Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 81 - 90 dari 90 ayat untuk yang mengajar AND book:[1 TO 39] (0.004 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.31) (Ayb 36:1) (sh: Bercermin kepada Allah (Kamis, 15 Agustus 2002))
Bercermin kepada Allah

Pasal ini berfokus khusus pada sifat Allah yang adil, tetapi berbelas kasih dan sukar dipahami. Elihu memulai dengan menyatakan bahwa ia belum selesai bicara demi Allah (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">2). Ironisnya, ungkapan Elihu bahwa dirinya memiliki pengetahuan adalah yang diucapkannya tentang Allah yang pengetahuan-Nya sempurna (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">37:16). Hal ini mengakibatkan perkataan Elihu pun mendekati penghujatan.

Dalam ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">5-12, Allah digambarkan sebagai mahakuasa dan adil. Ia menghukum kejahatan dan membela orang tak bersalah, dan berbelas kasih kepada mereka yang memperhatikan peringatan-Nya. Ia menempatkan orang-orang benar seperti raja-raja di takhta-Nya (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">7). Orang-orang jahat akan dihukum, namun mereka akan diselamatkan bila bertobat (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">8-12). Ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">11-12 mengingatkan kita akan Ulangan 28 yang berbicara tentang kutuk dan berkat. Orang-orang yang tak bertuhan sangat tak berpengharapan karena keras kepala dan tidak berseru kepada Allah (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">13-15). Ini sangat bertolak belakang dengan mereka yang mencari Tuhan. Ayub pun harus berseru kepada Allah dan tidak boleh keras hati dengan bersikeras pada kasusnya (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">16-21).

Elihu kemudian melanjutkan peringatannya dengan mengingatkan sifat Allah (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">22-33). Allah adalah Allah yang tak terbatas kuasanya dan tak terpahami. Karena itu, Ia pasti adil. Allah yang begitu ditinggikan adalah guru yang tak terbandingkan (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">22), meski tak terpahami. Ia tak perlu diajar siapa pun. Jika manusia tidak dapat mengajar Allah tentang bagaimana mengatur alam semesta, manusia pun tak berhak menuduh Allah (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">23). Itu sebabnya Ayub diperintahkan untuk memuji Allah bersama dengan ciptaan yang lainnya (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">24-26). Bukankah Allah adalah Allah yang bekerja dengan cara misterius seperti memberi hujan ke bumi (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">27-28) dan memberikan guntur yang menakutkan orang-orang zaman itu (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">29-33)? Elihu mendorong Ayub agar mengetahui sifat Allah yang maha-kuasa dan melampaui akal.

Renungkan: Sebelum memberikan orang lain nasihat, atau petunjuk, bercermin dirilah di hadapan sifat Allah yang mahakuasa dan tak terpahami.

(0.31) (Mi 6:1) (sh: Apa yang Allah tuntut? (Selasa, 19 Desember 2000))
Apa yang Allah tuntut?

Mikha menggambarkan gunung-gunung Israel, saksi-saksi abadi sejarah penebusan umat Allah, sebagai hakim-hakim yang akan mendengarkan pengaduan Allah melawan Israel. Pertanyaan Allah kepada umat-Nya (3) dapat diungkapkan ulang sebagai berikut: `apa yang telah Kulakukan kepadamu sehingga membuat engkau lelah dan bosan untuk taat kepada-Ku?' Apakah berhubungan dengan Allah membuahkan beban berat bagi umat-Nya? Bukankah berhubungan dengan Allah akan mengangkat seluruh beban umat-Nya sebab Ia yang membebaskan, membimbing, melindungi, dan mengajar umat-Nya? Itulah yang dilakukan Allah terhadap Israel. Allah telah menebus Israel dari tanah perbudakan. Ia telah memberikan kepada mereka pemimpin besar seperti Musa, Harun, dan Miryam. Ia juga telah melindungi mereka dari serangan musuh-musuhnya dan menuntun mereka melewati padang belantara menuju tanah perjanjian (4-5).

Apa yang Allah tuntut dari umat-Nya? Mikha, berperan sebagai Israel, menggunakan sebuah sindiran untuk menyimpulkan apa yang Israel rela lakukan bagi-Nya yaitu korban bakaran, ribuan domba jantan, bahkan seperti pengikut agama-agama kafir mereka rela mempersembahkan anak-anak sulung mereka (6-7). Israel meresponi kasih Allah dengan melakukan agama lahiriah dan ritual agama yang kosong. Allah sudah memberitahukan kepada umat-Nya apa yang baik yang Ia kehendaki, yaitu berlaku adil, mencintai kemurahan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah (8). Tiga kebajikan Illahi ini bukan suatu spekulasi atau filosofis belaka namun merupakan nilai-nilai moral yang praktis.

Tuntutan Allah bagi Kristen masih sama. Dia menginginkan kita meresponi kesetiaan-Nya dengan melakukan 3 kebajikan Illahi tadi. Berlaku adil meliputi keadilan dalam berhubungan dengan sesama. Mencintai kemurahan adalah kebajikan yang memotivasi seseorang untuk memperhatikan kebutuhan orang lain dan menolongnya. Kerendahan hati di hadapan-Nya berarti senantiasa responsif terhadap Allah, menyerahkan kehendaknya dengan sukacita di bawah kehendak Allah. Kebajikan Illahi ini menetapkan batas-batas kehidupan Kristen.

Renungkan: Kita tidak dapat bersimpati terhadap orang lain hingga mengorbankan keadilan ataupun kehendak-Nya. Kita tidak dapat menuntut keadilan hingga tidak ada ruang bagi kemurahan dan perhatian.

(0.31) (Ul 6:7) (full: MENGAJARKANNYA BERULANG-ULANG KEPADA ANAK-ANAKMU. )

Nas : Ul 6:7

Salah satu cara utama untuk mengungkapkan kasih kepada Allah (ayat Ul 6:5) ialah mempedulikan kesejahteraan rohani anak-anak kita dan berusaha menuntun mereka kepada hubungan yang setia dengan Allah.

  1. 1) Pembinaan rohani anak-anak seharusnya merupakan perhatian utama semua orang-tua (bd. Mazm 103:13;

    lihat cat. --> Luk 1:17;

    lihat cat. --> 2Tim 3:3;

    [atau ref. Luk 1:17; 2Tim 3:3]

    lihat art. ORANG-TUA DAN ANAK-ANAK).

  2. 2) Pengarahan rohani harus berpusat di rumah, dan melibatkan ayah dan ibu. Pengabdian kepada Allah di dalam rumah tangga wajib dilakukan; hal itu adalah perintah langsung dari Tuhan (ayat Ul 6:7-9; bd. Ul 21:18; Kel 20:12; Im 20:9; Ams 1:8; 6:20; 2Tim 1:5).
  3. 3) Tujuan dari pengarahan oleh orang-tua ialah mengajar anak-anak untuk takut akan Tuhan, berjalan pada jalan-Nya, mengasihi dan menghargai Dia, serta melayani Dia dengan segenap hati dan jiwa (Ul 10:12; Ef 6:4).
  4. 4) Orang percaya harus dengan tekun memberikan kepada anak-anaknya pendidikan yang berpusatkan Allah di mana segala sesuatu dihubungkan dengan Allah dan jalan-jalan-Nya (bd. Ul 4:9; 11:19; 32:46; Kej 18:19; Kel 10:2; 12:26-27; 13:14-16; Yes 38:19).
(0.31) (Kel 16:25) (sh: Nafkah dan ibadah (Jumat, 9 September 2005))
Nafkah dan ibadah

Tuhan memakai berbagai cara untuk mengajarkan kebenaran-Nya. Misalnya, Tuhan Yesus mengajar para pendengar-Nya melalui perumpamaan. Sedangkan, pada nas ini Allah mengajarkan ketetapan hari Sabat kepada bangsa Israel melalui manna.

Tuhan mencurahkan manna setiap hari untuk mencukupi kebutuhan makanan mereka selama berada di padang gurun (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">35). Aturan Tuhan adalah setiap keluarga mengumpulkan manna secukupnya setiap hari. Hal ini berlaku untuk hari pertama sampai dengan hari kelima (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">6,21). Namun, pada hari keenam mereka diperintahkan mengumpulkan manna dua kali lipat jumlahnya karena pada hari ketujuh manna tidak akan dicurahkan (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">22). Pengaturan ini sesuai dengan peraturan hari Sabat, yaitu larangan untuk bekerja. Hari Sabat adalah hari perhentian yang dikuduskan Tuhan (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">23). Karena itu, umat Israel harus mematuhi peraturan hari Sabat untuk beristirahat, termasuk tidak mengumpulkan manna. Dengan mematuhi perintah tersebut, umat Israel membuktikan diri mereka percaya penuh pada pemeliharaan Tuhan. Baik secara jasmani dengan tidak mengumpulkan manna maupun secara rohani dengan mensyukuri pemeliharaan Tuhan hari demi hari.

Orang Kristen beroleh perhentian sejati dalam karya penyelamatan Kristus (Ibr. 4:3-11) karena itu seluruh hari kita adalah ibadah. Meski tidak lagi menjalani hari Sabat, orang Kristen tetap perlu menaati prinsip Sabat dengan beristirahat dari segala pekerjaan mereka dan memberi waktu khusus untuk beribadah pada Allah pada hari Minggu. Dengan tidak bekerja melainkan beribadah pada hari Minggu, orang Kristen telah menerapkan ajaran Tuhan Yesus: "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah" (Mat. 4:4).

Responsku: Menjadikan hari Minggu sebagai hari aku beristirahat agar tubuh, pikiran, dan hatiku diarahkan untuk menyembah Tuhan.

(0.30) (Yeh 42:1) (sh: Bilik-bilik bagi para imam (Sabtu, 24 November 2001))
Bilik-bilik bagi para imam

Sekali lagi Yehezkiel dibawa ke pelataran luar sebelah utara, kali ini ke dekat bangunan di ujung barat (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">1-9a). Berhadapan dengan bangunan di lapangan tertutup di sebelah barat (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">41:12) dan dengan bilik-bilik tempat umat yang beribadah memakan persembahan kurban, terdapat bilik-bilik bagi para imam. Bilik-bilik yang simetris letaknya juga terdapat di bagian selatan dari pelataran luar (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">9b-12). Bilik-bilik ini kudus (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">13), dan di sinilah para imam memakan jatah mereka dari persembahan-persembahan mahakudus. Di bilik ini pula para imam harus menanggalkan pakaian upacara mereka saat akan meninggalkan pelataran untuk masuk ke pelataran luar (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">14). Seperti dalam laporan-laporan sebelumnya, di sini pun perbedaan antara imam dan awam, antara yang kudus dan tidak kudus ditegaskan, guna menjaga dan memelihara kesucian wilayah kudus.

Selesai mengukur bagian dalam, malaikat lalu membawa Yehezkiel keluar, ke pintu gerbang timur, dan mulai mengukur Bait Suci dari luar (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">15-20). Keempat sisi tembok luar Bait Suci berbentuk bujur sangkar berukuran 500 hasta x 500 hasta. Kini fungsi tembok Bait Suci dijelaskan, yakni "untuk memisahkan yang kudus dari yang tidak kudus" (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">20). Dengan demikian, selesailah pengukuran dan pengamatan seluruh kompleks Bait Suci yang dilihat Yehezkiel.

Beberapa hal dari penglihatan ini memang sulit diuraikan, dan penjelasannya sulit diikuti. Tetapi, ada beberapa hal yang bisa kita renungkan: (a) Kompleks Bait Suci menggambarkan wilayah kesucian milik Tuhan yang dipisahkan dari yang tidak kudus; (b) Dari luar ke dalam ada gradasi kekudusan: bagian luar untuk orang awam yang beribadah, pelataran dalam untuk imam-imam yang melayani, dan paling dalam adalah Bait Suci dengan ruang mahakudus.

Renungkan: Penglihatan mengenai bangunan Bait Suci serta ukuran- ukurannya mengajar kita 2 hal: (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">1) Dalam ibadah, siapa pun tidak boleh sembarangan menghampiri Allah, melainkan selalu harus mengikuti ketentuan dan peraturan yang sudah ditetapkan-Nya; (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">2) Kita harus senantiasa menjaga diri dari pencemaran oleh dosa. Tentu ini berlaku bukan hanya dalam ibadah, tapi juga dalam seluruh aspek kehidupan.

(0.30) (Mzm 87:1) (sh: Menilai sebuah kota (Selasa, 6 November 2001))
Menilai sebuah kota

Bagaimana kita harus menilai sebuah kota? Apa kriteria penilaiannya? Apakah perekonomiannya? Pusat perbelanjaan yang lengkap? Banyaknya gedung pencakar langit? Kebersihan dan kenyamanannya? Tingkat kriminalitas yang rendah? Transportasi dan sarana jalan raya yang memadai? Atau apa?

Mazmur hari ini ingin mengajar kita mengenai suatu kriteria yang sangat berbeda untuk menilai sebuah kota. Sion, sebagai kota Allah, begitu dikagumi oleh pemazmur. Hal-hal yang begitu mulia dikatakan tentangnya (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">3). Apa yang menjadikan Sion begitu mulia?

Tiga hal dapat kita amati di sini. Pertama, Sion dijadikan kota Allah. Meskipun Sion didirikan oleh manusia, Allah membuatnya begitu istimewa, dikasihi tanpa syarat (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">1-2, bdk. Mzm. 78:68-69). Dengan kata lain, kemuliaan Sion tergantung sepenuhnya dari anugerah Allah. Kedua, Sion memiliki fungsi istimewa di dalam rencana keselamatan Allah bagi bangsa- bangsa. Dikatakan di sana bahwa orang-orang dari Rahab (istilah lain untuk Mesir) dan Babel, serta dari tempat- tempat lain datang ke Sion, dan mereka mengakui Yahweh sebagai Allah mereka (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">4), walaupun sebelumnya beberapa di antaranya adalah musuh bebuyutan Israel. Orang-orang proselit (yaitu mereka yang non-Yahudi, tapi akhirnya bertobat kepada Allah Israel) dianggap sebagai warga negara Sion, bahkan dianggap dilahirkan di sana. Dengan kedatangan mereka, Sion makin ditegakkan (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">5). Betapa bahagianya kota yang melihat dampak kasih Allah sampai ke ujung bumi. Ketiga, Sion begitu istimewa karena dapat menjadi tempat perayaan sukacita (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">7). Ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">7b menyatakan bahwa mata air Allah ada di dalam hidup para proselit itu. Mereka menari dan memuji Allah yang adalah sumber segala kehidupan dan kebaikan.

Renungkan: Apa yang paling mengagumkan bagi kita ketika melihat kota kita sendiri? Mungkin kita hidup di desa terpencil atau kota kecil, atau mungkin pula di kota metropolitan. Di mana pun kita tinggal, kita diajarkan untuk mengagumi sebuah tempat bukan karena keindahan alamnya, kemegahan bangunannya, atau nilai-nilai sejarah yang dikandungnya, namun karena Allah menggenapi rencana keselamatan-Nya di sana. Maukah Anda juga menjadi alat Tuhan mewartakan kasih-Nya?

(0.30) (Yeh 21:1) (sh: Kedahsyatan pedang petir (Kamis, 6 September 2001))
Kedahsyatan pedang petir

Yehezkiel kali ini harus menujukan wajahnya ke arah Yerusalem dan mengucapkan banyak teguran kepada Israel yang telah menajiskan Bait Kudus Allah (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">1-2). Ia harus menyampaikan bahwa Tuhan telah menjadi lawan Israel dan hendak mencabut pedang-Nya untuk melenyapkan semua manusia dari Selatan sampai Utara (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">3-4). Kengerian malapetaka ini adalah bila senjata itu sudah membabat manusia, pedang petir ini tidak akan kembali ke sarungnya. Dan Yehezkiel disuruh menjadi model hidup. Ia harus mendramatisir kedahsyatan bencana ini dengan mengerang seperti seorang yang patah tulang pinggang, yang berada dalam kesengsaraan yang pahit (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">5-6). Ketika warga mengerti isi pesan ini, maka hati mereka akan menjadi tawar, semua tangan akan menjadi lemah lesu, segala semangat menghilang, dan semua orang akan terkencing-kencing ketakutan (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">7).

Sebelum mengklaim bahwa tindakan Allah yang telah dipaparkan ini sebagai bentuk kekejaman yang tidak berbelaskasihan, maka kita perlu memahami mengapa keputusan ini diambil oleh Allah. Allah tidak pernah menjatuhkan hukuman tanpa andil kesalahan manusia. Allah tidak dapat berpangku tangan melihat kenajisan dosa. Walaupun manusia dapat dengan sangat rapi membungkus dosa, tetapi dosa tetap kejijikan di hadapan Allah. Bila telah berulangkali manusia diperingatkan melalui berbagai cara namun tetap tidak mau menyesali dosanya, maka Allah tidak punya pilihan lain di dalam menyatakan disiplin-Nya. Ia mengizinkan suatu penghukuman dahsyat menimpa manusia. Kita sama sekali tidak mempunyai alasan untuk mengklaim Allah itu kejam, karena Allah menindak manusia selaras dengan perbuatannya, di dalam kasih dan kedaulatan-Nya. Kasih dan kedaulatan-Nya yang nyata melalui disiplin keras akan mengajar Kristen tidak hidup sekehendak hati, tetapi mengarahkan hidup pada kehendak-Nya.

Renungkan: Menyikapi disiplin Allah di dalam hidup kita, tidaklah mudah. Kita seringkali lebih memfokuskan pandangan pada bentuk penderitaan yang kita alami. Jarang sekali kita melihat tujuan dan maksud kasih-Nya di balik pekerjaan pedang petir-Nya. Wahai Kristen yang telah menerima ganjaran Allah, sudah saatnya kita bangun dari keterpurukan. Kinilah saatnya kita menghayati hidup yang telah dibersihkan-Nya dengan lebih baik lagi.

(0.30) (1Taw 13:1) (sh: Sentralitas Allah (Kamis, 7 Februari 2002))
Sentralitas Allah

Bagian ini berfungsi ganda menunjukkan sentralitas hadirat Allah dalam kehidupan umatNya. Dalam zaman ketika Israel menuju tanah perjanjian, tabut perjanjian selalu diusung di depan umat, baik saat mereka berjalan maupun ketika mereka maju berperang (Kel. 25:10-22). Ketika mereka berkemah, tabut itu ditempatkan di tengah-tengah perkemahan Israel (Bil. 11:33-36). Hal ini melambangkan bahwa Allah perjanjian tidak saja menyertai mereka, tetapi juga selalu membuka jalan menggenapi janji-janji baik-Nya bagi umat-Nya. Kegagalan Israel yang membuat mereka dibuang adalah karena mereka tidak mengedepankan hukum-hukum Allah. Kegagalan menjadi-jadi karena para raja mereka menyalahgunakan kekuasaan politis dan mencemarkan kehidupan ibadah. Dalam bagian ini, semua penyebab kegagalan itu dirombak dan ditata ulang dengan mengacu pada contoh Daud.

Untuk umat yang kembali dari pembuangan dan sedang menata kembali kehidupan mereka, prinsip yang benar perlu ditegakkan kembali. Itu sebabnya dalam kisah ini kita melihat beberapa unsur penting ditekankan. Pertama, catatan tentang keputusan tentang pemindahan tabut itu beda dari yang dicatat dalam 2Sam. 6:1-11. Dalam bagian ini Daud tidak bertindak sendiri, tetapi berunding dengan para pemimpin pasukan dan seluruh jemaah. Pemimpin umat pascapembuangan harus belajar untuk tidak bertindak sendiri dan tidak memiliki wewenang tanpa batas. Kedua, selama zaman kepemimpinan Saul, tabut perjanjian itu sempat terlupakan. Kini sentralitas Allah dalam kehidupan umat ditegaskan ulang dengan menempatkan tabut perjanjian itu di pusat kehidupan mereka. Ketiga, pengakuan kembali umat akan sentralitas Allah tidak merupakan beban, melainkan menciptakan kesukaan yang besar. Ketika Allah di pusat kehidupan, kehidupan pasti mengalami kesukaan yang besar. Keempat, di dalam latar belakang inilah perlu kita melihat mengapa Uza dihukum mati. Allah bukan Allah yang kejam atau yang tidak tahu menghargai niat baik orang. Allah sedang mengajar umat-Nya agar tahu menempatkan Dia dengan segala hormat dan kemuliaan karena Dia kudus adanya (bdk. 10 dan 14).

Renungkan: Jika ingin menempatkan Tuhan sentral dalam hidup, lakukanlah dengan sikap dan cara yang benar, dengan sepenuh hati.

(0.29) (Mzm 105:16) (sh: Pujian dan ketaatan (ayat 2) (Senin, 22 April 2002))

Kebesaran hikmat, kuasa, dan kasih Allah jauh melampaui baik pertimbangan manusia memahaminya maupun kelayakan manusia menerimanya. Kisah bagaimana Yusuf menjadi besar, menjadi penyelamat keluarganya dan bahkan dunia waktu itu, adalah bukti tentang kebesaran Allah tersebut (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">16-22). Kisah Yusuf ini lebih tepat disarikan sebagai kisah Allah membentuk dan menyiapkannya menjadi orang yang berperanan besar dalam sejarah umat dan dunia waktu itu melalui berbagai penderitaan dan ujian yang harus Yusuf lalui.

Untuk Israel pada umumnya, kisah terbesar dan terpenting bagi mereka sebagai umat adalah kisah Keluaran (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">26-38). Seperti halnya kisah Yusuf, kisah Keluaran pun bisa dilihat dari sisi manusia atau dari sisi Allah. Dari sisi manusia, hanya sedikit unsur heroik dapat kita jumpai baik dari tokoh para pemimpinnya maupun dari perilaku seluruh umat. Di balik latar depan kelemahan manusia itu, tampak jelas kasih, kesetiaan, hikmat, dan kuasa Allah yang mematahkan kekuatan perbudakan Mesir atas Israel, mempermalukan kepercayaan kafir Mesir kepada dewa-dewi mereka, memimpin, memelihara, dan mengajar Israel secara melimpah mulai dari keluar dari Mesir sampai mereka memasuki tanah perjanjian (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">26-42).

Yang indah dari kisah Keluaran bukan saja bahwa Allah mengalahkan rintangan-rintangan yang harus Israel alami, juga bukan saja Allah memelihara mereka dengan makanan dan minuman. Yang indah dan paling penting dari semua kejadian dalam kisah Keluaran itu adalah bahwa Allah sendiri hadir menyertai umat-Nya (ayat yang+mengajar+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D&tab=notes" ver="">39). Walau hal tersebut hanya disebut dalam satu ayat, maksud pemazmur jelas adalah menunjukkan seluruh penyertaan Allah sejak dari awal mereka keluar dari Mesir sampai mereka masuk ke Kanaan. Kehadiran Allah adalah konsep yang sangat penting dalam kehidupan umat Allah. Melalui kehadiran-Nya, agama atau iman tidak merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi konkret. Kehadiran-Nya tidak saja menjamin pemeliharaan atas kebutuhan, tetapi lebih dari itu menunjukkan bahwa Allah perjanjian sungguh adalah Allah dalam relasi dengan umat-Nya.

Renungkan: Tidak cukup hanya menghitung berkat Allah dalam hidup ini. Penting untuk hidup ibadah kita, mengenali dan merindukan kehadiran Allah secara nyata.

(0.27) (Hos 1:2) (jerusalem: kawinlah seorang perempuan) Seperti nabi-nabi lain melakukan tindakan-tindakan yang merupakan lambang dan nubuat, bdk Yer 18:1+, demikian hidup nabi Hosea menjadi lambang yang menyingkapkan rahasia rencana Allah. Hosea sampai dua kali mencintai seorang perempuan yang hanya menanggapi cinta kasih nabi dengan ketidaksetiaan. Begitu juga Tuhan terus mengasihi umatNya, Israel, isteriNya yang tidak setia. Tuhan mencobai Israel, tetapi kemudian menganugerahkan kepadanya kebahagiaan kasih pertama itu dam membuat kasih isteriNya menjadi bertahan tak tergoncang lagi (bab 1-3). Agaknya di masa sebelum nabi Hosea orang sudah menyebut ibadat kepada dewa-dewa yang diadakan penduduk negeri Kanaan sebagai "persundalan", oleh karena memang dalam ibadat itu persundalan bakti dipraktekkan (Kel 34:15). Dengan meniru ibadat penduduk Kanaan Israelpun bersundal (Kel 34:16). Tetapi nabi Hosea adalah nabi pertama yang membandingkan persatuan Allah dengan Israel berdasarkan perjanjian yang diikat di gunung Sinai, dengan perkawinan. Karena itu nabi Hosea tidak hanya menyebut pemujaan dewa-dewa sebagai persundalan, tetapi sebagai zinah. Dengan mengikuti nabi Hosea nabi-nabi lain juga berkata demikian, Yes 1:21; Yer 2:2; 3:1; 3:6-12. Nabi Yehezkiel sampai dua kali mengutarakan pikiran itu dalam kiasan yang panjang terperinci, Yeh 16:23. Kitab Deutero-yesaya membandingkan pemulihan umat Israel di masa sesudah pembuangan dengan rujuk isteri yang tidak setia, Yes 50:1; 54:6-7; bdk Yes 62:4-5. Kidung Agung barangkali juga menggambarkan hubungan Allah dengan Israel sebagai hubungan suami-isteri. Dalam Perjanjian Baru Yesus membandingkan kebahagiaan di zaman Mesias dengan pernikahan, Mat 22:1-14; 25:1-13. Ia sendiri adalah mempelai-suami, Mat 9:15; bdk Yoh 3:29. Dengan jalan itu Yesus mengajar bahwa di dalam diriNya sendiri terikatlah perjanjian nikah, Pulau juga memanfaatkan lambang itu, 2Ko 11:2; Efe 5:25-33; bdk 1Ko 6:15-17. Akhirnya kitab Wahyu berkata tentang pernikahan Yerusalem sorgawi, Wah 21:2. - Bab 1-3 kitab Hosea merupakan suatu kesatuan tersendiri. Bab-bab ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, masing-masing terdiri atas sejumlah ayat yang mengenai mata sekarang di mana Allah mengecam Israel oleh karena dosanya, dan sejumlah ayat yang mengenai masa depan yang bahagia, Hos 1:2-9,10-11; 2:1-12; 2:13-22; 3:1-4; 3:5


TIP #27: Arahkan mouse pada tautan ayat untuk menampilkan teks ayat dalam popup. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA