Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 11 No. 1 Tahun 1996 > 
REMAJA, PERMASALAHAN DAN PENANGANANNYA 
Penulis: Maria Janiwati Jona892
 REMAJA

1. Pengertian Remaja

Masa remaja dipandang sebagai peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Masa ini dimulai dengan timbulnya perubahan secara fisik, yakni usia sekitar 11/12 tahun, sampai dengan usia 21/22 tahun. Pandangan tradisional lebih mendasarkan usia remaja pada pertumbuhan fisiologis (sampai dengan usia 18 tahun), namun sekarang para ahli melihat juga unsur perubahan-perubahan psikis dalam mencapai kedewasaan. Pada masyarakat modern yang lebih kompleks, diperlukan persiapan yang lebih lama bagi seorang anak untuk dapat berdiri sendiri.

Lain halnya dengan Alkitab. Tuhan menyuruh mencatat umat Israel yang berusia 20 tahun ke atas (Bil 1:3,18). Juga ketika orang Israel dihukum yaitu tidak boleh memasuki tanah Kanaan, yang terkena hukuman adalah mereka yang berusia 20 tahun ke atas (Bil 14:29). Dari sini dapat disimpulkan bahwa usia yang dianggap dewasa/dapat bertanggung jawab adalah 20 tahun dan sebelum itu masih dianggap belum dewasa. Penulis berpendapat bahwa penentuan Alkitab lebih sesuai dengan pandangan psikologi mengenai kedewasaan bila dibandingkan dengan pandangan secara legal/umum (17 tahun).

Istilah yang sering dikaitkan dengan masa remaja adalah istilah pubertas. Pubertas menunjuk pada periode ketika individu menjadi matang secara seksual. Perubahan organ-organ seksual ini dialami pada akhir masa anak dan awal masa remaja. Remaja putri mencapai pubertas pada usia kurang lebih 13 tahun sedangkan remaja putra umumnya satu tahun lebih lambat.

Masa remaja dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu remaja awal (12-14 tahun), remaja pertengahan (15-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun). Pada masa remaja awal, masih banyak ciri masa anak yang terbawa. Perubahan fisik terjadi dengan cepat, dan pergaulan mereka masih banyak bersama dengan teman-teman dari jenis kelamin yang sama. Remaja pertengahan merupakan kelanjutan perkembangan masa remaja awal. Perubahan fisik sudah tidak terlalu cepat, sedangkan pergaulan sudah meluas pada jenis kelamin yang berlawanan. Pada masa remaja akhir, tingkah laku remaja sudah lebih dewasa, dan lebih mempersiapkan diri untuk kehidupan yang mandiri.

2. Beberapa Ciri Remaja

a. Masa mencari identitas

Pencarian identitas merupakan usaha remaja untuk mendapat kejelasan tentang siapakah dirinya, bagaimana perannya dalam masyarakat dan akan menjadi apakah ia kelak. Bila pada masa sebelumnya seorang anak sangat bergantung pada orang tua, maka remaja belajar untuk melepaskan diri dari orang tua dan berdiri sendiri secara emosional. Seringkali usaha ini sangat kuat, sehingga tampaknya remaja selalu menentang orang tuanya. Bila usia mereka sudah lebih dewasa, hubungan dengan orang tua kembali membaik.

Pada masa pencarian identitas, remaja umumnya memiliki gambaran ideal yang ingin dicapainya. Gambaran ideal ini dapat diproyeksikan pada tokoh-tokoh idola. Remaja ingin eksistensi dirinya sebagai seorang individu, dapat dirasakan oleh orang lain, sehingga ia seringkali menarik perhatian kepada dirinya sendiri, misalnya dengan ngobrol/tertawa keras-keras, naik motor beramai-ramai dan sebagainya.

b. Masa peralihan

Seperti yang telah disebutkan di atas, masa remaja merupakan peralihan ke tahap perkembangan selanjutnya, yaitu dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Hal ini berarti masih ada ciri-ciri tahap anak yang berbekas tetapi mereka juga mempelajari tingkah laku yang dewasa sebagai pengganti tingkah laku sebelumnya. Kadang-kadang remaja bersikap dewasa, tetapi beberapa saat kemudian tingkah lakunya kekanak-kanakan, walaupun fisik mereka sudah seperti orang dewasa.

Menurut Dr. Campbell, secara emosional kebutuhan remaja sama dengan kebutuhan anak, yaitu ingin merasa dikasihi, diterima dan diperhatikan (Campbell, 1983, 9).

c. Ambang masa dewasa

Remaja sering mendapat tuntutan dari orang-orang dewasa, maupun dari diri sendiri untuk menjadi dewasa, terlebih lagi bila secara hukum mereka sudah dianggap dewasa (17 tahun). Remaja tidak yakin akan kedewasaan mereka, sehingga mereka gelisah untuk memberi kesan bahwa mereka telah dewasa mereka meniru-niru penampilan orang dewasa, dan berkonsentrasi pada tingkah laku yang dihubungkan dengan status dewasa, seperti merokok dan lain-lain.

d. Masa perubahan

Sejalan dengan perubahan yang cepat pada fisiknya, sikap dan tingkah laku remaja juga mengalami perubahan. Seksualitas mereka mengalami kematangan, emosionalitas mereka meningkat, intelektual mengalami kemajuan, termasuk moralitas, perubahan nilai-nilai, dan juga perubahan minat serta peran sosial.

e. Masa pertentangan

Remaja mengalami banyak konflik emosional, yang menimbulkan kebingungan pada diri mereka sendiri maupun pada orang lain. Misalnya, terhadap orang tua dan orang-orang dewasa lain sikap mereka bertentangan. Pada satu sisi mereka ingin melepaskan diri dari orang tua, tetapi pada sisi yang lain mereka merasa belum mampu berdiri sendiri, dan ingin memperoleh rasa aman di rumah. Mungkin kita pernah mendengar ucapan: "Orang tua: kita tidak dapat hidup bersama mereka, dan tanpa mereka." Sikap mereka tampaknya seperti ingin menjauhi/menentang orang dewasa, tetapi sebenarnya mereka masih ingin diperhatikan dan dibantu.

f. Masa kegelisahan

Ada yang menyebut masa remaja sebagai masa storm and stress. Emosi pada remaja meninggi, antara lain disebabkan oleh perubahan fisik dan hormonal; juga karena harus menyesuaikan diri dengan banyak hal yang baru. Emosi dan suasana hati mereka sering cepat berubah. Remaja juga mempunyai banyak keinginan, yang belum tentu dapat dipenuhi. Hal ini menimbulkan kegelisahan yang baru. Bila usia mereka sudah lebih dewasa dan lebih berpengalaman, mereka akan lebih stabil, dan dapat mengungkapkan emosinya dengan lebih matang.

g. Masa yang tidak realistik

Remaja seringkali berpikir idealis, mereka mempunyai aspirasi yang tinggi akan diri sendiri, akan keluarga dan akan teman-temannya. Remaja juga seringkali berkhayal dan berfantasi. Khayalan remaja putra berkisar masalah prestasi dan karier, sedangkan remaja putri lebih banyak mengkhayalkan romantika hidup. Semakin tinggi aspirasi remaja, maka mereka akan semakin kecewa dan marah, karena keinginan mereka tersebut tidak realistik. Bila mereka semakin besar, selaras dengan semakin luasnya pengalaman sosial dan pribadi mereka, maka mereka akan lebih realistik.

h. Masa mencoba dan menjelajah

Remaja sering mencoba hal-hal yang baru bagi mereka. Karena mereka melihat dunia ini dengan kacamata yang berbeda dari masa kanak-kanak, maka banyak hal baru yang mereka temukan. Misalnya mereka ingin mengetahui dunia orang dewasa, yang tampak seperti suatu misteri yang menarik. Akibat dari mencoba-coba ini tidak selalu baik, misalnya terlibat penyalahgunaan obat, menonton film porno dan sebagainya. Remaja juga ingin menyelidiki/menjelajah lingkungan yang lebih luas.

i. Aktifitas kelompok

Remaja lebih banyak bergaul dengan teman-teman sebaya, dan senang membentuk kelompok-kelompok. Hal ini terdorong juga oleh berkurangnya waktu remaja bersama orang tua dan keluarga, dalam usaha mereka melepaskan diri dari orang tua. Remaja ingin diterima oleh kelompok sebayanya dan merasa takut bila mereka ditolak, sehingga mereka juga berusaha bertingkah laku sesuai dengan kelompoknya. Biasanya remaja juga memasuki kelompok yang sifat-sifat anggota dan nilai-nilai kelompoknya sesuai dengan ciri-ciri dirinya sendiri. Remaja menaruh banyak minat terhadap pergaulan dengan teman-teman lawan jenis, bahkan cukup banyak remaja yang sudah mencoba berpacaran.

3. Beberapa Perkembangan yang Penting

a. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik yang terjadi adalah perubahan eksternal maupun perubahan internal. Perubahan eksternal misalnya perubahan tinggi badan, berat badan, proporsi, dan yang paling menonjol adalah perkembangan organ-organ seksual yang primer maupun sekunder. Perubahan internal misalnya perubahan fungsi-fungsi tubuh, jaringan-jaringan dan kelenjar-kelenjar, yang mencapai kematangannya. Remaja putri mendapat menstruasi pertama (menarch) dan remaja putra mengalami mimpi basah.

Pada awalnya perubahan ini belum proporsional, misalnya perkembangan anggota-anggota tubuh (lengan, tungkai) lebih cepat. Tindak tanduk remaja awal tampak canggung, karena mereka belum dapat mengontrol tubuh yang berubah dengan cepat tersebut. Usia terjadinya pertumbuhan fisik ini berbeda-beda pada setiap remaja, dan putra juga berbeda dengan putri.

Banyak remaja yang tidak puas dengan pertumbuhan fisik mereka, seperti proporsi tubuh yang tidak sesuai dengan keinginan, munculnya jerawat-jerawat dan sebagainya. Remaja sadar bahwa penampilan fisik penting dalam relasi sosial, sehingga mempengaruhi kepribadian mereka juga.

b. Perkembangan intelektual

Intelektual remaja berkembang dengan pesat. Pemikiran mereka sudah mulai kritis. Jika pada masa kanak-kanak individu berpikir secara konkrit, maka pemikiran remaja lebih banyak bersifat abstrak. Bila dihadapkan pada suatu permasalahan, ia cukup mampu untuk mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang ada, melihat dari berbagai sudut pandang dan mempertanggungjawabkan penyelesaiannya berdasarkan hipotesis-hipotesis dan pernyataan-pernyataan yang ada.

Bila selama ini mereka menerima begitu saja nilai-nilai yang mereka dapatkan tanpa pertanyaan, maka sekarang remaja mulai mengevaluasi ulang nilai-nilai tersebut. Mereka juga mulai menilai orang tua, sekolah, masyarakat, sistem pemerintahan dan lain-lain. Anak-anak melihat orang tua mereka sebagai orang yang sempurna, hebat dan tanpa cacat, tetapi remaja melihat orang tua mereka banyak kekurangan. Dengan harapan mereka yang idealis, dan penilaian yang kadang-kadang terlalu kritis, seringkali remaja tidak dapat menerima kekurangan-kekurangan ini.

c. Perkembangan agama dan moral

Remaja menaruh banyak minat terhadap agama, mereka ingin mendapatkan pegangan untuk kehidupan mereka masa sekarang dan masa yang akan datang. Memang remaja mulai meragukan keyakinan-keyakinan yang selama ini telah mereka terima. Ini bukan berarti bahwa mereka cenderung menjadi atheis, tetapi remaja tidak ingin menerima konsep-konsep itu begitu saja. Mereka ingin menerima sesuatu yang bermakna bagi diri mereka sendiri dan ingin memutuskan berdasarkan kehendak mereka yang mandiri. Dalam beberapa hal remaja kecewa terhadap agama yang terorganisasi, yang dianggap tidak dapat memberi jawaban yang memuaskan. Remaja juga membandingkan kepercayaan yang ia terima dari orang tuanya dengan kepercayaan-kepercayaan lain. Masa remaja merupakan usia yang rawan untuk menjadi "mangsa" kultus-kultus ekstrim, terlebih lagi jika selama ini mereka tidak mendapat dasar yang kuat.

Perkembangan moral berkaitan dengan perkembangan intelektual yang berkembang pesat, di mana dapat menimbang-nimbang berbagai konsep. Remaja mulai belajar mengendalikan tingkah lakunya sendiri, memiliki norma-norma yang ia yakini sendiri, bukan lagi dikendalikan oleh norma-norma dari luar/orang tua. Mengendalikan tingkah laku sendiri ini bukan hal yang mudah dan banyak orang muda yang baru dapat menyelesaikannya pada masa dewasa.

4. Bahaya-Bahaya pada Masa Remaja

Dengan ciri-ciri perkembangan remaja yang khusus dan adanya kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi, remaja rawan untuk mengalami masalah-masalah yang juga khas remaja. Selain faktor remaja itu sendiri, faktor sosial masyarakat juga membawa pengaruh bagi masalah-masalah remaja. Perubahan sosial masyarakat yang cepat, arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat menambah kebingungan remaja yang dituntut untuk menyesuaikan diri dengan cepat. Perkembangan media audiovisual dan elektronika, seperti televisi, video, komputer dan internet membawa pengaruh yang seringkali tidak diharapkan.

Faktor yang berpengaruh besar juga pada remaja adalah faktor-faktor dalam keluarga, seperti keutuhan dan keharmonisan, pendidikan dalam keluarga dan sebagainya. Pengaruh dari keluarga yang diterima selama masa anak-anak yang kemudian dilanjutkan pada masa remaja relatif menetap pada kepribadian individu sepanjang masa hidupnya. Keluarga memberikan dasar yang kuat untuk sikap dan tingkah laku remaja di luar lingkungan rumah. Remaja dari keluarga yang tidak utuh, tidak harmonis, tidak ada penerimaan yang sehat, pencurahan kasih sayang dan disiplin orang tua yang tidak seimbang dan sebagainya, lebih sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Remaja dapat jatuh pada masalah-masalah kenakalan remaja, masalah-masalah seksual, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, masalah-masalah emosi, tertarik pada kebatinan, okultisme dan sebagainya. Kenakalan remaja merupakan tingkah laku yang bersifat pelanggaran hukum atau pelanggaran nilai-nilai moral, misalnya perjudian, perkelahian, tawuran, menjadi perek, membolos, kabur dari rumah dan lain-lain. Remaja dapat melakukan sendiri atau berkelompok. Masalah-masalah seksual muncul pada masa remaja karena perkembangan psikoseksual yang aktif dan mulai bekerjanya hormon-hormon seksual. Masalah-masalah seksual yang dapat muncul adalah membaca/menonton buku/film porno, hubungan seksual sebelum menikah, homoseksual/lesbian, mengunjungi WTS dan sebagainya. Remaja juga rawan terhadap penyalahgunaan alkohol/obat-obatan. Pengaruh tekanan kelompok dan banyaknya masalah-masalah yang lain mendorong remaja untuk menggunakan alkohol.

 MEMBIMBING REMAJA

1. Prinsip-Prinsip Umum

Seperti telah disebutkan di atas, masa remaja merupakan masa di mana seorang anak belajar menjadi dewasa. Dewasa berarti dapat berdiri sendiri, bukan secara fisik, tetapi lebih mempunyai arti emosional, misalnya mempunyai pendapat-pendapat sendiri dan dapat mengambil keputusan sendiri. Selama masa anak-anak mereka bergantung pada orang tua dan orang dewasa lain, dan untuk melepaskan diri dari keterikatan tersebut diperlukan usaha yang besar pada awalnya. Hal ini dapat diumpamakan seperti memisahkan dua buah magnet yang saling menempel. Seringkali usaha remaja tersebut makin diperbesar dengan sikap orang tua/orang dewasa yang merasa anak-anak mereka masih ingusan dan masih seperti dulu. Orang tua masih ingin mengatur dan sulit mengerti bahwa anak-anak tersebut berusaha menjadi seorang individu. Remaja berusaha untuk bertingkah laku seperti orang dewasa dan ingin disebut dewasa. Salah satu hal yang dapat membuat remaja marah adalah sebutan anak kecil. Dengan segala usaha tersebut tampaknya remaja selalu menghindar atau menentang orang tua/orang dewasa. Mereka sering mengkritik dan seringkali timbul pertentangan-pertentangan di rumah/sekolah. Dibalik penampilan remaja yang tampaknya sulit didekati, sebenarnya hati kecil mereka menginginkan perhatian, kasih dan bimbingan dari orang tua/orang dewasa. Mereka belum dapat terlepas sama sekali dari ketergantungan pada orang tua, dan masih memerlukan pemenuhan emosional dari orang tua. Banyak remaja yang ingin bisa bercakap-cakap dengan orang tua mereka, tetapi banyak hambatan yang menghalangi. Sebagian hambatan-hambatan tersebut berasal dari orang tua/orang dewasa sendiri.

Bimbingan yang diperlukan dan diinginkan oleh remaja bukanlah berupa ide-ide yang dipaksakan atau perintah/nasihat satu arah, tetapi bimbingan yang mengarahkan mereka, sehingga mereka bebas memilih dengan cara mereka sendiri. Remaja tidak puas dengan peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, tanpa penjelasan yang dapat mereka terima. Remaja akan memberontak bila dihadapkan dengan pemaksaan.

Untuk membuka pintu komunikasi dengan remaja, orang tua dan orang-orang dewasa lain perlu mempraktekkan kasih yang tidak bersyarat, yaitu kasih yang tidak tergantung pada penampilan, kemampuan, tingkah laku dan apapun yang ada pada diri remaja tersebut. Pada dasarnya ini adalah kasih ilahi (agape) (Ul 7:7-8; Rm 5:8). Tuhan mengasihi kita bukan berdasarkan kualitas-kualitas positif yang kita miliki, tetapi walaupun kita berdosa dan tidak pantas untuk dikasihi, Tuhan tetap menerima kita. Kasih ini bukan berarti bahwa kita menyetujui semua tindakan orang yang kita kasihi, tetapi kita mengasihi dia karena dia adalah manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Kita mengasihi dia karena Tuhan mengasihi dia dan mati untuk dia juga. Kasih ini tidak memaksa orang yang dikasihi untuk berubah, tetapi percaya juga bahwa ia dapat berubah. Kasih inilah yang harus kita berikan kepada orang lain, khususnya dalam hal ini remaja-remaja kita. Dengan mempraktekkan kasih tak bersyarat ini remaja juga akan lebih mengerti tentang kasih Allah.

Sayangnya, kasih semacam ini sudah semakin langka, bahkan dalam keluarga dan lembaga-lembaga Kristen. Orang tua lebih menyayangi anak-anak yang sifatnya menyenangkan, guru sayang kepada murid-murid yang pintar dan baik. Mungkin di gereja juga demikian. Bagaimana dengan anak-anak yang nakal? Karena mereka dapat merasakan bahwa mereka tidak dikasihi, maka tindakan mereka semakin negatif, yang membuat orang lain makin membenci mereka, dan demikian seterusnya, menjadi lingkaran setan yang tidak ada habis-habisnya. Siapakah yang dapat memutuskan lingkaran setan ini, kalau bukan Tuhan sendiri? Memang manusia tidak mempunyai kekuatan untuk mengasihi, tetapi dengan doa dan anugerah Tuhan, Ia akan memampukan. Sebenarnya tingkah laku anak dan remaja sebagian adalah refleksi dari perlakuan orang tua dan orang-orang lain terhadapnya. Anak yang dikasihi lebih mudah untuk mengasihi dan bertingkah laku baik. Sebaliknya, anak-anak yang diperlakukan tidak baik cenderung memantulkan kembali perlakuan tersebut dalam tingkah lakunya. Pernyataan di atas pada umumnya benar, walaupun ada faktor-faktor lain, seperti dosa dan pembawaan anak itu sendiri.

Kasih tak bersyarat dapat dipraktekkan dengan sikap, tindakan dan kata-kata yang dapat diartikan sebagai penerimaan, misalnya sikap dan ekspresi wajah yang ramah, tidak menjauhi, mau mengerti dan mendengarkan ucapan-ucapan mereka, tidak membandingkan dengan orang lain, kata-kata yang memberi dorongan dan bukan hanya komentar-komentar negatif, kritik dan lain-lain. Bila ada tindakan remaja yang kita pandang salah, janganlah langsung menghakimi, memarahi, menyalahkan atau memberi nasihat panjang lebar. Umumnya remaja tidak dapat menerima perlakuan demikian. Hasilnya bukanlah akibat positif seperti yang kita harapkan, tetapi sebaliknya remaja merasa diperlakukan tidak adil dan menentang, baik secara terus terang atau sembunyi-sembunyi. Remaja yang tidak berani mengungkapkan ketidaksetujuannya secara langsung dapat melakukan tindakan-tindakan yang negatif untuk menyatakan kemarahannya. Tindakan menghakimi juga akan menutup mata komunikasi dengan remaja. Remaja yang merasa disalahkan mungkin tidak mau lagi berbicara atau menghindar dan tidak akan percaya lagi kepada kita untuk membicarakan masalah-masalahnya. Sebaiknya, mintalah remaja tersebut bercerita dari sudut pandangnya sendiri. Berusahalah untuk memahami remaja tersebut, dan cobalah untuk mengerti dia dari posisinya.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, remaja membutuhkan bimbingan yang mengarahkan. Orang tua/orang dewasa dapat membantu remaja untuk memperoleh pengertian yang ia tentukan sendiri (insight). Caranya adalah dengan banyak bertanya atau berdiskusi, bukan sekedar memberi tahu. Sebenarnya remaja juga memiliki prinsip-prinsip, norma-norma dan pemikiran-pemikiran yang baik. Orang dewasa mungkin akan heran bila mendengar pendapat-pendapat mereka yang luar biasa, hanya sayangnya banyak orang tua/orang dewasa yang tidak mempunyai waktu untuk mendengarkan mereka. Bila membimbing remaja, orang dewasa dapat menggali unsur-unsur yang positif pada remaja, mengajak mereka untuk berpikir luas dan mengasah kepekaan mereka. Kita dapat mengajukan fakta-fakta, nasihat yang positif lalu tanyakan pendapat mereka, ajak mereka melihat suatu masalah dari sudut orang lain. Biarkan mereka mengungkapkan pendapat tentang segi-segi positif dan negatif dalam suatu pemecahan masalah. Beri kesempatan remaja untuk mengambil kesimpulan dan keputusannya sendiri. Dengan pengarahan yang kita lakukan -- tentu disertai doa -- penulis yakin bahwa remaja tersebut dapat mengambil keputusan yang benar. Setidaknya kita telah menyerahkannya kepada Tuhan untuk bekerja lebih lanjut.

2. Saran Untuk Orang Tua

Ketika Tuhan membentuk keluarga, tentu Tuhan mempunyai maksud tertentu. Salah satu tugas orang tua yang penting adalah mendidik anak-anak yang telah dipercayakan kepada mereka, untuk menjadi manusia yang dewasa secara rohani maupun mental (Ul 4:9, 11,19; Ef 6:4), menjadi dewasa bukan berarti besar dan sehat secara fisik saja. Banyak orang tua yang sudah merasa puas bila sudah membesarkan anak-anak mereka, mencukupi dengan materi dan menyekolahkan mereka di sekolah yang bergengsi. Memang hal-hal ini bisa langsung kelihatan, tetapi justru membina yang tidak kelihatan itu yang sulit. Anak-anak bukan tanaman yang hanya perlu di siram untuk menjadi besar. Untuk mendapatkan pohon yang baik pun butuh banyak waktu dan perhatian: perlu disiangi, diberi pupuk, di semprot insektisida, dan lain-lain. Apalagi mendidik anak-anak! Untuk membesarkan anak-anak butuh waktu dan perhatian khusus, perlu banyak pengorbanan kepentingan orang tua. Membesarkan anak harus menjadi prioritas orang tua, dan tidak dapat dianggap sebagai selingan saja. Apa artinya bila kita memiliki segala sesuatu yang kita inginkan, tetapi kehidupan anak-anak kita kacau? Seperti harta yang sangat berharga, anak-anak membutuhkan penanganan yang tepat.

Orang tua adalah orang-orang yang paling berarti (significant person) bagi remaja. Ayah dan ibu adalah orang-orang yang paling berpengaruh dalam kehidupan seorang anak. Walaupun remaja dikelilingi oleh pengaruh-pengaruh dari luar, seperti teman-teman, sekolah, televisi, internet dan lain-lain, pada kenyataannya orang tua dan keluarga tetap mempunyai pengaruh yang paling besar. Pola asuhan orang tua terhadap anak dan pola interaksi anggota keluarga membentuk pola tingkah laku anak yang membentuk kepribadiannya. Remaja yang hubungan dengan orang tuanya baik dan mendapat pendidikan yang baik di rumah, biasanya tidak mudah terbawa pengaruh negatif lingkungan. Kedudukan yang istimewa ini memberikan keuntungan kepada orang tua sekaligus tanggung jawab yang besar.

Penulis ingin menekankan peran seorang ayah. Biasanya pengasuhan anak diserahkan kepada ibu, dan ayah mengkonsentrasikan diri pada pencarian nafkah. Sebenarnya peran ayah cukup besar, terutama untuk anak laki-laki. Melalui identifikasi dengan ayahnya, anak laki-laki belajar bagaimana menjadi seorang pria. Tanpa kehadiran seorang ayah, anak laki-laki akan mengalami kesulitan. Peran ayah ini dilanjutkan ketika anak-anak meningkat dewasa, bahkan remaja putri pun memerlukan ayahnya untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan lawan jenisnya.

 BEBERAPA SARAN

a. Kasihilah putra putri Anda

Seperti telah disebutkan, walaupun remaja sedang belajar untuk berdiri sendiri, kebutuhan mereka untuk dikasihi tidak berkurang. Sebenarnya tidak dapat diragukan bahwa orang tua mengasihi mereka, hanya banyak orang tua yang tidak tahu bagaimana caranya. Seringkali tindakan orang tua membuat anak merasa bahwa mereka tidak mengasihi, remaja menilai kasih orang tua dari tindakan mereka, lebih daripada kata-kata yang diucapkan. Kasih Anda baru memiliki arti bagi remaja bila mereka juga dapat merasakannya. Remaja memerlukan kasih tak bersyarat yang telah dibahas di atas. Orang tua perlu menyediakan waktu bagi anak untuk bercakap-cakap dan memberi perhatian. Perhatian bisa mempunyai bermacam-macam bentuk. Ada orang tua yang selalu memperhatikan kesalahan-kesalahan anaknya, ada yang hanya memperhatikan hal-hal khusus (misalnya prestasi sekolah, kesehatan), ada juga yang selalu ingin tahu setiap tindakan anak remajanya sehingga anak merasa tidak mempunyai privacy. Tentu saja bukan perhatian seperti ini yang remaja harapkan. Perhatian yang diharapkan adalah perhatian yang timbul dari kasih yang tulus, yang benar-benar mengharapkan kesejahteraan si remaja itu sendiri. Bentuknya bisa berupa sapaan, dorongan, pujian, kesediaan untuk mendengar, dan bisa juga berupa larangan. Kasih bukan berarti memberikan semua yang anak minta; tetapi tahu yang terbaik bagi anak.

b. Binalah hubungan yang harmonis antara suami istri

Hubungan pernikahan yang baik antara suami istri memberikan rasa aman pada anak dan remaja, serta menciptakan suasana yang nyaman dalam keluarga. Remaja yang mengetahui orang tua mereka saling mengasihi mempunyai pandangan yang positif terhadap diri sendiri. Komunikasi orang tua yang baik juga memberi contoh bagi remaja yang sedang berangkat dewasa untuk hubungan yang baik dengan pasangan mereka di kemudian hari. Pertengkaran suami istri, saling mengejek, saling berusaha mendapatkan simpati anak, dan puncaknya pada perceraian, akan membawa efek yang merusak bagi anak. Gangguan ketika anak sedang dalam pertumbuhan, membawa akibat yang sulit dihilangkan sampai mereka dewasa. Bila pernikahan Anda mengalami masalah, sebaiknya segera diselesaikan, dan bila perlu dapat meminta bantuan ahlinya.

c. Milikilah pengendalian diri

Remaja yang dalam masa yang membingungkan mungkin melakukan hal-hal yang mengesalkan orang tua, misalnya uring-uringan, selalu menentang, mencari-cari bahan pertengkaran dan sebagainya. Dalam keadaan yang demikian janganlah terpancing, sehingga emosi orang tua juga meningkat. Penting bagi orang tua untuk tetap tenang. Ingatlah bahwa mereka dalam keadaan emosi yang belum stabil, sehingga kata-kata dan tindakannya tidak perlu dimasukkan ke dalam hati. Bila orang tua tidak dapat mengendalikan diri, penghargaan anak terhadap orang tua akan berkurang, akan sulit baginya untuk menghampiri orang tua dan mendorong mereka untuk lari kepada teman-teman sebaya mereka, yang pengaruhnya bisa negatif. Tunggulah sampai emosi remaja mereda dan ajak mereka bicara secara rasional. Tindakan orang tua yang demikian akan menjadi contoh bagi remaja untuk menyelesaikan masalah secara rasional juga.

d. Melepas anak remaja secara emosional

Pada dasarnya manusia senang bila merasa diperlukan dan penting bagi seseorang. Perasaan seperti inilah yang dirasakan oleh orang tua, terutama ibu, ketika anak-anak mereka masih kecil dan sangat bergantung kepada mereka. Ketika anak memasuki masa remaja dan mulai melepaskan diri, mungkin orang tua merasa terkejut. Mereka sulit menerima bahwa anak-anak yang tadinya manis-manis itu berusaha untuk menjauh, menjadi seorang pribadi yang berdiri sendiri. Orang tua merasa akan kehilangan mereka. Walaupun cukup mengejutkan, orang tua harus rela melepaskan mereka dan tidak lagi mengontrol mereka. Justru orang tua harus membantu remaja untuk dapat mandiri. Bila orangtua berusaha mengikat terus, anak-anak mereka tidak dapat menjadi pribadi yang dewasa. Sebetulnya anak tidak akan lepas hubungan sama sekali dengan orang tua, tetapi bila telah tercapai keseimbangan, orang tua dan anak akan memiliki hubungan baru yang indah, antara dua orang dewasa.

e. Menjadi teladan rohani

Orang tua diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk mendidik anak-anak mereka agar mengenal Tuhan dan dewasa di dalam Kristus. Orang tua tidak dapat melepaskan tanggung jawab ini dan menyerahkan pendidikan rohani pada pelayan-pelayan Tuhan di gereja, yang hanya bertemu seminggu sekali. Lagi pula pengaruh rohani yang paling besar adalah dari orang tua. Orang tua dapat menjadi pembimbing rohani yang baik bila mereka mempunyai keyakinan yang teguh akan firman Tuhan dan bila anak dapat menerima keyakinan orang tuanya tersebut bagi dirinya sendiri. Hal ini baru dapat dicapai bila anak merasa bahwa orang tua mengasihi mereka, dan mereka dapat melihat contoh kehidupan rohani yang nyata di rumah. Bila remaja menilai bahwa orang tua mereka munafik, mereka tidak saja akan menentang orang tua, tetapi lebih buruk lagi mereka mungkin menjauhi Tuhan dan gereja juga.

 SARAN UNTUK KONSELOR

Bila Anda diserahkan tanggung jawab untuk membimbing remaja di gereja atau di lembaga-lembaga lain, tugas Anda cukup menantang, cukup berat tetapi menarik. Dibandingkan dengan anak-anak Sekolah Minggu yang manis-manis, remaja tidak begitu mudah untuk dibimbing. Kadang-kadang emosi mereka meninggi, kadang-kadang mereka menentang, kadang-kadang terjadi keributan-keributan di kelas dan sebagainya. Tetapi di sisi lain ternyata mereka juga dapat diarahkan, mempunyai kepekaan yang tinggi akan masalah-masalah rohani dan dapat sungguh-sungguh mengasihi Tuhan; sehingga kita merasa bahwa pelayanan itu tidak sia-sia.

Seperti telah diuraikan di atas, orang tua dan keluarga adalah faktor yang paling berpengaruh bagi seorang remaja. Walaupun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa pelayanan remaja di gereja/lembaga lain kurang berarti. Pelayanan besar sekali artinya karena telah mengkhususkan diri pada persoalan-persoalan sekitar remaja, lagipula jarang kita temui keluarga ideal yang dapat memenuhi semua kebutuhan remaja. Dalam keadaan di mana orang tua kurang mampu menjalankan fungsinya sebagai orang tua, pembimbing dapat menggantikannya, dalam arti membantu masalah kerohanian dan emosional remaja. Untuk membimbing remaja butuh kedewasaan dan panggilan Tuhan. Kadang-kadang penulis bertemu dengan pekerja-pekerja yang ingin melayani remaja, karena remaja itu "lucu-lucu" dan senang bergaul dengan mereka. Bila motif pelayanan kita adalah untuk kesenangan sendiri seperti ini, bagaimana kita dapat bertahan dalam kesulitan dan bagaimana pelayanan tersebut dapat berkembang? Setiap jenis pelayanan memerlukan kemurnian hati dan pimpinan Roh Kudus.

Ada berbagai metoda untuk membimbing remaja. Yang akan dibahas di sini khusus mengenai konseling. Pelayanan secara klasikal (untuk banyak orang) penting, tetapi biasanya kurang dapat mendalam; sedangkan konseling diarahkan khusus untuk satu pribadi, sehingga dapat lebih mendalam. Masing-masing bentuk pelayanan memiliki tempatnya sendiri-sendiri. Uraian di bawah ini masih terbatas, jadi bila Anda terpanggil untuk menjadi konselor, sebaiknya Anda mempelajari bahan-bahan lain juga dan banyak berlatih.

 BEBERAPA HAL YANG PENTING UNTUK KONSELOR

a. Adanya kepercayaan

Syarat pertama untuk hubungan antara konselor dengan konseli (orang yang dibimbing) adalah adanya kepercayaan. Konseli hanya akan datang dan menceritakan masalahnya pada orang atau konselor yang ia percayai. Oleh sebab itu, penting bagi seorang konselor untuk dapat dipercaya. Sebelum datang pada konselor, seorang yang ingin dibimbing telah memperhatikan kehidupan konselor. Ia akan mencoba-coba pada pertemuan pertama dan mungkin masih ragu-ragu hingga pertemuan selanjutnya. Bila suatu saat mereka mendapati konselor tidak dapat dipercaya, mereka akan berhenti. Menjadi konselor yang dapat dipercaya berarti dapat menyimpan rahasia. Dapat dipercaya juga berarti memiliki kualitas-kualitas pribadi dan sikap yang positif selama proses konseling.

b. Hubungan yang baik

Yang remaja butuhkan adalah konselor yang sungguh-sungguh mempedulikan, menghargai mereka sebagai pribadi, menerima apa adanya, percaya akan kualitas positif yang mereka miliki. Pada intinya, memiliki kasih yang tidak bersyarat (lihat sub bab "Prinsip-Prinsip Umum). Remaja yang dihargai akan memandang dirinya berharga dan orang yang memandang dirinya berharga akan melakukan hal-hal yang berharga pula. Hubungan yang baik dengan konselor dan waktu konselor yang diberikan membuat remaja yakin bahwa mereka benar-benar berharga.

c. Mendengarkan

Manusia cenderung lebih senang berbicara daripada mendengarkan. Ketika mendengar pun ia cenderung mendengar menurut keinginan sendiri, tidak sungguh-sungguh mendengarkan orang yang sedang berbicara itu. Kecenderungan ini harus dikendalikan dalam proses konseling. Yang penting dalam konseling bukanlah berbicara atau memberi nasihat -- justru itu harus dikurangi -- tetapi mendengar dengan baik. Mendengar dengan baik berarti memusatkan perhatian pada konseli, membiarkan dia berbicara, tidak berusaha mencari tahu hal-hal yang ingin konselor ketahui serta dapat menangkap apa yang sebenarnya ingin konseli katakan. Konselor dapat memberikan respon yang tepat, misalnya dengan mengangguk, bertanya lebih lanjut, mencocokkan maksud sebenarnya dengan apa yang kita tangkap dan sebagainya. Konselor jangan sibuk dengan dirinya sendiri, misalnya berpikir bagaimana pandangan konseli terhadap dirinya, komentar apa yang harus dikatakan. Konselor juga tidak perlu memaksa konseli untuk berbicara. Biarkan ia sendiri merasa leluasa untuk berbicara.

d. Empati

Empati adalah salah satu syarat untuk menjadi konselor yang baik. Empati tidak sama dengan simpati, yang berarti perasaan mengasihani. Empati berarti dapat menempatkan diri pada kedudukan konseli, dapat mengerti apa yang dia rasakan, dapat melihat dari sudut pandangnya walaupun belum tentu menyetujui tindakannya. Namun empati tidak berarti larut dalam masalahnya. Dengan empati, konselor tidak akan cepat menghakimi, tidak akan menganggap masalah konseli kecil. Ada bahaya kalau konselor terlalu melibatkan diri secara emosional. Hal itu tidak baik bagi konselor maupun konseli. Konselor harus dapat memisahkan dirinya sendiri dari permasalahan tersebut dan melihatnya sebagai objek yang harus dipecahkan. Sikap seperti ini yang membuat konselor dapat menjadi konselor yang baik tetapi tidak menjadi pusing.

e. Tujuan akhir konseling

Membimbing remaja bukan berarti mengambil keputusan untuk dia dan selalu siap membantu dalam setiap permasalahannya. Tujuan akhir konseling adalah menjadikan konseli seorang yang dapat berdiri sendiri dan bergantung hanya pada Tuhan (bukan pada konselor). Ada bahaya jika remaja ingin bergantung pada konselor dan juga ada bahaya jika konselor ingin agar konseli tetap bergantung padanya. Ada konselor yang merasa dirinya berharga bila ia dibutuhkan, jadi sebenarnya konselor yang membutuhkan konseli! Hal ini harus dihindarkan. Proses konseling tidak akan berlangsung selamanya dan suatu saat harus dihentikan, walaupun di saat perlu konseli dapat menghubungi konselor kembali. Ingatlah bahwa konselor tidak mempunyai hak untuk membuat keputusan bagi konseli. Keputusan apapun yang diambil ada pada konseli sendiri. Konselor hanya boleh memberikan bahan-bahan pertimbangan. Hidup konseli adalah tanggung jawabnya sendiri di hadapan Tuhan.

 DAFTAR KEPUSTAKAAN

Campbell, Ross. How to Really Love Your Teenager. Wheaton: Victor, 1983.

George, Rickley L. & T.S. Cristiani, Theory, Methods, and Processes of Counseling and Psychoterapy. Englewood: Prentice-Hall, 1981.

Gunarsa, Singgih D., Y. Singgih Gunarsa, Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979.

------, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia 1991.

Hurlock, Elizabeth B., Adolescent Development. Tokyo: McGraw-Hill, 1973.

------, Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1993.

Jersild, Arthur T. et.al. The Psychology of Adolescence. New York: Macmillan, 1978.

Lamanna. Mary Ann, Agnes Riedmann, Marriages and Families. Belmont: Wadsworth, 1985.

Meier, Paul D. et.al., Introduction to Psychology and Counseling. Grand Rapids: Baker, 1988.

Papalia, Diane E., Sally Wendkos Olds, Human Development. New York: McGraw-Hill, 1986.

Sanders, Bill, Dari Remaja Untuk Orang Tua. Bandung: Kalam Hidup, 1995.

Skoglund, Elizabeth, Can I Talk to You. Glendale: GPL, 1977.

Supangkat, Jim, "Luka-Luka Tak Tersembuhkan" Tempo 18 Februari 1989.

Thornburg, Hershel D., Development in Adolescence. Monterey: Brooks/Cole, 1982.



TIP #24: Gunakan Studi Kamus untuk mempelajari dan menyelidiki segala aspek dari 20,000+ istilah/kata. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA