Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 12 No. 1 Tahun 1997 >  YESUS SEBAGAI PENDIDIK > 
I. PENGANTAR 

Sebagai orang Kristen kita percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Mesias yang mengerjakan penebusan dan pengampunan dosa bagi segenap umat manusia (Yoh 3:16; 1Pet 2:24; 1Kor 15:3-5). Atas dasar kesaksian Alkitab, kita juga bahkan percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia. Dia ilahi dan sekaligus manusiawi secara sempurna, penuh kasih sayang dan anugerah (Yoh 1:1-3, 14, 18).

Injil mengemukakan bahwa barangsiapa yang percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya, berarti berkedudukan dan berperan sebagai murid-Nya. Dalam kedudukan sebagai murid, kita didesak untuk terus mengikut Dia, menyangkal diri dan memikul salib (1Yoh 2:6; Mrk 8:34-35). Sebagai murid Kristus pun kita didorong untuk terus bertekun mempelajari kebenaran yang diajarkan-Nya. Sebab, kebenaran yang diajarkan Yesus adalah kebenaran yang sanggup mengerjakan perubahan hidup (Yoh 8:31-32; 17:17).

Yesus acapkali disapa sebagai Guru (Rabbi). Dalam Yoh 13:13 bahkan Yesus sendiri menegaskan bahwa Dia memang adalah Guru dan Tuhan. "Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan." Karena Dia adalah Guru dan Tuhan, maka sebagai murid-murid-Nya kita harus mengikuti teladan-Nya. Artinya, pemikiranNya, sikap dan gaya hidup-Nya semua itu mewarnai pola pikir, sikap dan perbuatan kita sehari-hari. Saat Yohanes kepada gereja mula-mula tegas mengatakan bahwa siapa yang mengaku Yesus Tuhan ia wajib hidup sama seperti Dia telah hidup. "Barangsiapa mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup" (1Yoh 2:6). Rasul Paulus menegaskan bahwa kalau kita sudah menerima Yesus maka hidup kita, pikiran dan karya kita, harus berakar, berdasar dan dibangun di atas Dia. "Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia..." (Kolose 2:6-7). Kepada jemaat di Filipi, Paulus menyatakan agar mereka berpikir, merasa seperti Kristus sendiri telah mendemonstrasikannya (Flp 2:5).

Beberapa Studi Sekitar Pemikiran Yesus Kristus

Pandangan di atas membawa kita kepada pengertian bahwa dalam memahami prinsip dan praktik pelayanan di dalam atau melalui gereja pun hendaknya model Kristus Yesus Sang Guru itu mengilhami diri kita. Kajian terhadap pengajaran dan pemikiran bahkan gaya hidup Yesus sebagai pribadi telah banyak mengilhami teolog, penginjil, konselor bahkan pendidik Kristen. John Howard Yoder misalnya, terpesona sekali terhadap sikap Yesus bagi orang-orang miskin dan bagaimana Ia menghadapi kuasa dan penguasa di zaman-Nya. Dalam The Politics of Jesus, Yoder mengungkapkan apa artinya Yesus datang memberitakan Injil Kerajaan Allah bagi kaum miskin. Yoder menyimak bahwa Yesus banyak sekali memperhatikan aspek sosial, politis dan etis Kerajaan Allah itu sendiri, yang patut kita renungkan dan teladani. Kerajaan Allah tidak saja memiliki dimensi vertikal, hubungan manusia dengan Tuhan melainkan juga mencakup relasi dan perdamaian manusia dengan sesamanya. Penelitian Yoder membawanya kepada pemahaman bahwa Yesus Kristus adalah pembaharu kehidupan secara menyeluruh.

Pendekatan yang sama juga diikuti oleh Donald Kraybill dalam The Upside Down Kingdom -- terjemahan diterbitkan BPK dengan judul "Kerajaan Yang Sungsang." Kraybill menganalisis kehidupan Yesus berdasarkan Injil Lukas. Ia sangat terpesona menyimak bagaimana Yesus menghadapi pencobaan Iblis yang bermakna sosial dan politis serta ekonomis. Kraybill juga terpukau oleh sikap Yesus yang menjungkirbalikkan pemahaman tokoh-tokoh agama Yahudi yang menantang mereka untuk menyatakan kasih sejati terhadap kaum miskin serta keluar dari kesalehan semu dan ritual. Yesus menjalankan tugas yang diamanatkan Sang Bapa dengan pendekatan yang tidak pernah dipikirkan oleh tokoh agama dan pemerintahan sezamanNya. Karena itu mereka sangat terkejut, bingung dan bereaksi negatif. Klimaksnya ialah penyaliban Dia.

Di bidang konseling Kristen, Duncan Buchanan dalam The Counseling of Jesus memberi kesaksian bagaimana ia merubah pola pikirnya dalam strategi konseling. Di awal bukunya, Buchanan menerangkan bahwa lebih kurang 25 tahun ia mengikuti teori konseling humanistik dan behavioristik sebelum ditantang oleh seorang rekannya untuk mendalami kehidupan Yesus. Setelah menggumuli kehidupan Yesus sebagaimana diajarkan Injil, Buchanan menyimak betapa mengagumkan pendekatan konseling Yesus. Bagi Buchanan, pakar dari Afrika Selatan ini, Yesus adalah konselor teladan dan sejati! Buchanan menyatakan bahwa rahasia kuasa dan hikmat pelayanan konseling Yesus bagi banyak orang bermasalah ialah terletak pada relasinya yang dalam dan dinamis dengan Allah yang disapa "Bapa" atau "Abba." Sapaan itu menyatakan keakraban dan keharmonisan relasi. Kemudian, cara Yesus menghadapi orang yang menderita ketakutan, menghadapi kemarahan, mengatasi konflik dan pertentangan, semua mengesankan hati Buchanan. Ia tiba pada kesimpulan bahwa dalam teori, prinsip dan praktik konseling Yesus, pertobatan dan pengampunan dosa amat ditekankan sebagai dasar kemerdekaan batiniah. Karena itulah Yesus tak henti-hentinya memperkenalkan kasih Allah melalui pengajaran, kehadiran dan perbuatan kuasa-Nya (mujizat).

Selain itu, cara-cara kreatif Yesus menghadapi pribadi demi pribadi maupun kelompok dan orang banyak di dalam pelayanan-Nya, telah dijadikan Buchanan sebagai bagian dari teori konselingnya. Secara ringkas Buchanan menyimak bahwa Yesus bukanlah penganut konseling directive atau non directive sebagaimana teori konseling dewasa ini terkotak-kotak. Bagi Buchanan Yesus Kristus adalah konselor yang sedemikian rupa menuntun orang untuk mengenal dan menjadi warga kerajaan Allah di mana terdapat kebenaran yang menyembuhkan, memulihkan dan memerdekakan.

Raymond L. Cramer adalah seorang psikiater yang terpesona oleh pengajaran Yesus khususnya khotbah di Bukit yang terkenal itu (Mat 5:1-12). Dalam karyanya The Psychology of Jesus and Mental Health, Cramer mengulas banyak mengenai penyebab tidak sehatnya mental manusia, terutama oleh karena salah asuhan di masa kecil dalam keluarga dan lingkungan. Atas dasar studinya terhadap pernyataan Yesus mengenai kebahagiaan hidup, Cramer mengemukakan bahwa penegasan Yesus "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah ... berdukacita ... lapar dan haus akan kebenaran...". betul-betul merupakan dasar utama dalam pembinaan mental manusia. Penegasan-penegasan Yesus itu disimak Cramer sebagai jawaban atas kebutuhan manusia yang dilanda kecemasan, ketakutan, kesedihan, rasa kehilangan dan sejenisnya. Dalam ucapan Yesus di bukit itu, Cramer menyimak rahasia yang amat dalam bagaimana manusia dapat mengalami penyembuhan dari masalah batin maupun mental yang menghambat selama ini. Misalnya saja, berdasarkan Mat 5:3 Cramer menyimak bahwa kebahagiaan sejati didapatkan oleh siapa saja yang berada dalam situasi sulit karena bagaimanapun Allah sedang dalam perbuatan memberikan pertolongan. Allah peduli dengan derita manusia. Cramer mengaitkan hal itu dengan akar dan penyebab kecemasan dan ketakutan. Kemudian Cramer menyimak Mat 5:6 mengemukakan bahwa kepuasan yang dikemukakan Yesus dalam nats itu justru menjadi kebutuhan dasar dari orang yang tanpa alasan sering merasa terganggu kejiwaannya karena orang lain (neurotik).

Robert E. Coleman menguraikan strategi Yesus sebagai Pemberita Injil Kerajaan Allah dalam karya-karya The Master Plan of Evangelism dan The Mind of The Master. Dalam karya pertama, Coleman, dosen di Trinity Evangelical Divinity School, Amerika Serikat, menyatakan kekagumannya akan pendekatan Yesus dalam rangka memberitakan Injil 'Kerajaan Allah. Bagi Coleman, Yesus adalah model yang sejati dalam hal pemberitaan Injil. Yesus datang melakukan pemberitaan Injil melalui perkataan dan perbuatan secara terintegrasi. Selain itu, Yesus tidak bekerja sendiri (single fighter). Dia mendoakan, memilih, melatih, mendampingi, menugaskan, memberi perhatian bagi murid-muridnya. Kebersamaan dengan murid-murid yang dipilih dan dilatihNya amat penting bagi Yesus dalam karya-Nya selama tiga setengah tahun.

Dalam karya kedua, Coleman melakukan studi mendalam, juga terhadap keempat Injil, lalu mengemukakan apa Baja yang menjadi rahasia pribadi dan kehidupan Sang Pemberita Injil itu. Menurut pemahaman Coleman, Yesus mendasarkan kehidupan-Nya dalam ketergantungan dalam Bapa dan Roh Kudus. Roh Kudus menguasai kehidupan Yesus. Kehidupan doa Yesus juga menjadi teladan yang tak bisa diabaikan, jika ingin meraih sukses dan kemenangan dalam hidup dan pekerjaan. Selain itu, Yesus senantiasa berdasarkan pada Kitab Suci dalam pekerjaan-Nya. Dia benar-benar memahami arti dan dinamika Injil Kerajaan Allah itu. Selain jalan salib merupakan pilihan utama bagi diri-Nya, visi sorga dan Kerajaan Sorga juga amat terang dalam kehidupan dan pemikiran Yesus.

Bahwa Yesus adalah seorang pemimpin dan pembuat pemimpin yang sukses, diungkapkan oleh Leighton Ford dalam Transforming Leadership. Ford menyatakan bahwa rahasia kepemimpinan Yesus terletak pada ketaatan-Nya kepada yang mengutus yakni Bapa. Sekalipun Yesus adalah Mesias, namun Ia belajar dan mengembangkan strategi yang jitu dalam hal memimpin. Ford menyimak bahwa Yesus tidak mengerjakan tugas sendirian namun mencari calon pemimpin masa depan untuk mengemban misi-Nya. Karena itu Dia mengajar, melatih bagaimana mengerjakan tugas kepemimpinan, khususnya melalui kehambaan (servanthood). Yesus menegaskan kepada murid-muridNya bahwa memimpin berarti menjadi gembala, mengajar, berkhotbah guna menyatakan visi Kerajaan Allah. Dalam pemahaman Yesus, seorang pemimpin ialah seorang yang bergumul dalam hal-hal sulit, rela menghadapi berbagai resiko, namun menopang, memelihara dan membangun yang dipimpin.



TIP #34: Tip apa yang ingin Anda lihat di sini? Beritahu kami dengan klik "Laporan Masalah/Saran" di bagian bawah halaman. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA