Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 7 No. 1 Tahun 1992 >  KEMATIAN YESUS KRISTUS > 
KEMATIAN SUKARELA 

Sekarang kita kembali kepada kematian Yesus Kristus. Jika kematian merupakan akibat dosa, dan Yesus tidak mempunyai dosa, maka jelaslah di dalam diriNya tidak ada "penyebab kematian" atau "hukum dosa dan hukum maut". Dan kenyataannya Yesus mati! Apa yang dapat kita jelaskan tentang hal tersebut dari terang Alkitab sendiri?

Jelas sekali bahwa Yesus tidak harus dan tidak perlu mati karena Ia tidak bersalah baik menurut tuduhan-tuduhan yang dilancarkan ketika Ia diadili, maupun di dalam seluruh hidupNya. Maka, kalaupun dalam hidupNya Ia mengalami pukulan, hinaan, dan akhirnya kematian melalui penyaliban, semua itu diterimaNya atas kerelaan kehendakNya sendiri. Ini menjadikan kematian Yesus sebagai satu-satunya kematian atas dasar kerelaan.

Memang dalam sepanjang sejarah ada orang-orang yang kehilangan nyawanya secara sukarela untuk sesuatu yang dikasihi atau diperjuangkannya. Bahkan tidak kurang orang-orang yang dengan sukarela membunuh dirinya sendiri. Persoalannya, tidak seorangpun di antara mereka yang memilih mati. Dalam kasus-kasus di atas yang terjadi hanyalah memilih cara, waktu, tempat, serta tujuan kematian mereka. Kematian bukan pilihan, tiap orang pasti akan mati, tidak peduli ia memilih atau tidak, rela atau tidak. Tetapi berbeda halnya dengan Kristus. Ia tidak harus mati, tidak usah mati, tetapi Ia memilih dalam kerelaanNya untuk mati. Dan kita mempunyai banyak petunjuk akan hal ini dari pelbagai panggung kehidupanNya.

Misalnya, dari peristiwa pemuliaanNya di Bukit, kita membaca, "Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia ... berbicara tentang tujuan kepergianNya yang akan digenapiNya di Yerusalem" (Luk 9:30-31). "KepergianNya" (exodus) yang dimaksud di situ adalah kematianNya. Menjadi mengherankan ketika dikatakan bahwa kematianNya merupakan tindakan untuk menggenapi tujuan kepergianNya. Kematian tidak akan terjadi atasNya, tetapi Ia yang menyerahkan diriNya. Penyerahan nyawa tersebut tidaklah dilakukan dengan bunuh diri; tetapi Ia secara sengaja mati demi menggenapi sesuatu. Di kemudian hari saat Ia menerangkan tujuan kedatanganNya ke dunia ini, Yesus berkata, "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya" (Yoh 10:11). Gambaran di sini bukanlah gambaran seorang gembala yang mempertaruhkan nyawanya sendiri demi melindungi domba-dombanya, karena Yesus melanjutkan perkataannya, "Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri" (10:18). Yesus tidak berkata bahwa Ia akan mempertaruhkan nyawaNya, tetapi dengan sukarela menyerahkan nyawaNya.

Ketika murid-muridNya meributkan ambisi mereka akan kedudukan, Yesus menegur mereka dan berkata bahwa, "Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mrk 10:45). Yesus menyatakan bahwa Ia akan memberikan nyawaNya, sebuah tindakan sukarela menyerahkan hidupNya.

Ketika pada akhirnya Ia ditangkap, saat Petrus membelaNya, Tuhan Yesus tidak sekedar melarangnya tetapi berkata, "Kau sangka bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?" (Mat 26:53). Apabila Yesus ingin meloloskan diri dengan meminta pertolongan BapaNya, maka 72.000 malaikat akan dikirim untuk membebaskanNya (satu pasukan Romawi terdiri dari 6.000 orang). Di dalam PL kita membaca bahwa satu malaikat dapat membinasakan 185.000 serdadu Sanherib dalam satu malam. Jika menurut perhitungan tersebut, maka 12 pasukan malaikat akan dapat memusnahkan 13 juta orang (yang berarti melampaui jumlah seluruh populasi dunia pada waktu itu). Tetapi, kenyataannya Yesus memilih untuk tidak melakukannya.

Ketika Kristus meregang nyawa, Matius mencatat, "Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawaNya" (Mat 27:50). Di sini kita mendapatkan pengertian bahwa Yesuslah yang menyerahkan nyawaNya, sebagaimana yang telah dikatakanNya pada Yohanes 10. Dalam arti hurufiahnya adalah "Ia mengirimkannya", seperti seorang tuan mengirim seorang budaknya. Di dalam Alkitab secara spesifik disebutkan bahwa, "Tiada seorangpun berkuasa, menahan roh dan tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian" (Pkh 8:8). Jika seorang manusia dapat menahan rohnya meninggalkan tubuhnya maka ia dapat menjadikan hidupnya kekal. Itulah Kristus. Ia merupakan perkecualian dari apa yang Pengkhotbah katakan. Ia berkuasa menahan dan melepaskan nyawaNya sendiri. Semua orang mati karena nyawanya diambil dan tak seorangpun dapat mengambilnya kembali. Tidak demikian dengan Kristus, Ia mati karena menyerahkan nyawaNya dan Ia berkuasa mengambilnya kembali. Itu dibuktikannya dengan kebangkitanNya dari antara orang mati. Oleh sebab itulah kematian Kristus bukanlah kematian orang lemah, gagal, bodoh, atau merupakan sebuah tragedi. Agustinus mengatakan, "He gave up his life because he willed it, when he willed it, and as he willed it."



TIP #21: Untuk mempelajari Sejarah/Latar Belakang kitab/pasal Alkitab, gunakan Boks Temuan pada Tampilan Alkitab. [SEMUA]
dibuat dalam 0.04 detik
dipersembahkan oleh YLSA