Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 3 No. 1 Tahun 1988 > 
GERAKAN GELOMBANG KETIGA 
Penulis: Pdt. Bob Jokiman
 PENDAHULUAN

Pada tahun 1980, Alvin Toffler, pengarang buku future Shock yang menggemparkan itu, menulis kembali sebuah buku yang kemudian menjadi best seller juga dengan judul The Third Wave (Gelombang Ketiga). Dalam buku tersebut Toffler membahas tentang Revolusi Ketiga yang terjadi dalam sejarah dunia setelah Revolusi Pertanian dan Revolusi Industri. Third Wave-nya Toffler menguraikan terjadinya Revolusi budaya dalam kehidupan manusia di bidang-bidang pekerjaan, gaya hidup, etos kerja, sikap seksual, konsep-konsep hidup, tata ekonomi dan politik, dan nilai-nilai baru.

Isu yang akan dibahas dalam tulisan ini hanya mengadaptasi istilah tersebut tanpa ada hubungan konsepsi. Gerakan Gelombang Ketiga adalah suatu gerakan yang. baru dikenal pada lima tahun terakhir ini, namun telah menarik perhatian banyak pemimpin gereja/pendeta di dunia Barat. Majalah beken Christianity Today edisi bulan Mei 1986, mengutip C. Peter Wagner, tokoh Gerakan Gelombang Ketiga: "Gerakan Gelombang Ketiga melayani gereja-gereja dengan tradisi theologia Reformed, namun tidak terlibat dalam pelayanan adikodrati. Kami mengajarkan bagaimana pelayanan tersebut dilakukan dalam gereja-gereja non karismatik tanpa menimbulkan perpecahan. Kami tidak menekankan bahasa lidah."32 Dengan kata lain, Gerakan Gelombang Ketiga ini adalah suatu usaha untuk mendorong gereja-gereja Injili, Reformed, dan Tradisional melibatkan kuasa adikodrati Allah dalam pelayanan dan kehidupan jemaat, bukan saja di dunia Barat tetapi juga di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Gerakan Gelombang Ketiga

Sekitar tahun 1983, sejumlah pemimpin Kristen di Amerika membicarakan tentang Gerakan Gelombang Ketiga (The Third Wave Movement). Gerakan Gelombang Ketiga ini merupakan kelanjutan dari Kebangunan Rohani di Azusa Street, Los Angeles - pada tahun 1906 yang dikenal sebagai Gerakan Pentakosta Modern - dan Gerakan Karismatik yang terjadi sekitar tahun 1950 yang dikenal juga sebagai Gerakan Pentakosta Baru. Gerakan Gelombang Ketiga adalah gerakan yang terjadi dalam gereja-gereja Injili, Reformed dan Tradisional yang mengakui dan memanfaatkan karunia-karunia adikodrati tanpa mengindentifikasikan diri dengan Gerakan Pentakosta atau Karismatik.

Dr, Peter Wagner, dosen Pertumbuhan Gereja pada Fuller Theological Seminary dan merupakan ahli serta pelanjut Gerakan Pertumbuhan Gereja yang dipelopori oleh Dr. Donald McGavran (Bapak Gerakan Pertumbuhan Gereja), adalah salah seorang pelopor Gerakan Gelombang Ketiga ini.

Dalam wawancara pertama kali untuk memperkenalkan Gerakan Gelombang Ketiga ini di majalah Pastoral Renewal edisi Juli - Agustus 1983, Dr. Wagner mengatakan bahwa ia melihat tahun delapan puluhan merupakan awal keterbukaan kaum Injili dan Kristen lainnya terhadap karya adikodrati Roh Kudus, yang telah dialami oleh kalangan Pentakosta dan Karismatik, namun tanpa menjadi Pentakosta atau Karismatik.

Dengan menggunakan pengalamannya sendiri, Dr. Wagner mengatakan bahwa meskipun ia memiliki karunia adikodrati namun ia bukanlah seorang Karismatik atau Pentakosta. Ia adalah anggota Jemaat Lake Avenue Congregational Church (LACC) di Pasadena, karenanya ia menyebut diri adalah Congregationalist. LACC adalah Gereja yang paling bertumbuh di daerah San Gabriel Valley. California Selatan. Anggota jemaatnya 4.000 orang. Sepertiga anggaran mereka digunakan untuk misi dan dua tahun lalu telah dimulai kebaktian dengan bahasa Indonesia untuk melayani para mahasiswa serta pendatang dari Indonesia (sekarang memakai nama Gereja Kristen Indonesia Lake Avenue). Namun demikian LACC terbuka terhadap gerakan Roh Kudus sebagaimana yang telah terjadi di kalangan Karismatik.

Sebagai contoh, ia mengatakan bahwa pada tiap akhir kebaktian umum hari Minggu - ada tiga kali kebaktian umum yang dihadiri masing-masing lebih dari 1.000 orang - gembala sidang mereka mengundang setiap orang yang membutuhkan kesembuhan jasmani dan batin untuk maju ke depan dan menuju ke kamar doa untuk didoakan dan diberikan pengurapan minyak. Mereka juga mempunyai tim yang terdiri dari anggota-anggota yang tahu bagaimana berdoa untuk orang sakit.

Dr. Wagner menguraikan bahwa Jemaat LACC berpikir dan bertindak menurut Cara Congregationalist, bukan cara Karismatik, namun membawa hasil yang sama! Ia sendiri mempunyai beberapa perbedaan dasar dalam theologia dengan kalangan Pentakosta dan Karismatik, namun hal tersebut tidak merusak sedikit juga pelayanan mereka yang membawa manfaat dan tidak menyebutkan diri sendiri sebagai Karismatik.33

Sejak dipopulerkannya Gerakan Gelombang Ketiga pada awal tahun delapan puluhan melalui berbagai media Kristen, khususnya majalah Christian Life yang memiliki rubrik tetap mengenai The Third Wave yang diasuh oleh Dr. Peter Wagner, maka makin banyaklah gereja-gereja Injili, Reformed dan Tradisional menyambut dengan positif masuknya Gerakan Gelombang Ketiga ini ke dalam gereja mereka yang pada mulanya sangat tertutup, khususnya para pendeta yang mengambil program Doctor of Ministry (D.Min.) di Fuller, sebagaimana pepatah mengatakan "tak kenal maka tak sayang, setelah dikenal makin disayang."

Sebagai kelanjutan penggalakkan Gerakan Gelombang Ketiga di antara gereja-gereja Injili, Reformed, dan Tradisional, maka pada tanggal 27 - 30 Mei 1986 di Orlando, Florida, telah diselenggarakan Konferensi dengan tema, Gelombang Ketiga: Kesembuhan Adikodrati dalam Gereja Lokal, yang diikuti oleh 102 pemimpin/pendeta yang mewakili 30 denominasi, antara lain dari: Christian and Missionary Alliance (Kemah Injil di Indonesia), Mennonite (Gereja Kristen Muria di Indonesia), Gereja-gereja Baptis dengan berbagai cabangnya, Gereja Lutheran, Christian Reformed, Presbyterian Church (sealiran dengan G.K.I. atau G.K.T. di Indonesia), Gereja Methodist dan sebagainya. Seorang partisipan memberi komentar: "Suatu pengalaman yang sangat indah dalam Konferensi ini adalah mendalamnya rasa persatuan yang mengatasi keanekaragaman tersebut."34

Dalam Konferensi tersebut, Dr. Peter Wagner menekankan bahwa Konferensi tersebut terpanggil untuk menolong para pemimpin gereja tersebut untuk mengerti dan menginisiatifkan pelayanan-pelayanan yang mengikutsertakan kuasa adikodrati Allah dalam jemaat-jemaat mereka.35

Dalam Konferensi tersebut diadakan pula lokakarya yang dipimpin oleh Pdt. Robert Wise, Gembala Sidang Gereja Reformed di Oklahoma, Pdt. Fred Luthy, Gembala Sidang Gereja Lutheran di Big Rapids, Michigan dan Cathy Schaller serta Georga Eckart, keduanya pendeta awam (lay minister) dari LACC. Keempat hamba Tuhan tersebut telah membuktikan bahwa kuasa adikodrati Allah dapat dan sungguh terjadi di dalam gereja-gereja Injili, Reformed dan Tradisional, dengan terjadinya berbagai kesembuhan Ilahi dalam Konferensi tersebut. Seorang pendeta Presbyterian U.S.A. berkomentar: "Saya pikir Konferensi ini sangat berhasil. Hal tersebut meneguhkan apa yang telah saya percaya. Saya sungguh menghargai roh Konferensi tersebut, kasih dan kesatuan peserta dan kerendahan hati para pembicara. Hal tersebut mendesak saya untuk melaksanakan dengan serius Gelombang Ketiga ini dan berperan di dalamnya." Seorang pendeta dari Southern Baptist (sealiran dengan Seminari Baptis di Semarang) memberikan kesan: "Saya menghargai keseimbangan antara teori dan praktek. Saya merasa itu adalah Konferensi terbaik yang saya ikuti dalam 25 tahun ini. Hal tersebut telah mengesahkan kesembuhan Kristen untuk gereja Injili pada hari ini."36

Dalam Konferensi tersebut Dr. Wagner menegaskan bahwa Gelombang Ketiga merupakan kesinambungan pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada Gelombang Pertama dan Kedua ke dalam gereja-gereja Injili tanpa menjadi Pentakosta atau Karismatik, dengan pengalaman kehadiran Roh Kudus dalam kesembuhan dan pelayanan adikodrati lainnya.37

 SIKAP TERHADAP KARUNIA ROH YANG ADIKODRATI

Dalam dunia kekristenan kita mengenal ada tiga aliran yang berpengaruh dalam hal sikap mereka terhadap karunia-karunia roh yang adikodrati.

Yang pertama disebut The Positive School, yang mengakui bahwa karunia-karunia tersebut masih berlaku dan terjadi hingga masa kini. Karunia-karunia adikodrati merupakan pernyataan dibaptisnya seorang percaya oleh Roh Kudus, khususnya dengan berbahasa lidah (glossolalia). Mereka yang menerima sikap ini umumnya kalangan Pentakosta dan sebagian besar Karismatik.

Golongan kedua dikenal dengan sebutan The Negative School. Umumnya mereka berpendapat bahwa karunia-karunia adikodrati telah berhenti pada akhir masa para rasul dan sebagian beranggapan bahwa karunia-karunia tersebut berangsur-angsur lenyap dan berakhir pada abad keempat. Pendukung golongan ini antara lain:

1. Benyamin B. Warfield (1851 - 1921), seorang theolog konservatif yang kukuh mempertahankan ajaran Kalvinis di Seminar! Princeton pada pertukaran abad ini. Beliau mengatakan bahwa bahasa lidah (glossolalia) adalah satu di antara karunia-karunia tanda (sign gifts), yang dimaksudkan untuk meneguhkan pemberitaan para rasul. Oleh karena itu setelah berita Perjanjian Baru lengkap, maka tanda-tanda tersebut tidak dibutuhkan lagi.

2. Merrill F. Unger, seorang theolog dispensasional (umumnya sering dikaitkan dengan Dallas Theological Seminary di Texas), yang salah satu Bible Dictionary-nya cukup dikenal di kalangan mahasiswa theologia di Indonesia, berpendapat bahwa yang disebut "sempurna" dalam I Korintus 13:10 adalah kanon Alkitab, yang merupakan akhir dari kanon "lidah".

Golongan ketiga dikenal sebagai The Middle Position - yang dipelopori oleh A.B. Simpson pendiri Christian and Missionary Alliance (Kemah Injil di Indonesia) - mengambil jalan tengah. Khusus mengenai bahasa lidah, beliau mengatakan bahwa karunia tersebut merupakan salah satu dari banyak karunia dan diberikan kepada sejumlah orang untuk kebaikan seluruh jemaat. Sikap sebaiknya adalah "Jangan dicari, jangan pula dilarang" (Seek not, forbid not). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa karunia-karunia adikodrati masih berlaku hingga saat ini, namun karunia-karunia tersebut, khususnya bahasa lidah, bukanlah "tanda" seseorang dibaptiskan oleh Roh Kudus.38

Bagaimana dengan sikap kita sendiri? Tentu saja kunci terbaik adalah mempelajari sikap Tuhan Yesus yang melebihi theolog/tokoh gereja. Oleh karena itu sebaiknya kita menelaah sebagian isi Alkitab yang membicarakan pelayanan adikodrati Tuhan serta kenyataan yang terjadi abad ini.

 TANDA-TANDA KERAJAAN ALLAH

Ketika Yohanes Pembaptis berada dalam penjara, ia mengutus murid-muridnya bertanya kepada Tuhan Yesus: "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?" Bagaimana jawab Tuhan? Ia berkata: "Pergilah dan katakan kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan lihat: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik" (Matius 11:2-5). Jelas dari jawaban Tuhan di atas Ia ingin menekankan bahwa tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda ke-Mesiasan-Nya, tanda-tanda di mana kuasa Allah dinyatakan. Tanda-tanda tersebut berulang kali dinyatakan Tuhan, misalnya ketika Ia telah mengusir dari seseorang setan yang membisukan, Ia berkata: "...jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang padamu." (Lukas 11:20). Demikian pula tatkala Tuhan mengutus murid-murid-Nya, Ia membekali mereka dengan karunia-karunia adikodrati (bandingkan Lukas 10:9,17 dan Markus 16:17-18 dengan I Korintus 12:9-10). Dalam bagian-bagian Alkitab tersebut terlihat bahwa tanda-tanda adikodrati sangat ditekankan oleh Tuhan dalam pelayanan murid-murid-Nya. Namun sayang sekali banyak hamba/anak Tuhan pada masa kini yang meremehkan tanda-tanda tersebut. Kita perlu menyadari bahwa tanda-tanda adikodrati bukanlah tujuan pelayanan kita, melainkan alat untuk mendorong orang-orang yang belum percaya datang kepada Tuhan Yesus.

Khusus bagi mereka yang berada di Dunia Ketiga, bahkan juga di negara adikuasa seperti Amerika, tanda-tanda kuasa Allah tersebut perlu dinyatakan untuk membuktikan bahwa Allah yang kita percaya dan sembah jauh lebih berkuasa daripada allah yang mereka percaya.

Di dalam pertumbuhan gereja masa kini, akibat terjadinya banyak pernyataan-pernyataan karunia-karunia adikodrati yang dilakukan oleh para hamba/anak Tuhan di berbagai belahan bumi ini, gereja-gereja Tuhan bertumbuh dengan luar biasa. Di Korea Selatan, di mana terdapat sebuah gereja yang terbesar di dunia dengan jumlah anggota 500.000 orang, gereja bertumbuh dengan luar biasa. Kuasa-kuasa ilahi dinyatakan bukan saja dalam gereja-gereja Pentakosta, seperti Full Gospel Central Church yang digembalakan oleh Pdt. Paul Cho Yonggi dengan anggota setengah jute itu, tetapi juga dalam pelayanan-pelayanan gereja-gereja non-Pentakosta dan non-Karismatik.

Jonathan Chao, direktur Chinese Church Research Center di Hong Kong, dalam salah satu ceramahnya di Fuller, mengatakan bahwa orang-orang Kristen di Tiongkok selama kurang lebih 35 tahun di bawah penguasa komunis, telah bertumbuh dari 1 juta menjadi kurang lebih 50 - 70 juta! Apa yang menyebabkan pertumbuhan yang demikian fantastis dalam sejarah Kekristenan sepanjang abad? Salah satu penyebabnya adalah karena terjadinya banyak tanda ajaib melalui karunia-karunia adikodrati yang dilakukan para hamba/anak Tuhan di sana. Pada masa kini kita tak dapat menyangkal bahwa pelayanan-pelayanan karunia adikodrati adalah yang paling efektif dalam penginjilan dan pertumbuhan gereja. Oleh karena itu sangat disayangkan apabila gereja-gereja Injili, Reformed, dan Tradisional tidak menggali, bahkan memendam karunia-karunia tersebut dalam kehidupan para hamba/anak Tuhan.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendorong kita menjadi Pentakosta atau Karismatik, tetapi mengapa sebagai orang-orang Injili, Reformed dan Tradisional kita tidak mau memanfaatkan karunia-karunia rohani yang telah diberikan Tuhan kepada tiap orang percaya (I Kor. 12.11; I Petrus 4:10), agar pelayanan kita dapat lebih efektif?

Menurut The United State Center of World Mission, sebuah lembaga riset di Pasadena yang dipimpin oleh Dr. Ralph Winter, masih terdapat 17.000 suku bangsa yang belum dicapai oleh Injil Kerajaan Allah. Banyak di antara mereka hidup di bawah kuasa-kuasa kegelapan/jahat. Mereka butuh kelepasan. Apabila orang Kristen ingin melepaskan mereka maka jelas dibutuhkan karunia-karunia adikodrati. Itulah sebabnya Salah seorang ahli Komunikasi Antar Budaya, Dr. Charles Kraft, dosen antropologi di Fuller School of World Mission, mengatakan, "Kita benar-benar perlu mengembangkan suatu theologia adikodrati di Fuller. Hari dan masa ini, kita tak dapat lagi mengintegrasikan diri sebagai Sekolah Misi dan mengutus orang-orang untuk melayani di Dunia Ketiga tanpa melatih mereka bagaimana berdoa untuk orang sakit."39

Pada masa ini bukan saja sekolah-sekolah theologia ditantang untuk mengembangkan theologia adikodrati, gereja pun harus mulai membina diri untuk pelayanan-pelayanan tersebut. Morton Kelsey, rohaniwan Episkopal, mengatakan bahwa pelayanan kesembuhan Tuhan Yesus sama sekali tidak bertentangan dengan pelayanan mimbar atau khotbahNya tentang Kerajaan Allah, bahkan sebaliknya. Ia dengan tegas menyatakan bahwa pelayanan kesembuhan-Nya adalah bukti dan fakta langsung dari Mesias yang telah lama dinantikan itu.40

Apabila pelayanan adikodrati Yesus tidak bertentangan dengan pengajaran-Nya, maka pelayanan kita pun harus mencakup kedua aspek tersebut, hingga kita dapat meyakinkan dunia ini bahwa Allah kita jauh lebih berkuasa, berwibawa dan hidup!

 PERNYATAAN-PERNYATAAN KUASA ADIKODRATI DALAM SEJARAH GEREJA

Pelayanan-pelayanan kuasa adikodrati, khusus untuk penyembuhan dan pelepasan dari kuasa-kuasa kegelapan, hingga Nama Tuhan dimuliakan dan banyak orang berpaling kepada Allah, bukan saja terjadi dalam sejarah Alkitab melainkan juga dalam sepanjang sejarah gereja sejak abad permulaan hingga abad keduapuluh ini.

Ramsay MacMullen, sejarahwan dari Yale University, dalam bukunya yang terakhir, Christianizing the Roman Empire, A.D. 100-400, telah menulis secara obyektif. Sebagai sejarahwan sekuler yang melihat sejarah sebagaimana adanya, ia memaparkan dengan terinci terjadinya pernyataan-pernyataan kuasa adikodrati Allah dalam kehidupan umat Kristen pada masa Gereja Mula-Mula, sehingga dalam masa tiga setengah abad agama Kristen telah mendominasi Kekaisaran Romawi. Menurut MacMullen, penduduk Romawi bukanlah humanis sekuler. Mereka tahu tentang mujizat-mujizat dan memanfaatkannya. Pada masa itu sangat sedikit orang yang bertobat karena pengajaran Kristen maupun penyajiannya yang logis. Orang-orang bertobat karena mereka melihat dengan mata sendiri bagaimana Tuhan telah melakukan mujizat-mujizat yang lebih besar daripada dewa apapun yang mereka kenal. Pengkhotbah-pengkhotbah pada masa itu demikian yakin dengan kuasa Yesus, sehingga mereka tanpa ragu-ragu menantang diadakannya "duel" secara terbuka dengan kuasa dewa-dewi mereka, sebagaimana yang dilakukan Elia di gunung Karmel. Salah satu contoh yang diberikannya adalah tradisi yang mengisahkan bagaimana pada suatu hari Rasul Yohanes berdoa di kuil Artemis di Efesus (cf. Kis. 19:21 ff.): "Oh Allah ...yang pada-Nya semua berhala, setan dan roh kenajisan takluk, biarlah sekarang para setan yang berada di tempat ini menyingkir daripadaMu." Maka segera altar Artemis pecah berkeping-keping dan separuh kuil tersebut runtuh. Maka orang-orang di Efesus kemudian bertobat dan berkata: "Kami bertobat sekarang karena kami telah melihat perbuatan-Mu yang luar biasa!" Sekalipun kisah tersebut hanya tradisi dan tercatat dalam Kitab Yohanes sang Rasul, yang tidak termasuk dalam kanon Perjanjian Baru, namun bila diakui oleh sejarahwan sekaliber MacMullen itu, maka patutlah pengakuannya itu di terima.41

Banyak di antara Bapak-bapak Gereja mengakui dan mempraktekkan karunia-karunia rohani. Beberapa di antara mereka cukup kita kenal antara lain, Justin Martyr, Polycarp, Tertullian dan Chrysostom, Bahkan Augustinus, yang pada mulanya menganggap bahwa karunia-karunia roh telah berakhir pada abad pertama, telah berdoa untuk orang sakit dan melihat kesembuhan, mengusir setan dan bersukacita atas kelepasan jemaatnya.

Pemimpin-pemimpin gereja pada masa kemudian juga menerima dan mengakui praktek-praktek pernyataan kuasa adikodrati tersebut. Martin Luther, yang menyangkal adanya kuasa kesembuhan pada zamannya, melihat bagaimana rekannya Melanchton disembuhkan dari sakitnya yang sekarat melalui doa Luther sendiri. Kemudian ketika Luther ditanya bagaimana menolong orang yang sakit mental, maka ia memberikan instruksi berdasarkan Kitab Yakobus dan menambah "menyembuhkannya dengan doa dalam nama Yesus." Rupanya dengan berlalunya waktu. Luther telah belajar menghargai karunia-karunia.rohani dari Allah, daripada meremehkannya. Itulah suatu sikap yang patut ditiru!

Tokoh-tokoh Injili dan Revival yang masyhur seperti, John Wesley, A.B. Simpson, D.L. Moody, R.A. Torrey dan yang lainnya, mengakui pula kedaulatan kuasa adikodrati Allah dalam kehidupan dan pelayanan mereka. Bahkan John Wesley berkomentar, bahwa sikap yang berbahaya terhadap kuasa adikodrati itu bukannya terlalu berlebih-lebihan menyanjungnya, melainkan kita terlalu tidak mempedulikannya.42

Dari kenyataan di atas, dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa pelayanan yang melibatkan kuasa adikodrati Allah bukannya tabu bagi kalangan Injili, Reformed maupun Tradisional. Mungkin yang merisaukan kita adalah ekses-ekses yang ditimbulkan oleh sekelompok orang atau oknum-oknum yang melakukannya dengan cara-cara yang dapat merugikan Jemaat. Oleh karena itu dalam bahagian berikut ini kita akan membahas tindakan-tindakan positif apakah yang patut kita ambil, agar pelayanan-pelayanan yang melibatkan kuasa adikodrati ini tidak merugikan gereja kita bahkan membuatnya makin bertumbuh.

 SIKAP YANG SEHAT DAN POSITIF TERHADAP, KARUNIA-KARUNIA ADIKODRATI

Di awal tulisan ini, saya menyinggung tentang Gereja Lake Avenue Congregational Church di Pasadena, di mana Dr. Wagner menjadi anggota Jemaat sejak tahun 1972. Gereja Lake merupakan contoh bagaimana dalam gereja yang Injili, berteologia Reformed dan bersifat Konservatif (Tradisional), karunia-karunia adikodrati bukan saja disambut melainkan juga dimanfaatkan tanpa menjadi Gereja Pentakosta atau Karismatik, serta tak menimbulkan keresahan dan perpecahan dalam Jemaat. Dari Gereja tersebut dan observasi yang telah saya lakukan melalui peninjauan beberapa gereja serta kepustakaan, dapat saya sarankan beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh pemimpin-pemimpin gereja Injili, Reformed dan Tradisional untuk melibatkan karunia-karunia adikodrati dalam pelayanan gereja masing-masing.

1. Sikap keterbukaan pendeta/pemimpin gereja

Dr. Peter Wagner, dalam bukunya yang sangat terkenal Your Church Can Grow, mengungkapkan tujuh tanda penting bagi gereja yang bertumbuh. Tanda yang pertama dan utama adalah seorang pendeta yang berpikiran serba mungkin dan kepemimpinan yang dinamis digunakan untuk menggerakkan seluruh jemaat ke dalam aktivitas yang menuju pertumbuhan.43 Peranan pendeta atau gembala sidang dan pemimpin gereja sangat penting bagi pertumbuhan gereja, terutama sikap keterbukaan terhadap ide-ide dari anggota jemaat. Para pendeta/pemimpin gereja harus menyadari bahwa gereja adalah Tubuh Kristus yang mempunyai banyak anggota, yang masing-masing memiliki karunia sesuai dengan yang diberikan Tuhan kepada mereka (I Kor. 12:11-12). Kepada tiap anggota jemaat seharusnya diberikan kesempatan untuk menemukan, mengembangkan dan memanfaatkan karunia masing-masing. Oleh karena itu pendeta/pemimpin gereja yang terbuka dan berpikiran positif perlu membimbing atau menyediakan sarana bagi anggota jemaatnya untuk menemukan karunia masing-masing. Dalam bahagian terakhir tulisan ini akan diberikan saran-saran bagaimana menolong anggota jemaat menemukan karunia mereka. Sikap keterbukaan bukan saja dalam hal menolong anggota jemaat menemukan, mengembangkan dan memanfaatkan karunia mereka, tetapi juga pengakuan terhadap karunia yang dimiliki orang lain, serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk memanfaatkan karunia tersebut. Sayang sekali sering terjadi bahwa tidak sedikit hamba Tuhan yang berhati terlalu sempit, bukannya mereka bersukacita bila ada anggota jemaat atau rekan lain yang memiliki karunia yang tidak dimilikinya, sebaliknya malah iri hati dan dengan tipu muslihat menyingkirkan orang tersebut. Inilah sikap atau karakter yang harus dibuang.

Gembala Sidang Gereja Lake Avenue, Dr. Paul Cedar, adalah seorang hamba Tuhan yang rendah hati, sekalipun beliau memiliki beberapa karunia seperti kepemimpinan, berkhotbah, dan mengajar. Kerendahhatiannya dinyatakan pula dengan menerima kenyataan bahwa ia tidak memiliki karunia-karunia adikodrati, namun ia tidak menutup kesempatan bagi rekan dan anggota jemaatnya untuk menyalurkan karunia-karunia mereka demi pertumbuhan gerejanya. Itulah sebabnya Lake Avenue makin pesat bertumbuh di bawah kepemimpinan Gembala Sidang yang demikian.

Para pendeta/pemimpin gereja perlu sekali terbuka bagi karunia-karunia adikodrati yang dimiliki anggota jemaat, sambil memberikan batasan-batasan yang wajar dan sehat. Kita harus mengakui dan tak perlu melarang masih berlakunya karunia-karunia adikodrati tersebut. Namun semua berita yang diperoleh melaluinya tidak boleh mempunyai wibawa yang sama dengan Alkitab serta tidak untuk keuntungan diri sendiri atau sekelompok tertentu dalam Jemaat.

Kerendahan hati bagi mereka yang memiliki karunia-karunia adikodrati

Suatu kenyataan yang tak dapat disangkal bahwa kebanyakan gereja-gereja Injili, Reformed dan Tradisional sangat tertutup terhadap karunia-karunia adikodrati. Itu dikarenakan sebagian dari saudara yang memiliki karunia tersebut menganggap diri mereka termasuk "kelas istimewa", bahkan menganggap diri lebih "suci dan rohani" daripada saudara seiman yang tidak memiliki karunia tersebut, atau sampai-sampai menganggap rendah para hamba Tuhan yang tidak memiliki karunia adikodrati tersebut. Sikap ini perlu diubah. Kita harus rendah hati karena tahu bahwa "ketrampilan" tersebut adalah karunia Tuhan, bukan karena ada sesuatu yang istimewa atau kita lebih suci daripada orang lain. Sebagai anggota jemaat bila kita memiliki karunia tersebut, kita masih dan tetap harus menghormati pemimpin-pemimpin kita dalam gereja, sekalipun mereka tidak memiliki karunia adikodrati (Ibrani 13:17). Di Gereja Lake Avenue terdapat satu kelas Sekolah Minggu Dewasa yang diberi nama "120. Fellowship" dipimpin oleh Dr. Wagner. Kebanyakan anggota kelas tersebut mempunyai karunia adikodrati, namun mereka tidak menganggap bahwa saudara mereka, yang ada di kelas-kelas lain sebanyak 2.500 orang, lebih rendah daripada mereka. Dengan demikian keharmonisan dalam gereja dapat terpelihara. Satu hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa pelayanan dengan karunia adikodrati, seharusnya tidak secara demonstratif dan sensasional, agar kita dikenal dan dipuji. Untuk melakukan hal tersebut cara yang terbaik dan simpatik ialah melakukannya secara kelompok. Bila ada seseorang yang perlu didoakan maka sebaiknya kita mengajak juga pendeta/pemimpin gereja kita atau saudara lain yang sebeban untuk turut melayani. Bila pelayanan kita berhasil maka kelompok itulah yang dikenal dan bukan pribadi kita. Namun sayang sekali, sangat sedikit orang yang mempunyai karunia demikian rela melakukan pelayanan kelompok. Tidak demikian yang terjadi di Gereja, Lake Avenue. Kebanyakan pelayanan adikodrati yang dilakukan adalah secara berkelompok, hingga yang dikenal bukan pribadi, tetapi gerejanya. Inilah sikap positif yang seharusnya dimiliki oleh semua mereka yang mempunyai karunia adikodrati!

Francis MacNutt, dalam bukunya Healing, menulis bahwa setelah Tuhan Yesus menyembuhkan orang-orang, Ia memerintahkan mereka untuk tidak membicarakan kesembuhan mereka kepada orang lain. Ia tidak mencari publikasi, melainkan semata-mata Ia terdorong oleh kasih yang berkelimpahan untuk menolong mereka yang sakit, sekalipun Ia harus mempertaruhkan hidup-Nya sendiri. Karena tujuan utama pelayanan adikodrati tersebut ialah Allah menghendaki agar manusia tahu bahwa Dia nyata dan ingin agar umat manusia datang dekat pada-Nya.44 Pernyataan di atas sangat penting diperhatikan sebab hal tersebut menunjukkan kemurnian motif dan maksud pelayanan adikodrati. Pelayanan adikodrati, khususnya dalam kesembuhan, tidak boleh menjadi keuntungan pribadi yang melakukannya, sebab Yesus sendiri sangat menantang sensasionalisme. Oleh karena itu, dalam pelayanan adikodrati kita harus berhati-hati, jangan Iblis dibiarkan mencobai kita dan merebut kemuliaan Allah. Pelayanan adikodrati harus menjadi tanda kemurahan dan kuasa Allah terhadap mereka yang membutuhkan dan melaluinya kita memberitakan Injil keselamatan Yesus Kristus kepada mereka. Satu hal lagi yang perlu kita perhatikan sebelum saya mengakhiri bahagian ini, yaitu perlunya terus diadakan komunikasi dengan pendeta/pemimpin gereja kita mengenai semua pelayanan yang kita lakukan. Jangan sampai terjadi bahwa ada pelayanan adikodrati yang kita lakukan di luar pengetahuan pendeta/pemimpin gereja kita. Maksudnya adalah untuk menghindari kesalahpahaman bahwa kita melakukan pelayanan yang "tertutup" dan "rahasia". Selama kita bergabung dan bernaung dalam suatu Jemaat, maka sudah' seyogyanya pendeta/pemimpin gereja kita mengetahui dan mengikuti kegiatan/pelayanan kita baik secara aktif maupun pasif. Keharmonisan tersebut terwujud dalam pelayanan Dr. Wagner di Gereja Lake, sehingga tercipta sikap yang saling menghargai dengan pendeta/pemimpin gerejanya. Tidak terbetik sedikitpun ekses dari pelayanan adikodrati yang dilakukan oleh "ll 20 Fellowship" tersebut. Kunci daripada semua itu adalah kerendahan hati semua pihak, baik para pemimpin gereja dan terutama sekali mereka yang memiliki karunia-karunia adikodrati.

 SEMINAR DAN LOKAKARYA KARUNIA ROHANI

John Wimber, pendiri Gereja Vineyard Church, sebuah denominasi yang paling bertumbuh pada dekade terakhir ini di Amerika dengan 140 jemaat dan 40.000 anggota, dalam bukunya yang berjudul Power Evangelism, mengajak pembacanya untuk mengembangkan karunia-karunia rohani dalam jemaat.

Ia mengatakan sebagai seorang Injili ia menganggap bahwa pertumbuhan pribadi seorang Kristen mempunyai dua komponen atau bagian, yaitu iman yang doktrinal dan kesetiaan. Iman yang doktrinal bertumbuh melalui pengenalan dan pengertian kita tentang pengajaran-pengajaran yang benar, misalnya mengikuti seminar-seminar pendalaman !man yang banyak dilakukan di Indonesia, mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah Alkitab malam atau awam - seperti yang diselenggarakan oleh Institut Injil Indonesia. Seminari Alkitab Asia Tenggara dan yang terbaru Sekolah Theologia Reformed Injili di Jakarta, dan sebagainya. Melalui pengetahuan secara intelek terhadap Allah, sifatNya, karakter-Nya, bagaimana Dia bertindak dan sebagainya, maka iman doktrinal kita makin dewasa. Sedang kesetiaan adalah pertumbuhan karakter kita atau perkembangan buah Roh Kudus dalam kehidupan kita. Menurut Wimber kedua bagian tersebut sangat penting, namun belum lengkap.45

Buku tersebut dengan gamblang, sederhana, singkat dan langsung mengajak para pembaca untuk menyadari kebutuhan pelayanan-pelayanan adikodrati di dalam gereja untuk meneguhkan iman orang percaya dan mencapai jiwa-jiwa baru untuk bertobat. Apa yang dinyatakannya dalam kutipan di atas sungguhlah benar!

Oleh karena itu demi pertumbuhan gereja,. perluasan Kerajaan Allah di dunia dan makin bertambahnya jumlah orang-orang yang bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan, maka gereja-gereja Injili, Reformed dan Tradisional di Indonesia perlu menyelenggarakan seminar-seminar atau lokakarya-lokakarya karunia-karunia rohani. Dengan menemukan, mengembangkan dan memanfaatkan karunia-karunia rohani dalam jemaat, termasuk karunia adikodrati, maka pelayanan gereja akan lebih efisien dan efektif. Kelemahan gereja-gereja kita di Indonesia ialah kita tidak menempatkan orang-orang pada tempat yang tepat, the right man in the right place, sesuai dengan karunia masing-masing. Kita biasanya menempatkan orang berdasarkan kaya tidaknya seseorang, pendidikan atau kedudukan dalam masyarakat. Sistem tak sehat yang kita warisi ini harus secepatnya dirombak atau diperbaharui. Kita perlu meniupkan angin segar ke dalam gereja-gereja Tuhan di Indonesia. Kelalaian banyak gereja dalam pengkaderan dan latihan untuk generasi penerus harus diperbaiki, Bila dalam dunia sekuler di Indonesia telah diadakan alih generasi, maka gereja-gereja pun tidak boleh ketinggalan. Salah satu cara yang ampuh adalah mengadakan seminar atau lokakarya penemuan, pengembangan dan pemanfaatan karunia-karunia rohani. Untuk menyelenggarakan seminar atau lokakarya tersebut, tentunya kita perlu berusaha menghubungi dan mencari orang-orang yang berwenang dalam bidang tersebut dan yang tidak ekstrim. Di Amerika Serikat banyak gereja, yang telah menyelenggarakan seminar atau lokakarya serupa, mengalami kebangunan dan pertumbuhan rohani yang pesat. Dalam tulisan berikut, saya berharap dapat membahas apa dan bagaimana menyelenggarakan seminar atau lokakarya karunia-karunia rohani tersebut. Untuk kali ini kiranya cukup sekedar wawasan tersebut saya ungkapkan agar dapat menjadi bahan pemikiran kita semuanya.

 PENUTUP

Sebenarnya masih setumpuk isi hati dan pikiran yang ingin saya ungkapkan dalam tulisan ini, namun karena tersitanya hampir seluruh waktu untuk studi, maka sekian dululah tulisan saya untuk kali ini. Sekalipun demikian doa dan harapan saya kiranya apa yang sudah terungkap dalam tulisan ini dapat merupakan rangsangan bagi gereja-gereja Injili, Reformed dan Tradisional di Indonesia, sekedar mengenal apa itu Gerakan Gelombang Ketiga, dan mulai dipikirkan serta direncanakan bagaimana melibatkan kuasa adikodrati Allah dalam seluruh aspek pelayanan dan kehidupan jemaat kita di Indonesia.

Dengan melihat tanda-tanda zaman yang terjadi di sekeliling kita, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kedatangan Tuhan makin mendekat. Oleh karena itu sebagaimana pesan Tuhan: "Selagi hari masih siang marilah kita mengerjakan pekerjaan Allah, karena bila malam tiba kita tidak sempat lagi bekerja." Maka biarlah kita mengembangkan pelayanan-pelayanan yang melibatkan kuasa adikodrati Allah dengan motif, tujuan, dan cara yang benar untuk lebih efektif dalam melayani DIA, Raja atas Segala raja.

 KETERANGAN PENULIS

Pendidikan Theologia:

Dip.Th. SAAT th. 1973

B.Th. SAAT th. 1976

S.Th. STT Jaffray 1983

D.Min. (Cand.) Fuller 1987

Pelayanan terakhir di Indonesia: G.K.I. Ujung Pandang.

Pelayanan di U.S.A. sejak Jan. 1986: GKI Lake Avenue - Pasadena.



TIP #29: Klik ikon untuk merubah popup menjadi mode sticky, untuk merubah mode sticky menjadi mode popup kembali. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA