Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 11 No. 1 Tahun 1996 >  KISAH TIGA HAMBA TUHAN > 
ANAK-ANAK DURSILA 

Demikianlah akhirnya anak-anak itu tumbuh menjadi "orang-orang dursila921" (ayat 12): artinya orang yang di dalamnya tidak ada suatupun yang baik; pelanggar institusi perjanjian; orang yang tidak layak duduk dalam posisi sebagai imam. "Mereka tidak mengindahkan Tuhan." Tidak menghargai, tidak peka kepada Tuhan. Mereka tidak punya prespektif ilahi dalam menjalankan peran sebagai imam. Mereka hidup seolah-olah Tuhan tidak ada.

Sejak saat itulah peraturan-peraturan aneh muncul di Bait Allah. Mula-mula batas hak imam atas daging korban diubah. Menurut peraturan, binatang yang akan dipersembahkan harus dicurahkan darahnya di atas mezbah, lalu lemaknya dibakar. Orang Israel percaya bahwa pada waktu lemak itu dibakar. Tuhan mencium bau harum lemak itu, dan pada saat itulah Tuhan menerima persembahan itu.922 Setelah itu barulah daging persembahan itu direbus. Pembagian jatah daging rebus itu sudah diatur dengan jelas: Bagian dada dan paha kanannya menjadi jatah para imam, sisanya untuk orang yang mempersembahkan korban itu.923

Rupanya para imam muda ini tidak puas dengan jatah mereka.924 Batas hak ini akhirnya diubah menjadi begini (ayat 13-14): "Sewaktu daging direbus, pelayan imam akan datang membawa garpu bergigi tiga. Garpu ini akan dicucukkan ke atas daging rebus, dan daging yang tertarik oleh garpu itu akan menjadi jatah para imam." Konon umat diajak untuk berpikir bahwa garpu itu adalah "garpu Allah". Apa yang tertarik oleh garpu itu berarti ditentukan oleh Allah untuk para imam. Maka tempat merebus daging itupun berubah menjadi "arena pancing daging rebus." Praktek seperti itu akhirnya menjadi praktek yang biasa,925 dan sampai tahap ini anak-anak Eli tidak merasa gentar, sebab mereka tidak hidup di hadapan Tuhan.

Belum puas dengan semua itu, lama-kelamaan rupanya mereka bosan makan daging rebus. Mereka ingin menikmati daging panggang. Untuk keperluan itu, mereka meminta jatah daging itu diserahkan sebelum lemaknya dibakar. Ini berarti sebelum Tuhan menikmati persembahan itu, mereka ingin menikmatinya duluan. Mereka mau merebut "jatah Tuhan". Mereka ingin mendapatkan bagian yang terbaik dari daging itu, sedangkan Tuhan hanya diberi sisanya.

Permintaan ini tentu saja sangat mengagetkan umat Israel. Semua orang Israel tahu bahwa persembahan korban adalah sebuah ritual yang sakral. Ritual yang ditetapkan oleh Tuhan sendiri untuk mendidik umat memberi bagian yang terbaik bagi Tuhan. Karena itu mereka memberanikan diri bertanya, "Pak, bukankah lemak itu harus dibakar dahulu? Bapak boleh mengambil semua jatah daging kami. Tetapi jatah untuk Tuhan, biarlah kita serahkan dulu untuk Tuhan" Di sini kita melihat situasi yang terbalik. Bukannya bujang imam mengajari umat, malah umat yang perlu mengajari imam.

Tetapi tegoran ini tidak juga membuat jajaran imam sadar. Bujang-bujang imam malah berani merebut daging itu: kalau perlu dengan kekerasan! Di sini narator ingin menggambarkan betapa parahnya kehidupan anak-anak Eli, mereka telah buta. Mereka tidak bisa lagi melihat bait Allah sebagai bait Allah, tidak bisa melihat diri mereka sebagai imam yang kudus ; dan tidak bisa lagi memandang upacara korban sebagai sesuatu yang sakral. Di mata mereka, upacara persembahan korban itu tidak punya arti apa-apa. Persembahan korban hanya berarti pindahnya daging dari tangan umat ke perut mereka.

Narator menilai keadaan mereka dengan satu kalimat tajam di ayat 17: "Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan Tuhan."



TIP #14: Gunakan Boks Temuan untuk melakukan penyelidikan lebih jauh terhadap kata dan ayat yang Anda cari. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA