak dua bulatan berbulu halus berwarna cokelat, yang mulanya kelihatan seperti bintik, dan pada akhirnya merekah -- tepat pada duri yang ada -- menjadi bunga keemasan yang berkilau indah."

Demikian pula dengan penderitaan yang menyertai ganjaran dari Allah. Ketika kita berada di tengah situasi yang tampaknya tidak berpengharapan dan sangat berat untuk ditanggung, kehidupan kecil yang muncul akan segera merekah. Terimalah masalah yang paling berat, posisi yang paling sulit dalam hidup. Di situlah Allah dengan anugerah-Nya akan membuat keindahan-Nya tampak di dalam diri Anda.

Tidak ada ganjaran yang tampak menyenangkan pada saat diberikan, "namun ketika itu berlalu, kita dapat melihat bahwa ganjaran tersebut menghasilkan buah kebaikan yang sejati dalam karakter orang-orang yang telah menerimanya dalam roh kebenaran" (Ibrani 12:11, Alkitab versi PHILLIPS) --David Roper

17 Agustus 2004

Dasar yang Kokoh

Nats : Tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus (1Korintus 3:11)
Bacaan : Matius 7:21-27

Sebagai orang kristiani, kita dapat ditenggelamkan oleh urusan-urusan duniawi sehingga kita menggeser keyakinan, dari kepada Yesus Kristus menjadi pada kemampuan pikiran kita sendiri. Kemudian terjadilah peristiwa yang mengguncang dasar yang telah kita bangun.

Phillip E. Johnson, seorang pengacara berbakat sekaligus pembicara utama Intelligent Design Movement, terkena serangan stroke dan kemungkinan akan kambuh kembali. Ia sangat dihantui oleh berbagai pikiran menakutkan selama hari-hari pertama setelah serangan stroke itu. Akibatnya, ia sangat tersentuh ketika seorang teman datang mengunjunginya dan menyanyikan pujian, "Pada Kristus, dasar yang teguh, aku berdiri -- dasar lainnya adalah pasir yang menenggelamkan."

Johnson menulis, "Apakah yang menjadi dasar kokoh tempat saya berdiri? Saya selalu membanggakan diri karena kemandirian saya, dan mengandalkan otak saya. Namun, diri dan otak saya ternyata merupakan "landasan yang rapuh". Sejak dulu saya adalah seorang kristiani, bahkan seorang kristiani yang bergairah menurut ukuran dunia saya. Namun, sekarang semua kabut telah tersapu bersih, sehingga Kebenaran semakin tampak jelas bagi saya." Ia bertekad untuk menempatkan Yesus sebagai pusat hidupnya, dan ia pun menjadi orang yang berbeda.

Betapa seringnya kita mengandalkan kecerdasan dan akal, namun akhirnya kita mendapati bahwa semuanya itu adalah landasan yang rapuh. Janganlah kita lupa bahwa Yesus adalah satu-satunya dasar kebenaran yang kokoh, yang selalu dapat kita andalkan --Herb Vander Lugt

30 Agustus 2004

Bajing Tanah

Nats : Aku hidup dengan tenteram, tetapi Ia menggelisahkan aku (Ayub 16:12)
Bacaan : Roma 8:27-39

Banyak bajing tanah tidur di dekat rumah kami selama musim dingin, dan muncul kembali ketika salju mencair di musim semi. Saya dan istri saya Carolyn suka mengamati mereka berlari bolak-balik dari satu lubang ke lubang lain, sementara yang lain berjaga-jaga seperti pengawal kecil untuk mewaspadai datangnya pemangsa.

Pada pertengahan Mei, seorang pria dari lapangan golf di dekat rumah datang naik traktor hijau kecil, membawa setangki gas mematikan. Perawat lapangan golf itu memberi tahu kami bahwa makhluk-makhluk kecil itu harus dibasmi karena telah menggali banyak lubang di padang golf. Beberapa bajing tetap bertahan hidup, tetapi kebanyakan mati. Kami selalu sedih setiap kali melihat traktor itu datang.

Seandainya bisa, saya akan mengejar hewan-hewan kecil itu supaya pergi. Saya akan merusak lubang mereka dan memaksa mereka mencari tempat tinggal lain. Saya yakin mereka akan marah terhadap tindakan saya, tetapi semua itu semata-mata demi kebaikan mereka.

Demikian juga Allah. Terkadang Dia menghancurkan "sarang-sarang" yang membuat kita nyaman. Namun di balik setiap perubahan yang menyakitkan, ada kasih dan tujuan kekal-Nya. Dia tidak kejam atau bertindak semau-Nya sendiri. Dia sedang bekerja untuk kebaikan kita (Roma 8:28). Dia ingin agar kita "menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya" (ayat 29) dan memberi kita sukacita yang besar di surga selamanya. Jadi, mengapa kita harus takut menghadapi perubahan jika itu berasal dari Dia yang kasih-Nya kepada kita tak pernah berubah? (ayat 38,39) --David Roper

31 Agustus 2004

Bersukacitalah Hari Ini

Nats : Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya! (Mazmur 118:24)
Bacaan : Mazmur 118:14-24

Dalam bukunya The Tapestry, Edith Schaeffer menceritakan suatu musim panas ketika suaminya Francis pergi ke Eropa selama tiga bulan. Selama waktu yang penuh dengan rasa kehilangan itu, Edith dan saudarinya, Janet, membawa anak-anak mereka untuk tinggal di bekas gedung sekolah di Cape Cod. Dengan anggaran yang mepet mereka menyewa rumah, hidup tanpa mobil, dan menciptakan petualangan menyenangkan setiap hari bagi kelima anak mereka yang masih kecil.

Bertahun-tahun kemudian, Edith mengenang kembali musim panas tersebut, "Saya tidak pernah menghabiskan waktu bersama anak-anak, saudari, dan kemenakan-kemenakan saya seindah saat-saat itu. Masa itu sungguh berharga dalam hidup. Momen-monen berharga dalam hidup menjadi berarti karena kemunculannya. Jangan sampai momen itu hilang hanya karena kita menginginkan sesuatu yang lebih baik."

Cara pandang Edith ini memberi kita kunci untuk menerapkan kata-kata dalam Mazmur 118:24, "Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorai dan bersukacita karenanya." Selama masa-masa sulit, kita tergoda untuk menjadi pasif sambil menunggu badai hidup berlalu. Tetapi Allah mengajak kita untuk secara aktif memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada di depan mata, bukannya meratapi apa yang tidak kita miliki.

Karena Tuhan sudah mengadakan hari ini, kita dapat mengarahkan pandangan melampaui semua pintu yang tertutup untuk melihat orang-orang dan berbagai kesempatan yang sebelumnya kita abaikan. Dengan menghargai setiap kesempatan, kita akan menemukan sukacita dan kegembiraan dari Allah --David McCasland

8 September 2004

Salah Siapa?

Nats : Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya? (Lukas 13:2)
Bacaan : Lukas 13:1-5

Sepasang suami-istri tewas seketika saat mobil mereka ditabrak oleh pengemudi yang sedang mabuk. Mengapa peristiwa ini bisa terjadi? Mereka berdua adalah orang-orang yang baik, aktif di gereja, dan disukai banyak orang. Mereka tidak bersalah, dan kita pun tidak dapat menyalahkan Allah karena ada pengemudi lain yang mabuk dan menabrak mereka.

Sebagian orang yang menyalahkan setan. Namun, kita harus menyadari kenyataan bahwa seorang pengemudi mabuk yang kehilangan kendali atas mobilnya dapat menewaskan orang lain.

Yesus memberikan contoh dua tragedi yang terjadi pada zaman-Nya. Tragedi yang pertama, Pilatus telah membunuh beberapa orang Galilea dan mencampur darah mereka dengan darah korban yang mereka persembahkan (Lukas 13:1). Yang kedua, 18 orang Israel tewas karena tertimpa menara (ayat 4). Orang-orang yang mati dengan cara demikian dianggap memiliki dosa yang mengerikan.

Yesus menyanggah pemikiran seperti itu. Dia memberi tahu para pendengar-Nya bahwa daripada mencoba mencari siapa yang bersalah, mereka harus melihat peristiwa semacam itu sebagai panggilan untuk bertobat. Jika mereka bersikeras menolak Dia sebagai Mesias mereka dan tetap hidup di dalam dosa, hidup mereka pun akan berakhir dengan tragis.

Manakala kita mendengar tragedi yang sulit dipahami, biarkan saja pertanyaan "mengapa" itu tetap tidak terjawab. Dengan jaminan kasih Allah (Roma 8:39), marilah kita memandang segala peristiwa itu sebagai saat untuk memeriksa diri sendiri dan bertobat --Herb Vander Lugt

27 September 2004

Pemeliharaan Lembut Allah

Nats : Engkau telah menilik sengsaraku, telah memerhatikan kesesakan jiwaku (Mazmur 31:8)
Bacaan : Mazmur 31:1-15

Ketika sedang berduka, C.S. Lewis mengamati para tetangganya berjalan menyeberang jalan untuk menghindarinya tatkala mereka melihatnya mendekat.

Daud pun mengalami dukacita ketika ia berkata, "Di hadapan semua lawanku aku tercela, menakutkan bagi tetangga-tetanggaku .... Aku telah hilang dari ingatan seperti orang mati" (Mazmur 31:12,13).

Mungkin Anda pun pernah dilupakan para sahabat ketika Anda sedang berduka. Mereka tidak menelepon, menulis surat, atau berjanji untuk mendoakan.

Namun, di saat-saat seperti itu kita dapat merasakan kelembutan Allah yang paling dalam. Ketika hari-hari terasa panjang dan sepi, serta tak seorang pun tampaknya peduli, Dia mencari kita dan menyelimuti kita dengan kasih setia-Nya. Kesedihan kita sama sekali tidak membebani-Nya, tetapi justru membuat-Nya menunjukkan belas kasih yang lembut. Dia mengetahui kesengsaraan jiwa kita (ayat 8). Dan Dia peduli. Karena itulah kita dapat menyerahkan nyawa kita ke dalam tangan-Nya (ayat 6), seperti yang dilakukan Tuhan Yesus ketika semua murid-Nya lari meninggalkan Dia.

Penyair Frank Graeff bertanya, "Apakah Yesus peduli ketika hati saya terluka begitu dalam sampai tidak bisa bergembira dan bernyanyi; ketika beban mengimpit, kesusahan melanda, dan perjalanan hidup terasa panjang dan meletihkan?"

Jawabnya? Ya! Dia mengundang kita untuk menyerahkan segala beban dan kesusahan kita kepada-Nya, karena Dia peduli kepada kita (1 Petrus 5:7).

Percayailah Allah untuk memelihara Anda hari ini --David Roper

4 Oktober 2004

Tetapi Seandainya Tidak ...

Nats : Kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu (Daniel 3:18)
Bacaan : Daniel 3:1-18

Saya ingat pelajaran Sekolah Minggu yang disampaikan kira-kira 40 tahun lalu. Kami diajar untuk mengasihi Allah bagaimanapun keadaan kita. Kita akan mudah mengasihi Allah apabila Dia mengabulkan permintaan kita dan menyediakan apa yang kita inginkan. Mengasihi Dia di tengah keadaan sulit adalah ujian bagi iman kita.

Dalam Daniel 3, kita membaca keputusan hidup-dan-mati yang harus diambil Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Jika mereka memilih menyembah patung emas raja, mereka akan hidup; jika mereka menolak, hukuman mati menanti. Mereka menjawab Raja Nebukadnezar, "Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami ... dari perapian yang menyala-nyala itu ... tetapi seandainya tidak, ... kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu" (ayat 17,18).

Apakah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego kurang beriman dengan berkata "tetapi seandainya tidak"? Tidak. Mereka tahu bahwa Allah sepenuhnya sanggup melepaskan mereka dari perapian yang menyala-nyala itu.

Kita semua dapat belajar dari hal ini. Apakah Allah benar-benar berkuasa? Ya. Apakah Dia sanggup melepaskan kita dari permasalahan-permasalahan kita? Ya. Apakah Allah selalu melepaskan kita dari kesulitan-kesulitan kita? Tidak.

Kita mungkin tak dapat benar-benar memahami maksud Allah di dalam kesulitan dan penderitaan kita. Namun, kita tak boleh berhenti mengasihi Dia. Kita harus percaya dan berharap kepada-Nya meski berbagai pencobaan yang mengancam menghancurkan kita --Albert Lee

19 November 2004

Pencobaan Penuh Sukacita

Nats : Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan (Yakobus 1:2)
Bacaan : Yakobus 1:1-12

Alkitab mengajar kita untuk me-nanggapi keadaan sulit dengan cara yang berlawanan dengan kecenderungan alami kita. Salah satu perintah Alkitab yang menantang kita adalah: “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan” (Yakobus 1:2).

Dengan kata lain, kita perlu meman-dang kesulitan dengan sukacita sejati dan menganggapnya kebahagiaan—tidak menolak ujian dan pencobaan, atau meng-anggapnya pengacau, tetapi menyambutnya sebagai teman. Saya tak tahu bagaimana dengan Anda, tetapi saya tak pernah langsung dapat berpikir.

Pandangan alkitabiah ini mungkin tampak janggal dan tak terjangkau bila kita tidak menyimak penjelasan setelahnya: “Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan” (ayat 3). Sikap penuh sukacita tidak didasarkan pada perasaan kita, tetapi pada apa yang kita ketahui tentang Allah dan karya-Nya dalam hidup kita. Karena itu, proses penuh penderitaan yang dapat mewujudkan tujuan yang didambakan sepantasnya disambut sebagai teman.

Bukan ujian terhadap kekuatan kita, melainkan pembuktian iman kita kepada Allahlah yang dapat membangun ketahanan kita. Dalam semua kesulitan kita, Tuhan berjanji memberi hikmat hari ini (ayat 5) dan mahkota kehidupan bagi mereka yang bertekun (ayat 12).

Tanggapan alami saya terhadap keadaan yang sulit adalah, “Oh, tidak!” Tetapi Tuhan ingin saya melihat apa yang bisa Dia wujudkan melalui keadaan sulit, sehingga saya dapat berkata, “Oh, ya!” —David McCasland

13 Desember 2004

“manusia Gua”

Nats : Perhatikanlah teriakku, sebab aku telah menjadi sangat lemah (Mazmur 142:7)
Bacaan : Mazmur 142

Daud terjebak di dalam sebuah gua (Mazmur 142). Beberapa penafsir Alkitab menduga bahwa peristiwa itu terjadi ketika ia sedang melarikan diri dari Raja Saul yang ingin membunuhnya (1 Samuel 22:1). Masalah dan para pembuat onar mengimpitnya. Karena terjepit oleh keadaan dan bahaya yang ada, maka kemudian ia berpaling kepada Allah untuk meminta pertolongan.

• Daud ketakutan, sehingga ia melontarkan keluhannya kepada Allah (ayat 3).

• Ia merasa sendirian dan tidak dipedulikan, sehingga ia berseru kepada Allah (ayat 2,5,6).

• Situasi yang dihadapinya sungguh berat, sehingga ia memohon pertolongan (ayat 7).

• Daud dijebak, sehingga ia kemudian memohon untuk dibebaskan (ayat 8).

Gua apa yang mengelilingi Anda hari ini? Gua keputusasaan yang disebabkan oleh kedukaan atau penyakit? Gua kesulitan yang disebabkan oleh keputusan buruk Anda sendiri? Apakah Anda terjepit di dalam gua keraguan yang merenggut Anda dari sukacita dan keyakinan?

Inilah tindakan Daud tatkala ia terjebak di dalam guanya: ia me- mohon belas kasihan Allah, mencari perlindungan di dalam Dia, dan berjanji untuk memakai kebebasannya sebagai jalan untuk memuji-Nya. Pada akhirnya, ia menanti penghiburan dari sesama orang percaya.

Keluhan diikuti iman. Keputusasaan diikuti pujian. Rasa kesepian diikuti persekutuan. Kita dapat belajar banyak dari seorang “manusia gua” —Dave Branon

20 Desember 2004

Diuji dengan Api

Nats : Engkau telah menguji kami, ya Allah, telah memurnikan kami, seperti orang memurnikan perak (Mazmur 66:10)
Bacaan : Mazmur 66:1-12

Tujuan akhir dari kehidupan bu-kanlah untuk melakukan, melainkan untuk menjadi,” demikian yang diungkapkan oleh F.B. Meyer. Dan demi tujuan ini kita sedang disiapkan setiap hari. Seperti perak dimurnikan dengan api, hati sering dimurnikan dalam tungku kesedihan. Dalam kesedihannya pemazmur berkata, “Kami telah menempuh api” (Mazmur 66:12).

Proses pemurnian memang dapat sangat menyakitkan, tetapi tidak akan menghancurkan. Sang Pemurni duduk di dekat tungku untuk menjaga nyala api. Dia tidak akan membiarkan kita dicobai melebihi kemampuan kita; hal itu terjadi demi kebaikan kita.

Kita barangkali tidak dapat mengerti mengapa kita harus menanggung kesengsaraan tahun demi tahun. Cobaan seakan-akan tidak akan pernah berakhir dan tidak ada tujuannya. Hari-hari yang kita jalani tampaknya berlalu dengan sia-sia. Kita merasa seakan-akan tidak melakukan sesuatu hal yang berarti.

Akan tetapi, Allah tidak pernah mengerjakan sesuatu yang sia- sia—kita sedang dimurnikan. Dia menempatkan kita ke dalam tungku pencobaan supaya kita memperoleh kesabaran, ketaatan, kerendahan hati, belas kasih, dan juga keunggulan lain yang belum kita miliki.

Jadi, janganlah takut dan jangan menggerutu. Pencobaan Anda saat ini, betapa pun pedihnya, sudah disaring melalui hikmat dan kasih Allah. Sang Pemurni duduk di samping tungku, menjaga nyala api, mengamati prosesnya, menunggu dengan sabar sampai wajah-Nya terpantul di permukaan —David Roper

4 Januari 2005

Air Dalam

Nats : Janganlah gelombang air menghanyutkan aku, atau tubir menelan aku, atau sumur menutup mulutnya di atasku (Mazmur 69:16)
Bacaan : Mazmur 69:14-19

Para pembuat kendaraan sport utility vehicles (SUV) suka menunjukkan produk mereka dalam situasi yang membuat kita terpana. Misalnya, di tebing pegunungan terjal dan tinggi, di mana tak ada truk yang mungkin mencapainya. Atau di rawa-rawa yang mustahil dilewati sehingga Anda perlu hovercraft [kendaraan yang dapat berjalan di darat dan air] untuk mengatasi persoalan itu. Kita diharapkan akan berpikir bahwa SUV tak terkalahkan.

Karena itu saya menemukan lelucon yang tak disengaja mengenai penolakan garansi dalam iklan sebuah SUV four-wheel-drive baru-baru ini. Sebuah foto menunjukkan kendaraan yang terendam air setinggi lampu depannya, sewaktu berusaha menyeberang sungai. Iklannya berbunyi: “Melewati air dalam dapat menyebabkan kerusakan yang membatalkan garansi.”

Air dalam tak hanya masalah bagi mobil, tetapi juga bagi kita. Saat kita melintasi jalanan kehidupan, kita sering terkurung oleh lautan dukacita atau empasan gelombang hubungan yang retak. Kita butuh pertolongan.

Penulis Kitab Mazmur menceritakan pertolongan yang diperlu-kan itu. Mereka mengatakan bahwa Allah adalah “tempat perlindungan pada waktu kesesakan” (9:10), dan bahwa “pada waktu bahaya … Dia mengangkat aku ke atas gunung batu” (27:5). Tak ada penolakan garansi dalam hal ini. Melewati air dalam tak akan memengaruhi jaminan kerohanian kita. Allah akan selalu ada untuk memastikan dukungan-Nya.

Apakah Anda berada di air dalam? Ulurkan tangan dan raihlah tangan belas kasih Allah —Dave Branon

17 Januari 2005

Yang Dapat Dilakukan Allah

Nats : Dari kematian yang begitu ngeri Ia telah dan akan menyelamatkan kami: kepada-Nya kami menaruh pengharapan kami, bahwa Ia akan menyelamatkan kami lagi (2 Korintus 1:10)
Bacaan : 2 Korintus 1:3-11

Mereka dijuluki “anak-anak terhilang” dari Sudan. Ribuan dari mereka melarikan diri dari perang saudara di negara itu, dan mengungsi dari kekacauan dan pembunuhan. Banyak dari antara mereka yang telah belajar Injil di gereja-gereja yang didirikan para misionaris, tetapi pengetahuan mereka akan dunia di luar kampung halaman mereka sedikit.

Artikel di National Geographic mengisahkan salah satu dari “anak- anak terhilang” yang kini menetap di Amerika Serikat. Ia mengatakan kepada jemaat gereja bahwa ia sangat bersyukur atas bantuan dari Amerika, dan juga atas iman yang ia pelajari melalui kesulitan. “Orang Amerika memercayai Allah,” katanya, “tetapi mereka tidak tahu apa yang dapat Allah lakukan.”

Dalam ujian berat, kita bergerak dari teori menuju realitas saat mengalami kuasa Allah. Ketika tampaknya tidak ada harapan, kita dapat membagikan perasaan Paulus yang berkata, “Beban yang ditanggungkan ke atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga atas hidup kami” (2 Korintus 1:8). Tetapi kita pun dapat belajar, seperti Paulus, bahwa di masa kegelapan “kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati” (ayat 9).

Jika hari ini Allah telah mengizinkan Anda berada dalam keadaan yang tanpa harapan, pertimbangkan kembali semua yang telah dilakukan dan masih tetap dapat dilakukan Allah yang Perkasa. Dengan memercayai Allah dalam kesulitan, kita tahu apa yang dapat dilakukan-Nya dalam hidup kita —David McCasland

16 Februari 2005

Air Mata Sementara

Nats : Dan Allah, sumber segala kasih karunia ... akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya (1 Petrus 5:10)
Bacaan : 1 Petrus 5:6-11

Penulis George MacDonald menulis, “Allah telah datang untuk menghapus air mata kita. Dia tengah melakukannya; Dia akan melakukannya sesegera mungkin kalau Dia bisa. Kalau belum bisa, Dia akan membiarkan air mata itu mengalir tanpa kepahitan. Pada akhirnya Dia memberi tahu kita bahwa meratap adalah hal yang membahagiakan, karena penghiburan akan datang.”

Selagi menanti datangnya penghiburan, kita boleh merasa yakin bahwa Allah tidak akan membiarkan kita dicobai di luar batas kemampuan kita. Setiap permasalahan sudah diatur tepat pada waktunya. Setiap situasi sulit sudah disaring melalui kasih-Nya yang sempurna. Kita tidak akan menderita lebih lama lagi. Kita juga tidak akan menderita lebih berat lagi. “Allah memberikan angin yang menyejukkan bagi domba yang sedang dicukur,” demikian bunyi pepatah Basque kuno. Dengan kata lain, Allah tidak akan membiarkan mereka yang paling ringkih dibebani kesulitan yang tidak sanggup mereka tanggung.

Mungkin ada sungai yang dalam yang harus Anda seberangi. Atau barangkali ada api yang akan menguji karakter Anda yang sejati. Tetapi di tengah-tengah semua itu, Allah berjanji akan menjadi mitra, pendamping, sahabat Anda yang setia. Dia akan “melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu” (1 Petrus 5:10)

Setelah itu, apabila Dia sudah menyelesaikan pekerjaan-Nya, maka Dia akan membawa Anda kembali ke surga dan menghapus seluruh air mata Anda—untuk selama-lamanya (Wahyu 21:4) —David Roper

22 Februari 2005

Alasan Optimis

Nats : Hati yang gembira adalah obat yang manjur (Amsal 17:22)
Bacaan : Yohanes 16:16-33

Alkitab memang bukan buku psikologi, tetapi memberi nasihat yang paling bijak bagi kita untuk mengalami kebahagiaan kini dan di sini. Amsal 17:22, misalnya, meyakinkan kita bahwa “hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang”.

Pernyataan sederhana itu belakangan ini dibenarkan oleh penelitian ekstensif yang dilakukan Dr. Daniel Mark, spesialis jantung di Duke University. Artikel dari The New York Times yang melaporkan temuan- temuannya berJudul: “Optimisme Bisa Berarti Kehidupan Bagi Pasien Jantung, Sedangkan Pesimisme Berarti Kematian”. Artikel tersebut diawali dengan kalimat: “Pandangan yang sehat membantu menyembuhkan jantung.” Akan tetapi, Dr. Nancy Frasure-Smith, spesialis jantung yang telah mempelajari efek depresi, kecemasan, dan kemarahan mengakui bahwa, “Kami tidak tahu bagaimana mengubah emosi-emosi negatif.” Bagaimanapun juga, iman terhadap Allah dapat menghasilkan perubahan itu. Orang-orang yang mengarahkan pandangan melampaui kesulitan mereka saat ini dan menaruh kepercayaan pada kebaikan Allah, tidak akan dapat menahan sukacita mereka.

Itu adalah hal yang penting, sampai-sampai Juruselamat kita beberapa kali berkata, “Teguhkanlah hatimu” (Matius 9:2,22; 14:27; Kisah Para Rasul 23:11). Karena tahu bahwa hidup penuh dengan berbagai krisis, Dia menguatkan kita dengan kata-kata peneguhan berikut ini: “Kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yohanes 16:33) —Vernon Grounds

2 Maret 2005

Sedikit Demi Sedikit

Nats : Sedikit demi sedikit Aku akan menghalau mereka dari depanmu, sampai engkau beranak cucu sedemikian, hingga engkau dapat memiliki negeri itu (Keluaran 23:30)
Bacaan : Keluaran 23:20-33

Ketika saya masih kecil, Ibu memberi buku bacaannya yang berharga untuk membantu saya belajar. Buku itu telah membantunya belajar beberapa tahun silam. Saya menyukai salah satu ceritanya, tetapi saya tak pernah membayangkan betapa cerita itu memengaruhi saya bertahun-tahun kemudian.

Cerita itu tentang seorang anak lelaki dengan sebuah sekop kecil. Ia berusaha menyingkirkan salju tebal yang baru turun dan menutupi jalan depan rumahnya. Seorang pria berhenti dan mengamati pekerjaan berat yang dilakukan anak itu. "Nak," tegur pria itu, "bagaimana anak sekecil kamu dapat menyelesaikan pekerjaan seberat ini?" Anak itu menoleh dan menjawab dengan yakin, "Sedikit demi sedikit, begitulah caranya!" Lalu ia menyekop lagi.

Allah menumbuhkan benih dari cerita itu dalam diri saya ketika saya sedang bangkit dari sebuah keterpurukan. Saya ingat bagaimana sosok "dewasa" mencela sosok "anak" yang lemah dalam diri saya: "Bagaimana bisa seseorang yang tidak berdaya seperti kamu dapat menyingkirkan gunung setinggi ini?" Jawaban anak lelaki itu menjadi jawaban saya: "Sedikit demi sedikit, begitulah caranya!" Dan saya memang berhasil mengatasinya—dengan bergantung kepada Allah. Namun, itu hanyalah kemenangan kecil setelah kemenangan yang lain.

Tantangan-tantangan yang dihadapi Israel ketika hendak merebut Tanah Perjanjian tampaknya sulit disingkirkan. Namun, Allah tidak menyuruh mereka menyelesaikannya dalam sekejap.

"Sedikit demi sedikit" adalah strategi untuk meraih kemenangan —JEY

12 Maret 2005

Badai Pasti Berlalu

Nats : Siapa percaya kepada hatinya sendiri adalah orang bebal, tetapi siapa berlaku dengan bijak akan selamat (Amsal 28:26)
Bacaan : Keluaran 5:1-14,22,23

Ahli meteorologi yang tampil di televisi lokal selalu menunjuk sebuah peta sambil mengucapkan kalimat seperti ini: "Saya khawatir cuaca akan semakin buruk sebelum akhirnya menjadi baik."

Ramalan cuaca seperti itu tepat sekali diterapkan kepada orang Israel ketika Allah mengirimkan Musa untuk membebaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir. Barometer dari kejadian-kejadian yang berlangsung menunjukkan perubahan yang menurun dengan sangat cepat. Langit penindasan yang hitam dan kelam dapat berubah menjadi badai kekejaman yang menyala-nyala dan bergelora yang dilepaskan oleh Firaun.

Musa telah membujuk Firaun agar mengizinkan orang Ibrani pergi ke padang gurun untuk menyembah Allah, tetapi raja menuduh bahwa itu hanyalah alasan karena mereka malas bekerja (Keluaran 5:1,17). Karena itu, raja menambah beban pekerjaan mereka, sehingga situasi berubah dari buruk menjadi mengerikan (ayat 18). Lalu dalam kepahitan hati, Musa berseru-seru memohon penjelasan dari Tuhan (ayat 22,23). Ia sulit untuk percaya bahwa pembebasan besar sudah hampir tiba.

Bagaimanapun, rencana Allah tidak dapat digagalkan. Sebelum keadaan umat-Nya membaik, Allah menguji mereka dengan mengizinkan bertambahnya penderitaan.

Bahkan di saat kita taat kepada Tuhan, langit kesengsaraan tidak akan selalu cerah dengan seketika. Keadaan dapat menjadi semakin buruk sebelum akhirnya membaik. Namun, puji Tuhan karena anugerah-Nya tetap bagi kita, dan badai pun pasti berlalu —MRD II

17 Maret 2005

Titik dan Lubang Donat

Nats : Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! (Mazmur 103:2)
Bacaan : Mazmur 104:1-15

Tatkala seorang pendeta sedang berbicara kepada sekelompok orang, ia mengambil secarik kertas dengan ukuran besar lalu membuat sebuah titik berwarna hitam di tengah-tengahnya. Kemudian ia mengangkat kertas tersebut dan bertanya apa yang mereka lihat di situ.

Salah seorang menjawab, "Saya melihat sebuah tanda berwarna hitam." "Benar," jawab sang pendeta. "Apa lagi?" Tidak seorang pun yang memberikan jawaban. "Saya sungguh terkejut," kata sang pendeta. "Kalian telah mengabaikan hal yang terpenting—yaitu lembaran kertas ini."

Kerap kali, perhatian kita justru tersita oleh setitik kekecewaan yang sangat kecil, dan kita cenderung melupakan begitu banyak berkat yang kita terima dari Tuhan. Namun, seperti lembaran kertas, hal-hal yang baik sebenarnya jauh lebih penting daripada segala kesulitan yang menyita perhatian kita.

Hal ini mengingatkan saya akan sebuah pepatah aneh yang menyatakan sebuah nasihat praktis yang baik. "Saat Anda menapaki jalan hidup, jadikanlah hal berikut ini tujuan Anda: Arahkan pandangan Anda pada kue donat, jangan pada lubang yang ada di tengahnya!"

Ya, daripada memusatkan diri pada berbagai pencobaan yang terjadi di dalam hidup, kita seharusnya mengarahkan perhatian pada berkat-berkat kehidupan. Marilah kita berkata seperti pemazmur, "Terpujilah Tuhan! Hari demi hari Dia menanggung bagi kita" (Mazmur 68:20).

Marilah kita terus memuji Dia, agar perhatian kita tidak tertuju pada titik kecil dan lubang pada donat —RWD

21 Maret 2005

Jalan Bergelombang

Nats : Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia (Filipi 1:29)
Bacaan : Filipi 1:27-30

Ketika orang-orang mengatakan kepada saya bahwa hidup itu susah, saya selalu menjawab demikian, "Tentu saja." Saya rasa jawaban tersebut lebih memuaskan daripada jawaban lain yang dapat saya utarakan. Penulis Charles Williams berkata, "Dunia ini memang menyengsarakan dalam segala hal. Akan tetapi sungguh tak tertahankan apabila seseorang mengatakan bahwa kita diciptakan untuk menyukai hal tersebut."

Jalan yang ditunjukkan Allah kepada kita, kerap kali tampaknya menjauhkan kita dari apa yang kita anggap baik, sehingga kita percaya bahwa kita salah jalan dan tersesat. Hal itu terjadi karena banyak di antara kita telah diajar untuk memercayai bahwa jika kita berada di jalur yang benar, maka kebaikan Allah itu sama artinya dengan hidup yang tanpa masalah.

Namun, itu merupakan angan-angan yang sangat berbeda dengan pandangan alkitabiah. Kasih Allah sering memimpin kita melalui jalan yang menjauhkan kita dari kenyamanan duniawi. Paulus berkata, "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia" (Filipi 1:29). Apabila kita telah sampai di ujung lembah kekelaman, kita akan mengerti bahwa setiap keadaan diizinkan terjadi demi kebaikan kita.

"Tidak ada jalan yang seaman dan sepasti jalan yang telah kita lewati," kata seorang pengajar Alkitab, F.B. Meyer. "Jika saja kita dapat melihat jalan tersebut sebagaimana Allah selalu melihatnya, maka kita pun pasti akan memilih jalan yang dipilih Allah bagi kita" —DHR

1 April 2005

Barang yang Pecah

Nats : Aku ... telah menjadi seperti barang yang pecah (Mazmur 31:13)
Bacaan : Mazmur 31:10-25

Tidak banyak kehidupan utuh di dunia ini yang berguna bagi Allah. Hanya beberapa orang yang dapat melaksanakan harapan dan rencana mereka tanpa mengalami gangguan dan kekecewaan sepanjang hidup mereka.

Namun, kekecewaan manusia kerap kali merupakan rancangan Allah. Dan hal-hal yang kita yakini sebagai tragedi barangkali merupakan suatu kesempatan yang telah dipilih Allah untuk menunjukkan kasih dan anugerah-Nya. Hanya dengan mengikuti alur kehidupan orang-orang yang hancur ini, maka kita akan dapat melihat bahwa mereka akhirnya menjadi orang kristiani yang lebih baik dan efektif daripada jika mereka melaksanakan semua rencana dan maksud mereka sendiri.

Apakah Anda saat ini sedang mengalami kehancuran? Apakah sesuatu yang paling Anda kasihi telah direnggut dari kehidupan Anda? Ingatlah bahwa jika Anda mampu melihat maksud dari semuanya itu melalui sudut pandang Allah, maka Anda akan memuji Tuhan.

Hal-hal terbaik yang terjadi pada diri kita bukanlah hal-hal yang berlangsung dengan cara kita, namun bila kita mengizinkan Allah bekerja dengan cara-Nya. Walaupun ujian, pencobaan, serta dukacita kerap kali tampak keras dan kejam, tetapi itulah cara Allah menunjukkan kasih-Nya dan pada akhirnya akan menjadi yang terbaik bagi kita.

Ingatlah, kita kini memegang janji dari Tuhan: "Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela" (Mazmur 84:12) —MRD

16 April 2005

Batu Itu Akan Dipindah

Nats : Ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah, batu ... itu sudah terguling (Markus 16:4)
Bacaan : Markus 16:1-14

Para wanita yang bermaksud meminyaki jenazah Yesus patut dipuji atas kelembutan kasih dan rasa hormat mereka bagi Juruselamat. Namun, saat mereka sudah hampir tiba di pemakaman, kesulitan memindahkan batu berat yang menyegel kubur-Nya membuat mereka khawatir. Ketakutan mereka tidak berdasar; batu itu sudah dipindahkan.

Demikian pula, kita kerap merasa perlu mengkhawatirkan kesulitan masa depan. Padahal Allah dengan murah hati akan menyingkirkan atau menolong kita mengatasinya. Mari kita menerapkan iman yang lebih besar dalam menghadapi rintangan yang mungkin menghadang di jalan. Kita dapat yakin bahwa Tuhan akan membantu ketika menghadapi hal-hal tersebut jika kita terus maju dalam nama-Nya dan bagi kemuliaan-Nya.

Puisi berikut memberi beberapa nasihat praktis yang sesuai dengan bacaan kita hari ini:

Di dalam kilauan sinar matahari hari ini,

Tinggalkanlah kekhawatiran esok hari—

Janganlah merusak sukacita saat ini dengan bertanya:

"Siapakah yang akan menggulingkan batu itu?"

Kerap, sebelum kita berhadapan dengan ujian itu

Kita telah datang dengan sukacita,

Para malaikat telah turun dari surga

Dan telah menggulingkan batu itu—Anonim

Hari ini majulah di dalam pelayanan, tak gentar oleh rintangan yang akan datang. Biarlah hati Anda bersorak oleh kepastian bahwa apa pun kesulitan yang mungkin Anda hadapi, Allah akan memindahkan batu itu —HGB

22 April 2005

Terluka dan Mendengar

Nats : Aku telah memerhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan aku telah mendengar seruan mereka (Keluaran 3:7)
Bacaan : Keluaran 5:24-6:8

Saat kita mengalami dukacita yang dalam atau situasi yang sulit, kita barangkali merasa tersinggung apabila seseorang mengatakan bahwa sesuatu yang baik dapat muncul dari kesukaran kita. Seseorang bermaksud baik yang mencoba untuk mendorong kita untuk memercayai janji-janji Allah, dapat dianggap sebagai orang yang tidak memiliki perasaan atau bahkan tidak realistis.

Hal itu terjadi terhadap bangsa Israel, yaitu ketika Allah sedang mengusahakan pembebasan mereka dari tanah Mesir. Firaun mengeraskan hatinya terhadap perintah Allah untuk membiarkan umat-Nya pergi, dan ia memperberat beban kerja budak-budak Ibrani dengan memaksa mereka mengumpulkan jerami yang diperlukan untuk membuat batu bata (Keluaran 5:10,11). Mereka menjadi begitu patah semangat, sehingga tidak dapat menerima jaminan Musa bahwa Allah telah mendengar seruan mereka dan berjanji untuk membawa mereka ke tanah milik mereka sendiri (6:8).

Kadang-kadang luka dan ketakutan yang kita alami dapat menutup telinga kita terhadap kata-kata Allah yang penuh dengan pengharapan. Akan tetapi, Tuhan ternyata tidak berhenti berbicara kepada kita pada saat kita mengalami kesulitan untuk mendengarkan. Dia justru akan terus-menerus berusaha demi kepentingan kita. Hal itu terjadi sama seperti ketika Dia membebaskan umat-Nya dari tanah Mesir.

Pada saat kita mengalami belas kasihan Allah dan kepedulian-Nya, maka kita akan dapat mendengar suara-Nya kembali, sekalipun luka itu belum sembuh —DCM

25 April 2005

Kuasa Keterbatasan

Nats : Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan (Keluaran 4:12)
Bacaan : Keluaran 4:10-17

Musa mencari-cari alasan pada saat ia dipanggil oleh Allah. "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah" (Keluaran 4:10).

Dari pernyataan itu, Musa sepertinya memiliki kesulitan berbicara—barangkali ia gagap. Akan tetapi Tuhan berfirman kepadanya, "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni Tuhan?" (ayat 11).

Kecacatan, ketidakmampuan, kekurangan fisik kita bukanlah suatu kecelakaan. Semuanya itu merupakan rancangan Allah. Dia menggunakan setiap ketidaksempurnaan kita untuk kemuliaan-Nya. Cara Allah mengatasi sesuatu yang kita sebut "keterbatasan" adalah tidak dengan menghilangkannya, namun memberkatinya dengan kekuatan serta menggunakannya untuk kebaikan.

Di dalam kitab Perjanjian Baru, Rasul Paulus menyebutkan "duri di dalam daging" yang tak terdefinisikan. Ia telah berulangkali meminta kepada Tuhan untuk mengambilnya (2 Korintus 12:7,8). Akan tetapi Allah justru berkata, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" (ayat 9).

Rasul Paulus bahkan telah belajar untuk "menikmati" kesulitan-kesulitan yang ia hadapi. "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku," demikian katanya (ayat 9). "Sebab jika aku lemah, maka aku kuat" (ayat 10) —DHR

29 Mei 2005

Menyentuh Dasar

Nats : Yesus . . . oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa (2Timotius 1:10)
Bacaan : Wahyu 1:10-18

Setiap minggu orang-orang berkumpul untuk mendengarkan khotbah yang menggugah jiwa dari Joseph Parker, pendeta London’s City Temple yang terkenal di akhir abad 19. Kemudian krisis hebat menimpanya. Istrinya meninggal sesudah menderita penyakit yang menyiksa. Parker kemudian mengatakan bahwa ia tidak akan membiarkan seekor anjing menderita seperti istrinya. Sebagai suami patah hati yang doa-doanya tidak terjawab, kepada publik ia mengakui bahwa selama satu minggu ia telah menyangkal bahwa Allah ada.

Tetapi Parker hanya sementara kehilangan iman. Dari pengalaman itu ia meraih kepercayaan pribadi yang lebih kuat akan kebangkitan Yesus yang mematahkan kematian dan mulai bersaksi, "Saya telah mencapai dasar penderitaan, dan saya telah mendapatkan maknanya."

Dengarkan seruan kemenangan dari Kristus yang telah bangkit ketika Dia menyatakan kemenangannya atas maut: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya" (Wahyu 1:17,18).

Kematian adalah musuh kita yang paling mengerikan, merampas sukacita dan harapan kita, kecuali jika kemenangan kebangkitan Kristus menggema di hati kita. Apabila kita percaya kepada Pemenang perkasa atas kematian, keragu-raguan akan musnah dan terang menghalau kegelapan.

Genggamlah erat-erat kepercayaan yang penuh kemenangan itu manakala Anda bergumul melalui krisis hidup yang paling berat —VCG

9 Juli 2005

Tak Ada Kabar Buruk

Nats : Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Matius 11:28)
Bacaan : Ester 1:1-9

Ketidaksediaan mendengar kabar buruk telah terbukti mengakibatkan hal-hal lebih buruk. Mulai dari bencana pesawat ulang alik, kebangkrutan perusahaan, hingga tersebar luasnya terorisme. Tak perlu mengadakan penelitian panjang untuk menentukan mengapa hal ini terjadi. Berita buruk itu menyingkapkan masalah; masalah memerlukan pemecahan; pemecahan masalah memerlukan waktu, uang, dan tenaga yang lebih baik kita gunakan untuk merayakan kesuksesan masa lampau.

Ini bukan hal baru di zaman kita. Pada abad kelima sebelum Masehi, Raja Ahasyweros dari Persia tak mengizinkan orang-orang berkabung memasuki gerbangnya (Ester 4:1,2). Seorang penafsir Alkitab memberi kesan bahwa raja itu lebih senang dikelilingi orang-orang yang kagum dengan kekayaannya dan senang sekali hadir dalam pesta yang mewah (1:4). Keengganannya untuk diganggu oleh berita buruk hampir saja mengakibatkan pemusnahan orang Ibrani.

Kepemimpinan Yesus bertentangan dengan kepemimpinan Ahasyweros. Dia berkata, Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Matius 11:28). Ahasyweros memerintah kerajaan dengan mengizinkan orang-orang yang gembira memasuki istananya. Sedangkan Yesus membangun kerajaan-Nya dengan menyambut orang-orang yang berbeban berat dan sedih untuk memasuki hadirat-Nya. Lebih lagi, Yesus tidak saja mengundang kita untuk menyampaikan hal buruk tentang diri kita, tetapi Dia juga memiliki kemauan dan kuasa untuk mengubah keadaan kita yang terburuk menjadi perayaan yang penuh puji-pujian JAL

22 Juli 2005

Tiram yang Terluka

Nats : Allah membuat aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku (Kejadian 41:52)
Bacaan : Kejadian 41:46-57

Ketika penderitaan yang tampaknya tidak ada gunanya menyerbu kehidupan kita, kerap kali kita bertanya pada diri sendiri, Siapa yang memerlukan semua kesulitan ini? Namun, renungkanlah sejenak asal-usul mutiara.

Setiap mutiara terbentuk karena respons internal tiram terhadap luka yang disebabkan oleh bahan yang melukai dirinya, misalnya sebutir pasir. Sumber yang dapat memperbaiki luka tersebut akan segera mengalir ke daerah yang sedang terluka. Dan hasil akhirnya adalah mutiara yang berkilauan. Terciptalah sesuatu yang indah, dan hal tersebut tidak akan mungkin terjadi apabila tidak ada luka.

Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita melihat Yusuf dalam posisi yang berpengaruh, posisi yang kelak dipakai Allah untuk memberi makan negeri di sekelilingnya dan juga keluarga Yusuf selama kelaparan. Namun, bagaimana ia jadi seseorang yang berpengaruh? Hal itu diawali dengan lukaia dijual untuk dijadikan budak (Kejadian 39)sehingga akhirnya menghasilkan mutiara yang berguna. Karena Yusuf mendekat pada sumber Allah, ketika ia dipermalukan ia menjadi lebih baik, bukannya menjadi pahit. Ia menamai anak keduanya Efraim, yang berarti keberhasilan ganda, dan ia berkata, Allah membuat aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku (41:52).

Penulis, Paul E. Billheimer berkata mengenai Yusuf, Jika ada orang yang mengasihani dan mencoba menolongnya keluar dari kesedihan dalam hidupnya, maka kemuliaan yang mengikutinya tidak akan terjadi. Jadi jika Anda sedang menderita, ingat: Jika tak ada luka, tak akan ada mutiara! JEY

31 Juli 2005

Jembatan Kasih Karunia

Nats : Rasul-rasul itu meninggalkan sidang ... dengan gembira, karena telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus (Rasul 5:41)
Bacaan : Rasul 5:33-42

Coba layangkan imajinasi Anda sejenak. Bayangkan Anda sedang berkendaraan melewati gurun di Kalifornia Selatan dan Anda melihat jembatan Golden Gate yang sangat gagah terbentang di antara aliran sungai kecil yang kering dan terletak di pinggiran persimpangan jalan desa. Pemandangan itu pasti akan sangat menggelikan.

Demikian juga Allah senantiasa menunjukkan kuasa dan kasih karunia-Nya pada waktu atau tempat yang tepat. Dia selalu menyediakan sesuai dengan kesulitan yang sedang dihadapi. Dia tidak akan memberikan kekuatan bila kekuatan itu belum diperlukan.

Kita merasa ngeri apabila memikirkan hal-hal yang dialami oleh beberapa anak Allah karena iman mereka kepada Juruselamat. Banyak di antara mereka lebih memilih jalan yang penuh penderitaan daripada mengikuti jalur yang lebih sedikit mengandung perlawanan. Saya pun kemudian bertanya-tanya, apakah kita akan melakukan hal yang sama?

Tentu saja Tuhan tidak meminta kita untuk membuat komitmen semacam itu sebelum hal tersebut diperlukan. Kita dapat meyakini bahwa apabila kita menderita demi Dia (Filipi 1:29), Dia akan menyediakan apa pun yang kita perlukan untuk menanggung penderitaan itu.

Sebagai pelayan-pelayan Kristus, kita dapat melakukannya selangkah demi selangkah dan percaya bahwa entah kita menemui ngarai yang kering atau sungai yang deras, jembatan kasih karunia Allah akan membuat kita dapat menyeberang dengan aman ke seberang MRD

9 Agustus 2005

Anggaplah Kebahagiaan

Nats : Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan (Yakobus 1:12)
Bacaan : Yakobus 1:2-12

Seorang pendeta memasang tanda di pintunya: Jika Anda bermasalah, masuk dan ceritakanlah kepada saya masalah itu. Jika Anda tidak bermasalah, masuk dan ceritakanlah kepada saya bagaimana Anda menghindarinya.

Apa yang kita lakukan saat masalah datang tanpa pemberitahuan dan dengan intensitas besar? Yakobus mengatakan agar kita menganggapnya sebagai suatu kebahagiaan, karena ujian tidak terjadi tanpa sebab. Ia berkata, Ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh (Yakobus 1:3,4). Dipersenjatai dengan pemahaman ini, doa kita akan berubah dari bertanya kepada Allah mengapa menjadi bersyukur kepada-Nya atas apa yang sedang Dia lakukan.

Setelah bertahan dalam banyak ujian dan menghadapi pergumulan baru berupa kanker, penulis Renungan Harian Joanie Yoder membagikan pemikirannya dalam surat: Saya telah menyerahkan masa depan saya pada kehendak Allah. Puji Tuhan, tak ada satu pun, bahkan kanker, dapat menghalangi kehendak-Nya. Saya mungkin memiliki kanker, namun kanker tak memiliki saya. Hanya Allah yang memiliki saya. Karena itu, saya menghargai doa-doa Anda agar Kristus dimuliakan dalam tubuh saya, entah hidup atau mati.

Ujian tak dapat dihindari dan diduga, dan mereka datang dalam berbagai bentuk yang tak terbayangkan. Dengan menyadari bahwa Allah yang berdaulat akan menyertai kita dan menggunakan ujian untuk memperdalam kedewasaan kita, maka kita dapat menganggapnya kebahagiaan AL

12 Agustus 2005

Tiada Penyesalan

Nats : Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya (Matius 16:27)
Bacaan : 1Petrus 4:12-19

Seorang gadis kecil yang harus menjalani operasi, merasa ketakutan. Untuk membujuk dia, maka orangtuanya kemudian berjanji akan memberinya apa yang telah diingininya sejak lama, yaitu seekor anak kucing. Operasi itu berjalan dengan baik, namun saat pengaruh obat bius mulai sirna, sang anak terdengar bergumam kepada dirinya sendiri, Benar-benar cara yang tidak enak untuk mendapatkan seekor kucing!

Orang-orang kristiani yang mengalami kesukaran sewaktu melayani Tuhan tidak akan merasakan hal seperti itu saat mereka menoleh ke belakang. Memang benar bahwa setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya (2Timotius 3:12). Yesus berkata kepada para murid-Nya, Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku (Matius 16:24). Dia juga meyakinkan mereka bahwa saat Dia kembali ke bumi, Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya (ayat 27).

Paulus berkata bahwa penderitaan kita bagi Kristus tidak layak jika dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (Roma 8:18). Dan Petrus mengatakan, Bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya (1Petrus 4:13).

Orang-orang percaya yang bertahan di dalam kesukaran bagi Kristus akan menganggapnya sebagai hak istimewa untuk ambil bagian bersama Juruselamat mereka. Menderita bagi Dia mendatangkan upah yang pasti, tanpa penyesalan RWD

18 Agustus 2005

Bila Kasih Dibalas Benci

Nats : [Yesus berkata], Jikalau dunia membenci kamu, ingatkah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu (Yohanes 15:18)
Bacaan : Yohanes 15:18-27

Jika ada satu hal yang menjadi ciri khas orang-orang yang percaya kepada Yesus, maka hal itu adalah kasih. Kata kasih muncul di dalam Kitab Suci lebih dari 500 kali. Inti dari Injil adalah kasih, sebagaimana yang kita lihat di dalam Yohanes 3:16. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini .... Surat 1 Yohanes 3:16 menjelaskan lebih lanjut: Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita.

Orang kristiani harus melayani satu sama lain di dalam kasih (Galatia 5:13), mengasihi sesama manusia seperti dirinya sendiri (Galatia 5:14), hidup di dalam kasih (Efesus 5:2), dan mengasihi dengan perbuatan serta di dalam kebenaran (1Yohanes 3:18).

Jadi, jika Yesus dan para pengikut-Nya adalah kasih, mengapa sebagian orang senang membenci kita? Dan berdasarkan sebuah perkiraan, mengapa ada 200 juta orang percaya yang dianiaya di dunia saat ini?

Yesus memberitahukan alasannya kepada kita. Dia berkata kepada murid-murid-Nya, Barang siapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak tampak (Yohanes 3:20). Yesuslah Terang itu. Saat Dia berjalan di muka bumi ini, orang-orang membenci-Nya karena Dia menyingkapkan kegelapan dosa mereka. Dan kita sekarang adalah terang-Nya di dunia ini (Matius 5:14); sehingga, dunia juga akan membenci kita (Yohanes 15:19).

Tugas kita adalah menjadi saluran kasih dan terang Allah, sekalipun kita dibenci sebagai balasannya JDB

11 September 2005

Menyanyi Bagi Tuhan

Nats : Sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai (Mazmur 30:6)
Bacaan : Mazmur 30

Penderitaan adalah bagaikan orang asing yang mencurigakan, yang mengetuk pintu rumah Anda. Mau tidak mau Anda harus mengizinkannya masuk karena ia terus-menerus mengetuk pintu dan tidak mau pergi.

Anda merasa yakin bahwa tidak ada seorang pun yang melihat kesedihan Anda dan Anda merasa kesepiantetapi Allah melihat kesedihan yang tengah Anda rasakan dan Dia mengerti. Setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku, keluh Daud di dalam Mazmur 6:7. Tuhan telah mendengar tangisku (ayat 9). Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan? (56:9). Walaupun sepanjang malam ada tangisan, itu tidak akan berlangsung selamanya, karena menjelang pagi terdengar sorak-sorai (30:6).

Seperti halnya Daud, kita ingat bahwa kasih dan kebaikan hati Allah akan berlangsung selama seumur hidup kita. Dia telah berjanji tidak akan meninggalkan maupun membiarkan kita. Manakala kasih Allah masuk ke dalam pikiran kita, kepedihan hati dan ketakutan kita akan lenyap. Ratapan kita akan diubah menjadi tarian, pakaian kabung dan derita kita akan dilepaskan, dan kita pun diikat dengan sukacita. Kita dapat bangkit untuk menyambut hari sambil menyerukan puji-pujian karena belas kasihan, tuntunan, dan perlindungan yang telah diberikan-Nya. Kita bersukacita di dalam nama-Nya yang kudus (30:12,13).

Bagaimanapun keadaan kita, marilah kita menyanyi bagi Tuhan sekali lagi! DHR

16 September 2005

Saya Turut Merasakan

Nats : Jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita (1Korintus 12:26)
Bacaan : 1Korintus 12:12-27

Pada saat anak-anak saya masih kecil, salah satu dari mereka tersandung dan meringis menahan rasa sakit. Ketika saya memerhatikan dirinya yang sedang berusaha mengatasi sakitnya, saya pun berkata, Nak, Ayah ikut sedih. Kaki Ayah ikut sakit rasanya.

Sambil menengadah, ia memandang saya dan menimpali pernyataan saya tadi, Yah, kaki Ayah tidak benar-benar sakit, kan?

Tidak, saya memang tidak merasakan sakit secara fisik, tetapi saya ikut merasakan penderitaannya. Bahkan saya berharap, entah bagaimana caranya, rasa sakitnya itu dapat dipindahkan ke tubuh saya.

Rasul Paulus mengatakan kepada kita bahwa semua orang percaya yang berada di dalam Kristus adalah bagian dari satu tubuh (1Korintus 12:13). Dan jika satu bagian tubuh merasakan penderitaan, maka semua anggota turut menderita (ayat 26).

Apakah Anda berduka ketika seorang saudara seiman mengalami masalah? Apakah Anda terusik ketika seorang percaya terjerumus ke dalam dosa dan mengalami hukuman dari tangan Allah? Apakah hati Anda berduka apabila seorang anak Allah tengah mengalami masalah dan pencobaan yang berat? Jika tidak, mintalah kepada Tuhan saat ini juga untuk menolong Anda menjadi orang yang dapat berbagi duka dengan sesama dan bersimpati dengan mereka.

Ya, kepada setiap orang kristiani yang kita temui dan sedang mengalami tekanan, kita harus siap untuk berkata dari hati kita, Saya turut merasakan kepedihan Anda RWD

22 September 2005

Tampilkan Kilaunya

Nats : Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji Aku, aku akan timbul seperti emas (Ayub 23:10)
Bacaan : Ayub 23:8-17

Bertahun-tahun yang lalu, saya membeli mobil Volkswagen keluaran tahun 1964 dari tetangga saya. Mesin mobil itu masih bagus, tetapi bagian luarnya tampak kasar. Permukaannya penuh penyokan, dan kotoran yang melekat telah memudarkan warna biru tuanya.

Setelah beberapa lama, saya merasa penasaran, apakah kilauan dan keindahan aslinya dapat dikembalikan. Saya yakin penyokannya dapat dihilangkan, tetapi bagaimana dengan hasil akhirnya? Lalu saya mulai bereksperimen di tempat-tempat yang paling parah. Saya senang sekali karena mendapati bahwa dengan kerja keras dan polesan di sana-sini, Volkswagen usang saya dapat kelihatan cemerlang kembali.

Sebagai orang kristiani, kita memiliki potensi untuk mencerminkan keindahan Juru Selamat kita. Tetapi dosa telah meninggalkan bekas dalam kepribadian kita, dan banyak jejak dosa yang harus dibuang sebelum karakter Yesus yang indah itu dapat terlihat di dalam diri kita.

Allah sering mengadakan perubahan semacam ini melalui proses yang keras disertai ujian, karena tekanan dapat membantu melepaskan kotoran, noda pemberontakan, serta keegoisan. Alkitab telah menyatakan kepada kita bahwa kesengsaraan menimbulkan ketekunan, tahan uji, pengharapan, dan keyakinan oleh Roh Kudus (Roma 5:3-5).

Mungkin kita berharap bahwa cuci mobil kilat dapat memperbaiki keadaan, tetapi tidak ada yang dapat menggantikan kesulitan-kesulitan yang dapat memunculkan kilau karakter yang menyerupai Kristus DJD

24 September 2005

Berhenti Bersedih

Nats : Biarlah rahmat-Mu sampai kepadaku, supaya aku hidup (Mazmur 119:77)
Bacaan : Mazmur 119:25-32

Apakah Anda merasa sedih? Apakah Anda sedang bergumul dengan salah satu hal terburuk dalam hidup? Anda tidak sendirian.

Alangkah menakjubkannya jika kita dapat merapal kata-kata rohani tertentu yang dapat membuat semua masalah kita lenyap, tetapi itu tidak akan terjadi. Hidup tidaklah terdiri dari senyuman dan hati yang gembira sajabahkan bagi umat Allah.

Tetapi dari pengalaman-pengalaman kelamlah timbul harapan akan pertolongan. Keputusasaan pemazmur, yang tercatat dalam Mazmur 119, menuntun pada janji akan kelegaan dan belas kasihan. Dari masalah timbul pengertian dan kekuatan baru. Pemazmur dengan bebas mengungkapkan perasaan dan keyakinannya bahwa Allah akan menjaganya.

Jiwaku melekat kepada debu (ayat 25). Kemudian ia mengajukan permohonan kepada Allah: Hidupkanlah aku sesuai dengan firman-Mu.

Jiwaku menangis karena duka hati (ayat 28). Lalu ia berharap dalam pemeliharaan Allah: Teguhkanlah aku sesuai dengan firman-Mu.

Aku akan mengikuti petunjuk perintah-perintah-Mu (ayat 32). Sekalipun di masa pencobaan berat, sang pemazmur berketetapan untuk mematuhi Allah.

Ya, ungkapkanlah keputusasaan Anda kepada Tuhantetapi jangan hanya berhenti di situ. Mintalah belas kasihan dan kekuatan-Nya. Tetaplah taat kepada-Nya. Berpeganglah pada janji-janji-Nya dalam Kitab Suci. Dia akan tetap menemani Anda melewati pencobaan apa pun JDB

8 Oktober 2005

Mengatasi Ketakutan

Nats : Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya Tuhan (Mazmur 31:15)
Bacaan : Mazmur 31:15-25

Banyak orang takut naik pesawat. Pemikiran terbang di udara membuat mereka cemas. Karena itu, Komunitas Fobia Amerika menganjurkan teknik-teknik berikut ini untuk mengatasi rasa takut tersebut.

• Jangan mengonsumsi gula dan kafein sebelum dan selama penerbangan.

• Bersandarlah ke belakang saat tinggal landas; biarkan otot-otot Anda melemas.

• Nilailah kecemasan Anda pada skala 1 sampai 10. Pikirkan hal-hal yang positif; perhatikan berapa banyak ketakutan Anda berkurang.

• Tarik napas dalam-dalam; tutup mata Anda; rentangkan lengan Anda.

• Kenakan gelang karet di pergelangan tangan dan jepretkan karet itu untuk mengusir pikiran yang tidak menyenangkan.

Kelima nasihat ini baik. Tetapi saya memiliki nasihat keenam yang dapat mengatasi semua jenis ketakutan. Sebenarnya, ini yang paling penting: Letakkan kepercayaan Anda kepada Allah.

Itulah yang dilakukan Daud dalam Mazmur 31. Ada persekongkolan yang melawannya. Teman-teman telah meninggalkannya. Kekuasaannya tampak sudah berakhir. Kematian menunggu di depan mata. Tetapi ia membuat pilihan dan berseru, “Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya Tuhan” (ayat 15).

Ketika Anda takut, mengambil napas dalam-dalam atau menjepret-jepretkan gelang karet mungkin akan membantu mengurangi ketakutan itu. Tetapi jangan tinggalkan cara terbaik untuk mengatasi ketakutan naik pesawat-atau ketakutan lain. Ikuti teladan Daud dan letakkan kepercayaan Anda kepada Allah -DCE

9 Oktober 2005

Orang Lemah Terkuat

Nats : Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku (2 Korintus 12:9)
Bacaan : 2Korintus 12:1-10

Apabila ada hal lain yang ingin kita benci melebihi kebencian kita terhadap kesombongan orang lain, maka hal itu pastilah kesadaran terhadap kelemahan diri kita sendiri. Kita sangat membencinya sehingga kita mencari-cari cara untuk menutupi kekurangan pribadi kita.

Bahkan Rasul Paulus pun perlu diingatkan mengenai kelemahannya sendiri. Ia berulang kali ditusuk oleh suatu “duri dalam daging” (2 Korintus 12:7). Ia tidak mengatakan duri apa sebenarnya yang menusuk-nusuknya itu, tetapi penulis J. Oswald Sanders mengingatkan kita bahwa “duri tersebut melukai, merendahkan, dan membatasi Paulus”. Sebenarnya ia sudah tiga kali meminta Tuhan untuk mengambil duri tersebut, tetapi permohonannya tidak dikabulkan. Ia kemudian justru menggunakan duri itu untuk bernaung pada kasih karunia Allah. Tuhan berjanji, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (ayat 9).

Selanjutnya dengan berani, Paulus mulai “merangkul” kelemahannya dan menguji kasih karunia Tuhan. Itu merupakan sebuah jalan yang disebut Sanders “proses belajar secara bertahap” dalam kehidupan sang rasul. Sanders mencatat bahwa akhirnya Rasul Paulus tidak lagi menganggap durinya sebagai “kekurangan yang membatasi”, tetapi menganggapnya sebagai “keuntungan Ilahi”. Dan keuntungannya adalah: Ketika dirinya merasa lemah, ia justru kuat di dalam Tuhan.

Ketika kita menerima kelemahan kita, kita bisa menjadi orang lemah yang kuat dalam Kristus -JEY

12 Oktober 2005

Ada di Tangan Allah

Nats : “Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan,” firman Tuhan (Roma 12:19)
Bacaan : Roma 12:9-21

Seluruh dunia merasa takut ketika para pemberontak Chechen membunuh ratusan orang yang terkurung di sebuah sekolah di Beslan, Rusia. Kebanyakan korbannya adalah anak-anak, termasuk enam anak dari Totiev bersaudara, yang aktif dalam pelayanan kristiani.

Salah satu dari Totiev bersaudara itu memberikan reaksi yang bagi kebanyakan kita merupakan pilihan yang sulit. Ia berkata, “Ya, kami mengalami kehilangan yang tak dapat digantikan oleh apa pun, tetapi kami tidak melakukan balas dendam.” Ia memercayai apa yang dikatakan Tuhan, yang tercatat dalam Roma 12:19, “Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan.”

Beberapa di antara kita sulit menghilangkan kepahitan atas ketidakadilan kecil, dan tidak berkata apa-apa terhadap kejahatan besar seperti yang dihadapi oleh keluarga ini. Totiev mengambil sikap untuk mengikhlaskan kepahitan dan tidak membalas dendam. Sikap tersebut menunjukkan bahwa mereka membenci yang jahat (ayat 9), tetapi tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (ayat 17). Alangkah berbedanya keadaan pernikahan, keluarga, gereja, dan semua hubungan kita apabila Roh Kudus sendiri yang memampukan kita untuk memiliki sikap seperti Kristus sehingga dapat meletakkan semua ketidakadilan yang kita terima di tangan Allah.

Berdiam dirilah sejenak dan telitilah hati Anda. Jika ada kepahitan terhadap orang lain atau keinginan untuk membalas dendam, mintalah kepada Roh Kudus untuk membantu Anda supaya tidak “kalah terhadap kejahatan, tetapi mengalahkan kejahatan dengan kebaikan” (ayat 21) -VCG

12 Desember 2005

“tetapi Allah ...”

Nats : Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perem-puan itu dan lari ke luar (Kejadian 39:12)
Bacaan : Kejadian 39

Bagaimana jika seandainya Yusuf menyerah pada godaan istri Potifar? (Kejadian 39). Bayangkan bahwa sebenarnya ia dapat membenarkan dosanya. “Tapi Allah, Engkau tentu tak ingin saya tidak bahagia, dan Engkau tahu betapa kesepiannya saya di sini. Lagi pula, saya pikir saya sungguh mencintainya.”

Bagaimana jika seandainya Abram tidak taat saat Allah menyuruhmya meninggalkan Ur dan pergi ke daerah yang tak dikenal? (Kejadian 12). Bagaimana jika seandainya ia berkata, “Tapi Allah, saya sudah mantap di sini. Saya tidak dapat mengambil risiko untuk sebuah masa depan yang tak pasti. Saya harus menjaga Sarai. Saya tidak mau pergi.”

Terpujilah Allah karena Yusuf dan Abram melakukan hal yang benar. Yusuf kabur dari godaan; ia lari dari dosa. Abram meninggalkan Ur; berkelana dengan penuh ketaatan.

Dalam hidup, kita menghadapi dua macam pilihan. Kadang godaan muncul di hadapan kita. Saat itu, kita bisa lari meninggalkan godaan dan memperoleh penghargaan dari Allah-atau kita menyerah, dan menuai konsekuensi yang menyedihkan, lalu membuat alasan-alasan penyesalan. Kadang kita merasa Allah menuntun kita ke arah tertentu. Kita dapat memilih mengikuti Dia dan percaya bahwa Dia Mahatahu-atau kita dapat memberikan alasan yang mengada-ada dan hidup di dalam ketidaktaatan.

Kesalehan yang memberi hidup berkelimpahan jauh lebih baik daripada hidup yang penuh dengan alasan dan keputusasaan. Mari kita hidup dengan cara sedemikian sehingga kita tidak akan menyerah kepada keinginan untuk berkata, “Tetapi Allah …” -JDB

29 Desember 2005

Tiga Kebutuhan

Nats : Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:16)
Bacaan : 1Yohanes 4:7-21

Saya telah mendengar bahwa ada tiga hal yang dibutuhkan seseorang untuk bahagia:

1. sesuatu untuk dikerjakan-pekerjaan yang berarti atau menolong orang lain;

2. seseorang yang dikasihi-seseorang yang kepadanya kita dapat memberikan diri, seperti suami/istri, anak, atau teman; dan

3. sesuatu yang dinanti-nantikan-liburan, kunjungan dari orang terkasih, kesehatan yang membaik, mimpi yang menjadi kenyataan.

Hal-hal tersebut hanya membawa kebahagiaan sementara. Untuk memperoleh kepuasan kekal, semua hal itu dapat ditemukan dalam hubungan dengan Yesus, Anak Allah.

Sesuatu untuk dikerjakan. Sebagai orang-orang percaya, kita telah diberi karunia dari Roh Kudus untuk melayani Juru Selamat kita dengan melayani orang lain di dalam keluarga Allah (Roma 12:1-16). Kita pun dipanggil untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia (Matius 28:19,20).

Seseorang yang dikasihi. Kita mengasihi Allah karena Dia lebih dahulu mengasihi kita (1 Yohanes 4:19). Dan kita mengasihi orang lain, “sebab kasih itu berasal dari Allah” (ayat 7).

Sesuatu yang dinanti-nantikan. Suatu hari nanti kita akan disambut dalam hadirat Allah selamanya, di mana kita akan menikmati sebuah tempat yang sempurna yang disiapkan khusus bagi kita (Yohanes 14:2,3; Wahyu 21:3,4). Kita akan melihat Yesus dan menjadi seperti Dia (1 Yohanes 3:2).

Untuk kepuasan yang kekal, hanya Yesus Kristus yang benar-benar kita perlukan -AMC

19 Januari 2006

Belajar untuk Mengajar

Nats : Apakah engkau memerhatikan hamba-Ku Ayub? (Ayub 1:8)
Bacaan : Ayub 2:1-10

Setelah mata ayah saya yang terluka parah harus diangkat lewat pembedahan, para dokter dan perawat mengomentari sikap ayah saya yang menerima dengan baik kehilangan itu. Responsnya memang luar biasa. Di sepanjang percobaan berat itu saya tidak pernah mendengar ia mengeluh.

Setelah kecelakaan itu seseorang bertanya kepada saya, "Mengapa Allah mengizinkan hal ini terjadi? Hal apakah yang masih harus dipelajari ayah Anda di usianya sekarang?"

Tidak semua tragedi terjadi karena kita masuk di "sekolah" didikan keras Allah yang berlawanan dengan kehendak kita. Selalu ada sesuatu yang dapat kita pelajari dari penderitaan. Namun dalam hal ini, ayah saya adalah guru sekaligus murid.

Respons Ayah terhadap rasa sakit dan kehilangan yang dialaminya, digabung dengan respons saleh ibu saya terhadap masalah kesehatannya sendiri, memberi saya pelajaran yang diyakini oleh hamba Allah, Ayub, sebagai sesuatu yang benar. Pada puncak penderitaannya, istri Ayub mendorongnya untuk mengutuki Allah dan mati (Ayub 2:9). Namun Ayub menjawab, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (ayat 10).

Ayub tidak mengerti sebab dari penderitaannya, namun ia menyatakan kepercayaannya yang teguh kepada Allah yang berhak mengizinkan kesulitan maupun kebaikan di dalam hidup kita. Di dalam penderitaan, penting bagi kita untuk merenungkan apa yang Allah ingin untuk kita ajarkan, juga apa yang diinginkan-Nya untuk kita pelajari --JAL

15 Februari 2006

Satu Saudara

Nats : Aku ... menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus (Kolose 1:24)
Bacaan : Kolose 1:24-29

Dari semua drama hebat Shakespeare, Henry V mungkin adalah drama yang paling heroik. Dalam satu adegan yang menegangkan, saat tentara Inggris ketakutan menghadapi tentara Perancis yang lebih unggul, Raja Henry menguatkan para prajuritnya. Karena pertempuran itu akan berlangsung pada "hari raya Crispianus", maka jika mereka menang, kemenangan tersebut akan diperingati setiap tahun. Sang raja berkata kepada para prajuritnya, "Hari ini disebut hari raya Crispianus.... Kita akan diingat dalam hari raya itu; kita yang meski hanya sedikit, adalah orang-orang yang berbahagia, yang terikat sebagai satu saudara."

Kini Angkatan Laut Amerika pun menyebut dirinya "satu saudara". Ketika ada ancaman dan bahaya, saling ketergantungan dan pengorbanan pribadi akan mempersatukan orang-orang agar dapat bertahan hidup.

Orang kristiani yang menghadapi perlawanan bisa memiliki ikatan seperti itu. Paulus menulis, "Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus" (Kolose 1: 24).

Apakah Paulus percaya bahwa penderitaan Kristus di kayu salib tidak cukup? Tidak, penebusan-Nya sepenuhnya cukup untuk semua dosa kita. Apa yang dimaksud Paulus adalah bahwa bila kita menggenapkan pekerjaan Kristus di bumi di tengah-tengah perlawanan yang menyakitkan, berarti kita turut merasakan penderitaan-Nya. Yesus menderita karena menaati kehendak Allah, dan kita pun seharusnya demikian. Namun seperti Paulus, kita dapat bersukacita apabila dekat dengan Tuhan dan terikat dalam satu persaudaraan --HDF

9 Maret 2006

Indahnya Penderitaan

Nats : Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu (Mazmur 119:71)
Bacaan : 1Petrus 4:1-3

Penderitaan, jika diterima dengan kerendahan hati, dapat memberikan arahan dan disiplin yang menuntun pada hidup yang lebih dalam dan penuh. "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang," kata Daud, "tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu" (Mazmur 119:67). Petrus mengatakan hal yang senada: Penderitaan membuat kita tidak hidup untuk diri sendiri, "tetapi menurut kehendak Allah" (1Petrus 4:2).

Penderitaan bukanlah rintangan bagi pertumbuhan kerohanian kita, sebaliknya dapat menjadi alat untuk memacu pertumbuhan kita -- setelah kita dilatih oleh penderitaan tersebut. Penderitaan dapat mendorong kita menjadi lebih dekat dengan Allah dan semakin dalam masuk dalam firman-Nya. Itu adalah alat yang Allah pakai untuk membentuk kita dengan indah agar menjadi seperti Putra-Nya. Allah senantiasa memberi kita belas kasihan, kepuasan, ketenangan, dan semangat yang kita butuhkan serta doakan. Tanpa penderitaan, kita tidak dapat menjadi seperti yang Allah inginkan. Kekuatan-Nya bersinar lebih terang melalui kelemahan manusia.

Hari ini, apakah Allah sedang memberi Anda kesempatan untuk menerima arahan melalui penderitaan dan kesengsaraan? Jalanilah latihan ini dengan sabar. Dia dapat mengubah pencobaan menjadi berkat. Dia dapat memakai penderitaan itu untuk membawa Anda lebih dekat kepada hati dan firman-Nya, untuk menyatakan ajaran yang Dia ingin agar Anda pahami, serta memanfaatkannya untuk melimpahkan anugerah-Nya bagi hidup Anda.

Allah sedang membuat hidup Anda lebih baik -- yang jauh lebih baik -- lebih daripada yang Anda pernah pikirkan --DHR

11 April 2006

Yang Hancur

Nats : Aku telah hilang dari ingatan seperti orang mati, telah menjadi seperti barang yang pecah (Mazmur 31:13)
Bacaan : Mazmur 31:10-25

Hanya ada sedikit kehidupan yang masih utuh di dunia ini, yang berguna bagi Allah. Hanya sedikit orang yang dapat memenuhi harapan dan rencana mereka tanpa mengalami kekecewaan pada saat menggapainya. Namun, berbagai macam kekecewaan yang kita alami tersebut adalah janji Allah, dan segala yang kita yakini sebagai suatu tragedi barangkali sebenarnya merupakan berkat yang terselubung, yaitu kesempatan yang dipakai oleh Allah untuk menunjukkan kasih dan anugerah-Nya.

Kadang kala orang kristiani menyusun berbagai rencana yang sangat baik, tetapi tiba-tiba semuanya gagal total. Dari sudut pandang manusia, kita akan menilai kehidupan mereka sebagai tragedi. Namun, kita harus menelusuri kehidupan mereka sampai akhir untuk melihat bahwa mereka yang menderita justru telah menjadi orang-orang kristiani yang lebih baik dan lebih efektif. Mereka mungkin justru tidak akan berguna bagi Allah jika menjalankan rencana dan maksud mereka sendiri.

Sobat, apakah kehidupan Anda saat ini sedang hancur? Apakah hal yang paling Anda kasihi dalam hidup ini telah direnggut dari Anda? Bila Anda dapat melihat maksud dari semua peristiwa ini lewat sudut pandang Allah, Anda akan dapat menghapus air mata dan memuji Tuhan untuk semua itu. Kita memiliki janji-Nya bahwa Dia tidak akan menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela (Mazmur 84:12).

Hal yang paling baik dalam hidup ini akan datang kepada kita tatkala kita mengizinkan Allah memenuhi kehendak-Nya dalam diri kita --MRD

13 April 2006

Tatkala Tekanan Melanda

Nats : Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketabahan (Roma 5:3)
Bacaan : Roma 5:1-5

Apa yang membuat buah apel yang mengilap tampak begitu nikmat? Kulit luarnya, tentu saja. Namun, apa yang sebenarnya membuat apel begitu nikmat? Sari buah dan zat-zat di dalamnya. Itulah "karakter" buah apel yang sesungguhnya.

Saya mempelajari hal ini ketika masih kecil, saat melihat ibu saya membuat sari apel. Dengan penumbuk dari kayu, ia menumbuk begitu banyak apel yang menjadi lunak setelah direbus di sebuah mangkuk saringan. Di bawahnya ada mangkuk lain yang menampung hasil saringan. Akhirnya yang tersisa di mangkuk saringan itu hanyalah kulit apel yang sudah gepeng berwarna cokelat seperti lumpur. Namun oh, sari apel itu nikmat sekali!

Allah memakai tekanan hidup untuk menghasilkan keindahan karakter yang menyerupai Kristus di dalam diri kita. Kesengsaraan (yang berarti "tekanan" dalam bahasa Yunani) juga menolong kita untuk menyadari potensi natur dosa kita yang mengerikan dan memandangnya sebagaimana adanya -- buruk dan hambar. Di bawah tekanan, segala jenis dosa mulai muncul ke permukaan -- keserakahan, keegoisan, hawa nafsu, kesombongan.

Entah muncul dari perfeksionisme yang realistis dari dalam batin atau bukan, tekanan merupakan fakta dunia kita yang telah jatuh ke dalam dosa. Allah mengendalikan intensitas dan kelangsungan tekanan supaya kita dapat menyadari, mengakui, dan menolak "kulit" luar yang menghambat karakter Kristus berdiam dalam diri kita.

Kesengsaraan bukanlah hal yang dicari manusia. Namun ketika hal itu datang, Roh Kudus akan memakainya untuk menciptakan dalam diri kita ketabahan, sikap tahan uji, dan harapan (Roma 5:3,4) --DJD

17 Juni 2006

Sedikit Perspektif

Nats : Penderitaan ringan yang sekarang ini, akan menghasilkan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya (2Korintus 4:17)
Bacaan : 2Korintus 4:16-18

Seorang mahasiswi menulis sebuah surat yang mengejutkan kepada orangtuanya:

Ibu dan Ayah,

Ada banyak yang ingin saya ceritakan. Beberapa siswa membuat keributan dan membuat api di kamar saya. Akibatnya saya menderita kerusakan paru-paru dan harus ke rumah sakit. Di sana, saya jatuh cinta kepada seorang pegawai. Namun saya akhirnya ditangkap karena terlibat dalam keributan itu. Akhirnya, saya harus berhenti sekolah, menikah, dan pindah ke Alaska.

Putrimu yang terkasih.

NB: Sebenarnya tak satu pun hal di atas sungguh terjadi, saya hanya benar-benar gagal di pelajaran kimia. Saya ingin kalian memandang kegagalan saya ini dalam perspektif yang benar.

Kita mungkin heran melihat cara mahasiswi ini menyampaikan berita buruk kepada orangtuanya. Namun, hal itu menyoroti sebuah kebenaran: Perspektif yang benar itu penting.

Saat Paulus memberikan dorongan kepada jemaat di Korintus, ia menulis daftar pencobaan dan penderitaan yang benar-benar dialaminya. Agar memiliki perspektif yang benar, ia mengalihkan fokusnya kepada Allah. "Penderitaan ringan yang sekarang ini," katanya, "akan menghasilkan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya" (2Korintus 4:17).

Dalam beberapa hal, perspektif kita lebih penting daripada apa yang kita alami. Paulus meneruskan, "Yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal" (ayat 18). Penderitaan kita akan menjadi tidak penting jika dibandingkan dengan kemuliaan yang menanti kita --HWR

22 Juli 2006

Pergumulan

Nats : Pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar (2Timotius 3:1)
Bacaan : 2Timotius 3

Pernahkah Anda mendengar seseorang berkata bahwa dengan percaya kepada Yesus saja, Dia akan memecahkan seluruh masalah Anda dan Anda akan menikmati kekayaan dan kedamaian dalam hidup ini?

Jika itu jalan yang Allah rancangkan bagi orang-orang yang melayani-Nya, lalu apa masalah Paulus? Setelah bertobat, hidup Paulus begitu saleh, tetapi ia tetap mendapat banyak masalah. Ia adalah salah seorang misionaris terbesar sepanjang zaman -- dan apa masalah yang dihadapinya? Dipukul. Ditangkap. Hampir tenggelam. Melarikan diri ke luar kota.

Perhatikan Yusuf, Abraham, Ayub, Yeremia, Petrus. Mereka adalah orang-orang saleh. Namun, mereka semua menghadapi berbagai bahaya dan kesulitan yang tak pernah kita harapkan untuk kita alami.

Lalu, mengapa ada pergumulan seperti di atas? Mengapa tragedi yang menerpa orang kristiani sama kuatnya seperti tragedi yang menerpa kebanyakan kaum ateis yang antagonistis? Mengapa kita tidak terbebas dari bencana alam, penyakit serius, perselisihan antarpribadi, dan perlakuan tidak adil oleh orang lain?

Bagaimanapun juga, dengan cara yang dipakai Allah untuk membereskan segalanya, berbagai masalah kita dapat membawa kebaikan bagi kerajaan dan rencana-Nya (Roma 8:28; Filipi 1:12). Tugas kita adalah memuliakan Allah dalam keadaan apa pun. Jika kita melakukan hal itu, maka pergumulan kita akan dapat mengarahkan orang lain kepada Sang Juru Selamat saat kita berhasil mencapai tujuan utama kita, yakni untuk mendapatkan kedamaian dan upah di surga --JDB

26 Juli 2006

Kemakmuran dan Kemalangan

Nats : Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku (Amsal 30:8)
Bacaan : Amsal 30:1-9

Kemakmuran dan kemalangan merupakan penghancur yang setara. Kerasnya hidup dapat membahayakan karena orang yang kaya dapat menemui kesulitan yang sama dengan orang yang tak berpunya.

Agur, penulis Amsal 30, semestinya sudah merasakan bahaya ini ketika ia berdoa, "Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku" (Amsal 30:8,9).

Permohonan yang sama terdapat di dalam kidung pujian yang indah karya Benjamin Harlan:

Tuliskanlah nama-Mu yang kudus,

Di hatiku, ya Tuhan,

Terukir di sana tak terhapuskan

Sehingga kemakmuran maupun kemalangan

Takkan menjauhkanku dari kasih-Mu.

Fokus dari Amsal 30 adalah keadaan sekitar, sementara kidung pujian di atas mengacu pada keadaan hati kita. Mungkin kita perlu berdoa agar Allah melindungi kita di kedua area kehidupan kita itu.

Mendiang Dr. Carlyle Marney, seorang pendeta ternama, kerap berkata bahwa kebanyakan kita perlu mencukupkan "keinginan kita yang semakin bertambah". Daripada selalu meminta, kita seharusnya mencari keseimbangan yang diungkapkan dalam Amsal 30.

Saat kita mengundang Tuhan agar memiliki hidup kita, berarti kita mengakui pemeliharaan-Nya yang penuh kasih dan berhikmat bagi seluruh kebutuhan kita --DCM

5 Agustus 2006

Berpacu Melawan Kuda

Nats : Jika engkau telah berlari dengan orang berjalan kaki, dan engkau telah dilelahkan, bagaimanakah engkau hen-dak berpacu melawan kuda? (Yeremia12:5)
Bacaan : Yeremia 12

Di kejuaraan Olimpiade, para pelari tercepat di dunia berlomba untuk memperebutkan medali emas dan rangkaian daun salam. Jauh sebelum perlombaan terakhir berlangsung, diadakanlah pertandingan di seluruh negara di dunia untuk menyeleksi atlet-atlet yang tidak cukup cepat untuk berlomba. Di Olimpiade, hanya atlet tercepat yang boleh mengikuti perlombaan terakhir.

Nabi Yeremia juga terlibat dalam pertandingan yang ketat-namun ia bertanding dengan para penyembah berhala dan imam yang jahat. Ia menjawab panggilan Tuhan untuk menghukum Yehuda dan meramalkan kejatuhannya. Ia menjadi begitu putus asa dan bertanya kepada Tuhan, "Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, [mengapa mereka] sentosa?" (12:1).

Pada saat itulah Allah berkata kepada Nabi Yeremia, yang intinya demikian, "Pertandingan baru saja dimulai. Sejauh ini, kamu baru saja berurusan dengan perkara-perkara yang kecil (berlari melawan pejalan kaki). Apabila kelak masalah-masalah yang sangat sulit datang (bersaing melawan kuda), bagaimana kamu akan menanganinya?"

Mungkin Anda baru saja menghadapi beberapa kesulitan: masalah dengan atasan, penyakit, atau konflik di gereja Anda. Mohonlah kepada Tuhan untuk dibebaskan dari masalah itu. Namun sebagai jawaban, Dia dapat saja berkata, "Jadilah kuat. Bertahanlah. Masalahmu mungkin akan semakin berat." Apabila Dia meminta Anda untuk "berpacu melawan kuda", Dia tentu akan mendampingi Anda untuk menguatkan dan menopang Anda. Itulah yang dilakukan Allah -DCE

11 Agustus 2006

Ditopang Dalam Keheningan

Nats : Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, peng-hiburan-Mu menyenangkan jiwaku (Mazmur 94:19)
Bacaan : Mazmur 94:16-23

Hudson Taylor (1832-1905) adalah pendiri China Inland Mission (misi di pedalaman Tiongkok) dan seorang pelayan Allah yang hebat. Akan tetapi, setelah terjadi Pemberontakan "Boxer" yang ganas tahun 1900, saat ratusan teman penginjilnya dibunuh, perasaan Taylor menjadi hancur dan kesehatannya mulai rapuh. Menjelang akhir hidupnya, ia menulis, "Saya begitu lemah, sehingga tidak bisa bekerja. Saya tidak bisa membaca Alkitab; saya bahkan tidak bisa berdoa. Saya hanya dapat berbaring diam di dalam pelukan Allah seperti kanak-kanak dan percaya kepada-Nya."

Apakah Anda pernah mengalami kelelahan tubuh dan luka di hati? Apakah Anda merasa sulit untuk memusatkan pikiran pada janji-janji Tuhan di dalam Alkitab? Apakah Anda merasa sulit untuk berdoa? Janganlah menganggap diri Anda sendiri sebagai orang yang terbuang secara rohani. Anda tergabung dengan sejumlah besar anak Allah yang mengalami malam kelam dalam jiwa mereka.

Apabila kita menderita di saat-saat yang seperti itu, yang dapat kita lakukan, tepatnya, yang harus kita lakukan adalah berbaring tenang seperti kanak-kanak di dalam pelukan Bapa surgawi kita. Tidak perlu mengatakan apa pun. Seorang bapak yang memberi penghiburan tidak mengharapkan anaknya berbicara. Begitu juga dengan Allah. Dia tahu bahwa kita memerlukan perhatian-Nya yang menyejukkan. Pada saat kesusahan datang, kasih setia-Nya akan menopang kita (Mazmur 94:18). Kita dapat memercayai-Nya untuk mendukung kita melalui malam kelam dalam jiwa kita menuju fajar yang menyingsing -VCG

12 Mei 2007

Tidak Perlu Panik

Nats : Saudara-saudara yang terkasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu (1Petrus 4:12)
Bacaan : 1Petrus 4:12-19

Saat melayani pendalaman Alkitab dalam suatu pelayaran di Kepulauan Karibia, saya mendengarkan pengarahan tentang tindakan penyelamatan yang biasa dilakukan di hari pertama. Tindakan pencegahan sangatlah penting untuk berjaga-jaga seandainya tiba-tiba kapal harus dievakuasi.

Pengarahan dari awak kapal ditutup dengan penjelasan sederhana tetapi sangat penting. Kombinasi khusus suara terompet udara, yang menandakan latihan, berbeda sekali dengan suara yang akan dibunyikan untuk menandakan situasi darurat yang sebenarnya. Perbedaan itu sangat penting. Latihan tak dirancang untuk mengadakan evakuasi. Jika para penumpang panik saat latihan, maka akan terjadi kekacauan.

Apabila kita tidak memahami situasi di sekitar kita, kita mudah guncang oleh kegelisahan hidup. Orang-orang yang hidup di zaman Petrus mengalami hal yang sama. Ia memberi peringatan sederhana: "Janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian" (1Petrus 4:12).

Pencobaan dan penderitaan hidup seolah-olah terdengar seperti panggilan untuk melakukan "evakuasi" -- melarikan diri atau menghadapi hidup secara putus asa dan tidak bijak. Namun, lebih bijak jika kita lebih peka mendengar suara Tuhan. Pencobaan itu tidak akan menjadi lebih dari sekadar pengingat bahwa kita harus percaya kepada Allah semata, bukan kepada manusia. Kita dapat memercayai-Nya pada saat-saat seperti itu apabila tanda bahaya dalam hidup kita mulai berbunyi --WEC


Kita dapat mengandalkan kasih Sang Juru Selamat
Untuk berlindung dari badai kehidupan;
Aman dalam rengkuhan lengan-Nya yang kuat
Dia menyediakan tempat perlindungan. --Hess

30 Mei 2007

Berapa Lama Lagi?

Nats : Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? (Mazmur 13:2)
Bacaan : Mazmur 13

Teman saya, Bob dan Delores, mengerti apa artinya menunggu jawaban, yaitu jawaban yang tampaknya tak akan datang. Ketika anak mereka, Jason dan calon menantu mereka, Lindsay terbunuh pada bulan Agustus 2004, dilakukanlah perburuan tingkat nasional untuk menemukan pembunuhnya dan membawanya ke pengadilan. Setelah dua tahun berdoa dan mencari si pembunuh, masih saja belum ada jawaban nyata atas pertanyaan dua keluarga yang terluka akibat peristiwa itu. Yang ada hanyalah kebisuan.

Pada saat-saat seperti itu, kita dengan mudah mengambil kesimpulan yang salah mengenai kehidupan, Allah, dan doa. Dalam Mazmur 13, Daud bergumul dengan masalah doa yang tidak terjawab. Ia bertanya mengapa dunia ini begitu berbahaya dan ia meminta jawaban dari Allah.

Ini adalah mazmur berat yang dinyanyikan Daud, dan tampaknya mazmur ini juga mengungkapkan perasaan frustrasinya. Namun pada akhirnya, keraguan dan rasa takutnya berubah menjadi rasa percaya. Mengapa? Karena situasi pergumulan kita tidak dapat mengurangi karakter Allah serta kasih sayang-Nya kepada anak-anak-Nya. Di ayat 6, Daud mengubah pikirannya. Dari dalam hatinya ia berdoa, "Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu."

Dalam kesesakan dan pergumulan hidup yang tiada jawaban, kita dapat selalu menemukan penghiburan dari Bapa surgawi kita --WEC


Kadang-kadang kita tidak tahu mengapa
Ada doa kita yang tidak dijawab,
Kita hanya dapat menantikan waktu Allah --
Untuk mengangkat salib dan beban kita. --Anon.

6 Juni 2007

Aman Selamanya

Nats : [Yesus berkata,] "Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia" (Yohanes 16:33)
Bacaan : Mazmur 34:9-23

Ketika Amy Beth sedang membawa anjingnya berjalan-jalan di sekitar rumahnya, tiba-tiba seorang pemuda berlari masuk ke sebuah gang di dekatnya. Sebuah mobil menyusul dari belakang. Pemuda itu merenggut sepotong kayu besar dari tempat sampah dan melemparkannya ke arah mobil itu. Amy Beth berdiri mematung. Ia terjebak di tengah perkelahian geng.

Tiba-tiba, pengemudi mobil yang masih muda itu mencoba melarikan diri dengan memundurkan mobil dengan cepat. Ia menabrak Amy Beth. Tubuh Amy mendarat di atas bagasi dan terlempar ke jalanan. Herannya, ia hanya mengalami luka ringan.

Di kemudian hari, ia berusaha memahami apa yang dialaminya dan mencoba merenungkan kembali sehingga peristiwa itu terasa indah. Ia menyimpulkan, "Hal-hal yang buruk terjadi -- hal-hal yang tragis dan mengerikan. Hal-hal yang baik terjadi -- hal-hal yang menakjubkan dan luar biasa. Semua ini terjadi pada kita secara acak. Namun, tidak acak bagi Allah yang membuai hati kita yang terluka. Dia tahu .... Penderitaan akan datang. Tetapi, Allah itu ... lebih besar dari berbagai peristiwa yang tampaknya bertentangan dengan kebaikan-Nya."

Kita mungkin mengalami sakit penyakit, kecelakaan, penderitaan, dan kematian. Namun, kita tidak sendiri. Allah tetap memegang kendali. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu" (Mazmur 34:20). Yakinlah bahwa kelak kita akan aman bersama-Nya selamanya --AMC


Hanya ada Satu Pribadi yang tahu
Seluruh jawaban atas sengsaraku;
Dia akan memenuhi segala kebutuhanku
Saat dalam iman kepada-Nya 'ku berseru. --Morgan

26 Juni 2007

Badai Dahsyat

Nats : Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain, "Siapa sebenarnya orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?" (Markus 4:41)
Bacaan : Markus 4:35-41

Dalam bukunya yang berjudul A Perfect Storm, penulis Sebastian Junger menggambarkan berbagai fakta menakjubkan tentang kekuatan angin topan, "Angin topan merupakan peristiwa terdahsyat di bumi ini; kekuatan gabungan gudang senjata nuklir Amerika Serikat dan bekas Uni Soviet tidaklah cukup untuk mencegah berembusnya angin topan selama sehari. Angin topan ... mampu memenuhi seluruh kebutuhan tenaga listrik di Amerika Serikat selama tiga atau empat tahun."

Para pelaut mengalami beragam kondisi cuaca. Namun, mereka yang pernah mengalami badai yang dahsyat memiliki perasaan yang sama -- takut. Markus 4:35-41 mencatat terjadinya sebuah badai yang mengancam perahu yang membawa Yesus dan para murid-Nya di Danau Galilea. Dalam kepanikan, para murid membangunkan Yesus. Dengan tenang Yesus menghardik angin dan danau itu sambil berkata, "Diam! Tenanglah!" seolah-olah Dia sedang menyuruh diam seorang anak kecil yang ribut (ayat 39). Badai langsung reda dan air pun menjadi tenang secara mengherankan. Para murid bertanya, "Siapa sebenarnya orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?" (ayat 41).

Apakah sekarang Anda merasa seakan berada di dalam badai kehidupan yang dahsyat? Pandanglah Allah yang menjadi manusia, yaitu Yesus Kristus, yang berkuasa atas surga dan bumi. Dia akan memberi kekuatan agar Anda dapat bertahan di tengah badai sampai pada akhirnya Dialah yang akan meredakannya --HDF


Allah kita yang pengasih itu dekat senantiasa,
Selama-lamanya Dia mendampingi kita;
Di tengah ketakutan Dia memberikan penghiburan
Dan damai sejahtera tak berkesudahan. --Sper

1 Agustus 2007

Kelompok Peninju Dinding

Nats : Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan (Yakobus 1:2)
Bacaan : Yakobus 1:1-8

Saya tak akan pernah lupa suatu kejadian saat kuliah dan tinggal di asrama. Setelah selesai menulis laporan penting yang harus dikumpulkan esok harinya, saya mendengar kericuhan di ruang seberang aula. Rekan sebelah kamar saya sangat panik sehingga melemparkan barang-barangnya saat mencari kertas laporannya. Karena frustrasi, ia meninju lemari dan berteriak, "Terima kasih, Allah. Kau menciptakan hidup yang sangat konyol!"

Mungkin saya akan memberinya nilai A+ untuk bidang teologi -- setidaknya ia tahu bahwa Allah-lah yang memegang kendali. Namun, saya akan memberinya nilai F atas tanggapannya terhadap masalah tersebut.

Bila kita marah kepada Allah karena hidup berjalan dengan tidak menyenangkan, kita perlu menjalani terapi alkitabiah secara teratur. Jadi, selamat datang dalam "Kelompok Peninju-Dinding" -- untuk mempelajari program 2-langkah tentang menanggapi penderitaan secara positif dan menghormati Allah.

Langkah pertama: Pikirkan masalah itu. Tidak hanya tak terelakkan, masalah juga tidak pandang bulu. Masalah datang dalam berbagai bentuk dan ukuran. "Berbagai-bagai pencobaan" (Yakobus 1:2) memengaruhi kesehatan, karier, dan hubungan kita. Saat kita mampu memahami kenyataan, kita mulai dapat menghargai nilai penting permasalahan itu dalam kehidupan kita.

Langkah kedua: Buanglah penolakan dan amarah, gantilah dengan sikap menerima dan bersukacita. "Anggaplah sebagai kebahagiaan" (ayat 2). Sukacita ini muncul bukan karena adanya rasa sakit, melainkan karena kita sadar Allah memakai rasa sakit itu untuk memurnikan dan menjadikan kita lebih baik, bukan lebih pahit --JMS

10 Agustus 2007

Pelajaran dari Yunus

Nats : Dalam kesusahanku aku berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawab aku (Yunus 2:2)
Bacaan : Yunus 1

Kisah Yunus adalah salah satu cerita yang paling sering didiskusikan dan sangat menarik di Alkitab. Namun, dari semua perdebatan tersebut, ada satu hal yang pasti: Yunus melakukan pencarian jati diri di hotel bawah air yang bau.

Kita semua tahu bahwa terkadang hidup berjalan dengan tidak baik. Ketika hal itu terjadi, seperti Yunus, kita perlu mengajukan beberapa pertanyaan sukar kepada diri kita sendiri.

Apakah ada dosa dalam hidup saya? Karena Yunus terang-terangan tidak taat, Allah harus melakukan sesuatu yang tegas untuk mendapatkan perhatiannya dan memimpinnya agar bertobat.

Apa yang dapat saya pelajari dari situasi ini? Orang-orang Niniwe yang jahat adalah musuh umat Allah. Yunus berpikir bahwa mereka seharusnya dihukum dan tak diberi kesempatan kedua. Ia perlu belajar membagikan belas kasih Allah bagi orang-orang yang terhilang. "Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka" (Yunus 3:10).

Dapatkah saya menunjukkan kemuliaan Allah dalam semua ini? Penderitaan kita sering tidak berkaitan dengan diri kita, tetapi berkaitan dengan bagaimana orang-orang melihat kuasa Allah bekerja melalui kelemahan kita. Yunus berada dalam situasi tidak berdaya, tetapi Allah menggunakannya untuk memimpin bangsa yang menyembah berhala itu menuju pertobatan.

Lain kali apabila Anda mengalami masalah "perut ikan paus", jangan lupa mengajukan pertanyaan sukar tersebut. Semoga Anda menemukan kelepasan di tengah keputusasaan yang Anda hadapi --JMS

26 Oktober 2007

Berharap kepada Allah

Nats : Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku? ... Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku! (Mazmur 42:6)
Bacaan : Mazmur 42

Setelah melihat pantai sebelah barat Sri Lanka, saya tidak bisa membayangkan bahwa bencana tsunami pernah melanda daerah itu hanya beberapa bulan sebelumnya. Laut itu kelihatan tenang dan indah, banyak pasangan kekasih berjalan-jalan di bawah sinar matahari yang cerah, dan orang-orang sibuk melakukan aktivitas mereka masing-masing. Semuanya itu memberi sebuah perasaan yang aneh kepada saya. Dampak dari bencana itu masih tetap ada, tetapi telah menyusup jauh ke dalam lubuk hati dan pikiran orang-orang yang selamat. Trauma itu sendiri tidak akan mudah mereka lupakan.

Malapetaka yang besar mendorong sang pemazmur untuk berseru dalam keluh kesahnya, "Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: ‘Di mana Allahmu?’" (Mazmur 42:4). Pergumulan hati sang pemazmur pun telah menyusup ke dalam. Pada saat orang-orang lainnya melanjutkan aktivitas mereka seperti biasa, ia membawa kebutuhan akan kesembuhan yang dalam dan sempurna di dalam hatinya.

Hanya dengan menyerahkan kehancuran kita kepada Gembala hati kita yang baik dan besar, kita dapat menemukan kedamaian yang memampukan kita untuk menanggapi hidup: "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (ayat 6).

Marilah kita berharap hanya kepada Allah. Karena, itu merupakan satu-satunya jawaban bagi trauma hati kita yang mendalam --WEC

3 November 2007

Cara Berjalan

Nats : Supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan kamu dengan kuasa melalui Roh-Nya di dalam batinmu (Efesus 3:16)
Bacaan : Efesus 3:14-4:3

Suatu sore Dana dan Rich pergi ke luar untuk bersepeda dengan harapan akan pulang ke rumah dalam keadaan lebih segar. Sebaliknya, sejak sore itu hidup mereka berubah selamanya. Ketika bersepeda menuruni bukit, Rich kehilangan kendali dan mengalami kecelakaan. Tubuhnya terluka parah dan ia dibawa ke rumah sakit dalam keadaan yang hampir tak terselamatkan.

Dana dengan setia berjaga di samping suaminya. Suaminya tak bisa makan sendiri dan tidak bisa berjalan. Suatu hari, ketika keduanya duduk-duduk di bawah pohon di luar rumah sakit, Rich berbalik kepada istrinya dan berkata, "Dana, aku tidak tahu apakah aku akan bisa berjalan lagi, tetapi aku belajar untuk berjalan lebih dekat kepada Yesus, dan itulah yang benar-benar kuinginkan." Bukannya marah kepada Allah, Rich justru mengulurkan tangan untuk menggapai tangan-Nya.

Terkadang di tengah-tengah ujian hidup, kita perlu merenungkan orang-orang seperti Rich untuk membantu kita mengubah cara pandang, yaitu untuk mengingatkan akan hubungan kita yang luar biasa dengan Allah melalui Yesus Kristus. Hubungan seperti inilah yang paling kita butuhkan saat memasuki perjalanan hidup yang paling berat.

Kita tidak dipersiapkan untuk menghadapi semua masalah yang menghadang, tetapi Allah siap menopang kita. Karena itu, Dia meminta kita untuk menyerahkan semua masalah kepada-Nya, untuk menyerahkan "khawatirmu kepada Tuhan" (Mazmur 55:23). Seperti yang didapati oleh Rich, berjalan bersama Yesus tidak tergantung pada kaki, tetapi pada hati kita --JDB

1 Desember 2007

Krakatau

Nats : Langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus oleh nyala api (2Petrus 3:10)
Bacaan : 2Petrus 3:1-13

Pada tahun 1883, terjadi letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah dunia modern. Krakatau, sebuah pulau gunung berapi di kepulauan Indonesia telah melemparkan 24,6 km3 tanah, batu, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia hidup-hidup sejauh 38,4 kilometer ke stratosfer. Gelombang pasang besar yang diakibatkannya, tujuh kali mengelilingi dunia, dan reruntuhannya terlempar sampai ke Madagaskar -- lebih dari 3.200 kilometer jauhnya!

Pada saat Gunung Krakatau meletus, Kapten Sampson dari kapal Inggris Norham Castle sedang berada di dekat tempat itu. Ia lalu menulis di jurnal kapalnya demikian: "Saya menuliskan ini tanpa dapat melihat karena keadaan yang gelap gulita. Batu apung dan debu terus menghujani kami. Bunyi letusan-letusan ini begitu keras sampai-sampai gendang telinga dari lebih separuh anak buah saya pecah.... Saya yakin Hari Penghakiman telah tiba."

Kapten Sampson percaya bahwa dunia ini sudah hampir berakhir. Letusan gunung itu sesuai dengan yang tertera di 2Petrus 3:10, "Langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus oleh nyala api." Meskipun letusan Gunung Krakatau itu sangatlah dahsyat, namun letusan itu tidak menandakan akhir dunia ini.

Krisis mampu mengguncangkan kita sehingga keluar dari kenyamanan. Krisis mengingatkan kita bahwa dunia ini bukan rumah kita dan mendorong kita untuk hidup saleh (ayat 11). Bila rasanya dunia pribadi kita seolah-olah akan berakhir, kita harus memusatkan diri untuk hidup dalam kekekalan --HDF

21 Januari 2008

Tidak Berbuat Apa-apa

Nats : Jadi, jika seseorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa (Yakobus 4:17)
Bacaan : Lukas 10:25-37

Ketika membaca perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati, biasanya perhatian kita tertuju pada orang Samaria. Padahal dengan memberikan perumpamaan itu, Yesus tidak hanya hendak menunjukkan kemurahan hati orang Samaria, tetapi juga hendak menunjukkan kejahatan imam dan orang Lewi!

Mengapa imam dan orang Lewi itu dikatakan jahat? Karena mereka tidak melakukan kebaikan yang seharusnya mereka lakukan. Mereka bisa menolong orang yang dirampok itu, tetapi dengan banyak pertimbangan mereka memilih untuk cuci tangan, tidak melakukan apa-apa.

Mungkin tidak banyak orang kristiani yang jatuh dalam dosa perzinaan, pembunuhan, pencurian, atau tindakan amoral lain, tetapi banyak orang kristiani jatuh dalam dosa ini: tidak melakukan apa-apa! Ya, ini dosa yang sering dilakukan orang kristiani. Yakobus 4:17 mengatakan bahwa jika seseorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa!

Tidak melakukan apa-apa adalah dosa! Ingatkah Anda perumpamaan tentang orang yang menerima satu talenta? Apa yang dikatakan tuannya ketika mendapati bahwa hamba yang menerima satu talenta ini tidak berbuat apa-apa? Tuan itu berkata bahwa ia adalah hamba yang jahat!

Untuk menjadi orang berdosa, Anda tidak perlu membunuh, merampok, atau berzina. Hanya dengan tidak berbuat apa-apa, kita menjadi orang berdosa! Hari ini, mari kita menjadi orang yang selalu melakukan kebaikan kepada siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Jangan sampai kita jatuh dalam dosa karena tidak berbuat apa-apa --PK

12 Maret 2008

Pengakuan Sang Tentara

Nats : Karena itu, hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh (Yakobus 5:16)
Bacaan : Yakobus 5:14-18

Saat perang Vietnam, seorang tentara Amerika menjatuhkan bom dari pesawat dan melukai bocah perempuan berusia 9 tahun, bernama Kim Phuc. Sekujur tubuh Kim terbakar. Namun, karena keajaiban Tuhan, setelah 17 kali dioperasi, Kim bisa terus hidup sampai kini. Setelah mengikut Kristus, ia menyatakan sudah mengampuni orang yang melukainya. Suatu hari, seorang pendeta menemuinya dan memohon maaf kepadanya dengan air mata berlinang. Rupanya, dialah mantan tentara yang menjatuhkan bom waktu itu! Ia telah bertobat, bahkan menjadi pendeta. Namun, ia tetap diburu rasa bersalah, sebelum mengaku dosa dan meminta maaf kepada Kim.

Setiap orang membutuhkan pengakuan dosa. Itu sebabnya, Yakobus menasihati jemaat agar "saling mengaku dosa" (ayat 16). Dosa yang tidak kita selesaikan bisa mengakibatkan penderitaan, bahkan penyakit. Bagaikan sampah yang dipendam di hati. Jika dibiarkan, sampah itu akan merusak dan membuat kita hidup dalam dendam dan kepahitan. Hanya lewat pengakuan, hidup kita akan dilegakan, batin pun dibebaskan dari rasa bersalah. Dan, alangkah baiknya bila pengakuan itu kita lakukan di hadapan Tuhan, juga di hadapan orang yang telah kita lukai. Ini akan menjadikan kita "benar". Kita disebut "benar" bukan karena tak pernah berbuat dosa, melainkan karena kita mau mengakui dosa, hingga dibenarkan Tuhan.

Mari periksa diri kita; adakah dosa yang telah lama kita simpan dan belum diakui di hadapan Tuhan? Bila ada, mari segera mengaku dosa kepada-Nya. Juga meminta maaf kepada orang yang kita lukai. Dia akan membuang beban di hati kita! -JTI

20 Maret 2008

Sang Pengkhianat

Nats : "Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, salah seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Murid-murid itu ... ragu-ragu siapa yang dimaksudkan-Nya (Yohanes 13:21,22)
Bacaan : Yohanes 13:21-30

Wajah para murid tampak tegang. Masing-masing menaruh curiga; siapa di antara mereka yang bakal jadi pengkhianat. "Yang jelas bukan aku," pikir mereka. Hanya Yohanes yang menampakkan raut wajah tenang. Duduk bersandar di kanan Yesus, hati murid yang dikasihi Yesus ini peka akan pergumulan Gurunya. Inilah suasana yang tergambar dalam lukisan The Last Supper karya Leonardo Da Vinci. Dalam karyanya itu, Da Vinci ingin memotret reaksi para murid setelah Yesus berkata bahwa salah satu dari mereka akan berkhianat.

Sebenarnya, siapakah yang mengkhianati Yesus malam itu? Apakah hanya Yudas? Tidak! Petrus pun menyangkali-Nya (Yohanes 18:12-27). Bahkan Matius 26:56 menyatakan, "Semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri." Mereka yang seharusnya menjadi pengikut setia, justru bersembunyi dan menyelamatkan diri sendiri. Ini juga sebuah bentuk pengkhianatan. Kita berkhianat bukan hanya saat membocorkan informasi kepada lawan, melainkan juga saat bersikap tidak loyal terhadap orang yang seharusnya kita bela. Malam itu, semua murid Yesus berkhianat!

Kita pun bisa terjerumus mengkhianati Yesus, jika ada hal-hal lain yang lebih kita bela daripada diri-Nya. Tidak sedikit orang mengesampingkan imannya demi mengejar karier, mendapat teman hidup, memperoleh kesembuhan, atau menikmati kesenangan duniawi. Ada orang yang enggan dikenal sebagai orang kristiani, karena takut kehilangan teman atau peluang bisnis. Kristus telah memilih kita untuk menjadi sahabatsahabat-Nya, mari kita terus jagai hati dan hidup kita agar terus setia kepada-Nya --JTI

7 April 2008

Sebuah Ilustrasi

Nats : Karena telah ternyata bahwa kamulah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh (2Korintus 3:3)
Bacaan : 2Korintus 3:1-18

Dalam sebuah khotbah, ilustrasi merupakan hal yang sangat penting agar pesan firman Tuhan yang disampaikan dapat diterima dengan jelas. Tanpa ilustrasi, khotbah yang bagus sekalipun kerap kali sukar dipahami. Rektor sebuah sekolah tinggi teologi mengatakan bahwa ilustrasi bagaikan jendela yang menerangi isi seluruh rumah. Bahkan ia menyebutkan bahwa ilustrasi yang baik akan membantu keberhasilan sebuah pewartaan firman hingga sebesar 40%.

Jemaat Korintus terkenal dengan reputasinya yang buruk. Walaupun mereka sudah percaya kepada Yesus, namun kehidupan mereka belum mencerminkan ajaran Kristus yang sesungguhnya. Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus bahwa mereka adalah surat Kristus (ayat 3). Ini berarti bahwa ketika surat itu dibaca, maka ia harus mencerminkan Kristus yang sesungguhnya. Kristus harus tampak secara jelas dan bukan samar-samar melalui kehidupan nyata setiap hari. Gypsy Smith, seorang penginjil besar di zamannya, mengajarkan bahwa sebenarnya ada lima Injil. Ketika mengucapkan kalimat terakhir, para pendengarnya memprotes dalam hati. Namun belum sempat memprotes, ia menjelaskan sambil menyebutkan masing-masing Injil yang dimaksud. Menurutnya, Injil itu terdiri dari Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan yang kelima adalah orang kristiani itu sendiri.

Kekristenan dan ajarannya sesungguhnya sangat menarik. Namun, yang terkadang membuatnya kurang menarik adalah orang-orang kristiani yang mengilustrasikannya. Sungguh sayang bila ini terus terjadi. Dunia menanti ilustrasi nyata. Mari minta Roh Kudus menolong kita untuk menunjukkannya dengan baik (ayat 18) -MZ

16 April 2008

Pantang Mundur

Nats : Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap bahwa aku telah menangkapnya, tetapi inilah yang kulakukan: Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapank (Filipi 3:13)
Bacaan : Filipi 3:10-16

Setiap kali saya menunggu untuk naik pesawat, ada dua hal yang menarik perhatian saya di lapangan bandara. Pertama, bendera merah yang berfungsi menunjukkan arah angin. Kedua, kendaraan berat yang berfungsi mendorong mundur pesawat. Kedua hal ini menyadarkan saya bahwa sebuah pesawat dapat terbang karena dua hal. Ia harus melawan arus angin agar dapat terbang. Kedua, ia harus maju terus agar sampai ke tujuan. Bila sudah terbang, maka sebuah pesawat tidak dapat dan tidak mungkin mundur; berhenti sedetik saja ia akan jatuh.

Demikian juga dengan kehidupan iman orang kristiani. Pertama, seorang anak Tuhan harus berani melawan arus dunia yang tidak benar. Kedua, sebagai anak Allah ia tidak boleh mundur, imannya tidak boleh mudah kendur dan putus asa karena adanya tantangan dan hambatan.

Inilah pula rahasia kemenangan Paulus. Seburuk apa pun masa lalunya, ia tak menoleh ke belakang dan berhenti di situ. Ibarat pesawat, ia terus maju dan terbang semakin tinggi bersama Tuhan. Dan beginilah ia melakukannya,"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah" (Ibrani 12:2).

Jadi, inilah yang harus kita miliki sejak hari ini; sikap optimis, maju terus pantang mundur. Inilah sikap iman yang penuh harapan, yang terus memusatkan perhatian kepada Yesus, terfokus pada tujuan yang mulia dan kekal-ACH

17 Mei 2008

Meredam Pertengkaran

Nats : Seperti arang untuk bara menyala dan kayu untuk api, demikianlah orang yang suka bertengkar untuk panasnya perbantahan (Amsal 26:21)
Bacaan : Kejadian 26:12-31

Dalam sebuah bukunya, Anthony de Mello menceritakan kisah ini: Ada dua orang bijak yang selama puluhan tahun tinggal bersama dengan damai. Tak pernah sekali pun mereka cekcok. Suatu hari, seorang dari mereka berkata, "Bagaimana kalau hari ini kita mencoba untuk bertengkar?" Yang lain setuju, "Baik, mari kita pertengkarkan sepotong roti ini." Lalu mereka bersiap-siap memulai pertengkaran itu. Orang pertama berkata, "Roti ini punyaku. Ini milikku semua." Orang bijak kedua menyahut, "Tidak apa-apa. Silakan saja ambil semua." Pertengkaran itu pun gagal.

Dalam bacaan kita hari ini, para gembala Ishak dan gembala Gerar mempertengkarkan sumur yang digali untuk memberi minum ternak mereka. Sumur itu layak menjadi rebutan karena airnya yang berbual-bual (ayat 19). Namun, Ishak tidak mau berlama-lama dalam pertengkaran itu. Ia pun memilih pindah ke tempat lain dan menggali sumur yang baru. Sikap Ishak itu pun menuai simpati. Si orang Gerar kemudian memutuskan untuk berdamai (ayat 28,29).

Keinginan untuk menguasai adalah akar masalah dalam relasi antarmanusia. Biasanya pertengkaran dipicu dan dipacu oleh sifat lebih suka menerima daripada memberi; mempertahankan, menuntut, meminta bagian kita. Kita hanya berfokus pada bagaimana orang memerhatikan, menghormati, bersimpati dengan kita. Kita hanya mau didengar, dituruti, dan dimengerti. Sayangnya, kita tidak mau melakukan hal yang sama terhadap orang lain. Padahal tidak jarang, justru dengan memberi kita mendapatkan. Ishak telah membuktikannya -AYA

20 Mei 2008

Sungai di Gurun

Nats : Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku (Mazmur 23:4)
Bacaan : Kejadian 43:1-14

Barangkali banyak orang kristiani sudah mengetahui kisah di balik penulisan lagu It Is Well with My Soul (Nyamanlah Jiwaku). Lagu itu menggambarkan iman yang luar biasa dari sang penulis, Horatio G. Spafford. Ia bangkit untuk menuliskan lagu ini di tengah rasa duka yang mendalam, yakni saat ia harus kehilangan empat anaknya yang tenggelam di Samudra Atlantik. Ya, di tengah permasalahannya yang besar Spafford tetap dapat melihat penyertaan Tuhan di dalam hidupnya, sehingga berulang kali ia mengatakan, "Nyamanlah jiwaku, nyamanlah jiwaku."

Yakub adalah sosok yang harus mengalami banyak rasa duka pada masa tuanya. Setelah anak kesayangannya, Yusuf, dikabarkan mati, kini ia harus bersiap-siap kehilangan anak bungsunya, Benyamin. Ia tahu bahwa hal itu sangat sulit bagi dirinya, bahkan ia pun menyebut apa yang dialaminya sebagai malapetaka (ayat 6). Namun, di tengah segala rasa duka yang berat di hatinya, Yakub masih mengingat dan tetap berharap bahwa Allah yang Mahakuasa tetap menyertai dirinya dan juga anak-anaknya (ayat 14).

Di tengah susah dan beratnya hidup ini, kita perlu tetap belajar menyadari bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Kemahakuasaan-Nya akan tetap menyertai anak-anak-Nya. Inilah hal yang mesti selalu kita ingat dan syukuri. Memang kita kerap "tidak melihat" tangan Tuhan beserta kita, tetapi bukan berarti Tuhan tidak beserta kita. Barangkali Tuhan membiarkan kita hanya melihat padang gurun yang gersang, tetapi sesungguhnya Dia telah menyiapkan sungai di depan kita -RY

16 Juni 2008

Kualitas Pekerjaan

Nats : Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23)
Bacaan : Kolose 3:22-25

Kualitas sebuah pekerjaan tidak ditentukan oleh "nilai rohani" yang terkandung dalam pekerjaan itu—misalnya pendeta atau orang yang bekerja di lembaga keagamaan, tetapi oleh motivasi yang mendasarinya. Seorang petani yang bekerja dengan motivasi "bekerja buat Tuhan", akan lebih bernilai karyanya, daripada pendeta yang berkhotbah sekadar untuk mendapatkan honorarium atau pujian.

Pekerjaan apa pun—selain tentunya baik dan benar—yang penting sungguh-sungguh dilakukan untuk Tuhan. Ada sebuah sajak yang dikutip oleh Pdt. Eka Darmaputera dalam salah satu bukunya, Tuhan dari Poci dan Panci. Konon sajak itu ditulis oleh seorang pekerja rumah tangga berumur 19 tahun:

Tuhan dari setiap poci dan panci, aku tak punya cukup waktu, bukan pula seorang ahli, untuk menjadi anak-Mu dengan mengerjakan yang suci-suci. Tapi jadikanlah aku anak-Mu melalui makanan yang kusaji. Jadikanlah aku anak-Mu melalui piring-piring yang kucuci. Hangatilah dapur ini dengan kasih-Mu. Terangi dapur ini dengan sinar-Mu. Sama seperti ketika Engkau menyajikan makanan di tepi danau, atau ketika perjamuan malam. Dan terimalah pekerjaanku yang sehari-hari ini, yang kukerjakan bagi Engkau sendiri.

Nasihat Paulus memang ditujukan bagi para hamba dalam hal ketaatan kepada tuannya. Namun juga berlaku bagi semua orang dalam setiap profesi. Bukankah setiap profesi sangat berarti, jika dikerjakan sebagai bagian dari persembahan kepada Tuhan? —AYA

26 Juli 2008

Kobe Bryant

Nats : Yesus berkata kepadanya, "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali" (Matius 18:22)
Bacaan : Matius 18:21-35

Kobe Bryant adalah salah satu pemain basket terbaik di liga bola basket Amerika Serikat (NBA). Ia banyak mendapatkan penghargaan atas prestasinya, bahkan banyak gelar juara liga sudah ia persembahkan bagi timnya. Namun pada tahun 2003, ia terlibat kasus pemerkosaan. Akibat kasus itu, citranya hancur di depan banyak orang. Kemudian ia meminta maaf secara terbuka kepada istrinya dan masyarakat. Sang korban pun sudah mencabut tuntutannya, tetapi sebagian masyarakat tak percaya ia sungguh-sungguh bertobat. Mereka tak memedulikan permintaan maafnya. Bahkan ada yang lantas menjadi sinis.

Memang tidak mudah mengampuni orang lain yang pernah menyakiti kita. Namun, bukankah kita juga orang-orang yang jahat dan berdosa di mata-Nya? Yang menakjubkan, Allah selalu peduli dan menerima kita kembali saat kita mau bertobat! Dia mengampuni dosa-dosa kita dan kembali memberi kesempatan bertobat bila kita datang kepada-Nya (ayat 23-27). Karenanya, Dia menghendaki kita bersikap sama kepada orang lain yang bersalah kepada kita, yakni mengampuni dan memberi kesempatan orang lain untuk memperbaiki diri (ayat 32-34).

Bila kita sudah mengalami pengampunan Allah, kita pun harus mengampuni orang lain. Suami atau istri yang pernah tidak setia pada kita. Sahabat yang pernah memanfaatkan kita. Rekan kerja yang pernah memfitnah kita. Kita dapat memulainya dengan memaafkan perbuatannya secara pribadi di dalam hati kita. Kemudian kita berikan kesempatan baginya untuk berubah. Semoga Allah memampukan kita untuk melakukannya! -ALS

4 Agustus 2008

Katakan Tidak

Nats : Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari hadapanmu (Yakobus 4:7)
Bacaan : Yakobus 1:12-15

Dalam buku Keponakan Penyihir dari seri The Chronicles of Narnia, diceritakan bagaimana Digory telah membuat sebuah kesalahan fatal, yakni dengan membunyikan bel yang membangkitkan seorang penyihir jahat. Ketika Aslan menanyai Digory tentang hal itu, Digory berkelit, "Aku rasa aku agak terkena mantra yang tertulis dalam bel itu". Mendengar jawaban itu, Aslan menegaskan, "Benarkah?" Kemudian barulah Digory mengaku, "Tidak. Sekarang aku tahu aku tidak terkena mantra. Aku hanya berpura-pura."

Ketika dihadapkan pada satu pencobaan dan gagal, kerap kali kita juga berkelit dengan mengatakan bahwa kita dijebak, digoda, atau terkena "mantra" seperti dalih Digory. Padahal, sebenarnya kita tidak terkena mantra apa pun. Kita sendiri yang membuat pilihan untuk jatuh. Yakobus mengatakan dengan jelas bahwa tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri (ayat 14). Setan bisa menggoda kita, tetapi pilihan untuk berdosa atau tidak, tetap berada di tangan kita.

Lalu bagaimana kita dapat menang melawan dosa? Bisa dengan dua hal: tunduk kepada Allah dan melawan Iblis. Keduanya sama penting, jadi harus sama-sama dilakukan. Kita bisa saja tetap gagal meski telah berdoa dan memohon belas kasihan Tuhan, karena kita tidak mau melawan Iblis dengan tegas. Kita hanya bisa melakukannya dengan berani berkata "Tidak!" kepada dosa. Itulah salah satu karunia yang kita peroleh dari Kristus yang telah menang atas maut. Karena Kristus telah menang bagi kita, maka saat kita berani berkata tidak, dosa pun tidak lagi berkuasa atas tubuh kita! -GS

7 Agustus 2008

Kuping Panci

Nats : Firman yang didengar itu tidak berguna bagi mereka, karena mereka tidak dipersatukan dalam iman dengan orang-orang yang mendengarkannya (Ibrani 4:2)
Bacaan : Bilangan 14:40-45

Waktu kecil, bila saya membandel dan tidak menyimak perintah orangtua, mereka akan berkomentar, "Kuping itu jangan jadi kuping panci, cuma ditempel di kepala, tapi tidak dipakai untuk mendengarkan." Maknanya sama dengan ungkapan: "masuk telinga kiri, keluar telinga kanan." Menunjukkan kesembronoan kita dalam mendengar, yang bisa berakibat fatal. Ini pula yang kerap membuat bangsa Israel gagal menghadapi persoalan, terutama ketika melintasi padang gurun. Mereka tidak mendengarkan dengan baik. Bacaan kita memuat contoh bagaimana mereka tak memedulikan teguran Musa; tetap nekad masuk ke Kanaan, dan gagal.

Kesungguhan kita dalam mendengar dan menanggapi firman Tuhan akan menentukan pertumbuhan iman kita (Roma 10:17). Tak ada rumus baku serta cara pintas mengenai cara membuang "kuping panci" dan memiliki telinga yang peka mendengar suara Tuhan. Satu-satunya cara adalah dengan melatih telinga rohani secara tekun dan teratur.

Pertama, kita perlu mengambil waktu untuk menyendiri dan mencari suasana sunyi, agar kita punya situasi kondusif untuk mendengarkan suara Tuhan yang lembut. Selanjutnya, dalam kesunyian ini, jangan biarkan pikiran menjadi kosong. Gunakan waktu tersebut untuk mengambil suatu bagian kecil firman Tuhan, dan merenungkannya. "Cerna" bagian tersebut sungguh-sungguh dan gali maknanya sedalam mungkin. Bila perlu, bandingkan dengan bagian-bagian lain yang serupa dalam Alkitab sebagai referensi, kemudian ambillah penerapan praktis dalam hidup Anda. Ketika kita terlatih untuk mendengarkan Tuhan, kita akan semakin memahami pola pikir dan kehendak Allah bagi kita -ARS

9 Agustus 2008

Sanjungan Dunia

Nats : Ketika orang banyak melihat apa yang telah diperbuat Paulus, mereka itu berteriak ...: "Dewa-dewa telah turun ke tengah-tengah kita dalam rupa manusia" (Kisah Para Rasul 14:11)
Bacaan : Kisah Para Rasul 14:8-20

Winston Churchill, mantan Perdana Menteri Inggris, pernah ditanya, "Tidakkah Anda merasa tersanjung? Setiap kali Anda berpidato, orang datang berbondong-bondong sampai tidak kebagian tempat. Mereka sangat menyanjung Anda!" Sang Perdana Menteri menjawab: "Tiap kali ingin berbangga, saya ingat satu hal. Seandainya saya kelak dihukum gantung, jumlah orang yang hadir pasti melonjak dua kali lipat!"

Sanjungan dunia semu sifatnya. Gampang berubah. Ketika Tuhan Yesus memasuki Yerusalem, rakyat menyanjung-Nya. Beberapa hari kemudian, massa yang sama meneriakkan "Salibkan Dia!" Itu juga yang dialami Rasul Paulus. Sehabis menyembuhkan seorang lumpuh dengan kuasa Allah di Listra, penduduk terkesima. Dikiranya Paulus dan Barnabas adalah titisan dewa. Mereka berdua pun langsung dipuja-puja dan diberi aneka persembahan. Tetapi begitu orang-orang Yahudi membujuk mereka, segera saja mereka berbalik melempari Paulus dengan batu (ayat 19). Untunglah Paulus dan Barnabas tidak haus sanjungan. Keduanya malah prihatin melihat penduduk memuja-muja mereka. Paulus berusaha menjelaskan bahwa hanya Tuhan yang layak disembah. Pantang baginya untuk mencuri kemuliaan Tuhan bagi diri sendiri.

Setiap orang suka disanjung. Sebetulnya tidak salah kalau kita merasa tersanjung saat dipuji orang. Yang salah, kalau kemudian kita gila sanjungan, hingga rela mengorbankan apa pun demi mendapat sanjungan. Sanjungan bisa menyesatkan, lagipula cepat sirna. Lebih baik fokuskan diri untuk melakukan tugas sebaik mungkin. Tidak peduli disanjung atau tidak -JTI

24 Agustus 2008

"aku Mau ..."

Nats : Ia mengulurkan tangan-Nya, menyentuh orang itu dan berkata kepadanya, "Aku mau, jadilah engkau tahir" (Markus 1:41)
Bacaan : Markus 1:40-45

Mana lebih baik: Mau, tetapi tak mampu? Atau mampu, tetapi tak mau? Mana pula yang lebih sering kita lakukan dalam kehidupan? Banyak orang mampu, tetapi tak banyak yang mau menggunakannya secara penuh untuk meningkatkan mutu kehidupan orang lain.

Si kusta menyapa Yesus, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat ...." Yesus menjawab dengan sederhana, namun sungguh melegakan: "Aku mau." Dengan jawaban ini Yesus menunjukkan bahwa Dia sangat mengerti kondisi si kusta. Sebagai pesakitan kusta, orang itu harus menandai dirinya dengan pakaian khusus dan teriakan peringatan agar tak seorang pun mendekatinya. Untuk makan, ia harus menunggu kiriman keluarganya tanpa perlu bertemu muka. Kusta adalah penyakit yang dianggap begitu menjijikkan, bahkan dianggap hukuman Allah yang menajiskan orang. Tak heran bila ia mengalami kesedihan yang dalam karena penyakitnya. Itu sebabnya ia hanya berani meminta dengan cemas sambil berharap, "Kalau Engkau mau ..." Ini berarti bila Yesus tidak mau, maka ia akan mengerti. Namun, Yesus sangat memahami isi hati si kusta. Karena itu sebelum melakukan penyembuhan fisik, Yesus menyentuh hati si kusta yang luka dengan berkata penuh pengertian, "Aku mau ... jadilah engkau tahir"

Kita belajar bahwa yang penting bagi pelayanan Yesus bukan sekadar menyembuhkan penyakit, namun juga memberi harapan baru bagi mereka yang lelah dan lesu jiwanya. Melalui tindakan dan kata-katanya, Yesus memberi semangat hidup bagi orang yang mati harapannya. Inilah teladan kita. Mari ikuti dan teruskan karya-Nya -DKL



TIP #33: Situs ini membutuhkan masukan, ide, dan partisipasi Anda! Klik "Laporan Masalah/Saran" di bagian bawah halaman. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA