| (0.98881809756098) | (Pkh 1:1) |
(ende) PENGCHOTBAH PENDAHULUAAN Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qohelet". Kata ini ada gandingannja dengan kata Hibrani jang berarti: "himpunan, kumpulan". Pula karena bentuk- katanja jang sulit, maka makna kata "Qohelet"-pun tidak begitu djelas. Kami kira suatu keterangan jang boleh diterima, kalau kata ini mengenai seseorang, kang ada sangkut-pautnja dengan suatu himpunan atau rapat orang2 - boleh djadi sekelompok murid guru ilmu kebidjaksanaan. Himpunan itu diketuai dan dipimpinnja dan kepadanja membentangkan pengadjarannja. Dari itu kata "Pengchotbah" hanjalah suatu usaha untuk mendekati arti kata "Qohelet". Pengchotbah tadi disebut "Putera Dawud, Radja di Jerusjalem" (1,1). Teranglah kiranja, bahwa jang dimaksudkan ialah Sulaiman, radja Israil jang bidjaksana dan kaja dimasa kegemilangan bangsa Jahudi, sebagaimana radja itu hidup dalam hikajat orang2 Jahudi. Ini sesuai dengan gambaran jang disadjikan dalam pasal kedua kitab ini. Namun demikian, kitab itu sendiri memberikan keterangan2 jang tjukup untuk menarik kesimpulan dengan pasti, bahwa bukan Sulaimanlah pengarangnja. Sungguhpun lama orang menganggap Sulaiman sebagai pengarangnja, namun bolehlah dipastikan, bahwa disini kita bertemu dengan chajalan kesusateraan sadja, sebagaimaan tidak djarang terdapat dalam Kitab Sutji dan lazim didjaman dahulu kala. Orang jang mengenal kelaziman ini, tidak akan teperdaja olehnja. Selain keterangan jang sedikit sekali dalam kitab itu sendiri, tidak ada petundjuk2 lainnja guna menentukan lebih landjut, siapa pengarangnja. Sudah tentulah seorang guru kebidjaksanaan. Bahasa kitab, jang menundjukkan adanja pengaruh bahasa2 asing serta perkembangan kemudian bahasa Hibrani sendiri, dan keternagn2 lainnja lagi menundjukkan, bahwa ia hidup didjaman, ketika Juda sudah bukan keradjaan jang berdaulat lagi, tetapi didjadjah orang2 asing; terangnja didjaman Helenistis, ketika kebudajaan dan agama Jahudi sudah terantjam oleh peradaban Junani. Dari kitab ini adalah salah satu dari antara kitab2 terachir Perdjandjian lama dan pengarangnja kiranja hidup semasa Putera Sirah. Si penchotbah kiranja hidup di Palestina sendiri atau tidak begitu djauh daripadanja - boleh djadi Fenesia, negeri dagang jang tersohor didjaman itu. Guru ilmu kebidjaksanaan ini sangat boleh djadi tidak menjusun dan menerbitkan sendiri kitab ini. Kitab ini agaknja lebih berwudjud suatu kumpulan amsal2nja, jang dibukukan murid2nja selagi sang guru masih hidup atau tidak lama sesudah meninggal (12,9-10). Anehlah, kalau ia mengadjarkan tidak lebih banjak dari apa jang termuat dalam kitab jang agak ketjil ini. Murid2 hanja mengumpulkan dan mentjatat apa jang menurut pendapat mereka sangat penting dan jang sangat djelas menundjukkan pandangan hidup umum sang guru. Tjara terdjadinja kitab itu dapat menerangkan pula susunan kitab, jang memberikan kesan ruwet. Djalan pikirannja tidak selalu sama djelasnja dan gandingan antara bagian jang satu dengan bagian jang lainpun kadang2 nampaknja tiada. Umpamanja sadja kumpulan pepatah2 bebas dalam pasal2 9,17-12,8 memutuskan djalan pikiran umum. Tetapi tak perlulah kiranja lalu menduga akan adanja beberapa pengarang atau beberapa murid, jang melengkapi kitab dang guru. Selain tjara lazim orang2 Jahudi berpikir dan mengarang, maka tjara terdjadinjapun dapat kita djadikan pegangan. Sudah pastilah kitab ini muat pepatah2, jang dihidangkan si pengchotbah bukannja pada waktu serta kesempatan jang sama. Lebih tepatlah dikatakan, bahwa pepatah2 itu disampaikan disepandjang hidup sang guru. Oleh karena itu adjaran kitab ini didalam bagian2nja ditangkap dan saringlah orang harus me-ngira2kan sadja maksud amsal2 tersendiri. Namun demikian, pandangan hidup umum jang dinjatakan dalam seluruh kitab ini adalah djelas. Dengan itu diteguhkan pula, bahwa tokoh jang satu dan sama djualah, jang selalu tampil kemuka dan angkat bitjara. Persoalan, jang memusing2kan si Pengchotbat, ada banja persamaannja dengan persoalan kitab Ijob. Kalau Ijob diasjikan karena soal sengsara, jang ia tidak tahu menemukan pemetjahannja jang memuaskan, maka si Pengshotbah disesakkan oleh ke-sia2-an dunia dan terutama oleh persoalan mati, jang nampaknja mengachiri se-gala2-nja. Ia mentjari makna segala sesuatu, jang achirnja tetap lolos djuga dari tangkapannja. Karena mati se-gala2nja dan teristimewanja hidup manusia serta segala djeri-pajah manusia mendjadi sia2 sama sekali dan kehilangan segala artinja. Entah hidup baik entah djahat, entah bidjaksana entah bodoh kesudahannja selalu sama djuga, jakni mati. Walaupun didalam Perdjandjian Lama teranglah terdapat djua pikiran2 lainnja, namun si Pngchotbah belum lagi mempunjai pemandangan akan sesuatu kekekalan, jang dapat mendjawab banjak dan dimana hidup manusia dapat menemukan gandjaran atau hukumannja. Baginja nampaknja se-gala2nja berachir pada saat mati. Orang saleh dan pendosa. Orang kaja dan miskin, radja dan budak, mereka menemui achir jang sama dan oleh karenanja tidak banjak bedanja dengan hewan. Dari itu si Pengchotbah sampailah kekejakinan, bahwa pandangan hidup jang terbaik bagi manusia ialah tidak terlalu memusingkan dirinja dengan persoalan itu, melainkan menikmati nilai2 nisbi kehidupan sedapat mungkin. Tetapi selaku orang berTuhan, ia toh mau menundukkan segala sesuatunja kepada Allah serta perintah2-Nja (12,13). Kesemuanja inisungguhpun bukan pemetjahan jang sempurna lagi memuaskan, tetapi si pengchotbah jang hidup didalam Perndjandjian Lama itu belum mengenal djawaban jang lebih baik atas persoalan itu. Dipandang dari sudutnja dan mengingat pengetahuan jang ada padanja, maka kesimpulannja jang pesimistis tapi berkegamaan itu dapat diterima. Itu hanja pemetjahan atau djawaban sementara, jang tidak menutup pintu bagi sesuatau jang lebih baik dan jang harus menunggu pembentangan penuh Wahju Ilahi. Dalam pengadjarannja agaknja si Pengchotbah membantah guru2 ilmu kebidjaksanaan lainnja di Israil (7,25-8,14), seperti umpamanja Kitab Amsal. Orang2 itu mengira sudah memetjahkan persoalan tadi seluruhnja: umur pandjang dan berbahagia adalah gandjaran Allah atas kebajukan, sedangkan hidup tjelaka si pendosa mesti segera berachir. Perempuan2 djalang dan ketidaksetiaan akan hukum Allah mendjadi sebab- musebabnja segala kesengsaraan. Tetapi pemetjahan jang terlalu gampang ini tidak dibenarkan si Pengchotbah. bukan hanja karena kenjataannja tidak selalu berlangsung sebagaimana dikirakan oleh guru2 ilmu kebidjaksanaan itu, tetapi terutama djuga karena mati itu bagaimanapun djua kelihatannja menjudahi semuanja setjara sama. Nah, kalau begitu, apa gerangan artinja umur pandjang jang berbahagia atau keadaan tjelaka itu? Orang saleh dan si pendosa sungguh sama adanja dan tiada lagi soal gandjaran atau hukuman. Meskipun si Penchotbah sendiri tidak mengenal pemetjahan jang sebenarnja, namun ia merasa, bahwa pendapat jang lazim itu bukanlah keterangan jang djitu. Dengan kritiknja ia membuka jalan dan memberikan dorongan, untuk mentjari djawaban jang lain dan bilamana itu sudah diberikan, untuk menerimanja. Seorang jang berguru kepada orang bidjak ini akan terbukalah hatinja bagi Wahju seterusnja. Demikianlah kitab Pengchotbah beserta dengan kitab Ijob menduduki tempat jang penting dalam perkembangan Wahju Ilahi. Djanganlah Ia dipentjilkan, tetapi arti serta peranannja hendaknja dibuat didalam keseluruhan Perdjandjian Lama dan Perdjandjian Baru. Kitab ini merupakan penguntji suatu masa tertentu dalam perkembangan itu, dan karena persoalan jang diutarakannja merupakan djuga permulaan suatu fase baru, jang lebih mendalam dan lebih luas. Sebagai salah satu dari tokoh2 terachir dari Perdjandjian Lama ia dalam hal ini merupakan persiapan terdekat bagi perdjandjian Baru. Pada achir kitab ini terdapatlah ichtisar kitab ini. |
| (0.98881809756098) | (1Kor 9:12) |
(ende) Biasanja pengadjar-pengadjar atau orang-orang jang berpidato dimuka umum, menuntut bajaran dari para pendengar dan murid-muridnja. Hak mereka diakui semua orang, dan orang-orang dari lingkungan umatpun rela membajar mereka. |
| (0.98881809756098) | (1Kor 1:17) | (jerusalem: hikmat perkataan) Dengan "hikmat" manusiawi (ialah pemikiran-pemikiran halus dan sarana-sarana yang lazim dalam seni berpidato) itu diperlawankan Hikmat Allah, 1Ko 1:24 dan 1Ko 2:6 dst |
| (0.98881809756098) | (1Kor 7:31) | (jerusalem) Gaya bahasa kalimat ini gaya bahasa seni berpidato. Maka kata-kata tidak boleh ditekankan atau diartikan secara sempit. Paulus tidak mengajak orang mengabaikan hidup di dunia ini. Ia hanya mau mencegah orang Kristen menjerumuskan diri dalam urusan keduniaan hingga lupa bahwa nilainya hanya relatip saja kalau dibandingkan dengan Kristus dan KerajaanNya yang akan datang. |
| (0.61801134146341) | (1Kor 16:13) |
(ende) Dasar nasehat-nasehat didalam kesimpulan ini, ialah: Didalam umat meradjalela pengaruh-pengaruh jang sangat membahajakan kesatuan umat (1Ko 1:10-4:21) jang mengantjam kemurnian kesusilaan Indjil (1Ko 4:1-7 dan 1Ko 6:20), jang mengantjam keteguhan iman (seluruh bab 15 (1Ko 15)), maka haruslah umat waspada dan djaga diri. Djangan pula ada perselisihan (1Ko 3:1-5) setjara kekanak-kanakan karena hal-hal remeh sadja, seperti kegemilangan berpidato, keahlian duniawi dan kebidjaksanaan dunia (1Ko 1:19-21). Umat harus berpendirian teguh dalam kepertjajaan, berani terhadap segala pengaruh palsu, tetap mendjundjung tinggi dan berusaha mewudjudkan kebidjaksanaan Kristus jang tersalib (1Ko 1:18 dan 1Ko 2:1-5. |
| (0.49440904878049) | (1Kor 1:12) |
(ende: Apolos) Tokoh ini seorang terpeladjar dan pandai berpidato dari Aleksandria. Batjalah tentang dia Kis 18:24-28. Karena kegemilangan pembitjaraan dan bahasanja, orang Korintus rupanja lebih merasa tertarik kepada dia dari kepada Paulus, jang sederhana tjara bitjara dan bahasanja. Orang-orang Junani umumnja sangat gemar mendengarkan pidato jang indah-indah ("kebidjaksanaan kata-kata"), dengan tidak begitu mengindahkan isi. Kedangkalan ini diketjam Paulus dalam fasal-fasal berikut (1Ko 1:18-2:4). |
| (0.43260790243902) | (2Taw 32:1) |
(sh: Bersandar kepada kekuatan manusia (Senin, 8 Juli 2002)) Bersandar kepada kekuatan manusiaBersandar kepada kekuatan manusia. Nas yang kita baca ini memberikan dua contoh bagaimana manusia memperlakukan kekuatannya: yang masih mengingat dan berserah kepada kekuatan Allah, sementara yang lain hanya mengagungkan kekuatannya sendiri. Hizkia menjadi contoh yang pertama. Ketika ia mendengar tentang invasi pasukan Sanherib, Hizkia segera melakukan berbagai tindakan strategis, seperti meniadakan sumber-sumber yang dapat digunakan musuh (ayat 3-4), memperkuat tembok-tembok dan menara pertahanannya (ayat 5a), memperkuat kota berkubunya, memperbanyak persenjataan bagi tentaranya (ayat 5b), dan memobilisasi rakyatnya (ayat 6). Tetapi, semua ini bukan hal utama yang ingin ditampilkan penulis Tawarikh mengenai Hizkia. Dalam ayat 7-8, Hizkia berpidato untuk menguatkan rakyat, dan sekaligus menegaskan sikap iman yang diambil Hizkia, "Yang menyertai dia adalah tangan manusia, tetapi yang menyertai kita adalah TUHAN, Allah kita, yang membantu kita dan melakukan peperangan kita" (ayat 8a). Hizkia tidak berpangku tangan, ia juga bertindak. Tetapi ia tahu, bahwa hanya tindakan Allah sajalah yang menjadi penentu akhir segala sesuatu. Sikapnya ini pun menjadi teladan bagi rakyatnya, karena mereka kembali terinspirasi (ayat 8b). Keangkuhan kata-kata Sanherib menjadi contoh pengandalan kekuatan diri sendiri yang paling vulgar. Allah Israel dipersamakan dengan allah-allah bangsa lain yang telah dikalahkan oleh kekuatan Sanherib. Penulis Tawarikh dengan cukup jelas menyatakan keangkuhan luar biasa dari raja Sanherib, bahwa apa yang dilakukannya itu penuh "hujat dan cela terhadap TUHAN, Allah Israel" (ayat 17). Mungkin ini dapat membuat takut beberapa orang penduduk Yerusalem pada zaman Hizkia (ayat 18). Tetapi tidak bagi saudara-saudari penulis Tawarikh, orang-orang Yehuda yang kembali dari pembuangan. Mereka telah melihat langsung tangan Allah yang kuat itu merendahkan para raja dunia yang berkuasa. Renungkan: Kristen sedang bersandar pada kekuatannya sendiri dan melupakan Tuhan bila berusaha melakukan apa yang sebenarnya baik tanpa berserah kepada Tuhan dan mencari kehendak-Nya. |
| (0.3708067804878) | (2Tim 4:3) |
(full: ORANG TIDAK DAPAT LAGI MENERIMA AJARAN SEHAT.
) Nas : 2Tim 4:3-4 Sepanjang sejarah gereja selalu ada orang yang tidak mau mengasihi ajaran sehat, namun ketika akhir zaman makin dekat, keadaan akan makin parah (bd. 2Tim 3:1-5; 1Tim 4:1).
|
