Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 20 dari 26 ayat untuk (36-5) Kejahatan AND book:18 (0.001 detik)
Pindah ke halaman: 1 2 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (Ayb 9:13) (bis: Rahab)

Rahab: Naga lautan yang melambangkan kekacauan dan kejahatan.

(0.89) (Ayb 18:7) (jerusalem: pertimbangannya sendiri menjatuhkan dia) Mengenai prinsip bahwa yang melakukan kejahatan sendiri tertimpa olehnya bdk Ayu 15:35+.
(0.81) (Ayb 24:1) (sh: Benarkah Allah tidak peduli? (Minggu, 19 Desember 2004))
Benarkah Allah tidak peduli?

Maraknya berita kejahatan yang disuguhkan oleh media cetak dan elektronik menimbulkan pertanyaan teologis di benak kita. "Di mana Allah?" atau "Mengapa Allah tidak bertindak atas berbagai kesengsaran yang menimpa orang tidak bersalah?" atau "Mengapa Allah diam saja dan tidak menghukum pelaku kejahatan?"

Pertanyaan yang sama pun muncul ketika Ayub menyaksikan berbagai kejahatan terjadi di dunia sekitarnya (ayat 2-16). Ayub bertanya-tanya bahkan mengeluh mengapa Allah tidak berbuat apa-apa? Ayub bingung karena Allah terlihat seolah membiarkan ketidakadilan (ayat 1, 17). Lalu, keresahan Ayub ini digantikan oleh kesadaran bahwa setiap orang yang melakukan kejahatan pasti akan berhadapan dan tunduk pada hukum maut (ayat 18-20). Ayub yakin bahwa Allah pasti bertindak menurut waktu dan rencana-Nya bagi manusia (ayat 23).

Sebenarnya Allah bukan tidak peduli terhadap kesengsaraan yang manusia derita. Dia bukan Allah yang tidak menindak para pelaku kejahatan. Bukan pula Allah yang berpihak pada ketidakadilan. Sesungguhnya, Allah justru menangis melihat manusia menderita. Ia peduli dan telah bertindak melalui Yesus, anak-Nya. Hari ini kita memasuki Minggu Adven ke-4. Suatu masa di mana kita mengingat kembali kedatangan Allah dalam diri Yesus Kristus yang akan memberikan kekuatan dan penghiburan kepada setiap orang yang mengalami penderitaan.

Camkanlah: Hanya manusia yang bersekutu dengan Allah saja, yang mampu meyakini bahwa Ia tetap berpihak pada keadilan dan akan bertindak menumpas kejahatan!

(0.77) (Ayb 15:35) (jerusalem: Mereka...) Bdk Yes 59:4; Maz 7:15; Ayu 4:8; 5:6; Ams 22:8; Gal 6:8. Jadi rumus ini merupakan suatu prinsip umum: Orang yang melakukan kejahatan tidak dapat tertimpa kejahatannya sendiri, bdk Est 7:9+.
(0.77) (Ayb 24:13) (jerusalem: Ada lagi golongan...) Kecaman atas mereka yang memusuhi terang ini, Ayu 24:13-17, barangkali aselinya sebuah sajak tersendiri, yang oleh penulis Ayu disisipkan ke dalam karyanya. Sajak itu mengarahkan perhatian kepada kaum penindas yang dibiarkan Allah bekerja dalam kegelapan. "Terang" itu memang terang alamiah, tetapi sekaligus berupa lambang kejahatan, bdk Yoh 8:12+.
(0.75) (Ayb 1:8) (full: APAKAH ENGKAU MEMPERHATIKAN HAMBA-KU AYUB? )

Nas : Ayub 1:8

Di sini kitab ini memperkenalkan pergumulan di antara Allah dengan musuh besar-Nya, Iblis. Allah menantang Iblis untuk memperhatikan dalam Ayub kemenangan kasih karunia dan penebusan ilahi. Dalam kehidupan hamba-Nya yang setia ini, Allah memperlihatkan bahwa rencana-Nya untuk menebus umat manusia dari dosa dan kejahatan dapat tercapai.

(0.73) (Ayb 28:28) (full: TAKUT AKAN TUHAN, ITULAH HIKMAT. )

Nas : Ayub 28:28

Takut akan dan hormat terhadap Allah merupakan landasan hubungan seorang percaya dengan Allah (Mazm 61:6; Ams 1:7).

  1. 1) Takut akan Allah membuat kita prihatin dan waspada supaya tidak menyakiti hati Allah yang kudus. Tanpa landasan ini, tidak ada hikmat yang sejati dan tidak ada pengalaman penebusan yang akan bertahan terhadap ujian waktu dan pencobaan.
  2. 2) Takut akan Allah dan hikmat alkitabiah sejati menyebabkan kita menjauhi kejahatan dan menghasilkan dorongan dari Roh Kudus

    (lihat cat. --> Kis 9:31).

    [atau ref. Kis 9:31]

  3. 3) Takut akan Allah dan terus berbuat dosa adalah suatu kemustahilan moral. Orang yang mengakui keagungan Allah dan menyadari bahwa Ia menentang kejahatan akan diketahui dengan usahanya yang gigih, tegas, dan terus terang untuk memisahkan diri dari dosa (Mazm 4:5; Ams 3:7; Ams 8:13; 16:6; Yes 1:16) dan mengikuti firman Allah (Mazm 112:1; Mazm 119:63; Ams 14:2,16; 2Kor 7:1; Ef 5:21; 1Pet 1:17;

    lihat art. TAKUT AKAN TUHAN).

(0.71) (Ayb 1:1) (full: )

Penulis : Tidak Dikenal

Tema : Mengapa Orang Benar Menderita ?

Tanggal Penulisan: Tidak Pasti

Latar Belakang

Kitab Ayub tergolong sebagai salah satu kitab hikmat dan syair dalam PL: "hikmat" karena membahas secara mendalam soal-soal universal yang penting dari umat manusia; "syair" karena hampir seluruh kitab ini berbentuk syair. Akan tetapi, semua syair ini berdasarkan seorang tokoh sejarah yang nyata (lih. Yeh 14:14,20) dan suatu peristiwa sejarah yang nyata (lih. Yak 5:11). Tempat terjadinya peristiwa dalam kitab ini ialah "tanah Us" (Ayub 1:1) yang kemudian menjadi wilayah Edom, terletak di bagian tenggara Laut Mati atau di sebelah utara Arabia (bd. Rat 4:21); jadi latar belakang sejarah Ayub bersifat Arab dan bukan Ibrani.

Dua tanggal penting hendaknya dipertimbangkan berhubungan dengan kitab Ayub:

  1. (1) tanggal kehidupan Ayub sendiri dan peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam kitab ini, dan
  2. (2) tanggal penulis kitab ini yang diilhamkan.

Beberapa fakta menunjukkan bahwa Ayub sendiri hidup sekitar zaman Abraham (2000 SM) atau sebelumnya. Fakta-fakta yang paling penting ialah:

  1. (1) Ayub masih hidup selama 140 tahun setelah peristiwa-peristiwa dalam kitab ini (Ayub 42:16), yang menyarankan jangka hidup yang hampir 200 tahun (Abraham hidup 175 tahun);
  2. (2) kekayaannya dihitung dari jumlah ternak (Ayub 1:3; Ayub 42:12);
  3. (3) pelayanannya sebagai imam dalam keluarganya, seperti Abraham, Ishak, dan Yakub (Ayub 1:5);
  4. (4) sistem keluarga pimpinan ayah menjadi kesatuan sosial mendasar seperti pada zaman Abraham (Ayub 1:4-5,13);
  5. (5) serbuan orang-orang Syeba (Ayub 1:15) dan orang Kasdim (Ayub 1:17) yang cocok dengan zaman Abraham;
  6. (6) sering kali (31 kali) penulis memakai nama yang dipakai para patriarkh bagi Allah, yaitu Shaddai (Yang Mahakuasa); dan
  7. (7) tidak ada petunjuk sama sekali kepada sejarah Israel atau hukum Musa sehingga memberi kesan tentang zaman pra-Musa (sebelum 1500 SM).

Ada tiga pandangan utama mengenai tanggal kitab ini ditulis. Kitab ini mungkin disusun

  1. (1) selama zaman para leluhur (sekitar 2000 SM) tidak lama sesudah semua peristiwa ini terjadi dan mungkin ditulis oleh Ayub sendiri;
  2. (2) selama zaman Salomo atau tidak lama sesudah itu (sekitar 950-900 SM), karena bentuk sastra dan gaya penulisannya mirip dengan kitab-kitab sastra hikmat masa itu; atau
  3. (3) selama masa pembuangan (sekitar 586-538 SM), ketika umat Allah sedang bergumul mencari arti teologis dari bencana mereka.

Penulis yang tidak dikenal, jikalau bukan Ayub sendiri, pastilah memiliki sumber-sumber lisan atau tertulis yang terinci dari zaman Ayub, yang dipakainya di bawah dorongan dan ilham ilahi untuk menulis kitab ini sebagaimana adanya sekarang. Beberapa bagian dari kitab ini pasti telah diberikan melalui penyataan langsung dari Allah (mis. Ayub 1:6--2:10).

Tujuan

Kitab Ayub menggumuli pertanyaan abadi, "Jikalau Allah itu adil dan penuh kasih, mengapa diizinkan-Nya orang yang sungguh-sungguh benar seperti Ayub (Ayub 1:1,18) menderita demikian hebat?" Ketika menggumuli soal ini, penulis mengemukakan kebenaran-kebenaran berikut.

  1. (1) Selaku musuh Allah, Iblis menerima izin untuk menguji kesejatian iman seorang benar dengan menyiksa dia; tetapi kasih karunia Allah menang atas penderitaan karena oleh iman Ayub tetap kokoh dan tidak goyah, bahkan ketika kelihatannya tidak ada keuntungan jasmaniah atau duniawi untuk terus mengabdi kepada Allah.
  2. (2) Allah digerakkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang terlalu luas sehingga tak dapat dipahami oleh pikiran manusia (Ayub 37:5); karena kita tidak melihat dengan kelapangan hati dan visi Yang Mahakuasa, maka kita memerlukan Allah menyatakan diri-Nya kepada kita.
  3. (3) Landasan iman yang sesungguhnya tidak terletak dalam berkat-berkat Allah, dalam situasi-situasi pribadi atau jawaban-jawaban yang cerdik pandai, tetapi dalam penyataan Allah sendiri.
  4. (4) Allah kadang-kadang mengizinkan Iblis menguji orang benar dengan kesengsaraan agar memurnikan iman dan kehidupan mereka, sebagaimana emas dimurnikan oleh api (Ayub 23:10; bd. 1Pet 1:6-7); ujian semacam itu mengakibatkan peningkatan integritas rohani dan kerendahan hati umat-Nya (Ayub 42:1-10).
  5. (5) Sekalipun cara-cara Allah menghadapi kita kadang-kadang tampak suram dan kejam (sebagaimana dikira oleh Ayub sendiri), akhirnya Allah tampak dalam belas kasihan dan kemurahan yang penuh. (Ayub 42:7-17; bd. Yak 5:11).

Survai

Terdapat lima bagian tertentu di dalam struktur kitab Ayub:

  1. (1) Prolog (pasal 1-2; Ayub 1:1--2:13) yang melukiskan musibah Ayub dan penyebabnya;
  2. (2) tiga rangkaian dialog di antara Ayub dan ketiga orang temannya, ketika mereka mencari jawaban-jawaban yang masuk akal untuk penderitaan Ayub (pasal 3-31; Ayub 3:1--31:40);
  3. (3) empat monolog oleh Elihu, seorang yang lebih muda daripada Ayub dan ketiga temannya, yang berisi sekilas pengertian mengenai makna (sekalipun belum mengenai penyebab) penderitaan Ayub (pasal 32-37; Ayub 32:1--37:24);
  4. (4) Allah sendiri, yang menegur ketidaktahuan dan keluhan Ayub serta mendengarkan tanggapan Ayub atas penyataan-Nya (pasal 38, 1-42, 6; Ayub 38:1-38; Ayub 1:1--42:17; Ayub 6:1-30);
  5. (5) epilog (Ayub 42:7-17) yang mencatat pemulihan Ayub. Kitab Ayub seluruhnya ditulis dalam bentuk syair, kecuali tiga bagian:
    1. (a) prolog,
    2. (b) Ayub 32:1-6, dan
    3. (c) epilog.

Dalam pasal 1 (Ayub 1:1-22) Ayub diperkenalkan sebagai seorang benar yang takut akan Allah (Ayub 1:1,8) dan terkaya dari semua orang di sebelah Timur (Ayub 1:3). Keadaan hidupnya mendadak berubah oleh serangkaian musibah besar yang memusnahkan harta milik, anak-anak, dan kesehatannya (Ayub 1:13-22; Ayub 2:7-10). Ayub bingung sama sekali, karena tidak menyadari bahwa dirinya terlibat dalam pertentangan di antara Allah dan Iblis (Ayub 1:6-12; Ayub 2:1-6). Ketiga teman Ayub -- Elifas, Bildad, dan Zofar -- datang untuk menghibur Ayub, tetapi akhirnya berdebat dengannya mengenai penyebab terjadinya penderitaan itu. Mereka bersikeras bahwa karena Allah itu adil, penderitaan Ayub pasti merupakan hukuman atas dosa-dosa tersembunyi dan satu-satunya jalan keluar baginya adalah bertobat. Ayub menolak jawaban mereka, menegaskan ketidakbersalahannya dan mengaku ketidakmampuannya untuk memahami (pasal 3-31; Ayub 3:1--31:40). Elihu mengemukakan sudut pandang yang lain, yaitu penderitaan Ayub menyangkut maksud penebusan Allah untuk lebih memurnikan Ayub (pasal 32-37; Ayub 32:1--37:24).

Pada akhirnya semua terdiam, termasuk Ayub, ketika Allah sendiri berbicara kepada Ayub mengenai hikmat dan kuasa-Nya selaku Pencipta. Ayub mengakui ketidaktahuan dan ketidakberartian dirinya dengan penuh penyesalan dan rendah hati (pasal 38-41; Ayub 38:1--41:25). Ketika Ayub bertobat dari berbantah dengan Yang Mahakuasa (Ayub 40:1-4,8; Ayub 42:5-6) dan berdoa bagi teman-temannya yang telah sangat melukai hatinya (Ayub 42:8,10), ia dibebaskan dari pencobaan berat itu dan dipulihkan dua kali lipat (Ayub 42:10); Ayub juga dibenarkan ketika Allah berkata bahwa Ayub telah "berkata benar tentang Aku" (Ayub 42:7). Kehidupan Ayub kemudian hari lebih diberkati daripada sebelum penderitaan itu (Ayub 42:12-17). Sekalipun Allah tidak pernah memberikan pemahaman filosofis kepada Ayub mengenai penyebab penderitaannya, pembaca memperoleh perspektif yang penting ini dari prolog.

Ciri-ciri Khas

Tujuh ciri utama menandai kitab ini.

  1. (1) Ayub, penduduk Arab utara, seorang bukan Israel yang benar dan takut akan Allah, mungkin telah hidup sebelum keluarga perjanjian Israel ada (Ayub 1:1).
  2. (2) Kitab ini menyajikan pembahasan terdalam yang pernah ditulis mengenai rahasia penderitaan. Sebagai puisi dramatik, drama dalam kitab ini berisi rasa kesedihan yang mengharukan dan dialog intelektual yang menggugah perasaan.
  3. (3) Kitab ini menyingkapkan suatu dinamika penting yang beroperasi dalam setiap ujian berat yang dialami orang saleh: sementara Iblis berusaha untuk menghancurkan iman orang saleh, Allah bekerja untuk membuktikan iman itu dan memperdalamnya. Keteguhan Ayub dalam iman yang sejati memungkinkan maksud Allah menang atas niat Iblis (bd. Yak 5:11).
  4. (4) Kitab ini memberikan sumbangan tak ternilai kepada seluruh penyataan alkitabiah tentang pokok-pokok penting seperti Allah, umat manusia, penciptaan, Iblis, dosa, kebenaran, penderitaan, keadilan, pertobatan, dan iman.
  5. (5) Sebagian besar kitab ini mencatat penilaian teologis yang salah tentang penderitaan Ayub oleh teman-temannya. Mungkin cara berpikir mereka yang salah diulang begitu sering dalam kitab ini karena mencerminkan kesalahan yang umum terdapat antara umat Allah dan yang harus diperbaiki.
  6. (6) Peranan Iblis sebagai "penuduh" orang benar ditunjukkan dengan lebih jelas dalam Ayub daripada di kitab PL lainnya. Dari 19 acuan kepada Iblis dalam PL, 14 kali di antaranya ada dalam kitab ini.
  7. (7) Secara dramatis kitab Ayub mempertunjukkan prinsip alkitabiah bahwa orang percaya diubah oleh penyataan dan bukan informasi (Ayub 42:5-6).

Penggenapan Dalam Perjanjian Baru

Penebus yang diakui Ayub (Ayub 19:25-27), perantara yang didambakannya (Ayub 9:32-33), dan jawaban kepada semua pertanyaan dan keperluan yang mendalam, semuanya menemui penggenapannya di dalam Yesus Kristus. Yesus sepenuhnya manunggal dengan penderitaan manusia (bd. Ibr 4:15-16; Ibr 5:8) sebagai Penebus, perantara, hikmat, penyembuh, terang, dan hidup yang ditetapkan Allah. Roh nubuat mengenai kedatangan Kristus terungkap paling jelas dalam Ayub 19:25-27. Ayub dua kali disebutkan dalam PB:

  1. (1) sebagai sebuah kutipan (Ayub 5:13 dalam 1Kor 3:19), dan
  2. (2) sebagai acuan kepada ketabahan Ayub dalam penderitaan dan akibat yang penuh kemurahan dari tindakan Allah dalam hidupnya (Yak 5:11).

Kitab Ayub melukiskan dengan jelas kebenaran PB bahwa ketika orang percaya mengalami penganiayaan atau ujian penderitaan yang berat, mereka harus tetap teguh di dalam iman dan terus mempercayakan diri mereka kepada Dia yang menghakimi dengan adil, sama seperti yang dilakukan Yesus ketika Ia menderita (bd. 1Pet 2:23). Ayub 1:6--2:10 merupakan gambaran paling jelas mengenai musuh kita sebagaimana dinyatakan dalam 1Pet 5:8-9.

(0.71) (Ayb 1:1) (sh: Apabila hidup berintegritas (Selasa, 23 November 2004))
Apabila hidup berintegritas

Bagaimana kesan Anda membaca pengantar kisah Ayub ini? Hampir-hampir tidak percaya bukan? Sepertinya tidak pernah kita jumpai orang yang dalam segala segi kehidupannya, baik bisnis, keluarga, sosial, maupun rohani seperti Ayub. Yang sering kita jumpai atau alami ialah bila seseorang sangat rohani, biasanya ia tidak begitu berhasil dalam bisnis. Atau, orang yang berhasil dalam bisnis dan pergaulan luas, sering berkompromi dengan nilai-nilai moral-spiritualnya.

Apa yang langka di dunia ini, ternyata ada di dalam diri Ayub yang berintegritas. Tentang integritas dirinya itu, empat kata digunakan oleh penutur kisah ini: saleh, jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan (ayat 1). Karena sikapnya di hadapan Allah (spiritualitas) dan terhadap sesama (segi-segi hidup dalam dunia ini) saling menunjang, maka terciptalah suatu kepribadian yang berintegritas. Saleh berpasangan dengan takut akan Allah, adalah prinsip yang membuatnya jujur serta menjauhi kejahatan. Kesalehan adalah akibat dari orang takut akan Allah; integritas moral adalah akibat dari orang memiliki integritas spiritual.

Kesalehan atau takut akan Allah menjadi penyebab dari keberhasilan Ayub dalam berbisnis, bergaul, dan berkeluarga. Jumlah harta yang ia miliki (ayat 2, 3) sekaligus menggambarkan kelimpahan tetapi juga batasan. Sebanyak-banyaknya milik itu tetap tidak infinit, tidak kekal, bukan sesuatu yang tidak terbatas. Memang, alangkah banyaknya harta milik Ayub itu, demikian juga betapa diberkatinya Ayub dalam hal keturunan. Integritas moral-spiritualnya tidak hanya sesuatu yang membuatnya diberkati sebesar itu, tetapi sekaligus membatasi sehingga tidak bisa dan tidak boleh lebih lagi dari sekian itu. Karena jujur tentu ia tidak bisa mendapatkan hasil lebih banyak daripada yang bisa ia dapat seandainya ia tidak jujur. Penundukan dirinya kepada Allah adalah rahasia kecukupan dan kelimpahan hidup Ayub. Ia bukan tuhan tetapi hamba yang mengelola semua karunia Allah dengan penuh integritas. Itulah hidup yang penuh berkat.

Ingat: Sukses yang didapat sebagai buah integritas moral-spiritual akan memberi kesan bahwa hidup berarti dan penuh.

(0.70) (Ayb 9:2) (full: BENAR DI HADAPAN ALLAH. )

Nas : Ayub 9:2

Dalam pasal Ayub 9:1-35 Ayub mengakui bahwa dia tidak mungkin benar secara sempurna di hadapan Allah. Ia mengerti bahwa pada dasarnya ia cenderung kepada keakuan dan dosa sehingga tidak tanpa cacat di hadapan Allah (bd. Ayub 7:21). Namun, dengan segenap hati dan jiwanya ia telah melawan kejahatan dan berbalik daripadanya (Ayub 1:1,8; 2:3); ia yakin bahwa dirinya tidak melakukan dosa besar sehingga tidak patut menderita sehebat itu (Ayub 6:24; 7:20). Jadi, Ayub mengeluh bahwa Allah telah menghukum dirinya tanpa alasan (ayat Ayub 9:16-20). Sekalipun demikian, imannya tetap kokoh, karena ia terus berseru kepada-Nya (lih. Ayub 10:2,8-12; bd. Yak 5:11). Ia tidak mengutuk Allah sebagaimana diperkirakan Iblis (Ayub 1:11; 2:5), sekalipun ia mengeluarkan kata-kata yang kemudian disesalinya (ayat Ayub 9:17,20,22-23,30-31; 42:3-6).

(0.70) (Ayb 3:1) (sh: Bukan manusia luar biasa (Minggu, 28 November 2004))
Bukan manusia luar biasa

Ucapan Ayub mengutuki hari kelahirannya, mungkin mengubah penilaian kita terhadap kesalehan Ayub.

Sejak ps. 1 kitab Ayub sampai sebelum nas ini, kita hampir menyimpulkan bahwa Ayub adalah manusia luar biasa. Ia tidak saja berhasil dalam segala segi hidupnya (ayat 1:1-3), tetapi ia juga berhasil menerima penderitaan bertubi-tubi dengan sikap yang benar di hadapan Tuhan (ayat 1:13-22; 2:7-10). Ayub membuktikan bahwa tidak dengan menganut "teologi sukses" seseorang dapat hidup saleh, takut akan Allah, jujur, dan menjauhi kejahatan. Bahkan saat istrinya menganjurkan untuk mengutuki Allah, kesalehannya masih mengagumkan. Pada nas ini boleh kita menyimpulkan bahwa si penutur kisah Ayub ingin sekadar memaparkan apa adanya Ayub, yakni manusia biasa seperti Anda dan saya. Ayub bukan manusia sempurna karena tekanan derita yang amat berat, tidak lagi dapat ditanggungnya. Reaksi wajar Ayub terungkap sesudah para sahabatnya berempati. Meskipun begitu, Ayub tidak menghujat Tuhannya!

Keluh, ratap, tangis adalah ungkapan wajar dari orang yang menderita. Alkitab tidak membenarkan dan tidak menyalahkan. Hanya jika sikap ini dilakukan dengan tidak beriman atau melawan Tuhan, barulah berdosa. Sebaliknya, jika disertai pengakuan kedaulatan Tuhan, justru menjadi pernyataan iman. Untuk dapat beriman saat menderita, Tuhan tidak menuntut kita menjadi manusia luar biasa.

Renungkan: Masa-masa Adven kita isi dengan mensyukuri tindakan Tuhan yang datang menjenguk kita yang rentan dan tidak berdaya.

(0.69) (Ayb 2:3) (full: MENCELAKAKANNYA TANPA ALASAN. )

Nas : Ayub 2:3

Ayub, penderita yang tak bersalah, melambangkan Yesus Kristus dan semua orang percaya yang benar di bawah perjanjian baru.

  1. 1) Sebagai teladan orang benar yang menderita pada zaman PL, Ayub menjadi lambang Kristus -- Orang Benar yang sempurna -- yang menderita sekalipun Ia tidak bersalah

    (lihat art. KRISTUS DALAM PERJANJIAN LAMA).

    Kristus yang tidak berdosa menderita dalam tubuh-Nya semua dampak kejahatan dan "dipukul dan ditindas Allah" (Yes 53:4; bd. 1Pet 2:24; 4:1).
  2. 2) Lagi pula, Ayub menjadi teladan ketabahan yang sabar di tengah-tengah kesukaran, suatu hal yang dituntut dari anak Tuhan di dalam Kristus (Yak 5:11; bd. juga pasal Ibr 11:1-40 yang menyebut banyak pahlawan iman yang menderita dan mati tanpa menerima kelepasan). Sebagaimana Ayub menderita tanpa salah karena kesetiaannya kepada Allah dan kebenaran-Nya, demikian juga semua orang percaya yang setia sedikit banyak akan menderita. PB menyatakan bahwa "setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya" (2Tim 3:12) -- suatu penderitaan yang dianggap sebagai memasuki "persekutuan dalam penderitaan Kristus" (Fili 3:10; bd. Kol 1:24). Dengan demikian para penderita yang tidak bersalah menjadi sahabat Allah (bd. 1Pet 4:1; 5:10;

    lihat cat. --> 1Pet 2:21;

    lihat cat. --> 1Pet 4:13;

    [atau ref. 1Pet 2:21; 4:13]

    lihat art. PENDERITAAN ORANG BENAR).

(0.69) (Ayb 4:1) (sh: Ia memukul, namun juga menyembuhkan (Sabtu, 20 Juli 2002))
Ia memukul, namun juga menyembuhkan

Teman-teman Ayub mempunyai keyakinan yang sama tentang kekuasaan Tuhan. Itu sebabnya Elifas, teman Ayub, beranggapan bahwa musibah yang menimpa Ayub memang merupakan rancangan Tuhan dan bukan sesuatu yang terjadi di luar kehendak-Nya. Namun, kali ini rancangan Tuhan untuk Ayub ialah menghukumnya dan penyebabnya jelas: Ayub telah berdosa (ayat 4:17). Elifas terus berusaha menasihati Ayub untuk tetap bersabar (ayat 5:2-6), memasrahkan diri ke dalam tangan Allah, sebab Dia berkuasa mengubah segala sesuatu (ayat 8). Asal saja Ayub sabar, penderitaan ini dapat juga merupakan disiplin (ayat 5:17). Bahkan Elifas mengatakan bahwa "Dia yang melukai ... juga yang membebat" (ayat 18).

Semua nasihat Elifas ini benar. Tetapi, hal itu tidak menjawab pergumulan Ayub. Pada akhir kitab ini, kita dapat membaca bahwa kesimpulan Elifas keliru. Menurut Elifas penderitaan Ayub merupakan ganjaran Allah atas kejahatan yang Ayub lakukan. Elifas memutlakkan hukum sebab-akibat. Akibatnya, ia tidak berhasil meringankan derita Ayub, tetapi justru tambah membebaninya.

Dari kisah ini, kita belajar beberapa hal penting mengenai pemahaman Kristen tentang penderitaan. Pertama, Kristen harus belajar untuk tidak melihat penderitaan dari satu sudut pandang saja. Misalnya, walaupun fakta di sekeliling kita menunjukkan bahwa penderitaan mengganggu keserasian ciptaan Allah, namun Allah mengizinkan penderitaan itu terjadi untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Kedua, selama Kristen berada di dunia, maka kemungkinan kita akan mengalami penderitaan. Itu bukan karena dosa atau salah kita. Misalnya, bencana alam dan sakit. Ketiga, Kristen harus menentukan sikap yang tepat ketika mengalami penderitaan, yaitu menyerahkan diri kepada Tuhan, mohon kekuatan untuk mengerti makna yang terkandung di dalamnya.

Renungkan: Kekuatan serta penghiburan diberikan Tuhan padaku. Tiap hari aku dibimbing-Nya; tiap jam dihibur hatiku. Dan sesuai dengan hikmat Tuhan 'ku dib'rikan apa yang perlu. Suka dan derita bergantian memperkuat imanku (KJ. 332). Ketika Anda berada dalam penderitaan, hayati syair lagu ini.

(0.69) (Ayb 6:1) (sh: Berani mati yang seperti apa? (Rabu, 1 Desember 2004))
Berani mati yang seperti apa?

Menerima tuduhan semena-mena atau penilaian keliru tentu menimbulkan beban penderitaan Ayub semakin berat. Kini Ayub menuduh balik para sahabatnya sebagai tidak sungguh menyadari kedalaman derita Ayub (ayat 2). Juga, sikap dan komentar mereka memperlihatkan bahwa merekalah yang sebenarnya gentar menghadapi penderitaan (ayat 21). Jujur ia menggambarkan derita itu sebagai kesakitan ganda. Bukan saja karena ia harus menanggung kemalangan bertubi-tubi, tetapi juga karena kemalangan itu dalam tafsiran para sahabatnya sebagai tindakan Allah langsung melawan Ayub. Bila itu benar, Ayub melihatnya sebagai anak panah dan racun dari Allah menciptakan kedahsyatan dalam hidupnya (ayat 4).

Ucapan Ayub memohon kematian memang terasa biasa kita dengar dari orang-orang yang sedang menderita hebat. Namun, ada perbedaan antara permintaan untuk mati kebanyakan orang dari yang Ayub ucapkan ini. Bagi Ayub kematian bukanlah ungkapan keputusasaan tetapi ungkapan iman tentang kebahagiaan yang akan dimasukinya di balik kematian bersama Tuhan. Memang hal ini belum diungkapkan sampai pasal 19. Kematian adalah fakta kefanaan manusia (ayat 11-12). Tetapi lebih daripada itu, kematian merupakan kegirangan sebab ia tahu bahwa dirinya benar (ayat 10).

Kini Ayub sendiri mengulang komentar penutur kisah dan komentar Allah. Dalam kata-kata Ayub sendiri, ia tidak pernah meminta uang suap (menjauhi kejahatan -- 22), jujur (ayat 25), tidak berdusta atau curang (ayat 28, 30), saleh dalam hubungan sosialnya (ayat 23, 24). Ternyata ia low profile, penilaian penutur dan Allah jauh melampaui penilaiannya sendiri tentang dirinya. Integritas moral dan spiritualnya membuat ia menatap kematiannya dengan keberanian bahkan kegirangan. Sekali lagi bukan sebagai pelarian dari dunia yang jahat dan penuh derita ini, tetapi sebagai saat kegembiraan terjadi. Perasaan itu tidak mungkin dimiliki oleh orang yang berdosa sebab kematian pasti menimbulkan kengerian.

Ingat: Orang yang hidupnya berintegritas tidak takut apa pun dan siapa pun. Karena hanya Allah saja yang ia takuti, kematian sekali pun tidak membuatnya gentar.

(0.69) (Ayb 8:1) (sh: Terlalu luas untuk dipahami (Senin, 22 Juli 2002))
Terlalu luas untuk dipahami

Ketika Tuhan menciptakan manusia, Tuhan meminta agar manusia mematuhi-Nya, dan bahkan Ia menjanjikan berkat bagi kita yang menaati-Nya. Sebaliknya, hukuman akan diberikan bagi kita yang tidak menaati kehendak-Nya (Mzm. 1). Inilah pemahaman Bildad dan kebanyakan kita, tentang Tuhan - sebuah pemahaman yang benar, namun tidak menyeluruh. Itu sebabnya Bildad terus mendesak Ayub untuk mengakui dosanya. Alasan Bildad sederhana saja, yaitu bahwa Tuhan memberkati orang yang benar dan menghukum orang yang fasik. Tuhan tidak mungkin keliru menjatuhkan vonis-Nya dan Ayub memang layak menerima hukuman ini. Ini adalah sebuah hukum sebab-akibat yang universal dan mudah dicerna.

Namun, ada segi-segi lain dalam hukum ini yang perlu kita pertimbangkan. Kemakmuran bukan pertanda bahwa Tuhan memberkati kita dan kesusahan bukan pertanda bahwa Tuhan menghukum kita. Rencana dan karya-Nya terlalu luas untuk dikotakkan dalam hukum ini. Sebagai Allah, Ia memiliki kebebasan untuk berbuat sekehendak hati-Nya dan kadang tindakan-Nya melenceng dari pemahaman kita tentang Allah yang terlalu sederhana ini. Tetapi, jangan mengira bahwa kebebasan Allah identik dengan kejahatan. Kebebasan Allah tidak sama dengan kesewenang-wenangan. Ia adalah Allah yang kudus. Jadi, segala tindakan-Nya tidak akan tercemari oleh dosa dan tidak akan termuati oleh maksud jahat.

Sewaktu kesusahan menimpa kita, janganlah kita tergesa-gesa memvonis bahwa Tuhan sedang menghukum kita. Periksalah diri kita, apakah ada dosa tersembunyi yang perlu kita bereskan dengan Tuhan. Jika tidak ada, terimalah kesusahan itu sebagai kehendak Tuhan yang tidak kita pahami. Tuhan tidak berjanji bahwa kita akan senantiasa mengerti tujuan akhir dari tindakan-Nya karena Ia terlalu luas untuk dicerna oleh otak kita yang terlalu kecil ini.

Renungkan: Charles Haddon Spurgeon, pengkhotbah terkenal, berkata,"Kemurahan Tuhan kerap kali datang ke pintu hati kita mengendarai seekor kuda hitam yang bernama Penderitaan." Kesusahan tidak senantiasa berarti kemarahan Tuhan; ada kalanya kesusahan adalah baju kemurahan Tuhan.

(0.69) (Ayb 18:1) (sh: Memori adalah warisan yang tak ternilai (Selasa, 30 Juli 2002))
Memori adalah warisan yang tak ternilai

Paul Johnson mengingatkan kita akan fakta sejarah bahwa pada 1882 seorang filsuf berkebangsaan Jerman, Friedrich Nietzsche, memproklamasikan bahwa Tuhan sudah mati! Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa yang mati adalah Nietzsche, bukan Tuhan. Paul Johnson menunjukkan bahwa kekristenan terus berkembang dan tidak pernah berhenti berkembang di bekas negara-negara komunis, di Amerika Serikat, Afrika Selatan, Tiongkok, dan tempat lainnya.

Sekali lagi Bildad berbicara dan menegur Ayub, namun sayangnya, tegurannya - bahwa Ayub sesungguhnya orang yang fasik salah alamat. Namun, di dalam teguran yang salah alamat itu terkandung satu kebenaran abadi, yakni, "Ingatan kepadanya (orang fasik) lenyap dari bumi, namanya tidak lagi disebut di lorong-lorong." (ayat 18:17). Orang fasik hanya dikenang untuk sementara dan kalau pun dikenang untuk kurun yang panjang - seperti Hitler - itu pun hanyalah untuk mengingatkan kita akan kejahatannya. Kita lebih suka tidak mengingat-ingat orang yang jahat.

Sebaliknya, orang yang benar akan dikenang dan kenangan akan orang yang benar memberi kita kekuatan dan dorongan untuk hidup benar pula. Kita hidup hanya sekali dan kita hanya memiliki satu kesempatan untuk meninggalkan kenangan kepada penerus kita. Jika hidup kita bengkok, dalam arti banyak melakukan kejahatan di mata Tuhan, maka menyebut nama kita saja anak cucu kita akan malu, apalagi mengingat apa yang telah kita lakukan. Sebaliknya, bila hidup kita benar dan menjadi berkat bagi banyak orang, mereka akan bangga mengingat kita dan bahkan termotivasi untuk hidup benar seperti kita pula.

Janganlah sampai kita berpikiran pendek dan mementingkan kepuasan sesaat saja; sadarilah bahwa hidup kita sekarang akan membawa dampak kepada anak cucu kita di kemudian hari. Tinggalkanlah kenangan yang akan memotivasi mereka untuk hidup benar di hadapan Tuhan. Itulah warisan yang paling berharga yang dapat kita tinggalkan untuk mereka.

Renungkan: Memori seperti apakah yang akan kita tinggalkan kepada anak cucu kita?

(0.69) (Ayb 21:1) (sh: Allah masih berdaulat (Kamis, 16 Desember 2004))
Allah masih berdaulat

Tudingan Zofar bahwa orang fasik segera akan binasa dijawab dengan fakta nyata lapangan bahwa orang fasik ternyata banyak yang hidup mujur (ayat 7-15). Hal itu membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan kepada Ayub tidak sesuai kenyataan. Penderitaan Ayub bukan diakibatkan oleh dosa-dosanya.

Ayub menyadari penuh bahwa kemujuran orang fasik bukan berarti mereka bebas terus berdosa di dalam dunia milik Allah ini. Ayub mengetahui bahwa pada akhirnya orang fasik akan menerima hukuman Allah (ayat 16-21). Teori hukuman dosa yang diajukan Zofar dianggap Ayub sebagai kesombongan mau mengajari Allah bagaimana bertindak terhadap orang berdosa (ayat 22-26). Bagi Ayub sikap Zofar dan teman-temannya itu petunjuk adanya niat jahat mereka. Mereka tidak dapat membuktikan bahwa Ayub berdosa. Akan tetapi, mereka memaksakan bahwa penderitaan Ayub adalah bukti Ayub berdosa. Kenyataannya orang fasik selamat dan orang yang menggugatnya malah binasa (ayat 27-34). Tanpa disadari sebenarnya Ayub pun bersikap mau mengajari Allah bagaimana seharusnya bertindak menghadapi orang fasik (ayat 19-21).

Persoalan theodicy (soal pengaturan dan kebaikan ilahi dalam dunia yang di dalamnya terjadi penderitaan) adalah persoalan klasik yang mencuat di perikop ini. Bagaimana Allah bertindak menghadapi orang fasik dan orang benar? Para teman Ayub mencoba menjelaskannya dengan pemahaman bahwa orang fasik pasti akan dihukum oleh Allah, sedangkan orang benar akan diberkati. Namun mereka membalikkan pandangan ini sedemikian sehingga orang yang menderita pastilah sedang menerima hukuman Allah atas dosa-dosanya. Ini adalah pandangan yang keliru sama sekali. Yang benar adalah Allah berdaulat atas kehidupan manusia. Ia adil, pasti akan membalaskan kejahatan manusia dengan hukuman dan kebaikan mereka dengan berkat. Namun, kapan dan bagaimana adalah hak Allah untuk menentukannya.

Camkan: Allah berdaulat atas hidup orang fasik maupun orang benar. Kalau saat ini orang fasik masih hidup enak-enakan, sementara orang benar menderita, itu hanyalah masalah waktu!

(0.69) (Ayb 22:1) (sh: Dosa sosial (Sabtu, 3 Agustus 2002))
Dosa sosial

Bila dalam ucapan-ucapannya sebelumnya Elifas terdengar sebagai yang paling menahan diri dari menuduh dan berupaya untuk menghibur Ayub (ayat 4:6; 5:17), kini terang-terangan Elifas menuduh Ayub dihukum Tuhan karena dosa-dosanya.

Seperti halnya ucapan Zofar dan Bildad, ucapan Elifas ini pun mengandung kebenaran. Firman Allah tidak saja melarang orang dari melakukan perbuatan salah, tetapi juga mendorong orang untuk berbuat benar. Perintah-perintah Allah dalam Taurat maupun uraiannya, serta ucapan para nabi, menegaskan dua sisi sifat perintah-perintah Allah itu. Karena itu, kejahatan tidak saja harus berbentuk melakukan yang jahat terhadap orang lain, tetapi bisa juga dalam bentuk menahankan yang baik terhadap orang lain. Dosa-dosa juga tidak saja bersifat individual tetapi bisa pula bersifat sosial. Bahkan dalam sorotan Alkitab, aspek sosial menjadi ukuran dari kesungguhan spiritualitas seseorang.

Dengan terang-terangan, kini Elifas menuduh Ayub telah melakukan dosa-dosa sosial dalam bentuk menerima gadai (ayat 6), tidak peduli terhadap orang miskin (ayat 7) dan menelantarkan para janda dan yatim piatu (ayat 9). Kelak Ayub akan menegaskan kembali bahwa tuduhan bahwa dirinya telah melakukan ketidakpedulian sosial ini pun tidak benar (ps. 29). Maju selangkah lebih jauh, Elifas juga menuduh bahwa Ayub telah meremehkan Allah. Rupanya Elifas menafsirkan ucapan-ucapan Ayub sejauh ini yang membela bahwa dirinya benar di hadapan Allah sebagai kemunafikan. Seolah Ayub menganggap Allah dapat dikelabui atau Allah tidak peduli terhadap benar atau salahnya perbuatan orang. Berdasarkan pengandaian keliru ini, Elifas lalu mengunci khotbahnya dengan undangan agar Ayub bertobat (ayat 21-30). Undangan untuk bertobat diikuti dengan janji yang mengandung kebenaran: Orang yang bertobat dan mengikuti jalan benar, akan diperkenan Tuhan dan beroleh berkat-berkat-Nya. Sayang semua kebenaran ini berasal dari orang yang tidak pernah membuka mata dan telinga hatinya kepada rintihan rohani sahabatnya, Ayub.

Renungkan: Meski tidak beroleh keberuntungan sosial, kita tetap harus memiliki kepedulian sosial.

(0.69) (Ayb 22:1) (sh: Konselor atau pendakwa? (Jumat, 17 Desember 2004))
Konselor atau pendakwa?

Tidak henti-henti para sahabat Ayub menuduh Ayub telah berdosa kepada Allah sehingga Ayub menderita. Elifas, masih tetap teguh mendakwa Ayub melakukan perbuatan dosa dan meminta Ayub untuk bertobat (ayat 4-5). Namun, Ayub bersikukuh bahwa dirinya tidak berdosa. Ia dengan tegas menolak tudingan Elifas bahwa ia harus bertanggung jawab atas penderitaannya sebagai akibat dosanya. Meski demikian, Elifas kembali memulai serangkaian tuduhan yang tidak mendasar. Ia memfitnah Ayub dengan sejumlah dakwaan palsu (ayat 6-9). Elifas menuduh Ayub telah melakukan berbagai dosa sosial yang menyengsarakan sesamanya. Menurut Elifas, dosa sosial itulah yang menyebabkan Ayub menderita karena Allah membalas perbuatan jahatnya itu (ayat 10-20). Oleh karena itu, Elifas meminta Ayub mengakui segala dosanya itu supaya melunakkan hati Allah sehingga Allah akan memulihkan kembali keadaan dirinya (ayat 21-30).

Tuduhan-tuduhan ini bertolak belakang dengan komentar penutur kisah bahkan evalusi Allah sendiri di pasal 1. Ayub seorang yang saleh, jujur, takut akan Tuhan, dan menjauhi kejahatan. Dengan demikian, kita tahu bahwa tuduhan Elifas itu palsu. Jangankan perbuatan dosa sosial, kesalahan yang tak terlihat saja, diselesaikan Ayub dengan kepekaan rohani yang tinggi (ayat 1:5). Jadi, di mata Allah pun Ayub tidak bersalah. Sungguh menyedihkan bagaimana ketiga sahabat Ayub, telah terang-terangan memusuhi Ayub. Sebenarnya, awalnya mereka telah mulai dengan sikap empati merasakan penderitaan Ayub. Akan tetapi, dengan berangkat dari konsep teologis `sempit', mereka berpaling menuduh Ayub. Sungguh berbahaya jika kita memiliki konsep teologis `sempit'. Karena konsep teologis yang `sempit' tersebut menyebabkan kita salah menilai penyebab sesama menderita. Sama seperti para sahabat Ayub ini yang beranggapan keliru terhadap penyebab penderitaan Ayub. Jangankan menolong Ayub mengatasi penderitaannya, mereka justru menambahkan beban penderitaan Ayub.

Renungkan: Jadilah konselor (pembela/penghibur) bukan pendakwa bagi jiwa yang merana.

(0.69) (Ayb 27:11) (sh: Pengajaran Ayub (Rabu, 7 Agustus 2002))
Pengajaran Ayub

Mulai ayat 11 ini, berbalik Ayub menempat-kan dirinya sebagai pengajar. Pasal 28 banyak dianggap sebagai ucapan Zofar atau Bildad kembali. Namun, mengingat nada pasal ini teduh dan tidak berapi-api, anggapan tersebut kurang tepat. Andaikan pasal 28 bukan ucapan Ayub, paling tidak idenya yang berbicara tentang hikmat masih merupakan kelanjutan dari bagian kedua pasal 27 ini.

Sekilas tidak ada perbedaan antara yang Ayub ucapkan tentang nasib orang fasik dari apa yang teman-temannya telah ucapkan sebelum ini. Beberapa bagian seolah bertolak belakang dengan apa yang Ayub nyatakan sebelumnya (ayat 14, bdk. 21:7-9). Bedanya terletak dalam dua hal. Pertama, Ayub kini tidak sedang berbicara tentang orang fasik pada umumnya, tetapi tentang ketiga sahabatnya itu sendiri yang karena telah menuduh Ayub sembarangan tanpa belas kasihan, telah berbuat jahat. Kemungkinan kedua, Ayub memfokuskan penghakiman Allah bukan pada fakta-fakta kemalangan materialistis seperti yang dipikirkan ketiga sahabatnya. Menurut Ayub penghakiman itu akan berbentuk "milik pusaka" orang-orang lalim (ayat 13b). Ayub berpikir secara eskatologis tentang penghakiman akhir dari Allah terhadap orang fasik.

Pasal 28 seolah adalah persiapan bagi kebenaran-kebenaran yang kelak akan Allah sendiri nyatakan kepada Ayub. Sesudah menjawab para sahabatnya tentang penghakiman Allah atas orang fasik, kini Ayub masuk lebih dalam ke pertanyaan soal hikmat. Intinya jelas, para sahabatnya tahu banyak konsep tetapi tidak berhikmat. Jadi, "di manakah hikmat boleh didapatkan?" (ayat 12,20).

Keahlian, ilmu, teknologi seperti yang dikenal pada zaman Ayub memungkinkan manusia menggali potensi-potensi bumi dan membangun dunia (ayat 28:1-11). Namun, hikmat tidak bisa didapat kan melalui kepandaian tersebut. Hikmat tidak pula dapat dibeli atau didapatkan di mana pun, sebab pada hakikatnya hikmat bukan berasal dari dunia ini (ayat 12-19).

Renungkan: "Tetapi kepada manusia Ia berfirman: Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi" (ayat 28).



TIP #08: Klik ikon untuk memisahkan teks alkitab dan catatan secara horisontal atau vertikal. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA