Realitas Indonesia merupakan negara yang majemuk yang di dalamnya terdapat pluraritas keagamaan mengandung arti bahwa kekristenan tidaklah seorang diri. Meskipun kekristenan berada di tengah iman yang berbeda,812 secara kualitatif setiap warga negara Indonesia memiliki persamaan hak-hak asasi.813 Sebagai warga negara yang baik, kita harus menjunjung tinggi menjunjung tinggi Pancasila (dalam hal ini adalah sila pertama). Dengan dasar ini kita yakin bahwa toleransi keagamaan secara murni dan konsekuen dituntut dari umat yang berbeda agama.814
Maka, kita tidak boleh menjadi kelompok eksklusif yang menarik diri dari dunia sehingga hakekat kita yang harus berperan sebagai garam dan terang bagi dunia terbatas bagi kelompok kalangan sendiri saja. Namun kita juga tidak boleh kompromi dalam prinsip-prinsip kebenaran yang kita yakini. Jangan sampai hakekat kebenaran Kristen kehilangan keunikannya. Dalam hal ini, jangan pula kita terjebak untuk menengahi dengan mencampuradukkan kebenaran-kebenaran yang ada menjadi suatu kebenaran baru yang dapat diterima semua golongan.
Untuk lebih jelasnya, dampak-dampak di atas kita rinci sebagai berikut:
1. Relativisme. Pengertian relatif didapatkan tatkala kita membandingkan sesuatu dengan yang lain, dalam hal ini nilai kebenaran menjadi sangat bergantung pada kebudayaan, lingkungan dan perkembangan jaman yang ada. Alhasil, keunikan dan kemutlakan kebenaran telah menjadi tidak ada,815 sehingga hakekat Kristus yang adalah satu-satunya jalan dan Alkitab yang adalah satu-satunya wahyu Allah yang proposisional menjadi relatif. Hal ini akan berakibat umat Kristen tenggelam dalam skeptisisme dengan iman Kristen itu sendiri (bdk. Yohanes 14:6; Kisah 4:12).
2. Sinkretisme. Sinkretisme adalah merupakan usaha untuk mencari suatu titik temu dari kontras-kontras yang ada dengan mencampuradukkan keragaman kebenaran menjadi suatu kebenaran baru yang dapat dipegang bersama. Dengan kata lain ada beberapa hal yang dikorbankan demi persatuan.816 Padahal kebenaran baru dalam kebenaran yang sangat kompromistis yang hakekatnya bukanlah kebenaran. Sementara itu hakekat Allah yang menyatakan diri melalui Alkitab adalah Allah yang Esa dan berpribadi (Kel 3:14).
3. Menurut penulis, keberadaan umat lain janganlah hanya dipandang sebagai orang-orang bukan Kristen, dalam arti di dunia dan di Indonesia ini kehadiran umat lain tidaklah di luar kehendak Allah. Allah menghendaki agar kita bersikap positif terhadap umat lain, bukan hanya terhadap individu-individu, melainkan sebagai satu umat. Sikap cinta kepada agama lain bukanlah berarti kita menjadi setuju dengan relativisme agama, melainkan kita memiliki spiritualitas yang kontekstual dan real untuk menanggapi realitas yang dititipkan Allah kepada kita. Oleh sebab itu, terhadap masyarakat yang tidak beriman Kristen pun kita wajib memberikan pelayanan yang tanpa pamrih, bahkan andaikata dimusuhi. Yesus sendiri tidak pernah berhenti mengasihi pada waktu dimusuhi.