Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 13 No. 1 Tahun 1998 >  FEMINISME: SUMBANGSIH DAN KRITIK > 
2. FEMINISME DAN PANDANGAN ALKITAB 

Tempat bagi wanita dalam keluarga, masyarakat, dan Gereja telah mendapat perhatian khusus para ahli dan masyarakat pada awal abad ke-20 ini. Kalau orang Kristen memahami konsep Alkitab tentang wanita, pasti tidak perlu ada gerakan feminisme dalam masyarakat Kristen, khususnya dalam Gereja. Alkitab telah memaparkan kedudukan perempuan yang layak dan posisi yang proporsional dan profesional.

Di tengah masyarakat Yahudi, kedudukan wanita masih tetap direndahkan, bahkan disamakan dengan budak dan orang berdosa. Wanita adalah manusia yang tidak sempurna. Tapi menurut Alkitab tidak demikian. Alkitab selalu menyebut wanita adalah perempuan; ini yang berkaitan dengan tugas dan kewajibannya, sebagai mitra penguasa bersama dengan laki-laki; di samping itu juga memiliki peran reproduktif, "ibu dari semua yang hidup" (Kej 3:22).

Menurut Kejadian 1:26-27, manusia telah diciptakan oleh Allah sebagai gambar-Nya. Dilihat dari proses penciptaan dunia ini, manusia mempunyai sejarah dan proses penciptaan yang berbeda dengan ciptaan Allah lainnya. Bahkan Kejadian menyaksikan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah. Dari ungkapan ini, dapat ditafsirkan bahwa eksistensi dan identitas tersebut berkaitan erat dengan kekuasaan yang dimiliki, juga dengan pikiran dan sifat-sifat yang ada di dalam tubuh manusia. Namun yang lebih dalam dan jauh dari hal-hal ini adalah hubungannya yang tersembunyi di antara manusia dan Khaliknya. Dari proses penciptaan dapat dilihat hal-hal yang khusus, seperti Allah menghembuskan nafas-Nya ke dalam hidungnya (Kej 2:7). Hal ini jelas menunjukkan hubungan yang sangat pribadi, mendalam dan rahasia, yang sulit diterjemahkan dalam bahasa manusia.1285 Dalam Kejadian 1, Allah tidak membedakan manusia antara laki-laki dan perempuan keduanya diciptakan oleh Allah dalam keadaan sama derajat, sejajar, dan sama nilai di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih penting dan kurang penting, tidak ada istilah yang satu lebih tinggi daripada yang lain. Bahkan tidak ada penjelasan bahwa laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dan sebaliknya. Kepada manusia laki-laki dan perempuan Allah memberikan tugas untuk berkuasa atas ciptaan Allah yang lain. Maka kaum laki-laki dan perempuan perlu bekerjasama serta melakukan segala tugas yang dipercayakan oleh Allah kepada mereka. Dalam Kejadian 2, penciptaan laki-laki dan perempuan diberi penjelasan yang lebih rinci. Perempuan diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk laki-laki, perempuan juga diciptakan untuk laki-laki. Tujuan Allah menciptakan perempuan adalah menjadikan penolong bagi laki-laki. Walaupun demikian sekali-kali perempuan tidaklah lebih rendah daripada laki-laki.

Tujuan ke depan penciptaan perempuan ialah menyempurnakan seluruh ciptaan Allah. Dapat dimengerti bahwa Allah menciptakan perempuan dengan kemampuan khusus, sehingga laki-laki dan perempuan akan hidup selaras dan saling melengkapi. Kejadian 2 menyatakan bahwa sebelum menciptakan perempuan, Allah telah melarang manusia memakan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Ini tidak berarti bahwa perempuan tidak mengetahui larangan Allah tersebut.1286 Alkitab menjelaskan juga bahwa sesudah manusia jatuh ke dalam dosa, mereka (laki-laki dan perempuan!) diusir dari taman Eden, tempat di mana sebelumnya mereka mengalami hidup yang harmonis, baik dengan Allah maupun hubungan suami istri pertama di dunia ini. Perempuan mendapat ganjaran atas pelanggarannya, yakni mengalami susah payah di saat ia mengandung dan kesakitan saat melahirkan anak. Tetapi perempuan seperti itu masih tetap birahi terhadap suaminya (Kej 3:16). Inilah permulaan kisah di mana laki-laki tampak "berkuasa" atas perempuan. Tetapi perjanjian akan adanya kelepasan, kebebasan, dan keselamatan juga diberikan oleh Allah melalui perempuan (Kej 3:15).

Perkembangan selanjutnya dalam Perjanjian Lama mencatat bahwa ada beberapa wanita yang "dipercayai oleh Allah" maupun masyarakat untuk menjadi pemimpin. Mereka berperan baik di bidang politik maupun kerohanian. Walaupun struktur bangsa Israel tidak memungkinkan wanita berperan secara aktif apalagi tampil ke depan sebagai pemimpin; bagi Allah tidaklah demikian. Allah tetap pada prinsip bahwa pria dan wanita sama di hadapan-Nya, sehingga Ia mengangkat kembali martabat perempuan di khalayak bangsa Israel. Di tengah-tengah bangsa pilihan, Allah telah menampilkan para wanita sebagai pemimpin. Misalnya:

MIRYAM. Keluaran 2:3-4 mengisahkan tentang seorang gadis pemberani yang menjaga adiknya yang masih bayi di tepi sungai Nil. Dengan lantang ia mengusulkan kepada putri Firaun agar mencari seorang pengasuh dan penyusu untuk si bayi Musa. Pada saat dewasa, bersama dengan Harun dan Musa adik-adiknya, ia menjadi pemimpin (Mi 6:4), dan bergelar nabiah (Kel 15:20).

DEBORA. Menurut Hak 4:4, ia adalah seorang nabiah sekaligus hakim yang memberi nasihat dan keadilan kepada umat Israel. Ia sangat termasyhur bukan hanya dalam hal keadilan, tetapi juga karunia rohani sebagai nabiah (lihat Hakim-hakim pasal 4). Debora adalah seorang pemimpin yang sangat berwibawa. Barak, panglima perang itu, tidak berani maju jika Debora tidak ikut maju ke medan perempuan. Memang bukan Debora yang langsung memimpin perang, tetapi karena dialah Barak menjadi berani. Jadi, bukankah kepemimpinan Debora telah membuktikan bahwa kemitraan antara kaum pria dan wanita bersifat saling melengkapi?

HULDA. Dalam 2Raj 22:14, 2Taw 34:22 disebutkan seorang nabiah yang sangat dihormati pada zaman Raja Yosia. Ia dengan berani memberitakan baik hukuman Allah alas Yerusalem, maupun pengampunan Allah bagi raja dan rakyatnya. Hulda betul-betul berwibawa di hadapan raja, para pemimpin Yehuda lainnya, serta rakyat di Yerusalem. Singkatnya, Hulda tampil sebagai pemimpin rohani yang sangat disegani dan dihormati.

ESTER. Ia adalah seorang ratu yang cantik jelita, gadis yatim piatu anak angkat Mordekhai (Est 2:7). Dalam proses pemilihannya menjadi ratu pengganti Wasti, ia juga mengalami pendidikan dan pelatihan yang tidak mudah. Dalam kapasitasnya sebagai permaisuri raja Ahasyweros, ia tetap mengasihi bangsanya, orang Yahudi yang pada waktu itu menjadi tawanan Persia. Tatkala bangsanya menghadapi ancaman yang mengerikan, ia tampil sebagai pembela dan pahlawan pembebas walaupun nyawanya sebagai taruhannya (Est 7:6).

Di dalam Perjanjian Baru kita bertemu dengan beberapa wanita yang tampil sebagai pemimpin dan juga sebagai pelayan jemaat. Antara lain: Lidya, Priskila, Febe, dan masih banyak lagi nama-nama perempuan yang tercatat sebagai pendukung pelayanan, baik pada masa Kristus juga pada masa Rasul Paulus. (Kis 16:15; 18:2; Rm 16:13; 2Tim 4:19; Luk 8:1-3).

Kenyataan ini membuktikan bahwa Allah tidak pernah membedakan derajat pria dan wanita. Bahkan kalau kita mau jujur, Juruselamat sendiri siap lahir melalui rahim seorang wanita, diasuh dan dididik oleh seorang wanita. Bahkan berita kemenangan atas kematian, yakni kebangkitan-Nya yang menggemparkan itu, diberitahukan untuk pertama kali kepada seorang wanita. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa PB memberi tempat yang layak pada wanita, walaupun pengaruh keyahudian masih terasa sangat kental di dalamnya. Rasul Paulus menegaskan kembali di dalam Galatia 3:28-29, bahwa martabat dan harkat manusia itu sama di hadapan Tuhan. Karya penebusan Kristus membuat perbedaan derajat antara pria dan wanita dihapuskan. Kristus datang menjadi penebus dan penyelamat bagi laki-laki dan perempuan. Dengan demikian pengajaran PB sudah jelas. Kita tidak boleh meragukannya lagi. Jika orang Kristen sudah memahami pengajaran Alkitab secara benar tentang wanita, maka tidak akan ada lagi perdebatan di antara kita sendiri.

Penahbisan terhadap wanita di dalam Gereja mula-mula telah menjadi topik yang sangat hangat. Hal ini juga telah menjadi isu perdebatan pada pertengahan abad ke-20. Agaknya Roma 16:1 mengindikasikan Febe sebagai seorang wanita yang ditahbiskan (didoakan dengan penumpangan tangan) dan langsung terlibat dalam pelayanan jemaat. Penahbisan wanita menjadi pendeta penuh memang sempat menjadi bahan perdebatan di berbagai denominasi gereja. Bahkan sampai saat ini ada beberapa denominasi gereja yang belum menahbiskan wanita menjadi pendeta penuh dengan banyak alasan. Untuk menjadi majelis, penatua, dan diaken tidak pernah ada masalah.

Di lingkungan GKMI (Gereja Kristen Muria Indonesia, anggota PGI yang ke-29), baru ditahbiskan dua orang pendeta wanita setelah gereja tersebut berdiri di Indonesia selama 75 tahun. Perlu diketahui bahwa di lingkungan gereja-gereja mainline lainnya telah banyak dilaksanakan penahbisan kependetaan terhadap diri wanita yang dianggap memenuhi syarat. Walaupun demikian bukan berarti wanita yang sudah ditahbiskan itu berubah dan bersikap seperti pria. Sebaliknya, sudah sepatutnya pendeta wanita tetap feminin dan tampil sebagai pribadi yang memiliki naluri keibuan.



TIP #13: Klik ikon untuk membuka halaman teks alkitab dalam format PDF. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA