(1.00) | (Kol 3:5) |
(full: KESERAKAHAN, YANG SAMA DENGAN PENYEMBAHAN BERHALA.
) Nas : Kol 3:5 Apakah penyembahan berhala itu ?
|
(0.99) | (Kol 2:1) |
(sh: Kekuatan Ilahi dan manusiawi dalam pelayanan Kristen (Minggu, 18 April 2004)) Kekuatan Ilahi dan manusiawi dalam pelayanan KristenKekuatan Ilahi dan manusiawi dalam pelayanan Kristen. Pekerjaan berat yang Paulus lakukan tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan kekuatan dirinya sendiri saja. Paulus sendiri sungguh menyadari hal tersebut. Karenanya Paulus tidak menggantungkan diri pada kekuatan fisiknya tetapi bergantung pada sumber kekuatan sejati yang hanya ada dalam diri Yesus Kristus. Di dalam pelayanan Paulus terlihat pengharapan dan kekuatan yang besar (ayat 1) yang lahir dari imannya di dalam Yesus Kristus (ayat 2). Keyakinan inilah yang Paulus juga tekankan kepada jemaat Kolose yaitu bahwa mereka pun memiliki kekuatan yang sama dengan dirinya karena pengenalan mereka akan rahasia Allah yaitu Kristus yang memberikan kepada mereka segala hikmat dan pengetahuan. Paulus menginstruksikan agar jemaat bersama-sama dengan dia gigih memperjuangkan kebenaran keyakinan mereka tentang Kristus (ayat orang+itulah+AND+book%3A51&tab=notes" ver="">3-5). Berdasarkan kekuatan Ilahi dan keyakinan iman kepada Kristus Paulus berharap jemaat tidak menyimpangkan hidupnya dari Kristus (ayat 6-7). Perikop ini mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan jemaat Tuhan saat ini, masih ada orang Kristen yang sudah menerima Kristus sebagai Juruselamatnya, tetapi hidup menurut keinginan hatinya. Orang-orang seperti itulah yang rentan terhadap ajaran-ajaran yang menyesatkan. Untuk dilakukan: Camkanlah nasihat Paulus yang mengimbau jemaat Tuhan berakar di dalam Dia. "Akar" yang bertumbuh, berkembang lalu berbuah. |
(0.98) | (Kol 1:2) |
(full: SAUDARA-SAUDARA ... YANG PERCAYA ... DI KOLOSE.
) Nas : Kol 1:2 Paulus menulis kepada jemaat Kolose oleh sebab guru-guru palsu telah menyusup ke dalam gereja. Mereka mengajar bahwa penyerahan kepada Kristus dan ketaatan kepada ajaran para rasul tidak memadai untuk mendapat keselamatan penuh. Ajaran palsu ini mencampur "filsafat" dan "tradisi" manusia dengan Injil (Kol 2:8) dan meminta penyembahan para malaikat sebagai pengantara antara Allah dan manusia (Kol 2:18). Para guru palsu ini menuntut pelaksanaan beberapa syarat agama Yahudi (Kol 2:16,21-23) serta membenarkan kekeliruan mereka dengan menyatakan bahwa mereka mendapat wahyu melalui penglihatan-penglihatan (Kol 2:18).
|
(0.98) | (Kol 3:1) |
(sh: Memikirkan perkara "yang di atas" (Rabu, 21 April 2004)) Memikirkan perkara "yang di atas"Memikirkan perkara "yang di atas". Perkara di atas (rohani) adalah perkara-perkara yang mendasar bagi kehidupan di dunia ini. Misal, kalau kita menyadari bahwa roh kita kekal dan satu hari kelak kita harus mempertanggungjawabkan kehidup-an kita kepada Tuhan, maka kesadaran itu akan mempengaruhi cara hidup, gaya hidup, tingkah laku, perkataan, dan pikiran kita. Paulus berkata, karena kita sudah dibangkitkan bersama Kristus, kita harus memikirkan perkara-perkara di atas (ayat 1-2). Kita sudah disatukan dengan Kristus bersama kematian-Nya (ayat 3), maka pikiran dan hati kita harus disesuaikan dengan pikiran dan hati Kristus. Di sini ada proses identifikasi diri dengan Kristus. Hidup kita hanya untuk menyenangkan hati Allah, dan melakukan kehendak Allah, yaitu hal-hal yang mulia dan bernilai kekal. Identifikasi diri dengan Kristus harus mewujud dalam transformasi hidup. Yaitu, perubahan hidup dari hidup duniawi -- semua perbuatan hawa nafsu yang mendatangkan murka Allah (ayat 5-7), dan semua karakter berdosa yang tidak pantas dilakukan oleh orang kudus (ayat 8-9) -- menjadi hidup baru, yang rohani, yang terus menerus diperbaharui semakin menyerupai gambar Allah (ayat 10). Dunia modern semakin menawarkan kegemerlapan dunia malam (dugem) yang penuh dengan pelampiasan hawa nafsu yang menjijikkan. Anda di Jakarta tentu sudah tahu buku yang menghebohkan Jakarta Undercover. Itulah dunia masa kini yang harus kita jauhi. Anak Tuhan harus melakukan proses identifikasi diri dengan Kristus terus menerus dengan cara berdoa dan membaca firman. Hidup kita juga harus ditransformasi terus menerus, dengan menolak melakukan berbagai perbuatan jahat dan digantikan terus menerus dengan perbuatan baik. Yang kulakukan: Meningkatkan kualitas waktu teduh saya, dan mempraktikkan hidup yang kudus, yang berkualitas, dan yang menjadi berkat bagi sesama. |
(0.81) | (Kol 2:9) | (jerusalem: kepenuhan) Arti kata "kepenuhan", Kol 1:19+, di sini dijelaskan dengan kata sifat "jasmaniah" (atau: badaniah) dan kata "keAllahan": di dalam Kristus yang dibangkitkan terkumpullah seluruh dunia ilahi (Kristus sendiri termasuk di dalamnya karena kepraadaanNya dan kemuliaanNya) dan seluruh dunia ciptaan yang langsung (kemanusiaan) atau tak langsung (jagat raya) bersatu dengan Kristus oleh karena inkarnasi dan kebangkitan Kristus: pendeknya segala sesuatunya yang ada, baik yang ilahi maupun yang bukan ilahi, itulah "pemenuhan" yang berdiam dalam Kristus. |
(0.80) | (Kol 2:14) | (jerusalem) Tata hukum yang lama yang melarang dosa akhirnya hanya menghasilkan hukuman mati yang dijatuhkan atas mereka yang melanggar hukum, bdk Rom 7:7+. Justru hukuman mati itulah yang dibatalkan Allah dengan menimpakannya kepada Anaknya sendiri: setelah menjadikan AnakNya "dosa", 2Ko 5:21, "takluk kepada hukum Taurat", Gal 4:4, dan "terkutuk" oleh hukum Taurat, Gal 3:13, Allah menyerahkanNya kepada maut di kayu salib; dengan demikian surat yang berisikan hutang kita dan yang menjatuhkan hukuman atas kita oleh Allah telah dipakukan pada kayu salib dan dihapus sama sekali melalui diri anakNya. |
(0.79) | (Kol 1:15) |
(jerusalem) Dalam dua tahap Paulus menguraikan kedudukan utama Kristus:
1) Dalam tata ciptaan alamiah, |
(0.78) | (Kol 3:22) |
(sh: Etika kerja kristiani (Jumat, 13 Juli 2001)) Etika kerja kristianiEtika kerja kristiani. Pelanggaran terhadap Hak Azasi Manusia seringkali terjadi dari atasan kepada bawahan. Hal yang melatarbelakangi mengapa atasan bersikap demikian sedikit banyak ditentukan bagaimana cara memandang bawahannya. Seringkali atasan menempatkan bawahan hanya sebagai 'barang/milik' yang bisa diperlakukan semaunya, dan bukan sebagai sesama manusia. Atasan merasa dengan uang dan kekuasaan yang dimilikinya, ia bebas memperlakukan bawahannya sekehendak hatinya. Hal ini pun menjadi perhatian Paulus dalam bacaan kita hari ini. Dapat dikatakan bahwa Paulus sedang mengajarkan etika kerja kristiani. Sebagai bawahan, Kristen harus memiliki beberapa karakteristik: ketaatan, ketulusan, dan kesungguhan (ayat 22-23), bukan dengan motivasi ABS (Asal Bapak Senang) tetapi menempatkan Tuhan sebagai fokus pekerjaan, sehingga siapa pun dan bagaimana pun atasan bukanlah ukuran utama bagi kualitas kerja. Di mana pun atasan sedang berada, di hadapan atau di tempat lain, bawahan tetap bekerja dengan kualitas sama, karena motivasi memberikan hasil karya terbaik untuk menyenangkan Tuhan. Demikian pula dengan atasan, Paulus menasihatkan agar mereka tidak berlaku sewenang- wenang seolah memiliki otoritas tertinggi (ayat 1). Kepada atasan ataupun bawahan, Tuhan yang menyediakan upah ataupun ganjaran dengan tanpa memandang muka. Relasi kerja yang benar sesuai dengan etika kerja kristiani adalah apabila atasan dan bawahan masing-masing mengerti tanggung jawabnya, bawahan tidak melampaui apa yang ditetapkan atasan, sedangkan atasan tidak berlaku curang terhadap bawahan. Pelanggaran Hak Azasi Manusia tidak seharusnya terjadi di lingkungan kerja yang memelihara etika kerja kristiani. Karena itulah, rasul Paulus mengingatkan bahwa sesungguhnya kita semua mempunyai tuan di sorga (ayat orang+itulah+AND+book%3A51&tab=notes" ver="">4:1). Dialah yang akan menilai karya kita selama di dunia, upah dan ganjaran diberikan-Nya secara tepat kepada siapa yang layak menerimanya. Renungkan: Setiap Kristen memiliki 2 status: sebagai bawahan atau pun atasan, karena siapa pun kita, akan mempertanggungjawabkan karya hidup kita kepada Tuhan, tuan di atas segala tuan. Tiada alasan bagi Kristen untuk hidup sesuka hati ketika menyadari bahwa fokus hidup Kristen adalah Kristus. |
(0.77) | (Kol 2:6) |
(sh: Jangan biarkan kemenanganmu digagalkan! (Senin, 9 Juli 2001)) Jangan biarkan kemenanganmu digagalkan!Jangan biarkan kemenanganmu digagalkan! Penempatan tradisi agama dan budaya berdampingan dengan iman kristen seringkali menjadi perdebatan seru karena masing-masing pihak tidak memiliki standar yang sama, manakah yang seharusnya ditempatkan lebih tinggi: tradisi budaya ataukah iman kristen? Demi kebaikan bersama seringkali dihalalkan segala cara kompromi dengan meniadakan standar kebenaran dan sebaliknya mengatakan: “asalkan semua pihak merasa puas dan senang karena tidak satu pihak pun merasa dinomorduakan”. Apakah ini dapat dibenarkan? Paulus rupanya melihat masalah ini dalam jemaat Kolose. Kota Kolose adalah tempat bertemunya berbagai tradisi dan kebudayaan, sehingga berpeluang melahirkan berbagai ajaran yang dapat mempengaruhi kekristenan di Kolose. Nampaknya di tengah-tengah jemaat, berkembang berbagai ajaran yang bertentangan bahkan meremehkan ajaran Kristus dan menggoyahkan kepastian iman. Mereka tetap diikat dengan larangan- larangan tertentu yang menyesatkan (ayat orang+itulah+AND+book%3A51&tab=notes" ver="">14, 16, 18). Oleh karena itulah Paulus memberikan peringatan yang tegas dan keras (ayat 8) kepada jemaat yang telah mengenal dan hidup dalam Kristus (ayat 6-7) agar mereka tidak terbawa arus. Kata-kata kerja yang dipakai Paulus (ayat 6-7) menunjukkan bahwa status mereka yang baru harus dihidupi dengan mempertahankan kemenangan iman dalam segala aspek kehidupan, bukan dengan kekuatan sendiri tetapi hidup dalam anugerah-Nya. Hidup dalam Dia berarti dimampukan hidup kudus, benar, dan tidak bercela, karena seluruh kepenuhan Allah yang ada di dalam Dia (ayat 9-10). Semua peristiwa yang dialami-Nya sebagai Manusia telah menghidupkan kita di dalam penebusan-Nya (ayat orang+itulah+AND+book%3A51&tab=notes" ver="">11- 14). Inilah iman kita bahwa di dalam Dia kita telah menyalibkan kehidupan lama dan dibangkitkan sebagai manusia baru yang telah diperbaharui di dalam Dia. Renungkan: Berbagai tradisi dan kebiasaan keluarga turun-temurun seringkali masih menjadi pengikat bagi Kristen zaman kini, sehingga menjadikan Kristen sebagai terdakwa bila tidak melakukan kebiasaan agama ataupun keluarga yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Bukan tradisi tetapi firman Tuhan yang seharusnya menjadi tolok ukur kehidupan kristen yang bertumbuh. Milikilah pola hidup: “Aku tidak membiarkan kemenanganku digagalkan oleh siapa pun”. |