Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 21 - 40 dari 140 ayat untuk menahan lapar (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.25) (1Raj 19:8) (full: EMPAT PULUH HARI EMPAT PULUH MALAM. )

Nas : 1Raj 19:8

Beberapa orang beranggapan bahwa masa puasa ini, seperti yang dialami Musa (Kel 34:28) dan Kristus (Mat 4:2), adalah contoh puasa yang panjang. Akan tetapi, mereka tidak berpuasa dengan cara yang biasa. Musa di hadapan Allah dalam awan dipelihara secara adikodrati. Elia menerima dua kali makanan adikodrati yang memberinya kekuatan untuk empat puluh hari (ayat 1Raj 19:6-8). Yesus dipimpin oleh Roh Kudus ke dalam gurun dan tidak menjadi lapar hingga sesudah empat puluh hari

(lihat cat. --> Mat 4:2;

lihat cat. --> Mat 6:16).

[atau ref. Mat 4:2; 6:16]

(0.25) (1Taw 28:9) (full: KENALLAH ALLAHNYA AYAHMU. )

Nas : 1Taw 28:9

Instruksi Daud kepada Salomo ialah agar Salomo mengenal Allah, melayani, dan mencari Dia "dengan tulus ikhlas dan rela hati".

  1. 1) Mengenal Allah artinya memiliki pemahaman praktis tentang diri dan jalan-jalan-Nya serta hidup dalam persekutuan erat dengan Allah dan firman-Nya

    (lihat cat. --> Yoh 17:3; bd.

    lihat cat. --> Yoh 15:4).

    [atau ref. Yoh 17:3; 15:4]

  2. 2) Melayani Allah berarti mendambakan kasih karunia, kuasa kerajaan, dan kebenaran-Nya sedemikian rupa sehingga kita senantiasa berdoa untuk kehadiran-Nya yang aktif dalam kehidupan kita dan dengan sungguh-sungguh berusaha menaati kehendak-Nya

    (lihat cat. --> Mat 5:6

    [atau ref. Mat 5:6]

    mengenai lapar dan dahaga akan kebenaran).
(0.25) (Mzm 107:1) (full: BERSYUKURLAH. )

Nas : Mazm 107:1-43

Mazmur ini menasihati orang tertebus untuk memuji Tuhan karena kelepasan dari situasi yang parah dan berbahaya. Pemazmur menggunakan empat contoh untuk melukiskan bahwa Allah menanggapi kesulitan-kesulitan ekstrem umat-Nya manakala mereka berdoa: lapar dan dahaga (ayat Mazm 107:4-9), perhambaan (ayat Mazm 107:10-16), sakit parah hingga nyaris meninggal (ayat Mazm 107:17-22), dan bahaya badai (ayat Mazm 107:23-32). Mazmur ini relevan sekarang ini bagi semua orang percaya yang di dalam kesesakan dan penderitaan berseru kepada Tuhan; itu membangun iman dan mendorong kita selama saat-saat kita memerlukan campur tangan Allah secara khusus di dalam kehidupan kita.

(0.25) (Ams 4:23) (full: JAGALAH HATIMU. )

Nas : Ams 4:23

Hati adalah sumber keinginan dan keputusan

(lihat art. HATI).

Mengikut Allah dan mengenal jalan-jalan-Nya meliputi suatu keputusan teguh untuk tetap mengabdi kepada-Nya, mencari dahulu kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya (Mat 6:33). Jikalau kita menemukan bahwa dahaga dan lapar akan Allah dan kerajaan-Nya sedang menurun, kita harus menilai kembali prioritas kita, dengan jujur mengakui kesuaman kita, dan dengan sungguh-sungguh berdoa memohon kerinduan baru akan Allah dan perkenan-Nya. Lalai dalam menjaga hati kita akan mengakibatkan kita menyimpang dari jalan yang aman dan terjebak dalam jerat pembinasaan (bd. Ams 7:24-27); menjaga hati kita melebihi segala sesuatu menghasilkan hidup yang mantap pada jalan yang rata karena perkenan dan kasih karunia-Nya (ayat Ams 4:25-27).

(0.25) (Yes 63:15) (endetn: Djanganlah menahan diriMu)

diperbaiki dengan bersandarkan terdjemahan Junani. Tertulis: "mereka menahan diri terhadapku".

(0.25) (Mat 4:1) (sh: Siapa takut? (Sabtu, 30 Desember 2000))
Siapa takut?

Pernyataan awal perikop ini (1) menekankan pentingnya percobaan bagi persiapan Yesus menjalankan misi-Nya. Mengapa? Karena Ia segera memulai khotbah-Nya, mewartakan Kerajaan Allah sekaligus Dia sebagai Raja. Sebagai Raja, Yesus haruslah seorang pemenang atas kekuatan setan dan sifat kemanusiaan-Nya. Yesus telah menang atas percobaan. Mengapa kemenangan-Nya atas pencobaan penting? Kita akan melihat inti dari tiap-tiap pencobaan.

Pencobaan pertama ditujukan kepada sifat fisik Yesus sebagai manusia. Ia lapar dan membutuhkan makanan. Mengapa tidak membuat roti saja? Kristus menjawab dengan mengutip Ul. 8:3. Inti dari respons Yesus adalah Ia mengakui bahwa manusia adalah mahluk hidup yang berjasmani. Namun manusia melebihi binatang sebab ia mempunyai sifat rohani yang dapat mengontrol sifat jasmaninya. Kehendak Allahlah yang harus mengatur pilihan manusia, bukan kebutuhan atau pun keinginan fisik. Pencobaan kedua ini sangat pelik. Setelah puasa 40 hari, Yesus lapar dan sangat lemah secara fisik. Dalam kondisi yang demikian Iblis muncul untuk mencobai-Nya. Sangat wajar jika Yesus karena menuruti kondisi fisiknya meragukan kasih Allah. Iblis mencoba menggunakan keraguan yang mungkin menyerang Yesus dengan pertanyaan yang menjebak (6). Respons Yesus yang mengutip Ul. 6:6 menyatakan dengan tegas bahwa manusia tidak boleh mencobai Allah melainkan harus mempercayai- Nya. Pencobaan ketiga juga sangat pelik. Iblis menawarkan kekuasaan atas seluruh kerajaan dunia dengan cara mudah, untuk mencobai belas kasihan Yesus atas manusia. Dunia yang penuh dengan ketidakadilan dan tragedi akan menjadi lebih baik jika Yesus menjadi raja. Yesus menolak Iblis sebab hanya Allah yang patut disembah. Kehendak Allah yang harus menjadi otoritas mutlak dalam kehidupan manusia. Sesuatu yang nampaknya baik tidak dapat menggoyahkan ketaatan-Nya kepada Allah.

Renungkan: Kemenangan Yesus mengukuhkan Dia sebagai Raja sekaligus memberi jaminan kemenangan atas pencobaan bagi mereka yang tinggal di dalam-Nya. Ia memberikan penghiburan dan pengharapan bahwa Ia mengetahui setiap pergumulan kita melawan dosa, sebab Ia pernah mengalami dan Ia akan memberikan pertolongan. Karena itu siapa takut?

(0.25) (Mat 4:1) (sh: Strategi menghadapi tawaran Iblis (Kamis, 30 Desember 2004))
Strategi menghadapi tawaran Iblis

Jika Anda ditawari untuk memiliki segalanya di dunia ini, tetapi kehilangan nyawa. Apakah Anda bersedia?

Tuhan Yesus pun mengalami tawaran yang berasal dari Iblis. Tawaran Iblis ditujukan kepada Yesus dengan tujuan menggagalkan misi Yesus untuk mengorbankan diri-Nya bagi penebusan dosa manusia. Iblis memakai kesempatan pada saat Yesus lapar setelah berpuasa untuk mengajukan tawarannya (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">2). Iblis mengira jika Yesus lapar maka Ia akan melakukan tindakan yang Iblis harapkan, yang dapat dimanfaatkan Iblis sebagai "pintu" penaklukan Iblis terhadap diri Yesus. Oleh karena itu, Iblis melancarkan tiga kali penawaran yang dibalut tampilan menyenangkan. Pertama, penawaran kebutuhan jasmani yang masuk melalui kebutuhan hidup Yesus (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">3). Kedua, penawaran untuk demonstrasi kekuasaan Yesus kepada dunia (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">5-6). Ketiga, penawaran peralihan kepemilikan dunia dari Iblis kepada Yesus (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">8-9). Ketiga penawaran Iblis itu dipatahkan Yesus dengan mengutip firman Tuhan yang dilandasi atas kebergantungan mutlak kepada Bapa-Nya (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">4, 7, 10). Jawaban Yesus kepada tiga penawaran Iblis itu memiliki tingkatan yang berbeda yaitu ay. menahan+lapar&tab=notes" ver="">4 mengutip firman Tuhan; ay. menahan+lapar&tab=notes" ver="">7 mengutip firman Tuhan sekaligus dengan tegas menyatakan identitas diri-Nya; ay. menahan+lapar&tab=notes" ver="">10 dengan firman Tuhan menghardik Iblis dengan keras untuk menjauh dari-Nya!

Setiap hari kita dihadapkan berbagai tawaran yang terlihat menarik, tetapi ternyata menyesatkan. Tawaran seperti ini sulit ditanggulangi jika kita mengandalkan kekuatan diri sendiri dan melupakan Tuhan yang sanggup memberikan jalan keluar (ayat 1Kor. 10:13). Biasanya tawaran ini diselubungi atau pun disamarkan dalam bentuk yang indah, ajaran filsafat duniawi, gaya hidup bebas, kesempatan yang menarik, kebutuhan hidup, kegiatan rohani, dll. Apakah setiap tawaran harus ditolak? Tergantung tujuannya. Apakah sesuai dengan firman Tuhan? Bagaimana menyiasatinya? Mengenali tujuan setiap tawaran, lalu memakai kebenaran firman Tuhan dengan disertai sikap tegas menolaknya.

Renungkan: Kalahkan Iblis dengan berpegang pada firman Tuhan.

(0.25) (Mat 5:1) (sh: Bahagia sejati (Minggu, 2 Januari 2005))
Bahagia sejati

Kebahagiaan biasanya diidentikkan dengan segala sesuatu yang membuat hati kita senang. Misalnya segala sesuatu yang kita miliki. Namun, berbeda sekali dengan arti dan ukuran kebahagiaan yang Yesus utarakan ini. Yesus mengaitkan kebahagiaan dengan mutu manusianya.

Menurut Yesus, kebahagiaan sejati adalah pemberian Allah kepada mereka yang memiliki sikap hidup yang benar, yaitu mereka yang tidak mengikatkan diri pada harta duniawi (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">3), karena mereka justru akan memiliki harta surgawi. Orang yang berduka cita oleh sebab di dunia ini tidak memiliki apa-apa justru akan berbahagia oleh penghiburan surgawi (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">4). Orang yang lemah lembut, tidak pernah membela hak sendiri, merekalah yang mewarisi bumi (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">5). Orang yang lapar dan haus akan kebenaran serta mencari harta surgawi, pasti dipuaskan (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">6). Orang yang murah hati, membagi-bagikan bukan mengumpulkan justru akan menikmati kelimpahan (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">7). Orang yang suci hatinya, yang menujukan fokus hidupnya pada Allah dan bukan pada dunia adalah orang-orang yang akan melihat dan menikmati Allah (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">8). Sedangkan mereka yang membawa damai dan menebarkan kasih Allah, akan disebut anak-anak Allah (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">9). Akhirnya, mereka yang menderita oleh karena nama Allah, Allah sendiri yang akan melimpahi sukacita kekal (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">10-12).

Inginkah Anda berbahagia? Kebahagiaan diawali dengan pertobatan yang dilanjutkan dengan hidup yang memiliki orientasi untuk menyenangkan hati Allah. Semakin dekat Dia, semakin kita mirip Dia dan sifat-sifat-Nya yakni lemah lembut bukan keras hati, lapar dan haus akan kebenaran bukannya kecemaran, murah hati bukannya kikir atau tamak. Itulah jalan bahagia, jalan penuh tuntutan harga yang harus dibayar namun juga jalan hidup sepenuhnya dalam pembentukan Tuhan. Karena itu mari kita belajar hidup bukan untuk diri sendiri saja melainkan untuk Allah.

Renungkan: Kebahagiaan sejati hanya dapat dinikmati orang-orang yang memfokuskan hidupnya kepada Allah.

(0.25) (Mat 12:1) (sh: Bukan aturan tetapi hati (Jumat, 28 Januari 2005))
Bukan aturan tetapi hati

Dua peristiwa ini menunjuk kepada satu pesan penting tentang inti aturan-aturan agama. Murid-murid Yesus, karena lapar memetik bulir gandum (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">1). Perbuatan demikian tidak salah (Ul. 23:25). Yang membuat orang Farisi berang bukan tindakan tersebut melainkan waktu tindakan itu dilakukan. Murid Yesus memetik bulir gandum pada hari Sabat. Murid Yesus tidak melanggar hukum Allah, hanya melanggar hukum agama yang dibentuk orang Farisi. Respons Yesus menunjuk kepada dua peristiwa dalam PL.

Pertama, tindakan Daud (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">3-4). Ketika lapar, Daud dan rombongannya mengambil roti sajian Bait Allah. 12 roti sajian itu diletakkan di atas meja di dalam tempat kudus, hanya boleh dimakan oleh imam di tempat kudus karena roti itu kudus. Roti sajian itu diminta Daud dari imam Ahimelekh (ayat 1Sam. 21:1-6). Itu sebenarnya tidak boleh namun kebutuhan manusia lebih penting dari ritual agama (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">7, Hos. 6:6). Kedua, tindakan imam-imam (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">5). Aturan dalam Bilangan 28:9, mengatur pekerjaan yang harus para imam lakukan pada hari Sabat. Namun, mereka tidak dianggap bersalah walau melanggar Sabat. Dari kedua peristiwa ini Yesus menegaskan bahwa inti dari peraturan adalah mengutamakan hidup.

Selanjutnya (ayat menahan+lapar&tab=notes" ver="">9-15a) Yesus menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya pada hari Sabat. Perbuatan itu tidak melanggar hukum Allah, tetapi melanggar aturan orang Farisi. Orang Farisi membenarkan orang menolong domba yang jatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tetapi tidak memperbolehkan menolong manusia. Bagi Farisi domba lebih penting ketimbang manusia, ritual lebih utama dari belas kasihan. Sebaliknya, bagi Yesus manusia lebih utama dari domba dan ritual agama. Sikap Yesus ini memperlihatkan bahwa Allah menghendaki belas kasihan ketimbang ritual agama.

Renungkan: Apakah kita beragama sebatas ritual? Apakah kasih kita kepada Tuhan dan sesama terhambat atau justru bertumbuh melaluinya?

(0.25) (Mrk 11:12) (sh: Kuantitas tanpa kualitas? (Senin, 31 Maret 2003))
Kuantitas tanpa kualitas?

Sama seperti manusia kebanyakan, Yesus pun dapat merasakan lapar. Keberadaan pohon ara yang lebat daunnya membangkitkan selera Yesus untuk menikmati buahnya. Tetapi harapan-Nya tidak terpenuhi karena ternyata pohon itu tidak berbuah. Tentu saja Yesus tidak akan menemukan buahnya, karena saat itu belum musim buah ara. Tetapi Yesus kecewa sehingga Ia mengutuk pohon ara tersebut. Mungkinkah Yesus mengutuk pohon ara karena rasa lapar? Tindakan Yesus ini banyak menimbulkan perdebatan. Sebagian ahli berpendapat bahwa kemarahan Yesus tidak dapat diterima akal sehat.

Jangan kita terburu-buru mengeluarkan pendapat tentang peristiwa ini. Perhatikan apa yang Markus katakan. Markus melihat bahwa kutukan ajaib Yesus ini mempunyai makna simbolis. Pohon ara adalah simbol bagi umat Israel. Sebagai bangsa yang memiliki status umat Allah, Israel adalah pohon ara Allah. Allah berharap bahwa pohon tersebut menghasilkan buah-buah kebenaran sehingga makin banyak orang mengenal-Nya. Tetapi sayang, status mulia itu hanya menjadi kebanggaan hampa karena tidak diiringi kenyataan yang membuktikan keistimewaan tersebut. Secara kuantitas, umat bertumbuh pesat dalam pengetahuan dan pekerjaan keagamaan, tetapi secara kualitas, mereka mandul karena tidak menghasilkan buah-buah kebenaran. Status umat Allah tanpa diiringi dengan kenyataan, hanya akan mempermalukan nama Allah. Ini tampak jelas ketika Yesus melihat bagaimana mereka memperlakukan Bait Suci seperti pasar.

Seperti umat Israel, kita pun menyandang status umat Allah. Jangan membuat Yesus kecewa karena Dia tidak menemukan buah-buah kebenaran dalam diri kita. Membuat Yesus kecewa sama artinya dengan menyiapkan diri menerima nasib seperti pohon ara. Renungkan: Mengaku diri Kristen berarti siap mengeluarkan buah yang sepadan, dan tidak puas hanya dengan status dan simbol.

(0.22) (Yer 2:13) (endetn: menahan)

diperbaiki menurut terdjemahan Junani. Tertulis: "dapat (sangup)".

(0.20) (Kej 32:29) (full: DIBERKATINYALAH YAKUB DI SITU. )

Nas : Kej 32:29

Pergumulan Yakub dengan Allah sepanjang malam berakibat berkat Allah dalam hidupnya.

  1. 1) Sejak saat itu, Yakub tahu bahwa hidup dan kesejahteraannya tidak tergantung pada akalnya tetapi pada pertolongan, bimbingan, dan berkat Allah. Kemudian hari Allah mengingatkan keturunan Israel akan kebenaran ini, "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan Roh-Ku, firman TUHAN semesta alam" (Za 4:6).
  2. 2) Kemenangan dan berkat dalam kehidupan seluruh umat Allah diperoleh dengan cara yang sama. Sekalipun kita mungkin tidak bergumul secara jasmaniah dengan Allah, kita dapat mencari Dia dengan sungguh-sungguh dan dengan gigih di dalam doa (Luk 11:5-10), mengakui dosa-dosa kita dan memohon pengampunan-Nya (Luk 11:4), lapar dan dahaga akan kerajaan-Nya dan kehadiran-Nya (Luk 11:2), merindukan realitas dan kuasa Roh Kudus (Kis 1:8; 2:4), dan mengejar hidup beriman yang sejati dan kebenaran (Mat 6:30-33).
(0.20) (Yes 55:1) (full: SEMUA ORANG ... MARILAH. )

Nas : Yes 55:1-13

Bangsa Israel, yang telah meninggalkan Allah dan kebenaran-Nya, kini diundang oleh Allah untuk kembali kepada-Nya dan dikembalikan kepada persekutuan dan berkat.

(0.20) (Yoh 6:35) (jerusalem: Akulah) Ungkapan Yunani "ego eimi" mengingatkan nama ilahi yang diwahyukan kepada Musa, Kel 3:14, bdk Yoh 8:24+. Tetapi di sini seperti dalam beberapa ayat lain ungkapan itu memulai juga penjelasan salah satu perbuatan atau perkataan, Yesus menyebut diriNya di sini roti sejati yang dilambangkan oleh manna dan roti yang kemarin diperbanyakNya. Lih Yoh 6:41,48,51; Yoh 8:12; Yoh 10:7-11; Yoh 11:25; Yoh 15:1
(0.20) (Mzm 63:1) (sh: Kerinduan kepada Allah. (Sabtu, 25 April 1998))
Kerinduan kepada Allah.

Daud berada di tempat pengasingan, di padang gurun Yehuda. Gurun biasanya kering kerontang, tandus, sulit air. Kawasan itu jauh dari Tabernakel atau tempat kudus atau Kemah Tuhan, tempat yang diyakini orang Israel sebagai tempat pertemuan dengan Allah. Itulah alamat Allah atau tempat kehadiran Allah. Daud sangat ingin kembali dan masuk ke tempat tersebut untuk melihat kekuatan dan kemuliaan Allah. Sekering padang gurun, begitulah kerontangnya jiwa Daud merindukan hadirat Allah. Saya dan Anda juga perlu persekutuan yang indah dengan Roh Kudus setiap hari.

Kepemilikan Allah. Perenungan manis jiwa Daud ialah: Jiwanya adalah milik Allah dan melekat pada-Nya (ayat menahan+lapar&tab=notes" vsf="TB" ver="">63:8" context="true" vsf="TB">9). Hati Daud penuh dengan penghayatan dan pengakuan yang diungkapkannya dalam frase kunci: kekuatan-Mu, kasih setia-Mu, nama-Mu, sayap-Mu, tangan kanan-Mu. Dia yang haus, lapar dan rindu akan Allah ditolong dan dipuaskan. Segala hal yang menjadi milik Allah sungguh memuaskan Daud. Bukankah menjadi milik Allah menyebabkan Anda dan saya mantap? Bukankah segala hal ilahi yang Allah berikan menjadikan Anda dan saya puas dan bersuka?

Renungkan: Gaya hidup orang yang puas dalam Allah, pasti mempermuliakan-Nya.

(0.20) (Yes 58:1) (sh: Kesalehan yang palsu berarti kemunafikan (Sabtu, 20 Maret 1999))
Kesalehan yang palsu berarti kemunafikan

Banyak orang beranggapan bahwa seseorang itu dikatakan "saleh", bila dia mampu menjalankan setiap ketentuan dan tuntutan ajaran agamanya. Namun anggapan ini sangat berbahaya, bila ketentuan dan tuntutan ajaran agama tersebut dijalankan dengan motivasi salah. Misalnya, agar dipuji orang dan disebut sebagai orang saleh. Secara khusus, Yesaya menyinggung pola berpuasa yang salah. Puasa dianggap cukup bila kita tidak makan dan minum. Namun penindasan, pemerasan, kelaliman terhadap para buruh, orang asing dan kaum lemah tetap dilakukan. Bukankah hanya orang-orang munafik yang melakukan hal ini? Tuhan Yesus, dalam Perjanjian Baru, mengecam: "Celakalah hai orang-orang munafik!"

Kesalehan yang sejati. Allah menghendaki agar dalam berpuasa, umat belajar untuk memiliki kesungguhan hati dan merendahkan diri. Tujuannya, agar kita terlepas dari keinginan untuk menindas orang lain, terlepas dari sikap egois dan serakah. Berpuasa berarti bertobat, yaitu meninggalkan cara hidup yang lama, dan memiliki hidup yang baru sesuai dengan kehendak Allah: membela hak yang lemah, memberi makan yang lapar, memberi pakaian yang telanjang, dll. Apakah keberadaan kita di tengah masyarakat adalah menjadi berkat yang nyata dirasakan oleh siapa pun di sekeliling kita?

Doa: Ya Tuhan, ampunilah kami yang seringkali jatuh dalam kemunafikan. Ajarlah kami untuk melakukan kehendak Tuhan dengan motivasi yang benar.

(0.20) (Yes 65:1) (sh: Tidak menghargai berkat (Rabu, 5 Mei 1999))
Tidak menghargai berkat

Seorang ibu bekerja keras untuk membiayai pendidikan anaknya. Sementara si anak, mahasiswa semester IV, mengisi hidupnya dengan sikap santai, main judi, dan untuk kesekian kalinya gagal dalam ujian. Saat uangnya habis, barulah ia teringat ibunya. Wajarkah bila si ibu mengeluh? Terlebih Tuhan yang begitu mengasihi umat-Nya: "Sepanjang hari Aku mengulurkan tangan-Ku kepada suku bangsa ... yang menyakitkan hati-Ku" (ay. menahan+lapar&tab=notes" ver="">2-3). Bangsa Israel menyakiti hati Tuhan dengan menyembah allah lain, melakukan perbuatan jahat dan dengan kesombongan menganggap diri lebih "religius" dari orang lain. Bagaimana dengan kita? Adakah sikap hidup kita yang menyakitkan hati Allah? Bagaimana respons kita, bila kita disadarkan akan dosa-dosa kita?

Keadilan Allah. Pada hari penghakiman manusia akan dipisahkan yaitu: "hamba-hamba-Ku" dan "kamu yang telah meninggalkan Tuhan". Para hamba akan makan, minum, dan bersukacita. Mereka dihargai Allah, diberikan identitas baru, dan diterima dengan baik oleh orang lain. Sebaliknya, "kamu yang telah meninggalkan Tuhan" akan haus, lapar, malu, dan menangis.

Renungkan: Apa yang perlu ditanggalkan agar Anda menjadi hamba-Nya yang setia?

(0.20) (Mat 5:1) (sh: Siapakah saya? (Rabu, 31 Desember 1997))
Siapakah saya?

Pada akhir tahun ini, baiklah kita mencoba mawas diri. Bila sampai saat ini kita masih diberi hidup dan kesehatan, nyatalah besar anugerah dan sayang-Nya atas kita. Dalam pelayanan Yesus, tidak semua orang yang telah menerima pertolongan-Nya akan menjadi murid atau pengikut-Nya. Pengikut Tuhan memiliki ciri yang jelas karena Ia membuat berbagai tuntutan yang tinggi dan harus terjelma dalam hidup orang yang meresponi-Nya.

Pola hidup baru. Tuhan ingin para pengikut-Nya bahagia. Itu pasti! Namun kebahagiaan itu dikaitkan dengan mutu manusianya, bukan apa yang dimilikinya. Kebahagiaan diawali pertobatan, yaitu perpalingan hidup dari perbuatan, kebiasaan, budaya salah dlsb. Kesadaran akan betapa miskinnya kita di hadapan Allah, menjadi titik tolak dari proses pemuridan selanjutnya, yang kelanjutannya masih perlu kita tapaki. Semakin dekat Dia semakin kita mirip Dia dan sifat-sifat-Nya. Lemah lembut bukannya keras, lapar dan haus akan kebenaran bukannya kecemaran, murah hati bukannya kikir atau tamak, berhati murni, juru damai. Itulah jalan bahagia, jalan penuh tuntutan harga namun juga jalan hidup sepenuhnya dalam pembentukan Tuhan.

Renungkan: Anda akan bahagia esok bila meresponi pembentukan Allah atas Anda dengan meninggalkan yang lama.

(0.20) (Mat 25:31) (sh: Pemisahan kekal. (Senin, 20 April 1998))
Pemisahan kekal.

Pengikut Yesus sejati dan pengikut palsu sulit dibedakan. Jangankan itu, membedakan antara Kristen dan bukan Kristen saja pun sulit. Ada Kristen yang jahatnya ampun-ampun dibandingkan yang tidak mengaku Kristen. Ada pula bukan Kristen yang kebaikannya boleh diadu dengan Kristen serius mana pun. Apa yang kini saApr dan tidak jelas itu tidak akan berlangsung terus. Akan tiba saatnya Tuhan sendiri memisahkan manusia ke dalam dua kelompok. Mereka yang beroleh perkenan-Nya dan mereka yang ditolak-Nya.

Tempat bagi perbuatan baik. Tahun lalu hati kita tersentuh oleh amal bakti dua wanita teladan: Putri Diana dan Ibu Teresa. Di sini Tuhan menyatakan bahwa perbuatan baik orang terhadap yang lapar, yang miskin, yang telanjang menyebabkan mereka disambut Tuhan ke dalam kebahagiaan kekal. Hidup kekal karena amal dan perbuatan; itukah yang sedang Tuhan ajarkan? Tidak! Tak seorang pun dibenarkan oleh perbuatannya. Tak seorangpun mampu menghasilkan perbuatan baik dan benar terus menerus tanpa cacat. Maksud Tuhan, orang yang sungguh beriman pasti menghasilkan ibadah. Kebaikan itu dilakukan bukan supaya diselamatkan, tetapi syukur kepada Tuhan sendiri.

Renungkan: Orang yang sungguh baik berbuat baik bukan karena ingin pahala, tetapi semata karena motif bersyukur.



TIP #04: Coba gunakan range (OT dan NT) pada Pencarian Khusus agar pencarian Anda lebih terfokus. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA