Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 161 - 180 dari 215 ayat untuk kebahagiaan (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.13) (Hos 1:2) (jerusalem: kawinlah seorang perempuan) Seperti nabi-nabi lain melakukan tindakan-tindakan yang merupakan lambang dan nubuat, bdk Yer 18:1+, demikian hidup nabi Hosea menjadi lambang yang menyingkapkan rahasia rencana Allah. Hosea sampai dua kali mencintai seorang perempuan yang hanya menanggapi cinta kasih nabi dengan ketidaksetiaan. Begitu juga Tuhan terus mengasihi umatNya, Israel, isteriNya yang tidak setia. Tuhan mencobai Israel, tetapi kemudian menganugerahkan kepadanya kebahagiaan kasih pertama itu dam membuat kasih isteriNya menjadi bertahan tak tergoncang lagi (bab 1-3). Agaknya di masa sebelum nabi Hosea orang sudah menyebut ibadat kepada dewa-dewa yang diadakan penduduk negeri Kanaan sebagai "persundalan", oleh karena memang dalam ibadat itu persundalan bakti dipraktekkan (Kel 34:15). Dengan meniru ibadat penduduk Kanaan Israelpun bersundal (Kel 34:16). Tetapi nabi Hosea adalah nabi pertama yang membandingkan persatuan Allah dengan Israel berdasarkan perjanjian yang diikat di gunung Sinai, dengan perkawinan. Karena itu nabi Hosea tidak hanya menyebut pemujaan dewa-dewa sebagai persundalan, tetapi sebagai zinah. Dengan mengikuti nabi Hosea nabi-nabi lain juga berkata demikian, Yes 1:21; Yer 2:2; 3:1; 3:6-12. Nabi Yehezkiel sampai dua kali mengutarakan pikiran itu dalam kiasan yang panjang terperinci, Yeh 16:23. Kitab Deutero-yesaya membandingkan pemulihan umat Israel di masa sesudah pembuangan dengan rujuk isteri yang tidak setia, Yes 50:1; 54:6-7; bdk Yes 62:4-5. Kidung Agung barangkali juga menggambarkan hubungan Allah dengan Israel sebagai hubungan suami-isteri. Dalam Perjanjian Baru Yesus membandingkan kebahagiaan di zaman Mesias dengan pernikahan, Mat 22:1-14; 25:1-13. Ia sendiri adalah mempelai-suami, Mat 9:15; bdk Yoh 3:29. Dengan jalan itu Yesus mengajar bahwa di dalam diriNya sendiri terikatlah perjanjian nikah, Pulau juga memanfaatkan lambang itu, 2Ko 11:2; Efe 5:25-33; bdk 1Ko 6:15-17. Akhirnya kitab Wahyu berkata tentang pernikahan Yerusalem sorgawi, Wah 21:2. - Bab 1-3 kitab Hosea merupakan suatu kesatuan tersendiri. Bab-bab ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, masing-masing terdiri atas sejumlah ayat yang mengenai mata sekarang di mana Allah mengecam Israel oleh karena dosanya, dan sejumlah ayat yang mengenai masa depan yang bahagia, Hos 1:2-9,10-11; 2:1-12; 2:13-22; 3:1-4; 3:5
(0.13) (2Taw 15:2) (full: BILAMANA KAMU MENCARI-NYA. )

Nas : 2Taw 15:2

Mencari Allah dengan setia

(lihat cat. --> 2Taw 14:4 sebelumnya)

[atau ref. 2Taw 14:4]

mendatangkan hasil-hasil yang indah:

  1. 1) Orang yang mencari Tuhan akan mengalami damai sejahtera Allah (2Taw 14:6-7); ini berarti bukan sekedar tidak ada pertentangan, tetapi mengalami pengampunan dosa, hati nurani yang bersih (Kis 24:16; 1Tim 3:9), dan suatu kebahagiaan yang timbul dari hubungan yang benar dengan Allah (bd. Yes 26:3; Kis 10:36; Rom 5:1; Gal 5:22;

    lihat cat. --> Rom 8:1;

    [atau ref. Rom 8:1]

    lihat art. DAMAI SEJAHTERA ALLAH).

  2. 2) Orang yang mencari Allah akan menerima rahmat, kasih karunia, dan pertolongan pada waktunya

    (lihat cat. --> Ibr 4:16;

    [atau ref. Ibr 4:16]

    bd. 2Taw 14:11-15).
  3. 3) Orang yang mencari Tuhan akan mengalami kehadiran Allah (ayat 2Taw 15:1-4). Allah berjanji bahwa mereka yang sungguh-sungguh mencari Dia akan menemukan-Nya. Di bawah perjanjian yang baru kehadiran Allah melalui Roh Kudus mendatangkan kekuatan dan penghiburan kepada orang percaya, serta menuntun mereka ke dalam kebenaran, keadilan, dan kuasa (lih. Yoh 14:16-26; 15:26-27; Kis 2:4; Rom 8:5-16; Gal 4:6).
  4. 4) Orang yang mencari Tuhan akan sanggup berdiri tegak melawan semua musuh (2Taw 14:9-15; 16:7-8). Orang percaya akan menerima kekuatan besar untuk berperang dengan efektif melawan Iblis dan kekuatan-kekuatan rohaninya (bd. Ef 6:10-18;

    lihat cat. --> Mat 4:10).

    [atau ref. Mat 4:10]

(0.13) (Mzm 119:1) (full: HIDUPNYA TIDAK BERCELA. )

Nas : Mazm 119:1-176

Mazmur ini mengungkapkan kasih yang agung untuk firman Allah yang tertulis. Firman Allah disebutnya sebagai janji, perintah, pedoman, kesaksian, ajaran, hikmat, kebenaran, keadilan, dan teguran. Firman Allah disajikan sebagai penghiburan, perlindungan, harta, patokan hidup, kebahagiaan hati dan jiwa, dan sumber jawaban segala kebutuhan.

  1. 1) Pemazmur mengungkapkan kasih yang mendalam bagi Allah dengan membaca, merenungkan, dan mendoakan Firman-Nya. Ia mengajarkan bahwa kita akan bertumbuh dalam kasih karunia dan kebenaran hanya bila kasih akan Firman itu bertumbuh dalam diri kita.
  2. 2) Mazmur ini disebut sebagai akrostik abjad karena ke-22 baitnya (atau alinea) yang terdiri dari delapan ayat masing-masing cocok dengan ke-22 huruf abjad Ibrani. Setiap ayat dari setiap alinea dimulai dengan huruf yang dipakai untuk bait itu.
(0.13) (Kel 33:20) (jerusalem: tidak tahan memandang wajahKu) Antara kekudusan Allah dan ketidak-layakan manusia ada jurang, bdk Ima 17:1+, begitu rupa sehingga manusia pasti mati seandainya melihat Allah, Kel 19:21; Ima 16:2; Bil 4:20; bdk Kel 6:25+, atau hanya mendengarNya saja, Kel 20:19; Ula 5:24-26 bdk Kel 18:16. Itulah sebabnya mengapa Musa, Kel 3:6, dan nabi Elia, 1Ra 19:13, dan bahkan serafim, Yer 6:2, menutup mukanya di hadapan Tuhan. Orang kaget kalau terus hidup, meskipun melihat Allah, Kej 32:30; Ula 5:24, ataupun merasa takut (keagamaan). Hak 6:22-23; 13:22; Yes 6:5. "Memandang Allah" adalah sebuah karunia istimewa yang oleh Allah dianugerahkan, Kel 24:11, kepada Musa sebagai "sahabat Allah", Kel 33:11; Bil 12:7-8; Ula 34:10, dan kepada nabi Elia, 1Ra 19:11. Musa dan Elia nanti akan menyaksikan Yesus yang dimuliakan, ialah sebuah penampakan Allah dalam Perjanjian Baru, Maz 17:3 dsj. Dalam tradisi Kristen selanjutnya Musa dan Elia (bersama dengan Paulus, 2Ko 12:1 dst) tetap dianggap sebagai teladan unggul dari pengalaman mistik. Dalam Perjanjian Baru kemuliaan Allah. bdk Kel 33:18 dan Kel 24:16+, menyatakan diri melalui Yesus Kristus, Yoh 1:14+; Yoh 11:40; bdk 2Ko 4:4,6. Tetapi hanya Yesus sajalah yang melihat Manusia barulah melihat Allah berhadapan muka dalam kebahagiaan sorgawi, Mat 5:8; 1Yo 3:2; 1Ko 13:12
(0.13) (Ayb 19:25) (jerusalem: Penebusku) Mengenai Allah sebagai Penebus (go'el) bdk Maz 19:14+. Istilah dari hukum Ibrani ini, bdk Bil 35:19+, kerap kali dipakai sehubungan dengan Allah. Penyelamat umatNya dan yang membalas kelaliman yang ditimpakan kepada orang lemah. Para rabi Yahudi juga menyebut Mesias sebagai penebus,- Ayub dicaci-maki dan dinyatakan bersalah oleh sahabat-sahabatnya sendiri. Maka ia mengharapkan seorang penebus dan pembalas/pembela, yang tidak lain kiranya kecuali Allah sendiri atau mungkin seorang penengah sorgawi yang akan membela Ayub dan memperdamaikannya dengan Allah, bdk Ayu 16:18+. Namun demikian habis lenyap kebahagiaan Ayub menurut keyakinannya sendiri dan tinggal saja ajalnya. Maka Allah hanya akan tampil sebagai Penebus/Pembalas/Pembela sesudah Ayub meninggal. Tetapi Ayub tetap berharap bahwa ia sendiripun akan menyaksikan pembalasan, melihat Allah bertindak sebagai Penebus. Dalam Ayu 14:10-14 Ayub sudah membayangkan kemungkinan bahwa untuk sementara waktu dapat bersembunyi di dunia orang mati. Berdasarkan kehangatan kepercayaan pada Allah sekarang Ayub mengungkapkan keyakinan bahwa untuk sementara waktu boleh kembali ke dunia ini buat menyaksikan pembalasan dari Allah yang memang dapat menaikkan orang dari dunia orang mati, bdk 1Sa 2:6; 1Ra 17:17-24; Yeh 37. Kepercayaan Ayub sebentar keluar dari kurungan hidup yang fana ini karena keinginannya akan keadilan supaya ditegakkan bahkan dalam keadaan yang tidak berpengaruhnya lagi. Kepercayaan itulah yang menjadi suatu pendahuluan bagi kepercayaan yang kebangkitan badan, bdk 2Ma 7:9+
(0.13) (Pkh 7:8) (jerusalem) Bagian ini berbicara tentang pembalasan. Hukum Taurat sudah merumuskan prinsip pembalasan kolektip: kalau umat Israel setia pada Allah, maka ia menjadi bahagia; kalau tidak setia, umat didatangi kemalangan, bdk Ula 7:12 dst; Ula 11:26-28; 28:1-68; Ima 26. Prinsip kolektip itu oleh para berhikmat dialihkan kepada nasib masing-masing orang secara perorangan. Allah membalas setiap orang sesuai dengan perbuatan-perbuatannya, Maz 62:12+. Mereka menyimpulkan bahwa nasib manusia di dunia sini sesuai dengan kelakuannya, baik atau buruk. Kalau dikatakan bahwa kesimpulan itu tidak sesuai dengan pengalaman, maka para berhikmat menjawab: Kebahagiaan dan kesejahteraan orang fasik hanya semu saja, sedangkan kemalangan orang benar hanya sebentar. Penderitaan ini a.l. terungkap dalam Maz 37 dan dianut oleh ketiga sahabat Ayub. Pengkhotbah tidak menyetujui ajaran itu. Jawaban tradisionil atas masalah kesejahteraan orang fasik, Pengk 7:8, ditanggapi dengan keraguan, Pengk 7:9-12. Sebaik-baiknya orang menerima saja nasib seada-adanya tanpa mau menjelaskannya Pengk 7:13-15. Kalau bahkan hidup dan mati terbagi-bagi dengan kurang tepat, Pengk 7:15, maka tidak ada gunanya berdaya-upaya melampaui batas, Pengk 7:16-18. Nama baikpun tidak berdasar, Pengk 7:19-22. Kenyataan tidak dapat dipahami dan merupakan sebuah rahasia tak terselami, Pengk 7:23 dst (Pengk 7:26-28 adalah sebuah sisipan yang mengungkapkan rasa curiga terhadap perempuan). Orang tidak dapat meluputkan diri dari nasibnya (raja juga tidak terluput)Pengk 8:1-9. Dan mini membuat manusia merasa jemu, Pengk 8:10-14. Maka kesimpulannya: nikmatilah hidup sedapat-dapatnya, Pengk 8:15; bdk Pengk 2:24+.
(0.13) (Kej 2:4) (sh: Bukan budak, tetapi juga tidak untuk bermanja-manja (Sabtu, 1 Februari 2003))
Bukan budak, tetapi juga tidak untuk bermanja-manja

Bukan budak, tetapi juga tidak untuk bermanja-manja. Seperti kemarin, perbandingan antara wawasan dari narasi penciptaan di kitab Kejadian dengan wawasan-wawasan dunia menunjukkan keunikan dan keagungan Allah. Kisah-kisah penciptaan agama-agama politeistis purba menempatkan manusia sebagai diciptakan karena kebetulan, atau paling beruntung sengaja diciptakan untuk menjadi babu dari para dewa-dewi. Wawasan dunia modern masa kini menempatkan manusia sebagai sang Ubermensch, manusia super yang eksis demi kebahagiaan dan memanjakan dirnya sendiri tanpa perlu bertanggung jawab kepada otoritas luar lain selain dirinya sendiri.

Dalam nas ini, nyata bagaimana Allah menciptakan manusia bukan untuk menjadi budak-Nya tanpa kemampuan menikmati hidup, tetapi bukan juga untuk bermanja-manja. Memang taman di Eden itu sangat indah. Ada empat sungai yang mengelilingi taman itu; aliran sungai yang juga menjadi lambang kehidupan yang berkelanjutan di tempat tersebut. Allah juga menumbuhkan berbagai pohon yang buahnya menarik, jelas tidak hanya untuk dimakan manusia, tetapi untuk dinikmati oleh mereka. Tetapi, manusia itu ditempatkan di sana bukan untuk menjalani program pensiun dini Ilahi. Allah memberikan dua tanggung jawab spesifik kepada manusia: pertama, mengusahakan dan memelihara taman Eden yang diciptakan Allah itu (ayat 15, 8). Kedua, diserahi kepercayaan untuk tidak melanggar larangan memakan pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Kedua tanggung jawab ini tidak bersifat menindas, tetapi juga tidak memanjakan dan memberikan kemungkinan bagi pendewasaan manusia. Sayang manusia gagal untuk melakukannya.

Renungkan: Hidup hanya akan terasa lebih hidup bila disertai dengan arah hidup dan kesadaran akan tanggung jawab yang jelas. Arah hidup yang sejati itu hanya dapat ditemukan di dalam anugerah keselamatan Allah melalui Anak-Nya Yesus Kristus.

(0.13) (Kej 4:1) (sh: Harga diri: sebuah kemewahan (Rabu, 5 Februari 2003))
Harga diri: sebuah kemewahan

Harga diri: sebuah kemewahan. Kita melihat sebuah perjalanan kebudayaan. Manusia mulai dengan telanjang. Lalu ia berpakaian untuk menutupi ketelanjangannya. Kini, ia perlu menghiasi dirinya dengan ornamen-ornamen untuk makin menutupi ketelanjangannya, yaitu harga diri. Harga diri itu mahal, karena didapatkan dengan harga darah Habel.

Bukankah sesuatu yang indah ketika Hawa melahirkan anak-anaknya? Pertama lahirlah Kain, kemudian Habel menyusul. Mereka berdua mempersembahkan kurban. Habel membawa kurban terbaik, hasil pertama dari apa yang dikerjakannya. Tidak demikian dengan Kain. Tidak diindikasikan bahwa Kain membawa hasil sulung dari apa yang diusahakannya. Maka, Allah menganggap baik apa yang diberikan Habel dan menolak Kain. Penolakan itu sakit. Kain tak mampu menahan emosi dan kebenciannya. Harga dirinya terlalu tinggi untuk membiarkan seorang Habel hidup. Pembunuhan pertama terjadi dalam sejarah manusia. Ketika Tuhan bertanya pun, ia menjawab Tuhan seenaknya. Tidak ada kasih lagi. Kehidupan di luar Eden memang sudah berbeda.

Kain tak bisa lari dari kenyataan. Disertai jaminan pemeliharaan dari Tuhan, Kain pergi. Kini, pakaian Kain dilumuri dengan harga diri yang membuatnya miskin. Apakah kematian Habel menjadi sia- sia? Mungkin iya, jika kita melihat nama "Habel" dalam bahasa Ibrani yang berarti "sia-sia" atau "sementara". Tetapi, sebenarnya tidak, karena Allah mendengar teriakan darah dari tanah itu. Kebenaran dan keadilan akan ditegakkan. Kalau darah Habel berteriak dengan keras dari tanah, terlebih lagi darah Yesus Kristus. Ia adalah korban tak berdosa, namun harus menanggung manusia berdosa. Darah-Nya akan berteriak bagi mereka yang dikasihi-Nya.

Renungkan: Hati-hati dengan harga diri Anda. Ia bisa merampas kasih dan kebahagiaan hidup Anda yang sejati.

(0.13) (Kej 8:1) (sh: Bumi dan ciptaan baru (Senin, 10 Februari 2003))
Bumi dan ciptaan baru

Bumi dan ciptaan baru. Kalimat awal dari perikop ini memberi kesan bahwa Allah "sempat" melupakan keberadaan seluruh isi bahtera. Benarkah demikian? Tidak! Ungkapan bahwa Allah mengingat Nuh ini (ayat 1) justru menegaskan pengalaman Allah yang terus menerus setia menyertai Nuh, menuntaskan rencana penyelamatan-Nya bagi dunia melalui Nuh. Kemarahan Allah ada akhirnya. Allah mengembalikan air ke dalam batasannya.

Kisah air bah membukakan dua hal kepada kita. Pertama, kisah itu menyisakan kenangan pahit dan tak terlupakan. Dosa tidak pernah memberikan kebahagiaan dalam hidup dan bagi kondisi dunia ini. Kedua, kisah itu mendatangkan sukacita karena di balik penghukuman Allah, Allah berbelas kasihan kepada umat-Nya. Penyelamatan Nuh dan keluarganya, beserta wakil dari semua makhluk yang bernyawa, menggambarkan pemulihan ciptaan dan penciptaan suatu umat perjanjian. Nuh yang telah memperoleh anugerah keselamatan dari Allah mendirikan mezbah sebagai respons syukur dan terima kasihnya kepada Allah. Mezbah tersebut bukan upaya Nuh untuk membujuk Allah agar menyingkirkan murka- Nya seperti yang banyak dipahami di dalam agama-agama manusia tentang kurban-kurban. Mezbah itu justru adalah ungkapan syukur Nuh atas inisiatif Allah baik dalam menghukum maupun terlebih dalam menyelamatkan. Kini, Nuh mengemban tugas berat, memulai dari awal, yaitu mengisi dan membentuk bumi ciptaan baru.

Kita memiliki Allah yang dahsyat, dan berdaulat penuh atas dunia. Itu sebabnya, kejahatan manusia tidak dapat menggagalkan rencana Allah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dunia ciptaan-Nya, apalagi menggagalkan rencana penyelamatan-Nya! Renungkan: Keseriusan Allah terhadap rencana-Nya tersebut terwujud dalam Putra-Nya sendiri, yang rela mati, demi menyelamatkan orang- orang pilihan-Nya dari murka kekal.

(0.13) (Bil 26:35) (sh: Adil dan merata (Minggu, 14 November 1999))
Adil dan merata

Adil dan merata Cacah jiwa tidak hanya penting dari segi militer, tetapi juga untuk masalah pembagian tanah. Dengan perhitungan jiwa yang tepat, luas tanah dapat dibagi secara adil dan merata. Tanpa keadilan tak mungkin tercapai kebahagiaan dan kemakmuran. Keadilan terlaksana bila hak, kepentingan, dan tanggung jawab diperhatikan, seimbang, dan merata. Kita pun tidak cukup hanya memperhatikan masalah kerohanian. Kita dapat mulai menjalankan keadilan dari memperhatikan hal-hal kecil di sekitar kita. Itulah kualitas berkat yang akan dicurahkan oleh Allah di tanah perjanjian.

Ketaatan adalah kunci. Kasih karunia Allah yang melimpah dalam kehidupan bangsa Israel tidak bisa diartikan bahwa mereka boleh bertindak semena-mena atas limpahan berkat Allah. Ketaatan tetap merupakan tuntutan. Bahkan ketaatan merupakan kunci dalam keberlangsungan perjalanan hidup mereka. Kalaupun pada akhirnya Allah tidak memperkenankan bangsa Israel dari generasi Mesir - kecuali Yosua dan Kaleb - masuk Kanaan, adalah karena kebebalan dan ketidaktaatan mereka kepada Allah. Hal inilah yang membedakan bangsa Israel secara keseluruhan dengan Yosua dan Kaleb. Ketaatan kepada Allah tidak hanya berlaku dalam perjalanan hidup bangsa Israel, tetapi juga berlaku dalam kehidupan orang beriman. Orang beriman dipanggil untuk melihat kehidupan ini secara keseluruhan dalam terang kesetiaan Allah.

Firman Allah pasti. "Tak lekang dimakan waktu, tak habis dimakan usia". Walaupun memerlukan waktu 40 tahun, namun janji yang difirmankan Allah kepada bangsa Israel tentang kebebasan dan kemakmuran pasti tergenapi. Dan firman Allah bahwa generasi Mesir tidak akan memasuki tanah perjanjian, kecuali Yosua dan Kaleb, itu pun terlaksana. Kita yang hidup di zaman Perjanjian Baru ini pun diyakinkan tentang kepastian firman Tuhan tersebut.

Renungkan: Mesias yang telah dinubuatkan kedatangan-Nya di zaman Perjanjian Lama, yang dikatakan sebagai Juruselamat umat manusia, dibuktikan kepastian kehadiran-Nya dalam Perjanjian Baru.

(0.13) (Ul 8:1) (sh: Menerobos kemapanan (Rabu, 7 Mei 2003))
Menerobos kemapanan

Menerobos kemapanan. Banyak orang sering mengaitkan kesalehan dengan kemakmuran. Cara pikir mereka sederhana: orang yang saleh akan makmur, sedangkan orang yang berdosa akan menderita. Ini ada benarnya, tetapi tidak selalu demikian. Namun, pada umumnya semua orang ingin mendapatkan kemakmuran dan dengan demikian mereka menjaga kesalehan. Sayang sekali, sering kali kemakmuran yang mereka dapatkan justru menggiring mereka masuk ke dalam sistem yang akhirnya membuat mereka tidak dapat lagi menjaga kesalehan. Kemakmuran itu menjadi sebuah kutukan.

Bangsa Israel diingatkan terus-menerus untuk menjadi setia, bergantung kepada Allah, bukan hanya agar mereka hidup, tetapi juga agar mereka bisa beranak cucu sehingga tanah perjanjian itu dapat dikuasai sepenuhnya. Melalui perjalanan yang amat panjang di padang gurun, Allah telah mengajar bangsa Israel agar memahami bahwa mereka tidak bisa bergantung pada kekuatan alam dan bangsa-bangsa lain untuk hidup, tetapi pada janji pemeliharaan Allah sendiri. Kesesakan dan disiplin yang dialami bangsa Israel menjadi berkat besar bagi mereka.

Bangsa Israel akan mendapatkan kemakmuran, dan hati mereka seharusnya "memberkati" Allah, bersyukur kepada-Nya karena tanah yang begitu berlimpah dan juga karena mereka boleh mendapatkannya. Namun, sekali lagi Musa memperingatkan bangsa Israel agar tidak lupa diri ketika mereka sudah masuk ke tanah itu, sudah mapan dengan ternak yang berkembang biak, sistem hidup sudah terbentuk rapi, dan kebahagiaan senantiasa tergapai. Israel harus terus mengingat suasana padang gurun ketika mereka tidak dapat hidup tanpa Tuhan. Jika mereka melupakan itu semua, hukuman dan ketidakberkatan menanti mereka!

Renungkan: Ketika kemapanan mengancam Anda terjebak dalam sistem yang berdosa, Allah akan mendobraknya.

(0.13) (Ul 9:1) (sh: Menerobos kesombongan (Kamis, 8 Mei 2003))
Menerobos kesombongan

Menerobos kesombongan. Kecenderungan orang selalu berpikir bahwa jika ia melakukan sesuatu untuk Tuhan, maka Tuhan akan memberikan imbalannya. Di sini jelaslah satu hal: manusia terlalu memiliki harga diri yang tinggi sehingga tidak siap menerima sesuatu tanpa melakukan apa- apa. Dengan kata lain, manusia tidak pernah siap untuk menjadi seperti pengemis di hadapan Allah yang mahakaya. Manusia masih merasa bisa membayar Tuhan -- dan dengan demikian bisa menyombongkan dirinya.

Seruan berikutnya kepada bangsa Israel adalah kembali dengan formulasi syema yang terkenal -- dengarlah Israel. Artinya, dengarlah untuk taat! Mereka perlu mendengarkan dan mengamini bahwa Tuhan akan mengerjakan dengan pasti suatu perkara besar. Bahkan Allah juga memberikan jaminan sebagai satu-satunya Allah yang berkuasa. Ialah yang akan berperang bagi bangsa Israel. Itu semua akan dilakukan Allah karena Allah telah berjanji kepada bapa-bapa leluhur Israel, dan Ia tidak pernah berdusta.

Bahaya lain yang akan dihadapi bangsa Israel, adalah kesombongan. Mereka bisa berpikir bahwa karena kesetiaan dan karena kebaikan merekalah maka mereka mendapatkan semua kebahagiaan itu. Musa menyatakan bahwa bukan demikian kebenarannya. Allah memberikan tanah itu karena janji-Nya yang berdaulat kepada para bapa leluhur, bukan karena kesetiaan mereka -- karena mereka sebenarnya tegar tengkuk. Ini kelihatannya bertentangan dengan apa yang sudah kita baca sebelumnya bahwa ketaatan adalah syarat agar mereka dapat menaklukkan Kanaan (lih. mis., 4:1; 6:18-19). Syarat itu berlaku mulai saat ini (lih. 10:16, BIS). Ketaatan adalah sesuatu yang harus, namun itu bukan alasan mengapa Allah memberikan Kanaan kepada mereka.

Renungkan: Semua yang baik yang kita terima dalam hidup ini adalah karena anugerah Tuhan semata. Berkat Tuhan tidak bisa kita beli dengan kebaikan kita!

(0.13) (Ayb 6:1) (sh: Bukan selalu karena dosa (Kamis, 8 November 2012))
Bukan selalu karena dosa

Judul: Bukan selalu karena dosa
Tidak semua penderitaan disebabkan oleh dosa. Ada kalanya Tuhan mengizinkan hal itu terjadi walau kita tidak tahu tujuannya. Itulah respons Ayub terhadap opini Elifas, yang didasarkan pada pengalamannya. Namun Ayub tetap pada keyakinannya bahwa dia tidak bersalah di hadapan Tuhan (6:28-30).

Penderitaan Ayub memang luar biasa. Harta benda ludes begitu saja, sepuluh anak tewas mengenaskan, dan tubuh dipenuhi penyakit kulit yang tak tertahankan. Bayangkan! Tidak banyak orang yang bermental baja untuk menghadapi situasi yang demikian berat. Tak heran bila Ayub merasa bahwa Tuhan sedang menghukum dia (6:4). Lalu bagaimana respons Ayub?

Ayub jujur mengatakan bahwa penderitaannya tidak tertahankan (6:3-7). Bahkan, kematian menjadi kelepasan dari penderitaan (6:8-14). Sahabat-sahabatnya pun bukan menghibur dan menolong, melainkan malah menghakimi dia (6:15-20, 22-25). Ayub menantang balik mereka untuk membuktikan kesalahannya (6:24-30). Di sisi lain, Ayub menyadari kefanaan manusia. Pasal 7 merupakan penuturan panjang mengenai manusia dalam pergumulan hidup karena ketidakberdayaan terhadap perlakuan Tuhan (7:17-19). Sekali lagi bagi Ayub kematian adalah kelepasan dari dari penderitaan (7:15-16). Ia juga bersikukuh bahwa ia tidak berdosa sehingga pantas menerima semua itu (7:20-21).

Dalam situasi seperti itu, yang dibutuhkan Ayub bukanlah tuduhan, tetapi empati. Perkataan Elifas menempatkan Ayub sebagai pendosa besar, dan ini jelas sukar diterima Ayub. Tak heran ia bereaksi demikian keras.

Perkataan Elifas menjadi pelajaran penting dalam menghadapi orang yang sedang kemalangan. Kita perlu berhati-hati dengan perkataan kita yang bertujuan menghibur orang yang kemalangan, tetapi nyatanya seolah hakim yang menjatuhkan vonis kepada terdakwa. Pahamilah bahwa pengalaman kita belum tentu sama dengan pengalaman orang lain. Karena itu jangan berdiri lebih tinggi dari orang yang sedang kemalangan, melainkan duduklah sama rendah agar kita dapat menjadi sahabat yang baik bagi dia.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2012/11/08/

(0.13) (Ayb 12:1) (sh: Membandingkan diri (Kamis, 25 Juli 2002))
Membandingkan diri

Membandingkan diri. Ketika kita menderita salah satu godaan terbesar pada saat itu ialah membandingkan penderitaan yang diri kita alami dengan kebahagiaan orang lain. Ini adalah respons manusiawi; kita cenderung mengukur keadilan dari sudut, apakah orang lain menerima yang sama seperti yang kita terima atau tidak. Tetapi, dampak dari sikap ini adalah kekecewaan yang dalam terhadap Tuhan. Kita mulai mengklaim bahwa Tuhan tidak adil dan tidak mengasihi kita. Tampaknya Ayub terperangkap di dalam jebakan yang serupa.

Pada ayat 6, Ayub mengeluh dengan sinis. Ayat ini merupakan pengkontrasan dengan ayat 4, ketika Ayub berseru dan seakan menyesali kondisinya, "Aku menjadi tertawaan sesamaku … orang yang benar dan saleh menjadi tertawaan." Ayub menganggap bahwa ia telah diperlakukan tidak adil oleh Tuhan. Bagaimana mungkin Tuhan mengizinkan hal ini terjadi pada dirinya, sedangkan ia telah hidup saleh? Tuhan tidak adil karena telah menghadiahinya penderitaan. Sebaliknya, orang yang hidup dalam dosa, menurut Ayub, justru menikmati ketenteraman. Dalam penderitaan, Ayub membandingkan diri dengan orang lain. Ini sangat berbahaya karena ia menuntut keadilan Tuhan.

Melalui perikop ini, kita belajar bahwa beberapa hal yang penting dan perlu untuk kita pelajari dan pahami dalam perjalanan iman kita adalah pertama, bahwa apa yang menjadi bagian kita adalah wujud dari keadilan dan kasih Allah. Kedua, menerima bagian kita apa adanya tanpa harus membandingkannya dengan bagian orang lain. Tuhan tidak mengharapkan agar kita dapat memahami seutuhnya setiap tindakan-Nya, namun Ia mengharapkan supaya kita mempercayai-Nya, bahwa Ia adalah Allah yang baik, kudus, dan adil.

Renungkan: Ketika kita berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan hidup, tidak jarang kita menemukan kegagalan, kegagalan yang sering kali juga diciptakan oleh konsep rohani yang sempit dan dangkal. Akibatnya, kita mulai berpikir bahwa tidak mudah memahami kesulitan hidup. Hal ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa hanya dalam Kristus sajalah kebenaran itu mewujud.

(0.13) (Ayb 20:1) (sh: Penghakiman Zofar (Kamis, 1 Agustus 2002))
Penghakiman Zofar

Penghakiman Zofar. Di akhir pasal 19 Ayub membuat dua pernyataan penting. Pertama pengakuan iman (ayat 19:25-27), kedua peringatan agar para sahabatnya tidak terus menghakimi dirinya (ayat 19:28-29). Namun, pernyataan Ayub tersebut malah ditanggapi Zofar dengan kemarahan (ayat 2). Ia terus mencurahkan kalimat-kalimat penghakiman yang berapi-api, dan bahkan meneruskannya dengan semacam permohonan agar kutukan Allah berlaku (ayat 23).

"Pelajaran" dari Zofar merupakan pertimbangan spiritual atas dasar logika sederhana. Dosa tidak akan menghasilkan keberuntungan apalagi kebahagian abadi. Sebaliknya, kebahagiaan orang berdosa hanya singkat usia (ayat 4-7), ia sendiri akan mati dalam kehancuran (ayat 8), orang-orang dekatnya akan menderita (ayat 9-11). Pendapatnya ini bukan hanya sekali ia ungkapkan, tetapi diulanginya lagi dalam ayat 12-28.

Salahkah atau benarkah Zofar berpendapat demikian? Ada benarnya bahwa Tuhan tidak mendiamkan, tetapi akan membuat dosa orang balik mengejar dan menimbulkan akibat-akibat buruk pada orang yang melakukannya. Karena itu, ucapan Zofar ini memang patut kita simak. Namun, pendapat Zofar ini sempit dan tidak mempertimbangkan beberapa faktor dan kemungkinan lain. Ia tidak mempertimbangkan kemungkinan bahwa penghakiman Allah itu ditunda sementara waktu dan baru berlaku pada penghakiman kekal kelak. Jadi, bisa terjadi bahwa dalam dunia yang sementara ini, orang jahat berbahagia dalam hasil-hasil yang didapatnya dari tindakan berdosa, sementara orang benar justru harus menderita karena tidak ambil bagian dalam dosa. Juga Zofar tidak membuka kemungkinan bagi orang berdosa untuk bertobat, memperbaiki tindakan salah, dan mengubah kelakuannya. Kesalahan Zofar paling serius adalah melihat realitas spiritual semata secara materialistis.

Renungkan: Sikap yang benar ialah kita taat kepada Tuhan dan firman-Nya bukan karena takut hukuman atau karena ingin mendapatkan pahala. Ketaatan dan kesalehan yang benar lahir dari keyakinan bahwa Tuhan benar dan baik adanya, dan karena itu kita bersyukur dan mengasihi-Nya.

(0.13) (Ayb 42:7) (sh: Kemenangan Ayub (Kamis, 22 Agustus 2002))
Kemenangan Ayub

Kemenangan Ayub. Yahweh kini berbicara kepada teman-teman Ayub, pertama kepada Elifas yang kemungkinan adalah juru bicara mereka, lalu kepada mereka bertiga sekaligus. Meskipun Ayub tidak lagi diajak bicara, namun Yahweh terus menyebut Ayub sebagai "hamba-Ku", sebuah sebutan yang jarang dipakai, yang menunjukkan perkenanan Yahweh kepadanya. Yahweh menghakimi baik Ayub maupun teman-temannya berdasarkan tuduhan yang dilontarkan mereka kepada-Nya (ayat 7-9). Ia murka karena ucapan-ucapan itu (ayat 7) dan menyebutnya "bodoh" (ayat 8). Istilah yang tidak muncul dalam terjemahan bahasa Indonesia ini bukan hanya berarti bodoh, namun kejahatan seksual seperti perkosaan. Mereka yang berbicara dengan "bodoh" telah berbicara bohong dan menyesatkan umat Allah. Karena itu, mereka harus menaikkan kurban pendamaian. Berbicara keliru tentang Allah, bagi penulis kitab Ayub, layak mendapatkan hukuman mati.

Apa kekeliruan sahabat-sahabat Ayub? Mereka merasa tahu tentang Allah dan bahkan membela Allah. Di sini terjadi sesuatu yang ironis: teman-teman Ayublah yang justru disalahkan Allah, dan Ayub yang dibela. Ternyata sahabat-sahabat Ayub belum mengenal Allah dengan lebih dalam. Mereka hanya melihat bahwa orang yang menderita pasti adalah orang jahat yang dihukum Allah. Ini bukan hanya keliru, tetapi juga penghujatan. Mereka yang memiliki pemahaman seperti ini justru adalah orang-orang yang benar-benar berdosa.

Mereka akhirnya minta Ayub mendoakan mereka agar dilepaskan dari hukuman. Yahweh mengabulkan permohonan Ayub. Ayub pun dipulihkan. Kini nyatalah bahwa Allah pun memiliki belas kasihan. Ayub menang, ia tidak seperti yang dituduhkan Iblis kepadanya (ps. 1-2). Pemulihan Ayub mengandung hal yang ironis (ayat 11-17). Kini semua yang telah meninggalkannya kembali dan memberikan penghiburan dan bantuan. Hal ini sebenarnya keliru karena ia tidak lagi memerlukannya. Ayub digambarkan memiliki kebahagiaan ganda, lebih dari sebelumnya.

Renungkan: Anda dapat menemukan hidup Anda kembali melalui kehilangan dan sikap rendah hati di hadapan Allah.

(0.13) (Mzm 16:1) (sh: Iman dan kesehatan manusia (Minggu, 14 Januari 2001))
Iman dan kesehatan manusia

Iman dan kesehatan manusia. Berbicara tentang iman seringkali membawa kita kepada konsep-konsep yang abstrak, seakan tak ada hubungannya dengan realita kehidupan sehari-hari. Mazmur 16 mengajarkan kepada kita realita iman, manifestasi iman, dan peran iman bagi kebahagiaan manusia.

Doa pemazmur (ayat 1) mengungkapkan imannya terhadap Allah. Imannya senantiasa menyadarkannya akan realita kehidupan yang sering tidak bersahabat. Iman yang ia miliki juga terungkap di dalam kepuasannya terhadap Allah (ayat 2, 5). Apa pun yang ia alami, ia tetap yakin bahwa Allah yang terbaik dan akan selalu menjadi yang terbaik. Pemazmur mengungkapkan bahwa orang yang beriman kepada Allah adalah orang yang selalu rindu untuk bersekutu dengan saudara lainnya yang seiman, dan berbuat kebaikan kepada mereka (ayat 3). Perbedaan antara orang beriman dan yang tidak, dapat diidentifikasikan dengan melihat perbuatan dan perkataan mereka (ayat 4).

Di samping membuat orang puas dengan Allah, iman juga membuat orang puas dengan kehidupannya (ayat 6). Ini tidak berarti bahwa iman membuat orang menjadi cepat puas sehingga tidak ada niat dan kerja keras untuk terus memperbaiki taraf hidupnya. Namun kepuasan ini yang memampukan orang beriman untuk mensyukuri setiap yang dimiliki dan tidak iri hati terhadap apa yang dimiliki orang lain. Iman juga akan menjauhkan Kristen dari rasa kuatir dan gentar menghadapi masa depan, sebab masa depan terletak dalam genggaman tangan Tuhan dan Ia senantiasa menyertainya (ayat 8, 11). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa iman berhubungan erat dengan kesehatan jiwa dan fisik seseorang (ayat 9).

Renungkan: Seorang yang merasa puas, hatinya akan bersukacita dan tentram. Jika Anda mengalami stress, depresi, tekanan darah tinggi, sakit maag, jantung, dll., evaluasilah kehidupan iman Anda.

Bacaan untuk Minggu Epifania 2

I Samuel 3:1-10

I Korintus 6:12-20

Yohanes 1:35-42

Mazmur 67

Lagu: Kidung Jemaat 379

PA 2 Mazmur 14

Melihat apa yang terjadi di masyarakat, kita seringkali bertanya mengapa ada orang yang begitu tega dan jahat menyakiti bahkan menghabisi orang lain. Dan bila kita amati lebih jauh, nampaknya kekejaman dan kejahatan yang terjadi cenderung meningkat. Bagaimana kita memandang hal ini? Bagaimana respons kita? Apa yang dapat kita lakukan? Itulah yang akan kita pelajari dari Mazmur ratapan ini.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Keyakinan apa yang dimiliki oleh orang bebal (ayat 1)? Seberapa parahkah keyakinannya itu? Bagaimanakah hubungan antara keyakinan dengan perbuatannya? Apa pun pasti membutuhkan proses untuk menjadi busuk dan menjijikkan. Apakah kebenaran ini berlaku juga bagi perbuatan seseorang? Lalu apa yang mempercepat pembusukan dari perbuatan seseorang? Apakah proses ini dapat dicegah dan dihentikan?

2. Keyakinan yang tercela (ayat 1) dimanifestasikan oleh tindakan dan pikiran yang tercela. Temukan itu satu-persatu dan beri penjelasan (ayat 3,4)! Bila dihubungkan dengan keyakinan orang bebal, menurut Anda mengapa umat Allah digambarkan sebagai korban kejahatan yang paling mengenaskan? Jelaskan!

3. Ratapan pemazmur diselingi dengan ungkapan keyakinannya akan tindakan Allah (ayat 1-3). Teladan apa yang Anda dapatkan? Keyakinan apa lagi yang dimiliki oleh pemazmur dalam kondisi masyarakat yang demikian (ayat 5-6)? Apa yang memampukan pemazmur untuk tetap dapat mempunyai keyakinan kepada Allah walaupun ancaman dan serangan siap melumatnya?

4. Usaha apa yang dilakukan pemazmur untuk memperbaiki masyarakat yang sudah tercela keyakinan dan perbuatannya (ayat 7)? Katakan kembali ayat ini dengan kata-kata Anda sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi masa kini di Indonesia!

5. Berdasarkan kebenaran-kebenaran di atas, bagaimana Anda menilai masyarakat kita sekarang? Bagaimana Anda memandang pembakaran gereja dan penganiayaan yang dialami oleh Kristen di Indonesia? Apa yang harus kita lakukan secara konkrit untuk memperlambat proses pembusukan dalam masyarakat?

(0.13) (Mzm 41:1) (sh: Jawaban dalam belas kasihan Tuhan (Sabtu, 11 Agustus 2001))
Jawaban dalam belas kasihan Tuhan

Jawaban dalam belas kasihan Tuhan. Mazmur ini merupakan bagian dari ritual permohonan kesembuhan di Bait Allah, yang diadopsi dari pergumulan Daud ketika menghadapi pengkhianatan di waktu sakit. Penghiburan tak kunjung melegakannya, sebaliknya dusta dan kejahatan datang menimpanya. Hal ini bukan hanya dilakukan oleh para musuh dan pembencinya ataupun mereka yang datang menjenguknya, tetapi juga oleh para sahabat karib yang dipercayainya yang juga "mengangkat tumit" terhadapnya (ayat 6-10).

Di tengah pergumulan seperti ini, ia terkucil dalam ketidakberdayaannya, namun memiliki keyakinan bahwa Tuhan tidaklah sama dengan para sahabat yang mengkhianatinya, Ia akan memberikan belas kasihan, berkenan kepadanya, dan menopang dirinya (ayat 11- 13). Belas kasihan Tuhan adalah jawaban atas kesendiriannya, sehingga ia berdoa: "Ya Tuhan, kasihanilah aku, maka aku hendak mengadakan pembalasan terhadap mereka." (ayat 11). Tidak mudah baginya untuk menerima ataupun mengerti mengapa dia sebagai seorang raja yang memperhatikan rakyatnya yang lemah, bukannya mendapatkan kebahagiaan, terluput dari celaka, dilindungi, dipelihara, dan disembuhkan oleh Tuhan, sebagaimana layaknya mereka yang memperhatikan orang lemah (ayat 2-4), sebaliknya justru senantiasa berada di bawah ancaman dan bahaya. Ia tidak menemukan jawaban yang lain, selain karena dosanya, dan jawaban bagi dosanya tidak lain hanya ditemukan di dalam belas kasihan Tuhan, sebagaimana terdapat dalam doanya: "Tuhan kasihanilah aku, sembuhkanlah aku, sebab terhadap Engkaulah aku berdosa!" (ayat 5). Belas kasihan Tuhan adalah jawaban bagi ketidakberdayaannya untuk menyelesaikan dosa dan ketidakmengertiannya tentang mengapa ia harus mengalami semuanya ini. Keyakinan atas belas kasihan Tuhan seperti inilah yang memampukannya tetap memuji Tuhan (ayat 14) di tengah berbagai kondisi yang sulit diterimanya. Sikap hati seperti inilah yang diteladani orang Israel di Bait Allah ketika mereka berdoa memohon kesembuhan.

Renungkan: Keyakinan akan belas kasihan Tuhan adalah dasar bagi Kristen yang hidup berkemenangan dan penuh ucapan syukur. Inilah daya yang memampukan kita menerobos segala kebimbangan dan ketidakmengertian kita dalam menghadapi berbagai pergumulan sebagai orang benar.

(0.13) (Mzm 45:1) (sh: Pernikahan yang diberkati (Senin, 9 Februari 2004))
Pernikahan yang diberkati

Pernikahan yang diberkati. Pernikahan yang diberkati adalah pernikahan yang didasarkan atas kehendak Allah, dilaksanakan oleh pasangan yang mengasihi Allah dan kebenaran-Nya, serta tentu saling mengasihi. Apabila yang menikah adalah seorang pemimpin, maka tentu pernikahan itu akan menunjang dan meningkatkan peranannya itu bagi banyak orang.

Mazmur 45 adalah mazmur yang menyatakan keindahan pernikahan raja Israel. Pemazmur memuji raja, sang pengantin pria sebagai terganteng di antara semua manusia, gagah dan perkasa, serta perbuatan-perbuatannya besar (ayat 3-6). Pemazmur memuji sang raja sebagai pilihan Allah bagi takhta Israel. Allah telah memilihnya sebagai raja untuk menegakkan kebenaran dan keadilan (ayat 7). Memang, sang raja itu kesukaannya adalah menegakkan keadilan dan kebenaran (ayat 8).

Oleh karena pilihan Allah itulah sang raja sekarang diberikan lengkapi kebahagiaannya dengan permaisuri. Permaisuri akan melengkapi rumah tangga raja dengan kasih dan kesetiaan. Oleh sebab itu, pemazmur sekarang menujukan puisinya untuk menasihati permaisuri agar ia menjadi isteri dan abdi bagi sang raja.

Si permaisuri dihimbau agar fokus hidupnya tidak lagi kepada keluarga orang tuanya maupun sahabat masa lampaunya, melainkan kepada raja, suami tercintanya (ayat 11-12). Ini sesuai dengan prinsip pernikahan Kristen, yaitu meninggalkan orang tua dan membentuk keluarga baru.

Pengharapan pemazmur adalah kebahagiaan bagi keluarga kerajaan yang baru ini. Mereka akan menurunkan putra-putra mahkota yang akan memahsyurkan Israel (ayat 17-18), yang akan semakin memuliakan Allah Israel yang adalah Raja di atas segala raja.

Renungkan: Pernikahan yang diberkati akan menghasilkan rumah tangga Kristen yang menjadi berkat bagi dunia ini.

(0.13) (Mzm 112:1) (sh: "Berbahagialah orang yang takut akan Tuhan" (Rabu, 1 Mei 2002))
"Berbahagialah orang yang takut akan Tuhan"

Berbahagialah orang yang takut akan Tuhan”. Pernyataan yang kedengarannya janggal mengawali mazmur pujian ini. Kata “takut” biasanya berhubungan dengan keadaan jiwa yang tertekan dan tidak tenang. Namun, pengertian tersebut berbeda dalam perikop ini. “Takut” di sini dapat berarti “hormat kepada” atau “kagum akan”. Seseorang yang berhadapan dengan kuasa dan kehadiran Allah akan merasa takut kepada-Nya (kagum atau hormat kepada Allah) karena peristiwa itu telah membangkitkan keinginan untuk hidup benar di hadapan Allah, dan tunduk terhadap kekuasaan-Nya. Itulah sebabnya kalimat “takut akan Tuhan” dipakai sejajar dengan pengertian “mengabdi” (Ul. 6:13), “mengasihi” (Ul. 10:12), “beribadah” (Ul. 10:20), “hidup menurut jalan-Nya” (Ul. 8:6) dan “melakukan ketetapan-Nya” (Ul. 6:4). Orang percaya, yang memuji perbuatan besar Allah dan beribadah, akan merasakan aliran kebahagiaan dan kekaguman yang luar biasa hingga akh irnya mengabdikan hidup mereka seluruhnya kepada Tuhan.

Dampak apa yang akan diperoleh setiap orang yang takut akan Allah? Pemazmur menyajikannya dengan indah sekali. Dikatakan bahwa orang yang takut akan Tuhan dan cinta firman-Nya akan menerima kelimpahan harta yang luar biasa, sekalipun kehidupannya juga tak lepas dari beragam ancaman (ayat 7-8). Harta di sini, bagi pemazmur, bukanlah sepenuhnya bermuara pada harta materi. Dalil ini sering menimbulkan salah paham, bahwa orang yang berlimpah harta materi dapat membanggakan diri bahwa Allah berkenan kepada mereka. Sebenarnya pemazmur menyampaikan pesan bahwa berkat materi diperoleh bukan karena mengumpulkan, tetapi karena memberi dengan bermurah hati. Harta terindah bagi orang yang takut akan Tuhan adalah anak cucunya akan perkasa di bumi (ayat 2), kebajikan (ayat 3b), mengalami terang dalam gelap (ayat 4a), memiliki hati yang pengasih (ayat 4b), iman yang tak goyah (ayat 6a), hati yang tetap teguh, penuh kepercayaan kepada Tuhan (ayat 7b).

Renungkan: Berkat Tuhan haruslah ditempatkan proporsional, sebagai akibat dari takut akan Tuhan, berkat pun harus dihayati dalam takut dan syukur kepada Tuhan.



TIP #23: Gunakan Studi Kamus dengan menggunakan indeks kata atau kotak pencarian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.11 detik
dipersembahkan oleh YLSA