Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 281 - 300 dari 10786 ayat untuk orang-orang berkuda itu (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.10) (Rm 1:17) (jerusalem: kebenaran Allah) Kata Yunani (dikaiosune) sukar diterjemahkan dengan tepat: pembenaran, kebenaran, keadilan, dsb. Yang dimaksudkan di sini bukanlah keadilan bagi Allah yang membalas pekerjaan, tetapi usaha Allah untuk membenarkan dan menyelamatkan orang-orang berdosa (bdk Rom 3:26; Yes 56:1) dan dengan jalan itu melaksanakan janjiNya bahwa manusia diselamatkan melalui kasih karunia Allah
(0.10) (1Kor 7:8) (jerusalem: orang-orang yang tidak kawin) Dalam golongan itu termasuklah semua orang yang tidak mempunyai teman hidup, juga suami-isteri yang bercerai, bdk 1Ko 7:11, di mana dalam naskah Yunani dipakai kata yang sama (agamos, terjemahan; hidup tanpa suami)
(0.10) (2Kor 11:5) (jerusalem: rasul-rasul yang tak ada taranya) Ungkapan ini: kembali dipakai dalam 2Ko 12:11 (terjemahan: rasul-rasul yang luar biasa). Yang dimaksudkan ialah "rasul-rasul palsu" yang disebutkan dalam 2Ko 11:14. Ini bukan keduabelas rasul yang wewenangnya diakui oleh Paulus, Gal 1:18; 2:9. Kata "rasul" di sini mempunyai arti lebih luas dari pada keduabelas, bdk 1Ko 15:7+, dan di antara mereka mungkin ada yang menjadi seperti Yudas. Hanya boleh jadi "rasul-rasul palsu" itu tidak lain kecuali orang-orang yang menyalahgunakan gelar itu.
(0.10) (1Sam 2:23) (full: KUDENGAR ... PERBUATAN-PERBUATANMU YANG JAHAT ITU. )

Nas : 1Sam 2:23

Eli memprotes tindakan jahat kedua putranya, namun dia tidak mengucilkan mereka dari jabatan imam (bd. Bil 15:30-31). Kegagalan Eli dipandang sebagai setara dengan menghina Allah (yaitu, tabiat Allah yang kudus dan standar-Nya bagi jabatan imam, ayat 1Sam 2:30). Firman Allah menyatakan bahwa seorang imam yang dursila tidak dapat bertugas sebagai pemimpin umat Allah; orang-orang semacam itu harus diberhentikan dari jabatan mereka selaku pemimpin

(lihat art. SYARAT-SYARAT MORAL PENILIK JEMAAT).

(0.10) (2Raj 10:6) (jerusalem: kepala anak-anak tuanmu) Harafiah: kepala orang-orang anak-anak tuanmu. Kalimat ini dengan sengaja kabur. Sama seperti dalam bahasa Indonesia, demikianpun dalam bahwa Ibrani kata rosy (kepala) dapat berarti: kepala (bagian) badan, dan pemimpin penguasa. Kala "anak-anak" dapat juga dimengerti sebagai: anak buah. Maka maksud perintah Yehu itu tidak jelas. Oleh para pembaca dimengerti: kepala badan anak-anak Ahab, 2Ra 10:7. Tetapi Yehu dapat mempersalahkan mereka dan menyatakan mereka bertanggungjawab atas pembunuhan itu, 2Ra 10:9.
(0.10) (Mzm 82:6) (jerusalem: berfirman) Maksud ucapan ilahi itu ialah: Walaupun penguasa dan hakim mewakili Allah dan karenanya boleh disebut ilahi, namun mereka tidak boleh menjadi sombong karenanya, sebab sama seperti manusia lain mereka lekas mati (sebagai hukuman). Pikiran ini mungkin oleh pesajak ditempatkan pada latar belakang mitologi: Allah merendahkan penguasa dunia ini, sama seperti Ia meniadakan allah-allah gadungan dari dunia kedewaan, bdk Yes 14:12; Yeh 28:11 dst. Ucapan ilahi itu oleh Yesus dalam konteks yang lain sama sekali diterapkan pada orang-orang Yahudi yang mendapat pengetahuan tentang firman Allah, Yoh 10:34.
(0.10) (Mat 27:52) (jerusalem) Kebangkitan orang benar itu adalah tanda bukti bahwa zaman Mesias sudah ada (Yes 26:19; Yeh 37; Dan 12:2). Berkat kematian Kristus orang itu dibebaskan dari dunia orang mati (syeol), bdk Mat 16:18+, lalu menunggu kebangkitan Yesus dan bersama denganNya memasuki Kota Suci, ialah Yerusalem sorgawi (Wah 21:2, Wah 22:19). Begitulah cerita ini diartikan oleh pujangga-pujangga Gereja dahulu. Kalau demikian, terdapatlah di sini suatu pengungkapan tua dari kepercayaan bahwa orang-orang mati dibebaskan waktu Yesus turun ke dalam dunia orang mati, bdk 1Pe 3:19+.
(0.10) (Mrk 13:24) (jerusalem) Peristiwa-peristiwa dahsyat di jagad ini adalah gambar-gambar yang lazim dipakai para nabi (bdk referensi-referensi di sini dan referensi pada Mat 24:29-31) dalam menggambarkan turun tangan Allah yang berkuasa dalam sejarah. Di sini gambar-gambar itu melukiskan kemelut sebelum zaman Mesias yang disusul kejayaan bangsa orang-orang kudus dan kepalanya, ialah Anak Manusia. Tidak perlu peristiwa-peristiwa ajaib itu dihubungkan dengan akhir zaman dan kesudahan dunia, seperti sering dimengerti orang karena terpengaruh konteks Matius, bdk Mat 24:1+.
(0.10) (1Sam 4:3) (bis: TUHAN)

TUHAN, atau Peti itu.

(0.10) (Yes 47:7) (ende: itu)

ialah gelagat.

(0.10) (Im 1:1) (ende)

LEVITIKA

PENDAHULUAN

Dengan menjebut kitab ini "Kitab Levitika" maka hanja tradisi kuno sadjanlah jang diteruskan, meski tradisi itu kurang tepat sekalipun. Tradisi tsb. sesungguhnja berasal dari terdjemahan Junani jang kuno (Septuaginta l.k. th. 300 seb. Mas) dan liwat terdjemahan Latin (Leviticus) mendjadi umum. Melihat djudul- djudulnja itu maka kiranja orang akan mentjari dalam kitab ini keterangan- keterangan tentang kaum Levita, tetapi ternjata hanja sekali sadja disebut namanja (25, 32-33). Apa jang diperbintjangkan didalam kitab ini ialah keimanan. Maka itu nama jang paling tepat ialah "Kitab Keimanan" (demikianpun disebut oleh terdjemahan Indonesia jang diterbitkan Lembaga Alkitab). Sudah barang tentu orang merasa kurang puas dan senang dengan kata "imam" itu sendiri. Sebab "imam" dalam agama Islam tidak ada sangkut pautnja dengan pendjabat ibadah dalam agama Jahudi (Perdjandjian Lama) dan dalam agama Keristen Katolik. Tetapi kata itu dikalangan Katolik di Indonesia sudah mendjadi biasa, sehingga boleh dipertahankan sadja. Menilik isinja Kitab Levitika boleh disebut "Kitab pegangan para imam Israel". Sebab didalamnja diutarakan djabatan serta tugas pekerdjaan para imam, jang dalam bahasa Hibrani dinamakan "kohen" (Kata Arab Indonesia "kahin" sama sekali lain artinja, meskipun aselinja sama sadja).

Djadi Kitab Levitika tidak memuat tjerita atau kisah, seperti kitab-kitab lain dari Taurat Musa (Kedjadian, Pengungsian, Tjatjah Djiwa), tempat perundangan dan tjerita bertjampur. Kitab Levita berisikan undang dan hukum semata-mata. Tjerita pendek 10, 1-7; 10,16-20 dan 24,10-14 hanja mendjadi landasan sadja untuk hukum tertentu, sehingga tidak boleh disebut "kisah". Kitab ini sesungguhnja sebagian dari perundang-undangan besar jang terdapat dalam Peng. 25-31;34,29-40;31; Lv. 1-27 dan Tj. Dj. 1-10. Keseluruhan itu boleh dinamakan "perundang-perundangan Gunung Sinai" perihal ibadah dan para imam. Dalam Kitab Pengungsian umat Israil sampai digunung sinai dan disitu Allah mengikat perdjandjian dengannja. Kemudian disadjikan hukum-hukum jang diberikan digunung Sinai dan sesudah banjak hukum dan undang kisahnja diteruskan oleh Tj. Dj. 11 dengan berangkatnja umat Israil sampai digunung itu. Dalam bagian terachir kitab Pengungsian kemah sutji dibangun dan ditahbiskan. Lalu oleh Kitab Levitika disadjikan perundang- perundangan tentang ibadah jang dilangsungkan disitu serta hukum-hukum tentang para pedjabat ibadah serta tugas-tugas lainnja dan lagi hukum-hukum tentang sjarat-sjarat jang harus dipenuhi untuk ikut serta dalam ibadah jang sutji itu.

Mudah sadja Kitab Levitika boleh dibagi atas empat bagian besar dengan suatu tambahan.

I Bagian pertama memuat perundang-perundangan tentang upatjara kurban (pasal 1- 7). Dibitjarakan bahan kurban bakar (1,1-17), kurban santapan (2,1-16), kurban sjukur (3,1-17), kurban penebus dosa (4,1-34), kurban pelunas salah (5,1-26). Lalu semua kurban tsb. sekali lagi dibitjarakan tetapi dari segi lain, jakni upatjaranja dan hak para imam atas sebagian dari kurban-kurban itu (6,1-7,38)

II Menjusulah pentahbisan para imam (8,1-10, 20), jang merupakan pelaksanaan perintah jang sudah diberikan Peng. 29. Para imam ditahbisan (8,1-39), jaitu Harun serta anak-anaknja dan itulah jang mendjadi upatjara pentahbisan selandjutnja. Lalu (9,1-21) para imam baru itu mulai bertugas dengan mempersembahkan semua kurban jang diatur oleh Lv. 1-7. Kemudian diperlihatkan bagaimanan orang dihukum, djika tidak berpegang pada aturan sebagaimana ditetapkan (10,1-11).

III Bagian ketiga mendjandjikan hukum-hukum tentang tahir dan nadjis (11,1- 15,33), jaitu tentang binatang halal dan haram (11,1-22), kenadjisan wanita jang bersalin (12,1-8), penjakit kulit dan tjaranja diperiksa oleh para imam (13,1- 59), kurban pentahiran setelah penjakit kulit sembuh (14,1-32), dirumah nadjis serta pentahirannja (14,33-57), nadjis akibat gedjala-gedjala seksuil (15,1-33). Pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">16 achirnja memaparkan dengan pandjang lebar upatjara pentjeriaan (16, 1- 34), jang sekali setahun harus dirajakan untuk menghapus segala dosa dan kenadjisan umat. Pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">16 ini boleh djuga dianggap sebagai bagian tersendiri.

IV Bagian terachir (17,1-26,46) memperbintjangkan kesutjian jang dituntut oleh Allah jang kudus serta oleh ibadah sutji jang dirajakan Israil. Bahan kurban jang chas, jakni darah serta dajanja, diutarakan dan djuga tempat kurban harus dipersembahkan (17,1-16), lalu penggunaan serta halangan perkawinan jang sutji (18,1-30). Menjusullah pelbagaihukum tentang perkara dari hidup sehari-hari (19,1-37) dan hukum pidana (20,1-31). Berikutlah peraturan mengenai para pedjabat ibadah, jakni para imam (21,1-22,16) dan tentang binatang jang boleh dipersembahkan sebagai kurban (22,17-33). Disadjikan djuga daftar perajaan- perajaan keigamaan serta ibadah jang bersangkutan (23,1-44), jaitu: hari Sabat (23,3-4), paskah (23,5-8), perajaan berkaw pertama (23,9-14), pentakosta (23,15- 22), hari pertama bulan ketudjuh (23,23-25), hari pentjeriaan (23,26-32), perajaan pondok-pondok daun-daunan (23,33-44). Lalu suatu kumpulan pelbagai hukum tentang ibadah lagi, jakni tentang pelita tetap (24,1-4), roti pesadjen (24,5-9), menghodjat dan hukum pembalasan (24,10-23). Ditetapkanlah perajaan tahun istirahat, jaitu tahun Sabat (25,1-7) dan tahun pelepasan (25,8-55). Kesemuanja itu sudah disudahi dengan sederetan berkah dan kutuk untuk orang jang menepati atau melanggar hukum-hukum itu (26,1-46).

Pasal terachir Kitab Levitika (27,1-34) njata merupakan suatu tambahan sadja jang menetapkan penggantian kurban nazar serta pernilaiannja (27,1-27) , barang jang diharamkan (27,28-29) dan bagian sepersepuluh (27,30-33).

Melihat pembagian tsb. Kitab Levitika rupa-rupanja mewudjudkan suatu kesatuan jang tjukup padat, apalagi oleh karena langsung dihubungkan seluruhnja dengan pernjataan Allah digunung Sinai, seolah-olah sekali djadi diberikan oleh Jahwe (Lv. 27,34). Hanja dalam bagian terachir kesatuan itu kurang djelas dan padat, oleh karena hukum-hukum jang agak berlainan dideretkan begitu sadja. Tetapi setelah diselidiki sedikit saksama kesatuan tsb. njata tjukup rapuh djuga adanja. Pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">8-10 tentang pentahbisan imam sesungguhnja melaksanakan perintah dari Peng. 29 dan melandjutkan Peng. 40. Maka dari itu pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">1-7 tentang kurban- kurban kurang pada tempatnja disitu. Anehnja kurban-kurban jang sama sampai dua kali diutarakan (ps. 1-5;6-7), meskipun dipandang dari segi jang sedikit berbeda. Tapi mengapa tidak semua sekaligus diperbintjangkan? Dalam ps. 14,1-32 dua upatjara pentahiran tergabung, jakni kurban burung (114,1-9) dan kurban domba (14,10-20.21-32). Hari pentjeriaan dua kali dibitjarakan dan upatjara tidak seluruhnjaa sama dikedua tempat itu (16,1-34;23,26-32; bdk. Tj Dj 29,7- 11). Orang djuga mendapat kesan, bahwa upatjara pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">16 itu merupakan tjampuran dua upatjara jang aselinja tersendiri (16,8-10,20-22.26). Sebab didalamnja terdapat hal-hal jang sama sampai dikatakan duakali (aj. orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">6 dan aj. orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">11-13; aj. orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">4 dan aj. 34; aj. orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">9b dan aj. orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">15-17). Ajat orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">3 sebenarnja kurang tjotjok dengan aj. orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">2 dan tidak meneruskannja. Ajat orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">4 memutuskan hubungan antara ajat orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">3 dan 5. Ada dua kata penutup, jakni 29a dan 34. Ajat 29b-34 merupakan suatu tambahan sadja. Gedjala-gedjala jang serupa diketemukan dalam bagian-bagian lain djuga. Undang- undang jang sama dua kali terdapat, misalnja 19,18b dan 19,33-34;17,12 dan 19,26a; 18,17 dan 20,14; 18,21 dan 20,2-5; 18,22 dan 20,13;18,23 dan 20,15;19,9- 10 dan 23,22;10, 27-28 dan 21,5;19,31 dan 20,6;19,3b dan 26,2a dll. Seringkali ada suatu kata pembukaan baru (misalnja: 1,1;4,1;5,14 dll.) dan kata penutup djuga (misalnja 3,17;7,37-38;9,24; 11,46-47; 13,50;14,33.57;15,31-33;16,34 dll.) Selain dari pada itu para ahli djuga mentjatat perbedaan bahasa dan gaja bahasa dalam Kitab Levitika, sehingga sukar diterima kitab itu langsung disusun oleh satu orang sadja.

Karena gedjala-gedjala tsb. dan jang serupa para ahli sampai berkesimpulan bahwa bahan jang termuat dalam Kitab Levitika jang sekarang sudah mengalami sedjarahnja sendiri sebelum dibukukan. Umum diterima bahwa bagian terbesar atau seluruh Kitah Levitika berasal dari P (Lihat kata pendahuluan Kitab Kedjadian), jakni dari kalangan para imam Israil. Tetapi tidak demikian halnja, bahwa pada suatu hari tertentu beberapa imam duduk menggubah kitab ini, Bahan jang sekarang termuat dalam Kitab Levitika dipelihara dan djuga ditjiptakan oleh kalangan tsb. dan achirnja para imampun menjusun semua bahan itu dalam satu buku. Tetapi pembukuan itu sendiri mengalami beberapa tahap dan tingkatan, sebelum selesai dan achirnja termuat setjara terserak-serak dalam Taurat Musa sekarang.

Bahan itu ada pelabagai asal-usulnja dan djuga muntjul pada masa jang berlain- lainan. Ada hukum, adat-istiadat jang kuno dan lama terpelihara dalam tradisi lisan. Ada djuga jang lebih muda, bahkan beberapa undang barulah muntjul dimasa pembuangan atau malah sesudahnja. Orang masih dapat mengenali adat-istiadat dan hukum jang tjotjok dengan masa suku-suku Israil masih berkelana dipadang gurun dengan kawannja. Lain-lain sesuai dengan bangsa Israil jang menetap sebagai kaum di Palestina. Ada djuga jang tjotjok dengan djaman para radja. Nampaklah pula, bahwa adat-istiadat, perundangan dan ibadah umat Allah terpengaruh oleh dunia luar, jaitu oleh dunia luar, jaitu oleh adat-istiadat, hukum-hukum dan ibadah bangsa-bangsa tetangga, seperti Mesir, atau agama-agama kafir dinegeri Kena'an. Sudah barang tentu semua unsur asing itu dibersihkan dari segala sesuatu jang tidak tjotjok denga agama Israil dan djuga disesuaikan dengan keperluan bangsa itu pula. Sepandjang sedjarahnja makaa terdjadilah, bahwa adat-istiadat dan hukum-hukum ibadah tsb. sedikit dibuat suatu synthese jang sungguh-sungguh baru, sehingga perundang dan ibadah Israil akan Tuhan jang Mahaesa jaitu Jahwe, Allah Israil. Allah itu mengikat suatu perdjandjian dengan umatNja. Semuanja undang itu hanja satu sadja maksudnja, jaitu mendjamin pelaksanaan perdjandjian tersebut.

Pembukuan semua bahan itu menempuh beberapa tahapan. Pembagian Kitab Levitika jang disadjikan diatas bukan hanja pembagian kitab ini sadja, tetapi djuga sedikit banjak menampakkan tingkatan pembukuan bahan itu sepandjang sedjarah.

Pertama-tama nampaklah dalam Kitab Levitika dua kumpulan hukum jang besar, jakni pasal1-16 dan pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">17-26. Pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">27 sebagai tambahan ada kedudukkannja sendiri djuga. Kedua bagian tsb. agak berlainan, bukan hanja dalam isinja sadja, tetapi djugaa dan terutama dalam semangat jang mendjiwai keseluruhan. Bagian pertama itu merupakan perundang-perundangan ibadah jang menaruh perhatian chusus pada segi lahiriah ibadah itu dan pada hal-hal jang membatalkan atau menghalang- halangi ibadah itu, lagi pula perhatian chusus diberikan kepada alat-alat jang sanggup menghapus halangan-halangan tersebut. Bagian kedua tentu djuga memberikan perhatian kepada ibadah, tetapi lebih-lebih menekan kesutjian jang dituntut dari seluruh umat Allah disegala bidang kehidupan. Dengan perkataan lain: bagian kedua itu tidak berasal dari kalangan jang satu dan lagi sama. Latarbelakangnja adalah lain.

Bagian pertama (pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">1-16) pada gilirannja terdiri atas beberapa kumpulan hukum jang dalam garis besarnja kiranja mula-mula tersendiri dan dikumpulkan dahulu dari bahan jang sudah ada. Mungkin pulalah salah satu kumpulan dari padanja kemudian baru disusun setelah jang lain-lain sudah diramu mendjadi satu, sehingga berupa tambahan belakangan sadja. Dalam hal ini para ahli memang tidak sependapat.

Nah, kumpulan hukum jang terutama ialah pasal1-10. Kumpulan itu lazimnja disebut "Taurat Kurban", sebab isinja ialah peraturang jang berkenaan dengan kurban. Mungkin sekali kumpulan itupun terdiri atas dua kumpulan jang lebih ketjil lagi jang disusun mendjadi satu. Sebab pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">1-5 memperbintjangkan kurban, tegasnja bahan jang boleh dan harus dipakai dalam kurban dan tjaranja kurban itu harus disediakan. Pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">6-7 sekali lagi berbitjara tentang kurban itu tapi sekarang lebih-lebih mengenai apa jang mendahului serta menjusul kurban itu sendiri. Ditetapkan pula bagian mana dari kurban jang harus diberikan kepada imam. Adapun 7,22-27 kurang djelas kedudukkannja dan barangkali disisipkan kedalam kumpulan itu setelah selesai disusun. Pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">8-10 boleh disebut "Kitab Upatjara Pentahbisan Imam". Bagian inipun aselinja kiranja suatu kesatuan tersendiri bersama dengan Peng. 29,1-35, meskipun 9,1-21 mungkin ditambahkan diwaktu 8,1- 338 digabung dengan "Taurat Kurban". Sebab 9,1-21 terang-terangan mengingatkan kepada Lv. 1-4. Memang sukar sekali ditetapkan kapan kesatuan ini (Lv. 1-10) tertjipta. Ada jang berkata: dimasa pembuangan, pada akhir masa itu dan ada djuga jang berkata: sesudah pembuangan. Jang terachir inilah kiranja pendapat jang lebih benar.

Pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">11-16 merupakan kumpulan lain, jakni hukum tentang tahir dan nadjis. Karenanja bagian ini dinamakan "Taurat Ketahiran". Sudah barang tentu dalam kumpulan itu terhimpun bahan jang sudah lama ada, tetapi kiranja belum dibuat mendjadi satu "buku". Maka dari itu boleh djadi disini untuk pertama kalinja disusun demikian. Boleh diterima kumpulan itu dibuat waktu pembuangan, malah sebelumnja sudah. Tetapi ada ahli jang melepaskan pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">11 jang dipertalikan dengan Lv. 17-26; demikianpun pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">16, upatjara hari pentjeriaan, jang dikatakan baru dibuat sesudah pembuangan, meskipun dengan bahan jang sudah ada sebelumnja. Malah ada sementara ahli jang melepaskan pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">14 djuga, jang merupakan tjampuran dua upatjara dan baru didjaman kemudian digandingkan dan begitu disisipkan kedalam hukum-hukum tentang tahir dan nadjis itu. (Tentang pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">16 lihat dibawah ini).

Bagian kedua Kitab Levitika (pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">17-26) biasanja diberi djudul: "Taurat Kesutjian". Sebabnja ialah: berulang-ulang terdapatlah rumus ini (atau jang serupa): Hendaklah kudus (sutji), sebab kuduslah Aku, Jahwe, Allahmu (bdk. 19,2;20,8.26;21,6.8.15.23; bdk. 22,9.16.32). Kumpulan hukum ini kiranja masih terdiri atas berapa kumpulan ketjil jang mendahuluinja. Diatasnja masih terdiri atas beberapa kumpulan ketjil jang mendahuluinja. Diatas ini sudah ditundjuk, bahwasanja terutama dalam bagian ini terdapatlah hukum jang sampai dua kali dimuat. Hal itu dianggap orang sebagai bekas-bekas dari kumpulan-kumpulan ketjil lain. Anehnja susunan "Taurat Kesutjian" ini agak serupa dengan susunan kitab hukum dari Kitab Ulangtutur (pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">12-26). Seperti bagian Kitab Ulangtutur tsb. demikianpun Taurat Kesutjian mulai dengan memperbintjangkan tempat kurban-kurban harus dipersembahkan dan iapun berachir dengan sederetan berkah dan kutuk. Penetapan-penetapan seperti 18,1-4/24-30;20,22-23 segera megingatkan Kitab Ulangtutur. Dan sebagaimana Kitab Ulangtutur berupa pidato, demikianpun bagian Kitab Levitika tsb. aselinja berupa pidato djuga (bdk. Lv. 17,8;18,2-6.24- 33;19,2;20,7.8.22-27;21,8;22,20.22.24-25.28-29.31-32). Kedalam rangka pidato itu disisipkan matjam-matjam hukum dan adat-istiadat, entah lepas-lepas entah sudh terkumpul dahulu. Sebagian malah baru ditambahkan setelah kumpulan itu itu selesai disusun. Para ahli belum sependapat tentang djaman dan tempatnja kumpulan itu selesai disusun. Ada jang mengira tempatnja dikeradjaan Juda, maklumlah di Jerusjalem. Kumpulan itu disusun untuk Bait Allah di Jerusjalem, setelah hanja tempat sutji itu sadjalah dianggap sjah. Sebagaimana Ulangtutur merupakan undang-undang keradjaan Israil (?) untuk memusatkan ibadah, demikianpun maksud Taurat Kesutjian itu. Maka dari itu dalam kumpulan besar itu terhimpun perundang-perundangan dan adat-istiadat jang dahulu berlaku ditempat- tempat sutji lainnja di Juda. Mungkin Taurat Kesutjian itu sudah disusun pada djaman para radja (Josjijahu th. 609?). Tetapi ahli-ahli lain menunda djaman penjusunannja sampai masa pembuangan. Menurut sementara ahli potongan-potongan dari Taurat Kesutjian itu dilepaskan pada waktu dihubungkan dengan kumpulan hukum lain (Lv. 1-16), sehingga sekarang bagian-bagian Taurat itu terserak-serak ditempat lain (misalnja: Lv. 2,11-12;7,23-26.32;11,2-31.35- bdk. 32. 38.39.422- 45 dan mungkin seluruh pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">9; dalam pertaliannja jang sekarang hukum-hukum tsb. kurang tjotjok, pada hal sesuai dengan Taurat Kesutjian). Para ahli masih berusaha menetapkan bagian-bagian manakah jang termasuk kedalam Taurat Kesutjian jang aseli (sebagai kumpulan besar). dan bagian-bagian manakah jang berusaha tambahan jang kemudian disisipkan. Tetapi usaha demikian itu sukar dan hasilnja djarang-djarang sadja sampai kekepastian, sehingga para ahli djauh dari sependapat dalam hal itu.

Djadi sedjarah kedjadian Kitab Levitika Lk. sbb.: Mula-mula bahan (adat-istiadat dan hukum-hukum) dihimpunkan dalam kumpulan-kumpulan ketjil. Kemudian dibuatlah kumpulan-kumpulan lebih besar lagi dipelbagai tempat dan djaman dan achirnja disusun satu "Kitab Hukum Para Imam", jang memuat djuga beberapa tjerita, jakni apa jang disebut P. Bahan-bahan dan kumpulan-kumpulan tsb. disadur seperlunja serta disesuaikan. Pada achir pembuangan atau sesudahnja "Kitab Hukum Para Iman" digandingkan dengan bahan lain lagi (J dan E), sehingga lahirlah "Taurat Musa". Dan mungkin sekali sesudah itu masih diselipkan kedalam Taurat Musa jang sudah selesai itu bahan-bahan lain dari luar. Djadi Kitab Levitika sesungguhnja adalah sebagian dari "Kitab Hukum Para Imam" (P) tsb.

Kalau demikian terdjandjinja Kitab Levitika maka sudah barang tentu kitab itu bukanlah karangan Musa. Apa jang telah dikatakan tentang Taurat Musa pada umumnja boleh diterapkan pada Kitab Levitika djuga. Sesungguhnja Kitab Levitika sendiri menggandingkan seluruhnja dengan pernjataan Allah digunung Sinai dengan perantaraan Musa (bdk. 25,1.26.46;1,1;4,1;6,1.12). Tetapi ungkapan jang sedemikian itu kiranja harus dianggap sebagai alat kesusasteraan belaka jang merumuskan suatu anggapan teologis dan bukan kedjadian historis. Dalam anggapan Israil peristiwa mahapenting digunung Sinai itu mendjadi pangkal tolak-tolak seluruh seluruh agama Israil serta perkembangan selandjutnja. Kedjadian itu tidaklah hilang, melainkan terus dilangsungkan dalam umat Jahwe, terutama dalam ibadahnja. Perkembangan selandjutnja dianggap sebagai dan sesungguhnjaa merupakan landjutan sadja dari lembaga jang ditanam oleh penampakan di Sinai itu. Perkembangan sesudah pembuanganpun berurat-berakar dari situ. Sudah barang tentu perkembangan itu amat dipengaruhi dan malahan dipaksakan oleh keadaan sedjarah jang njata dan oleh perhubungannja dengan bangsa-bangsa lain. Akan tetapi Israil jakin, bahwa umat Allah seluruhnja dan djuga sedjarah dipimpin serta dikemudikan oleh Jahwe, sehingga hukum-hukum jang serupa itupun dikehendakiNja pula. Israil jakin pula, bahwa kemadjuan selandjutnja tidak menjeleweng dari pernjataan ilahi jang semula itu, melainkan hanja mengembangkannja sadja. Karena anggapan itulah maka semua hukum dan undang serta upatjara dirumuskan sedemikian rupa, sehingga semua langsung dimaklumkan oleh Jahwe sendiri. Dengan demikian dipertahankan kesatuan dan keaselian perundangan dan ibadah Israil sepandjang sedjarah. Semua digandingkan dengan perdjandjian jang telah diikat oleh Allah digunung Sinai dan perdjandjian itu dilaksanakan dalam hukum dan ibadah tsb. Djadi anggapan jang merupakan latarbelakangnja bukan anggapan historis melainkan anggapan teologis tertentu.

Baiklah kiranja disini diperbintjangkan sebentar beberapa lembaga keigamaan, ibadah, jang diutarakan oleh Kitab Levitika. Sebab lembaga-lembaga itu maha penting dalam hidup keigamaan Israil dahulu kala.

Jang pertama ialah imamat. Kitab Levitika sesungguhnja berpusat pada keimanan serta tugasnja jang bermatjam ragam. Anehnja kaum Levitika sama sekali tidak disebut-sebut sedangkan mereka sering disebut dalam kitab-kitab Taurat Musa jang lain. Para imam dianggap turunan Harun (anak-anak Harun) sehingga kaum Levita tidak mendjabat imam. Tetapi keadaan itu merupakan achir suatu perkembangan dalam sedjarah jang pandjang sekali. Dalam pembuangan barulah keadaan itu mendjadi terang, jaitu dengan muntjulnja nabi Jeheskiel jang membedakan imam dan Levita dan tugas keimaman diserahkan kepada imam sadja, jang adalah turunan Sadok (Jehesk. 44,6-31). Tetapi dahulu kala kaum Levita dengan tidak ada jang diketjualikan boleh mendjabat imam, sehingga "imam" dan "Levita" sama sadja (bdk. Ul. 10,8;17,9. 18;18.1 dll.) Menurut Ul. 18,6-7 kaum Levita jang dari tempat-tempat sutji lainnja datang ke Jerusalem, sewaktu tempat-tempat sutji lain itu dihapuskan, boleh bergilirbakti dalam Bait Allah di Jerusalem sama seperti kaum Levita jang sudah bertugas disitu. Sebagaimana sekarang ada teks kitab Ulangtutur tsb. pasti mengenai Jerusjalem, meskipun aselinja mungkin berkenaan dengan pusat ibadah lainnja. Kaum Levita jang tidak datang ke Jerusjalem memang tidak boleh lagi mendjalankan ibadah, sebab ditempat-tempat sutji lain ibadah jang sjah tidak mungkin lagi diadakan. Dengan djalan itu muntjul dua matjam Levita, jakni jang bertugas di Jerusjalem sebagai imam dan jang tinggal dipedalaman dengan tidak bertugas lagi. Nah, apa gerangan jang terdjadi antara djaman Kitab Ulangtutur dengan peraturannja itu dan nabi Jeheskiel (masa pembuangan)? Ternjata kaum Levita diturunkan deradjatnja dan mendjadi pelajan para imam dalam ibadah. Pada garis besarnja perkara itu kiranja berlangsung sbb. Waktu masih ada beberapa tempat sutji di Israil, semua Levitika bertugas sebagai imam disitu. Di Jerusjalem dahulu bertugas keluarga Ebjatar dan Sadok (dimasa Dawud, bdk. II Sjem. 8,17;20,25). Tetapi keluarga Ebjatar diturunkan serta dibuang oleh Sulaiman (bdk. I Rdj. 2,26-27), sehingga hanja keluarga Sadok sadja tinggal di Jerusjalem dahulu bertugas sebagai imam. Waktu tempat-tempat sutji lain dilarang (Ulangtutur) kaum Levita diluar Jerusalem diidjinkan datang serta bertugas di Jerusjalem. Tetapi kaum Sadok tidak memperbolehkannja dan merebut keimaman sebagai keistimewaannja jang chas (bdk. II Rdj. 23,9). Dimasa pembuangan keadaan jang njata itu dibenarkan (oleh nabi Jeheskiel, seorang imam dari Jerusalem) dan dengan demikian disiapkan masa sesudah pembuangan. Mungkin sekali kaum Ebjatar berhasil merebut dirinja persamaan dengan kaum Sadok. Maka dari itu dalam Bait Allah jang baru turunan Harun (liwat Sadok dan Ebjatar) bertugas sebagai imam dan sekalian kaum Levita lainnja jang mendjadi pelajan ibadah. Keadaan itu achirnja dimasukkan djuga kedalam Taurat Musa, sehingga disitu njata ada perbedaan antara kaum imam (turunan Harun) dan kaum Levita lainnja jang mendjadi pembantu mereka (bdk. Tj. Dj. 3,1-9;8,19;19,1-7). Kitab Levitika hanja membahas tugas para imam dan tidak berbitjara tentang kaum Levita.

Tugas utama para imam dalam Kitab Sutji ialah mempersembahkan kurban jang berupa-rupa. Tapi hanja bagian inti, jakni merendjiskan atau menumpahkan darah serta membakar lemak dan daging kurban, jang merupakan keistimewaan imam. Penjembelihan dilakukan oleh orang lain. Tetapi para imam djuga bertindak sebagai djurubitjara Allah (disamping para nabi) (bdk. Ul. 33,8-10), jaitu dengan melajani undi sutji, Urim dan Tumim. Tugas itulah kiranja tugas mereka jang paling dahulu bersama dengan pendjagaan tempat-tempat sutji. Merekapun "pendjaga" Taurat, artinja mereka memberi "fatwa" untuk mengetrapkan peraturan Taurat pada hal-hal jang njata (bdk. Lv. 10,10; Ul. 31,9.26;33.10; Mich. 3,11; Jr. 18,18). Dalam Kitab Levitika merekapun diserahi tugas untuk menetapkan siapa jang nadjis dan jang tahir, sehingga orang itu boleh atau tidak boleh ikut dalam ibadah (Lv. 11-16). Namun demikian tugas para imam makin lama makin lebih berpusatkan kurban jang beraneka ragam.

Kitab Levitika (Pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">1-7) memperbintjangkan kurban-kurban jang dipersembahkan oleh para imam Israil. Baiklah keterangan serba singkat diikutsertakan disini.

Kurban jang terpenting ialah kurban bakar (Lv. 1,1-17;6,1-6). Istilah Hibraninja ialah "olah", artinja: jang naik, atau: jang dinaikan (jaitu dalam asap) kepada Tuhan. Adakalanja kurban itu disebut "kalil", artinja (kurban) "semesta". Kechasan kurban itu ialah: seluruhnja dibakar (ketjuali paha binatang jang mendjadi bagian imam), djadi tidak ada sebagian jang dimakan oleh orang jang mempersembahkan kurban itu. Rupa-rupanja kurban itupun kurban jang paling kuno dan tentu sadja tjotjok dengan suku-suku jang memiara ternak seperti Israil dahulu digurun dan para bapa bangsa. Binatang jang dipergunakan dalam kurban itu haruslah djantan dan tak bertjatjat. Darahnja ditjurahkan pada mesbah dan dagingnja dipotong-potong kemudian ditaruh diatas api mesbah serta dibakar habis. Didjaman kemudian kurban bakar itu tidak ada. Menurut anggapan Kitab Levitika maksud utama kurban bakar ialah memulihkan dosa dan pelanggaran, sedangkan dahulu kurban itu bermaksud menjembahh Tuhan serta bersjukur kepadnja.

Kurban lain ialah jang dalam bahasa Hibrani dinamakan "zebah sjelamim" (Lv. 3,1- 17;7.11-21). Arti istilah itu kurang djelas. Terdjemahan Junani menghubungkan kata ini dengan kata "sjalom" (salam, damai). Karena itu istilah itu sering diterdjemahkan dengan "kurban sjukur" Hanja pabila kurban sedemikian itu tidak tjotjok, kamipun menggunakan istilah "kurban perdamaian". Tetapi pada umumnja kurban itu mempunjai sifat gembira dan dipersembahkan apabila ada alasan untuk bersjukur. Djadi dengan kurban tsb. orang bersjukur kepada Allah dan masuk persekutuan denganNja (karenanja ada istilah: kurban persekutuan). Kurban itu berupa djamuan sutji. Sebagian dari binatang dibakar dan dengan demikian diberikan kepada Tuhan--darah memang seluruhnja ditumpahkan - sebagian diberikan kepada imam dam bagian ketiga dimakan oleh orang jang mempersembahkan kurban itu. Binatangnja harus djantan dan tak bertjela. Ada tiga matjam kurban sjukur tapi perbedaannja kurang djelas, jaitu: kurban pudjian, kurban sukarela dan kurban nazar.

Istilah Hibrani "hattat" kami terdjemahkan dengan "kurban penebus dosa". Boleh djuga diterdjemahkan: "kurban penjilih" atau: "kurban lantaran dosa". ataupun: "kurban pemulih dosa". Kurban itu diutarakan Lv. 4,1-35,5,7-13;6,17-23. Kata Hibrani "hattat" berarti baik dosa maupun kurban jang memulihkan dosa itu. Perbedaan kurban ini dengan kurban "pelunas salah" kurang djelas djuga. Tetapi pada umumnja (tidak selalu) kurban penebus dosa ialah kurban jang memulihkan pelanggaran hukum Allah manapun jang tidak sengadja. Upatjara kurban itu sedikit berbeda apabila dipersembahakan untuk dosa imam agung (jang mewakili rakjat djuga dalam dosanja), untuk umat seluruhnja atau untuk pemimpun dan orang perseorangan. Sebagian dari darah kurban untuk imam agung dan djemaan dipertjikkan didalam tempat sutji (Baitullah), lemaknja dibakar diatas mesbah, tapi dagingnja dibakar diluar tempat sutji. Upatjara chusus dalam kurban itu ialah: orang jang mempersembahkan kurban ini menumpang tangannja diatas kepala binatang jang hendak disembelihnja. Makna isjarat itu sebenarnja kurang djelas, meskipun banjak ahli berpendapat, bahwa dengan djalan itu seolah-olah dosa dipindahkan kepada binatang itu.

Kurban pelunas salah (lv. 5,1-6. 14-26;7,1-10) amat serupa dengan kurban penebus dosa tsb. Orang mendapat kesan, bahwa sepandjang sedjarah kedua kurban itu makin lama makin disamaratakan sadja. Namun demikian ada ahli jang mentjatat perbedaan ini: kurban pelunas salah hanja wadjib dipersembahkan karena dosa tertentu sadja, jakni (pada umumnja) dosa jang diperbuat dengan tidak sengadja tapi dianggap merugikan baik hak ilahi maupun hak sesama manusia (dosa lawan sesama dianggap djuga dosa kepada Allah). Karena itu orang harus membajar "ganti rugi". Sebelumnja ia seolah-olah berutang kepada Tuhan. Itu pun sebabnja maka kami terdjemahkan "kurban pelunas salah". Suatu terdjemahan lain misalnja: "kurban lantaran salah". Karena anggapan tsb. dapat dimengerti pulalah mengapa kurban itu disertai denga sematjam denda tambahan. Istilah Hibraninja, jakni: "asjam" berarti baik kesalahan terhadap seseorang, penghinaan, maupun korban jang memulihkannja. Tetapi mungkin djuga maksud kurban tsb. tidak hanja "memberi ganti rugi", tetapi djuga "menangkis kutuk". Kechasan kurban itu ialah: darahnja tidak dibawa kedalam tempat sutji (Baitullah) dan dagingnja dibakar diluar tempat sutji.

Dengan "kurban santapan" kami menterdjemahkan istilah Hibrani "minhah" (Lv. 2,1- 16;66,7-16). Perkataan Hibrani itu amat luas artinja, sehingga dapat menundjukkan sembarangan persembahan dan pemberian. Tetapi dalam kitab Levitika istilah itu berarti: suatu kurban jang terdiri atas makanan jang bukan daging. Boleh diterdjemahkan djuga dengan "kurban persadjian" (bdk. terdjemahan Keristen). Pada pokoknja kurban santapan itu ialah gandum jang disediakan dengan pelbagai tjara, baik jang dipanggang, maupun jang dibakar atau berupa kue. Kurban itu dapat dipersembahkan sebagai kurban tersendiri dan terpisah, tetapi biasanja merupakan tambahan pada kurban lain. Lazimnjaa sebagian dari kurban santapan dibakar (ketjuali kurban santapan imam sendiri) dan bagian jang dibakar itu dinamakan "peringatan". Maksud istilah itu kurang djelas (lih. tjatatan Lv. 2,2).

Ada djuga kurban "harum-haruman" (Lv. 16.12-13;2,1-2;10,1). Biasanja harum- haruman itu adalah tjampuran pelbagai harum-haruman dan hanja satu unsur ialah ukup. Kurban itu dapat dipersembahkan terpisah dari kurban lain dan kalau demikian dibakar atas mesbah tersendiri, jakni mesbah dupa. Dalam ibadah Israil kurban harum-haruman itu dua kali sehari disampaikan, jakni pagi-pagi dan petang hari. Tetapi kurban harum-haruman itu seringkali djuga merupakan suatu tambahan pada kurban lain bersama-sama kurban santapan. Kalau demikian maka kurban itu terdiri atas dupa semata-mata dan dibakar bersama dengan kurban lain itu. Rupa- rupanja Kitab Levitika tidak suka akan kurban itu. Sebabnja kiranja: kurban harum-haruman adalah kurban kegembiaraan, padahal Kitab Levitika memandang kurban terutama sebagai alat untuk memulikan dosa.

Kitab Livitika masih menggunakan istilah lain jang kami terdjemahkan dengan "kurban api". Bukankah suatu kurban tersendiri melainkan istilahnja dipakai berkenaan dengan kurban jang dibakar sebagiannja atau seluruhnja. Kitab Levitika sendiri kiranja menggandingkan istilah "isjsjeh" itu dengan kata Hibrani "esj" jang berarti api. Tapi kurang pasti apakah demikian arti aselinja. Sementara ahli berpendapat, bahwa istilah itu mula-mula menundjukkan redjeki; kurban dianggap redjeki Allah. Istilah "isjesjeh"tsb. atjap kali disertai dengan istilah "harum jang memadakan (Tuhan)". Istilah itu tentu sadja tjukup anthropomorphis djuga: Tuhan dibajangkan seakan-akan disenangkan oleh bau kurban jang dibakar itu.

Pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">16 Kitab Levitika (dan 23,26-32) menjadjikan peraturan tentang upatjara hari raja jang kami beri djudul: "Hari besar Pentjeriaan". Istilah Hibraninja ialah "jom-hak-kippurim", atau "jom kippor". Adapun kata kppr itu kurang djelas artinja dan asal-usulnja dan karenanja ada pelbagai terdjemahannja. Kami menerima, bahwa kata itu ada sangkutpautnja dengan perkataan jang artinja: membersihkan, mentjutjikan dsb. Arti kata itu kiranja tjotjok dengan Kitab Levitika, chususnja dengan pasal orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">11-16 jang membitjarakan perkara tahir dan nadjis. Kiranja upatjara itu terutama dianggap sebagai alat untuk mentahirkan Israil dari segala kenadjisannja. Sudah barang tentu terutma dimasa kemudian kenadjisan itu bukan hanja kenadjisan rituil dan lahiriah belaka, tetapi merangkum djuga dosa batin. Tetapi aselinja kiranja lebih-lebih mengenai kenadjisan rituil sadja. Adapun "Hari Pentjeriaan" itu adalah mahapenting dalam agama Jahudi hingga dewasa ini dan dianggap menghapus segala dosa jang sepandjang tahun diperbuat oleh umat Allah.

Namun demikian perajaan itu sesungguhnja merupakan achir dan puntjak suatu perkembangan dalam agama Israil jang agak lama berlangsung dan dalam rupa lengkap upatjara dimasa agak belakangan muntjul dalam sedjarah agama Israil. Dalam Taurat Musa hari raja itu beberapa kali diutarakan (Peng. 30,10;Lv. 16;23,26-32;25,9; Tj. Dj. 18,7;21,7-11). Tetapi nas-nas tsb. oleh banjak ahli dianggap bagian-bagian jang kemudian disisipkan kedalam perundangan tentang ibadah. Dan hal itu boleh diterima djuga. Sebab dalam kitab-kitab lainnja dari Perdjandjian Lama perajaan itu tak pernah disebut-sebut, bahkan dalam Kitab Esra/Nehemia jang mengisahkan hari-hari raja jang dirajakan Israil setelah kembali dari pembuangan, Hari Pentjeriaan itu tidak sampai disebut. Hal itu aneh betul mengingat kedudukan penting jang dipegang perajaan itu dalam Kitab Levitika. Orang tjondong mengambil kesimpulan, bahwa perajaan itu dahulu belum ada atau setidak-tidaknja kurang penting dalam ibadah Israil. Oleh karenanja sementara ahli menerima sadja, bahwa perajaan itu baru berkembang sesudah djaman Esra/Nehemia (sekitar th. 300 seb. Mas. ). Tetapi ahli-ahli lain berkata: Aneh betul suatu perajaan dalam mana peti perdjandjian memegang peranan demikian penting (bdk. Lv. 16,13-14.15) ditjiptakan setelah peti perdjandjian sudah lam lenjap dan tidak ada lagi dalam Baitullah. Masalahnja memang agak berbelit dan ruwet sekali. Mungkin dapat dikatakan sbb: Dahulukala sudah ada upatjara jang serupa dengan Hari Pentjeriaan, tetapi upatjara itu kurang penting. Sesudah pembuangan upatjara aseli itu diperkembangkan dan bertjampur dengan upatjara- upatjara lain dan achirnja mendjadi perajaan terpenting. Mengingat kesadaran terhadap dosa jang pada kaum Israil sesudah pembuangan amat kuat upacara sedemikian itu tentu dapat menarik perhatian. Dengan demikian dapat dimengerti, bahwa dari satu pihak tidak ada berita dari djaman sebelum pembuangan tentang upatjara jang dimasa itu kurang penting, dan dari lain pihak peti perdjandjian memegang peranan dalam upatjara jang kemudian diperkembangkan mendjadi perajaan jang utama.

Dan sesungguhnja orang berkesan, bahwa dalam upatjara Hari Pentjeriaan ada dua upatjara bertjampur. Diatas ini sudah dikatakan teksnja kurang lantjar djalannja. Kiranja aj orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">3-4.11-14.15-19.23-25.27-29 adalah satu upatjara (jang pada gilirannja terdiri atas dua?) dan aj. orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="ende">5-10.20-22.26 memuat upatjara lain. Mungkin upatjara terachir inilah bagian jang paling kuno dari ibadah Hari Penteriaan.

Djadi ada upatjara kurban. Imam agung mempersembahkan kurban lembu djantan buat dosanja sendiri dan dosa keluarganja, ialah para imam. Ia masuk kedalam Kudus- mukadas (sekali setahun sadja) dan mendupai penutup peti perdjandjian serta merendjiskan darah kurban tsb. atasnja (Lv. 16,11-14). Kemudian ia mempersembahkan seekor kambing djantan buat dosa umat dan darahnja dipertjikkan diatas penutup peti perdjandjian (Lv. 16,15). Lalu tempat kudus dan chususnja mesbah ditahirkan dengan darah lembu djantan dan kambing djantan itu (Lv. 16,16- 19; bdk. 16,33). Tetapi disamping upatjara tsb. ada upatjara lain jang agak berbeda. Ada dua ekor kambing djantan dari umat. Undi dibuang diatasnja dan seekor mendjadi kurban penebus dosa guna umat dan seekor ditempatkan "dihadirat Jahwe". Imam agung menumpangkan tangannja atas kepala binatang itu, jang lalu diantar kegurun serta dilepaskan disitu "buat Azazel (sjaitan?). Kambing djantan itu membawa serta dosa umat (Lv. 16,8-10.220-22). Upatjara jang aneh itu sungguh menundjukkan djaman azali Israil. Boleh ditambahkan, bahwa upatjara jang serupa ada djuga dalam ibadah di Babel.

Hari Pentjeriaan dirajakan dengan tjara lain lagi. Hari itu adalah hari istirahat jang mutlak dan hari puasa mutlak djuga. Agama Israil hanja mengenal hari puasa itu sadja sebagai suatu kewadjiban umum. Istilah Kitab Sutji jang menundjukkan puasa itu ialah "merendahkan diri".

Sudah barang tentu Kitab Levitika bukanlah kitab Perdjandjian Lama jang paling menarik pembatja modern. Orang sampai bertanja: Apa gunanja kitab itu bagi kita, orang-orang keristen? Upatjara kurban dengan daging jang dipotong-potong serta dibakar, sehingga seolah-olah orang mentjium bau busuknja, darah jang mengalir; tahir dan nadjis, penjakit kulit dan kenadjisan rumah. Bukankah kesemuanja itu sudah ketinggalan djaman dan apa manfaatnja membatja serta mempeladjari kesemuanja itu? Boleh disetudjui, bahwa Kitab Levitika ini begitu sadja tidak ada banjak manfaatnja lagi bagi kita. Namun demikian rupanja generasi keristen jang pertama belum merasakannja begitu. Sebab kitab inipun dalam Perdjandjian Baru dikutip (Lk. 2,22.24;Mt. 8,4; Lk. 17,14; Mt. 12,4) sebagai hukum Allah jang patut ditepati. Adakalanja hukumnja diketjam (Mt. 5,33.38.43) tetapi ada djuga beberapa ajat dipetik dan disetudjui oleh Perdjandjian Baru (1 Ptr. 1,16; Lk. 10,28; Rm. 10,5; Gl. 3,12; Mt. 19,19;22,39; Whj. 5,1.6.8;21,9; Ks. Rs. 7,51; Lk. 1,72). Latar belakang surat kepada orang- orang Hibrani ialah djustru Kitab Levitika jang djustru Kitab Levitika jang oleh pengarang surat tsb. diperlihatkan sebagai persiapan untuk ibadah Kristus, jang melengkapi serta djauh melampaui ibadah ibadah lama jang bersifat sementara dan rapuh itu. Djadi surat itulah suatu tjontoh bagaimana Kitab ini dapat dibatja setjara keristen. Dalam ibadah Katolik Levitika djarang-djarang dipakai, sehingga nampaknja liturgi kurang suka akan kitab itu.

Dan sudah barang tentu sebagai kumpulan hukum jang terperitji dan upatjara- upatjara jang bersangkutan Kitab Levitika ketinggalan djaman. Namun demikian didalamnja termuat suatu kabard langgeng serta awet jang bernilai serta berlaku didjaman Masehi djuga. Apa jang hendak diwudjudkan oleh ibadah dan hukum rituil itu terus mau diwudjudkan Perdjandjian Baru djuga, meski setjara lain dan lebih luhur serta ampuh sekalipun. Dalam hal itu baiklah bagian pertama (ps. 1-16) dan bagian kedua (ps. 17-26) dari Kitab Levitika dihubungkan satu sama lain. Sebab kedua bagian ini berimbangan dan saling melengkapi. Dan mungkin sekali penjusun terachir kitab ini mempertalikan kedua "kitab hukum" itu djustru dengan maksud mentjapai keseimbangan jang perlu.

Bagian pertama tsb. membentangkan ibadah umat Allah Perdjandjian Lama. Dengan demikian umat itu diperlihatkan sebagai persekutuan ibadah dan ibadah itu merupakan unsur hakiki umat Jahwe. Masing-masing orang harus ikut serta dalam ibadah untuk berhubungan dengan Tuhan. Ibadah itu adalah ilahi, sebab seluruhnja ditetapkan oleh Allah sendiri. Djalan agar orang dapat mendekati Tuhan tidak tidak diserahkan kepada wewenang sendiri, melainkan haruslah orang menjesuaikan diri dengan apa jang ditentukan guna umat seluruhnja. Nah, gagasan itu kiranja tetap berlaku bagai umat Allah Perdjandjian Baru pula. Alat dan djalan untuk mendekati Tuhan ialah umat jang beribadah. Pada hakekatnja ibadah itu ditetapkan oleh Tuhan sendiri, dan masing-masing orang harus menjesuaikan diri. Dalam hubungan dengan Tuhan orang tidak boleh bertindak semau-maunja sadja. Perlu ia menjesuaikan diri dengan umat seluruhnja dan dengan apa jang ditetapkan Tuhan, entah langsung entah tidak. Masa kita terlalu suka akan individualisme dan subjektivisme jang melampaui batas. Dalam Kitab Levitika Tuhan mengatakan, bahwa tidak demikian maksudNja berkenaan dengan umatNja. Umatlah jang paling penting; dan ibadah umat jang dahulu diadakan serta ditetapkan oleh Tuhan selalu harus diutamakan.

Ibadah jang dipaparkan oleh Kitab Levitika nampaklah sebagai kurnia Allah jang dianugerahkan kepada umat perdjandjian. Seluruh ibadah itu dipertalikan dengan perdjandjian digunung Sinai, oleh karena merupakan pelaksanaannja. Berkat ibadah jang sutji itu umat dapat, boleh dan bahkan harus mendekati Tuhan perdjadjian untuk menerima berkahNja jang berlimpah. Dengan djalan itu tidak sanggup tapi disanggupkan oleh Tuhan sendiri. Djadi ibadah itu adalah rahmat dan kurnia Tuhan semata-mata dan berkat anugerah itulah umat dapat menghadap Tuhannja. Nah, hal jang sama harus dikatakan tentang ibadah umat Allah Perdjandjian Baru. Itupun suatu kurnia belaka jang patut dihargai serta diutamakan.

Memang ada halangan dalam perhubungan antara umat dan Tuhan, jaitu dosa jang diperbuat dan terus diperbuat oleh umat. Bagian pertama Kitab Levitika memandang dosa terutama sebagai "kenadjisan", suatu halangan untuk ikut serta dalam ibadah sutji jang mendekatkan orang kepada Allah. Dosa itu adalah pelanggaran objektip terhadap salah satu hukum dan karena pelanggaran itu keseimbangan terganggu, jang harus dipulihkan dulu, supaja orang dapat menghadap Tuhan lagi. Segi subjektip serta pertanggungandjawab pribadi tidak diperhatikan dalam kitab jang membentangkan ibadah objektip itu. Setjara objektip orang memperkosa hak Allah sebagaimana ditetapkan oleh hukumNja. Jahwe adalah Tuhan kehidupan dan mempunjai hak mutlak atas segala sesuatu jang bersangkutan dengan kehidupan. Hukum- hukumNja menekankan hak jang objektip itu. Dengan melanggar hukum manusia memperkosa setjara objektip hakilahi dan mengganggu keseimbangan. Semua peraturan tentang halal dan haram, tahir dan nadjis, kiranja ada sangkutpautnja dengan hak ilahi atas kehidupan itu. Tetapi terang pulalah manusia mau tidak mau melanggar hukum itu dan dengan demikian memperkosa hak ilahi. Tetapi perkosaan itu djuga dengan sendirinja akan kembali kepada manusia berupa hukuman jang mengantjam hidupnja sendiri pula. Sebab orang telah memutuskan hubungan dengan sumber kehidupan, jaitu Tuhan. Dari sebab itupun ia tidak sanggup lagi ikut serta dalam ibadah jang menghidupkan.

Akan tetapi ibadah itu sendiri (upatjara pentahiran, pentjeriaan), djadi kurnia Tuhan, kembali menjanggupkan orang melakukan ibadah itu. Allah sendiri telah menganugerahkan alat jang ampuh untuk mengalahkan antjaman jang dihadapi manusia jang memperkosa hak ilahi itu. Kembali Ia membuka djalan kepada kehidupan, jaitu kepada Allah sendiri. Dengan demikian ibadah mendjadi alat ditangan manusia untuk melindungi dirinja terhadap bahaja-bahaja jang mengantjam seluruh hidupnja.

Pandangan Kitab Levitika tsb. tentu sadja berat sebelah dan karenanja bahaja besar terkandung didalamnja. Tapi pandangan jang berat sebelah itu belum djuga pandangan jang salah. Dosa dipandang semata-mata dari segi objektip dan lahiriah sadja tanpa mempedulikan unsur subjektip dan pertanggungandjawab pribadi. Demikianpun ibadah dipandang sebagai alat objektip melulu, dari segi materiilnja. Mudah sadja semuanja merosot menjadi formalisme belaka, sebagaimana diketjam oleh para nabi dan oleh Jesus sendiri. Untunglah Lv. 1-16 bukan seluruh Kitab sutji atau seluruh Perdjandjian Lama. Namun demikian pandangan objektip tsb. adalah benar djuga , meskipun tidak seluruhnja. Ada suatu tata susunan objektip, ada hak ilahi jang objektip berlangsung dan perlu dihormati serta diakui oleh manusia. Djuga kalau manusia njata tidak sanggup, tata susunan itu tetap ada. Nah, Kitab Levitika mentjamkan kebenaran itu dalam hati-sanubari Israil. Ia memperingatkan kepada mereka, bahwa ada tata-susunan jang harus diakui serta dihormati dan tidak boleh begitu sadja disingkirkan atas dasar subjektif dan individuil belaka. Iapun menginsjafkan kepada umat itu, bahwa ia sendiri tidak sanggup mengakui tata-susunan tsb. Tetapi sekaligus ia memperlihatkan, bahwa Allah tidak membiarkan manusia begitu sadja, melainkan menganugerahkan kepadanja djalan dan alat untuk membereskan serta memulihkan tata-susunan tsb. Maka manusia toh dapat dan boleh mendekati Tuhan, sumber dan pokok kehidupan. Pandangan moderen jang menekankan unsur subjektip serta pertanggungandjawab tentu benar djuga, tapi mudah berat sebelah pula, sehingga manusia terlalu tjondong mengutamakan dirinja, djuga dihadapan Tuhan, dan melupakan susunan dan hak jang objektip berlaku. Djika Israil mungkin terlalu pertjaja pada ibadah lahiriah sebagai djalan untuk memperoleh berkah Tuhan (dan mungkin ada orang keristen jang pada dirinja sendiri, seolah-olah ia sendiri dapat melaksanakan serta membereskan segala sesuatu tanpa Tuhan serta anugerahNja.

Adjaran bagian kedua Kitab Levitika agak berlainan (ps. 17-16) dan sesungguhnja sedikit banjak menjeimbangi pandangan jang berat sebelah dari bagian pertama. Bagian kedua ini seolah-olah mau memberikan suatu peringatan terhadap bahaja jang terkandung dalam bagian pertama. Disini bukan ibadah serta keampuhannja jang mendjadi pusat perhatian, melainkan Allah dan umat jang dalam ibadah berhubung-hubungan. Ditandaskanlah kekudusan Allah jang djauh melampaui batas tjiptaanNja dan jang terpentjil dari segala machlukNja. Allah jang kudus itu memilih bagi diriNja suatu umat dan tetap tinggal ditengah-tengahnja, maka haruslah umat itupun kudus dan terpentjil. Kesutjian jang dituntut itu tidak hanja mengenai hubungan dengan Tuhan melulu (ibadah), tetapi merangkum seluruh kehidupan. Segala sesuatu haruslah kudus, oleh karena Tuhan kudus adanja, demikian djuga hubungan anggota-anggota umat satu sama lain. Karena itu terdapatlah dalam bagian kedua ini pelbagai hukum jang mengatur kelakuan sosial, perhubungan dengan sesama manusia, penggunaan tanah jang sesungguhnja milik Jahwe jang kudus. Peraturan-peraturan tentang perkawinan kiranja bermaksud mementjilkan umat Israil dari bangsa-bangsa tetangga serta keburukannja (kekafiran) dan mempertahankan kemurnian bangsa Israil. Demikianpun peringatan jang agak sering terdapat untuk mendjauhi adat-istiadat serta ibadah kaum kafir. Hanja Tuhan sadja boleh disembah dan hanja pada Dialah orang boleh minta pertolongan, bukannja kepada kepada dewata kafir dan tukang tenungnja. Bagian pertama Kitab Levitika seolah-olah berdaja-upaja untuk menghapus dosa jang menghalangi hubungan dengan Allah dalam ibadah; bagian kedua ini lebih-lebih berusaha untuk menghindarkan, supaja dosa djangan sampai terdjadi oleh karena dosa itu tidak tjotjok dengan umat Allah jang haruslah kudus. Dosapun tidak nampak lagi sebagai pelanggaran hukum ibadah sadja, melainkan dosa djauh mendalam, oleh karena mendjauhkan manusia dari Allah jang kudus. Dengan perkataan lain: segi kebatinan dan kesusilaan dalam bagian ini ditekankan sedangkan segi lahiriah dan keibadahan kurang nampak, meskipun tentu masih ada djuga.

Gagasan tentang kekudusan Allah jang menuntut kesutjian dari umatNja memang terus berlaku djuga. Demikianpun gagasan bahwa hukum Allah tidak hanja mengenai ibadah tapi seluruh kehidupan, belum usang dan ketinggalan djaman. Orang keristenpun tetap harus insaf akan kekudusan ilahi, Allah jang sama sekali berlainan dan karenanja menuntut dari manusia jang dipilihNja sikap dan kelakuan jang sepadan. Tetap tinggal djuga, bahwa ibadah tidak boleh ditjeraikan dari kehidupan jang njata. Ibadah sutji menuntut umat sutji. Dengan demikian Kitab Levitika masih dapat berbitjara kepada manusia keristen djuga, asal ia dapat mengupas kulitnja untuk sampai kepada intinja jang paling dalam. Dan apabila orang keristen pun terus mengalami ketidaksanggupannja untuk memadai tuntutan pilihannja, maka bagian Kitab Levitika berkata kepadanja: Djangan putus harapan, Tuhan menjampaikan djalan djalan dan alat untuk terus mentjari serta mendekati Dia. Berhubung dengan Kitab Levitikapun Jesus tidak datang menghapus Taurat, melainkan menjempurnakannja serta mempertahankan intinja jang abadi, dengan mengambil alih inti itu, jang dilepaskan dari apa jang sambilan, lalu diluhurkan dan ditinggikan.

(0.10) (1Kor 8:1) (ende: Daging pudjaan)

ialah jang dimakan dalam upatjara penjembahan dewa-dewa atau sisa dari padanja jang didjual dipasar dan dimakan dalam rumah tangga. Turut makan sebagai mengambil bagian dalam penjembahan tentu sadja terlarang. Tetapi orang-orang serani terpaksa makan apa sadja, jang disadjikan dalam rumah tangga atau pada perdjamuan-perdjamuan biasa, dan sering sekali daging jang disadjikan adalah daging bekas pudjaan, ataupun berasal dari binatang jang disembelih dengan upatjara kafir. Hal itu menimbulkan banjak kesulitan dalam umat dan mereka bertanja kepada Paulus, bagaimana seharusnja sikap mereka terhadap itu. Ada jang terlalu bebas, dan ada jang ragu-ragu hati-nuraninja. Jang terlalu bebas, ialah agaknja golongan-golongan jang dimaksudkan dalam 1Ko 4:8; 4:18-21; dan 1Ko 6:9-12. Dengan sombongnja mereka itu berdalih-dalih: "kami berpengetahuan, tidak pertjaja akan dewa-dewa dan makan sadja daging itu sebagai makanan biasa".

(0.10) (Hak 21:1) (sh: Kelangsungan hidup (Minggu, 9 November 1997))
Kelangsungan hidup

Kelangsungan hidup
Kehancuran suku Benyamin luar biasa parah. Bila enam ratus orang itu tidak segera menyingkir dan melarikan diri, pastilah suku itu sudah punah (ayat orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="">20:47). Semua suku Israel kemudian membuat kesepakatan untuk tidak memberikan kaum wanita mereka bagi pria-pria Benyamin tersebut. Dengan demikian jelaslah suku tersebut tidak akan berlangsung lama sebab tidak memiliki keturunan. Namun kemudian suku-suku Israel itu akhirnya memikirkan juga kelangsungan suku saudara mereka itu. Apa yang menyentuh hati mereka itu? Marah dan benci akhirnya mencair juga oleh sentuhan pertimbangan religius (ayat 3). Dan mereka pun merancang upaya agar para pria Benyamin itu beroleh pasangan hidup.

Kembali mempermainkan hukum. Keprihatinan suku-suku Israel itu pada dasarnya benar. Sayangnya mereka telah bersumpah untuk tidak memberikan wanita mereka kepada orang Benyamin. Sebaliknya dari mengakui kekeliruan sumpah yang dibuat karena mengikuti perasaan marah itu, mereka justru merancang sesuatu yang keliru meski tujuannya memang baik. Lebih gawat lagi, mereka menjadikan pemeriksaan religius atas orang-orang Yabesy-Gilead. Karena semua mereka tidak datang ke kemah jemaah, semua mereka termasuk kaum wanita yang telah menikah dibunuhi Dengan cara itu, mereka mendapat empat ratus wanita yang dapat diberikan menjadi istri untuk orang-orang Benyamin. Baiklah pertimbangan-pertimbangan kita melibatkan Baiklah tidak saja mempertimbangkan kelangsungan hidup yang di bumi tetapi juga nasib kekal manusia!

Renungkan: Kebijakan yang datang dari sendiri, bukan dari Tuhan, selalu akan mengandung sifat melanggar dan memutar-balikkan peraturan.

Doa: Tuhan, ajarkan kami untuk berseru kepadaMu dan menantikan hikmatMu memberi jalan keluar bagi berbagai kemelut yang kami hadapi.

(0.10) (Mzm 119:65) (sh: Taurat Tuhan bermuara pada kebaikan (Kamis, 30 Mei 2002))
Taurat Tuhan bermuara pada kebaikan

Taurat Tuhan bermuara pada kebaikan. Keadaan tertindas tidak selamanya buruk, tetapi bisa membawa kebaikan (ayat 67,71). Pembuangan di Babel bukanlah akhir dari kehidupan. Keadaan umat Allah yang tertindas, termasuk pemazmur, ditanggapi secara positif oleh pemazmur, walau banyak juga yang menanggapi peristiwa itu secara negatif. Paling tidak tanggapan negatif itu muncul dari mereka yang disebut sebagai orang kurang ajar oleh pemazmur (ayat 69,78). Mereka ini adalah orang-orang yang meninggalkan Tuhan dan tidak lagi berpegang pada Taurat Tuhan. Pemazmur dan orang-orang yang sepaham dengannya mempunyai keyakinan bahwa penindasan yang mereka alami mengandung hikmat, kebaikan, dan kesetiaan Allah (ayat 67). Bagi pemazmur, keadaan tertindas itu adalah baik karena diciptakan Tuhan dalam kesetiaan (ayat 75). Artinya, keadaan tertindas itu justru menunjuk pada kasih setia Tuhan yang menuntun seseorang untuk ma u mem ahami Taurat Tuhan serta berpegang pada janji Tuhan (ayat 67,71). Keadaan tertindas itu juga lebih baik daripada emas dan perak (ayat 72), karena emas dan perak sering kali tidak hanya membuat seseorang kehilangan kesempatan untuk merasakan, menikmati, dan mengalami kebaikan Taurat, tetapi bisa membuat umat Allah menyimpang dan tidak mengalami kebaikan Taurat.

Banyak ketetapan dan hukum Taurat yang secara konkret berbicara tentang kebaikan, keadilan, dan kebenaran. Karena itu, walaupun pemazmur menggunakan bahasa liturgis, tetapi apa yang ia katakan itu merupakan refleksi dari berbagai ketetapan, peraturan, dan hukum yang konkret serta praktis. Hal ini tampak dalam berbagai peraturan, ketetapan, dan hukum seperti yang tertuang dalam kitab Keluaran 23:1-13.

Renungkan: Dari waktu ke waktu gereja selalu berusaha menemukan kebaikan, kebenaran, dan keadilan Allah dalam konteks pergumulannya di berbagai dimensi kehidupan. Karena itu, sikap dan tindakan kita mestinya tidak mementingkan diri sendiri, melainkan memberikan pengharapan bagi orang banyak, menghibur, dan menyukakan hati mereka yang tertindas. Karena itu, melaksanakan Taurat Tuhan haruslah dengan hati yang tulus (ayat 74,80).

(0.10) (1Kor 13:4) (sh: Seperti apakah kasih? (Kamis, 25 September 2003))
Seperti apakah kasih?

Seperti apakah kasih? Pada bagian sebelumnya Paulus berbicara tentang kesia-siaan segala karunia yang Tuhan berikan kepada manusia jika perwujudannya tidak didasari oleh kasih Kristus. Saat ini Paulus berbicara tentang sifat-sifat moral yang merupakan aplikasi dari kasih, yaitu beberapa sifat yang mencerminkan sifat Kristus sendiri, yang tidak tercermin dalam perilaku jemaat Korintus.

Sifat-sifat seperti apa yang dikategorikan Paulus sebagai cerminan dari sifat Kristus sendiri? Kasih itu sabar dan murah hati. Sifat sabar secara pasif lebih memilih untuk berlapang dada terhadap orang lain, dan murah hati adalah sifat aktif yang memberi dan suka menolong. Kasih itu tidak cemburu. Artinya, kasih tidak membuat seseorang mencemburui kemajuan atau kemampuan orang lain. Justru kasih mendorong kemajuan orang lain. Kasih tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Kasih tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri. Kasih tidak membuat seseorang menjadi pemarah, mudah tersinggung, dan pendendam. Kasih tidak akan membuat seseorang bersukacita karena penderitaan akibat ketidakadilan, termasuk tidak dapat bersukacita atas keberhasilan seseorang yang diperoleh dengan kecurangan atau pelanggaran.

Secara positif kasih mengarahkan kita, orang-orang yang percaya kepada Kristus untuk: pertama, selalu berpikiran positif terhadap orang lain. Kedua, selalu memiliki pengharapan. Ketiga, selalu sabar menanggung segala sesuatu. Hanya orang-orang yang dihidupkan oleh Kristus dan hidup bagi Kristus sajalah yang akan memiliki kasih; dan hanya orang-orang seperti inilah yang diberikan kemampuan dan anugerah dari Allah untuk menjadi cerminan kasih Allah kepada banyak orang, terutama kepada mereka yang belum mengenal dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.

Renungkan: Kita adalah orang-orang yang diperkenan Allah merasakan kasih- Nya. Hendaklah kasih itu menjadi jiwa dan identitas kita.

(0.10) (Ayb 8:1) (sh: Logis tetapi salah (Jumat, 3 Desember 2004))
Logis tetapi salah

Logis tetapi salah. Bildad kini ganti berbicara, tajam dan terus terang, langsung memojokkan Ayub. Penderitaan itu tak lain adalah hukuman Allah atas dosa-dosa Ayub. Karena itu, anjurannya sederhana sekali. Bertobat, Allah akan mengampuni dan memulihkan bahkan jauh melebihi kondisi sebelumnya. Alur pemikiran Bildad sederhana, logis, dan tampaknya teologis juga. Begini: Allah tidak mungkin menghukum semena-mena, hanya kepada orang berdosa hukuman itu Ia jatuhkan. Penderitaan adalah wujud hukuman Tuhan. Karena Ayub sedang menderita, berarti Ayub dihukum Tuhan. Jadi jelas bahwa Ayub berdosa.

Ada dua kesalahan Bildad dalam pemikiran itu. Pertama, bila hukuman membuat orang menderita, tidak harus berarti bahwa semua penderitaan adalah hukuman. Bildad tidak memberi tempat bagi tindakan Tuhan yang memang memberatkan hidup manusia namun, bukan sebagai hukuman melainkan alat atau proses pemurnian untuk orang yang dikasihi-Nya. Kedua, menyimpulkan kondisi moral-spiritual seseorang dari kondisi lahiriah yang sedang dialaminya adalah hal keliru (ayat 6). Kondisi moral-spiritual seseorang seharusnya dinilai dari fakta konkret kehidupan moral-spiritualnya bukan dari kondisi lahiriahnya. Bildad jelas menolak evaluasi dari penutur dan dari Allah sendiri tentang integritas Ayub sebab telah meragukan kesucian dan kejujuran Ayub (ayat 6).

Ada tuduhan lain lagi yang dilecutkan Bildad kepada Ayub. Ia menuduh Ayub sombong dan tidak mau merendahkan diri untuk belajar dari orang-orang yang lebih tua dan berpengalaman. Bildad menuduh Ayub sebagai semacam orang muda yang menolak wibawa orangtua, tradisi, guru-guru, orang-orang berhikmat (ayat 8-10). Ini adalah falsafah yang mirip falsafah kita di Timur. Pandangan orangtua dan yang dituakan dianggap menyuarakan pendapat Allah sendiri. Dalam wawasan dunia orang Timur, semakin tua semakin berilmu, semakin bertenaga dalam, semakin menyerupai yang ilahi. Jadi kesalahan menolak Allah pada Ayub itu pastilah karena ia mengabaikan nasihat orang-orang tua.

Renungkan: Jangan-jangan kedangkalan pemahaman Alkitab kita membuat ucapan kita menyakiti hati sesama.

(0.10) (Mzm 97:1) (sh: Arti kehadiran-Mu (Selasa, 11 Oktober 2005))
Arti kehadiran-Mu

Arti kehadiran-Mu Ada satu persamaan ketika kita membaca kisah pertobatan para hamba Tuhan, yaitu kehadiran Tuhan yang mengubah kehidupan mereka. Namun, kehadiran Tuhan dapat membawa dampak berbeda bagi orang-orang yang menolak-Nya.

Sudah tiba waktunya Tuhan hadir di atas bumi. Sudah tiba saatnya, Ia memberitahukan diri-Nya di hadapan bumi dan semua isinya. Saat Ia hadir, keadilan dan hukum Tuhan diwartakan (ayat 2,6). Saat Ia datang, tidak ada satu pun ciptaan-Nya yang tahan menghadapi-Nya. Semua benda-benda alam bukanlah tandingan-Nya apalagi para musuh Allah (ayat 3-5). Mereka akan hangus dalam murka-Nya. Murka itu ditujukan-Nya kepada orang-orang yang terus-menerus menolak melakukan hukum-hukum-Nya (ayat 7), yang lebih menyukai sesembahan palsu. Orang-orang seperti itu akan melihat siapakah Allah yang sejati. Penyataan kemuliaan Allah yang sejati itu akan membuat mereka malu.

Dampak kehadiran Tuhan juga dirasakan oleh umat-Nya. Kehadiran Tuhan justru membuat mereka bersorak-sorai. Ketaatan umat Tuhan melakukan perintah Tuhan dalam suasana penyembahan palsu kini diganjar-Nya dengan kehormatan. Kesusahan yang dipikul umat-Nya digantikan-Nya dengan sukacita (ayat 8). Saat para musuh Allah dihukum, umat-Nya justru dibela-Nya (ayat 10-11). Bagi umat-Nya, masa kesusahan telah pergi, masa sukacita kini datang (ayat 12).

Taat melakukan perintah Tuhan dalam masyarakat yang tidak mengenal hukum-Nya memang sulit. Namun, kesulitan itu segera sirna saat kita mengizinkan Tuhan hadir. Kehadiran Tuhan membawa pengharapan bagi kita sehingga kita tetap bisa bersukacita dan bersyukur dalam keadaan sulit. Tidak untuk selamanya, Tuhan membiarkan kita menderita dalam kecaman musuh. Meski saat ini, kita belum melihat Tuhan menghukum mereka, namun waktu itu akan tiba.

Renungkan: Sudahkah Anda meminta Ia hadir dalam hidup Anda?

(0.10) (Why 19:17) (sh: Perjamuan besar Allah (Minggu, 17 November 2002))
Perjamuan besar Allah

Perjamuan besar Allah.
Perjamuan ini berbeda dari Perjamuan kawin Anak Domba (ayat orang-orang+berkuda+itu&tab=notes" ver="">19:6 dst.). Yang dirayakan kini bukan kesukaan keselamatan yang akan dialami oleh para pengikut Kristus yang setia, tetapi kesukaan karena kehancuran total yang akan diterima oleh semua pihak yang melawan Allah. Hal itu disebut perjamuan karena penghukuman akhir Allah atas semua kejahatan dan semua yang jahat adalah pesta kemenangan keadilan dan kekuasaan Allah.Hukuman Allah tidak akan membeda-bedakan, tidak seperti pengadilan manusia. Keadilan akan benar-benar adil, kebenaran akan sungguh ditegakkan. Tokoh-tokoh yang karena kuasa politis atau uang atau militer di dunia ini dapat menyetir pengadilan, pada waktu itu tidak akan luput dari hukuman Allah. Demikian pun orang-orang lemah tidak dapat mencari alasan untuk tidak mempertanggungjawabkan keikutsertaan mereka di dalam kejahatan. Semua yang jahat akan dihukum dan karena yang menghukum adalah Allah, akan terjadi akibat yang mengerikan dan tuntas (ayat 18). Orang-orang itu dihukum karena mereka menerima tanda dari binatang buas dan nabi palsu (ayat 20).

Dari hari ke hari kita menyaksikan bahwa pola budaya masa kini makin tak menghormati Allah dan makin seenaknya melanggar norma-norma kehendak Allah. Kita perlu berhati-hati terhadap pengaruh kebudayaan dunia ini. Kita tidak menjadi duniawi karena dipaksa oleh suatu kekuatan tertentu, tetapi karena kita membiarkan diri kita turut hanyut oleh arus keduniawian itu. Menerima (ayat 20) pengaruh Babel itulah yang telah membuat orang-orang itu kini dihukum Allah

Renungkan:
Kita milik Sang Anak Domba. Kita harus tegas menjaga tanda kemilikan Kristus atas kita!

(0.10) (Kel 11:1) (sh: Jangan keraskan hati (Rabu, 13 April 2005))
Jangan keraskan hati

Jangan keraskan hati
Tujuan tulah dijatuhkan kepada orang Mesir adalah untuk membuat mereka sadar bahwa Allah Israel lebih berkuasa daripada dewa-dewi Mesir, supaya mereka mau melepaskan umat Israel untuk beribadah kepada Tuhannya. Karena tidak kunjung bertobat, maka tulah demi tulah dijatuhkan. Semua tulah yang sudah dijatuhkan, memiliki satu kesamaan di dalam nuansa alami. Akan tetapi, tulah yang kesepuluh itu berbeda sama sekali. Tulah itu akan segera tiba dan diberitahukan pertama-tama kepada Musa dan orang Israel. Tulah ini memiliki sifat yang mematikan bagi orang-orang Mesir. Tulah ini akan merupakan pukulan telak yang membuat Firaun akhirnya menyerah (ayat 1).

Sebetulnya dari semua tulah yang sudah terjadi, orang Mesir belajar dan melihat bahwa Allah orang Israel sangat berkuasa. Hati mereka sudah "dilunakkan" oleh Tuhan sehingga rela memberikan emas dan perak kepada orang Israel (ayat 2-3). Ketika tulah ini diumumkan kepada orang Mesir dan seluruh istana Firaun, semua orang digambarkan akan menyerah kecuali Firaun yang bersikukuh mengeraskan hati (ayat 8-10). Oleh karena itu, tulah itu dipastikan akan terjadi.

Tulah ini akan memakan korban semua anak sulung dari Firaun sampai kepada anak sulung budak perempuan, bahkan juga anak sulung hewan-hewan di Mesir akan mati (ayat 4-6). Mereka akan berseru dengan seruan hebat yang tidak pernah terdengar di Mesir sebelumnya (ayat 6). Seruan serupa (kata yang sama digunakan) terdengar dari mulut orang-orang Israel dulu atas penderitaan perbudakan yang mereka alami di Mesir (Kel. 3:7-9). Sebaliknya tulah ini tidak akan mengganggu sedikit ujung rambut pun orang-orang Israel (ayat 7).

Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk tidak mengeraskan hati melawan Allah. Jangan sampai pada akhirnya hati kita membatu. Saat itu kita tidak lagi dapat bertobat!

Renungkan: Yesus yang datang dengan lemah lembut menyapa hati Anda (Mat. 11:29), adalah juga Tuhan yang tegas terhadap orang yang terus menolak-Nya.

(0.10) (Luk 5:17) (sh: Tuhan Yesus tahu isi hati kita (Senin, 12 Januari 2004))
Tuhan Yesus tahu isi hati kita

Tuhan Yesus tahu isi hati kita. Seorang selebriti yang sedang ngetop ditanyai wartawan tentang bagaimana perasaannya menjadi sorotan publik. Selebriti itu mengatakan bahwa dia harus semakin mawas diri, karena sadar bahwa banyak orang tidak menyukai kesuksesannya. Nampaknya, artis ini tahu isi hati sesama selebriti, karena mungkin saja ia pun akan bersikap serupa terhadap orang lain yang lebih sukses daripada dirinya.

Bacaan kita hari ini memperlihatkan Yesus yang oleh kuasa Allah tidak hanya dapat melakukan mukjizat kesembuhan kepada orang-orang yang sakit tetapi juga berkuasa untuk mengetahui isi hati orang-orang yang dengki dan iri kepada-Nya (ayat 22). Yesus mengetahui hal tersebut bukan karena Ia tidak beda dengan mereka yang mendengkinya. Tuhan Yesus mengetahui dan menyadari bahwa kedengkian dan iri hati para ahli Taurat dan orang Farisi kepada-Nya disebabkan oleh kebebalan hati mereka sendiri. Hati mereka bebal oleh karena tidak dapat melihat kuasa Allah yang sedang bekerja (ayat 21).

Untuk membuktikan bahwa diri-Nya memiliki kuasa ilahi bahkan kuasa untuk mengampuni, Yesus menyembuhkan orang lumpuh itu. Dengan bukti itu, seharusnya para ahli Taurat dan orang Farisi segera sadar dan bertobat. Lukas tidak mencatat apa reaksi mereka. Namun, Lukas mencatat bahwa semua orang (yang menyaksikan penyembuhan itu) takjub, lalu memuliakan Allah, dan mereka sangat takut. Mereka ini adalah orang-orang yang menyadari kuasa Allah dalam diri Yesus (ayat 26). Yesus bisa melihat isi hati mereka; Yesus tahu isi hati mereka itu tulus atau tidak.

Renungkan: Tuhan Yesus tahu isi hati kita, tulus dan percaya atau bebal dan penuh kedengkian. Oleh karena Dia Allah yang berkuasa, tidak seorang pun yang dapat menutupi isi hatinya dari pengetahuan-Nya. Apakah Anda masih menyimpan dosa atau kedengkian dalam hatimu?



TIP #17: Gunakan Pencarian Universal untuk mencari pasal, ayat, referensi, kata atau nomor strong. [SEMUA]
dibuat dalam 0.14 detik
dipersembahkan oleh YLSA