Problema etika akan tetap ada bersama kita selama kita hidup di dunia 'sebagaimana berbagai macam polusi yang mengepung kita. Ia akan terus menjadi musuh yang subtil tetapi sekaligus ia dapat kita jadikan sebagai alat di tangan Tuhan untuk meningkatkan mutu kehidupan iman kita! Semua tergantung dari sikap kita sendiri dalam memberikan respon kita terhadap kehendak Allah yang mengasihi kita.
Dia menghendaki agar dunia ini menjadi "ruang pamer" di mana Dia dapat berkata kepada dunia sebagaimana Dia pernah berkata kepada iblis tentang Ayub:
"Apakah telah kauperhatikan hamba-Ku Ayub? Di seluruh bumi tak ada orang yang begitu setia dan baik hati seperti dia. la menyembah Aku dan sama sekali tidak berbuat kejahatan." (Ayb 1:8 BIS)
Ayub pun "terbukti" gagal sehingga Allah sempat menegur dia (Ayb 3:8-26). Tetapi pada akhirnya Allah memulihkan Ayub, bahkan lebih daripada itu. Allah mengangkat Ayub sebagai imam yang harus melayani teman-temannya yang sok rohani.
Menghadapi problema etika, kita harus memahaminya sebagai kesempatan dan kehormatan untuk bersaksi dan melayani sesama kita (baik warga jemaat maupun masyarakat yang lebih luas). Dan semuanya bukanlah dongeng tetapi kenyataan yang memang tidak mudah, namun mungkin. Itu merupakan proses yang panjang, bahkan seumur hidup kita.
Sebagaimana Ayub, juga Paulus dan semua umat Kristiani di segala tempat dan pada sepanjang abad, kita semua harus mengalaminya. Kadang berhasil, kadang gagal.
Sebagai penutup marilah kita mencoba melihat rencana penyelamatan Allah sebagai berikut:
Sebelum kita mengenal Allah, kita hidup dalam dosa dan dalam kegelapan. Kita berdosa tetapi kita tidak menyadarinya. Setelah kita bertobat kita dituntut untuk hidup lebih cermat lagi karena sekarang kita sudah hidup di dalam terang. Justru itu kita seringkali merasa banyak gagal karena kita tidak dalam gelap lagi. Sebagaimana ketika kita baru bertobat kita membutuhkan darah Kristus, kini pun kita masih membutuhkannya. Hanya di sorga kelak kita tidak perlu lagi pengampunan. Selagi di dunia, kita belum tentu lebih baik dari orang lain. Bedanya adalah, kita orang berdosa yang sudah diampuni dan menyadari bahwa setiap kali kita berdosa kita diberi kesempatan untuk menghampiri tahta anugerah-Nya untuk dibersihkan lagi.
Dengan kata lain, kita dapat menggambarkan kebenaran yang sangat penting dan mendasar ini sebagai berikut. Kita datang ke salib Kristus di Kalvari ketika kita bertobat. Kemudian dalam hidup kemuridan, kita mengikut Yesus untuk memikul salib dan menyangkali diri setiap hari (Luk 14:26-27). Kita bisa gagal. Kalau kita gagal, janganlah lalu berputus asa. Di sinilah kita harus waspada karena si Ular Tua itu selalu akan mencari kesempatan untuk mendakwa kita. (Ayb 1:9-11; Za 3:1; Why 12:10). Kalau kita gagal, kita diundang untuk datang kepada Yesus setiap saat. Kita datang kepada-Nya bukan hanya untuk diampuni dan disegarkan,tetapi sekaligus juga bersedia untuk menerima kuk yang dipasangNya. Pengampunan dosa bukan lisensi untuk hidup seenaknya dan bermanja-manja, sebaliknya menyadarkan kita bahwa Tuhan menginginkan kita agar menjadi saksi atas kemenangan anugerah-Nya terhadap kedagingan kita.
"Datanglah kepada-Ku kamu semua yang lelah, dan merasakan beratnya beban; Aku akan menyegarkan kamu. Ikutlah perintah-Ku dan belajarlah daripada-Ku. Sebab Aku ini lemah lembut dan rendah hati, maka kamu akan merasa segar. Karena perintah-perintah-Ku menyenangkan, dan beban yang Kutanggungkan atasmu ringan." (Mat 11:28-30 BIS)
"Terpujilah Allah, Bapa dari Tuhan kita Yesus Kristus. Ia Bapa yang sangat baik hati, dan Ia Allah yang memberikan kekuatan batin kepada manusia. Ia menguatkan batin kami dalam setiap kesukaran yang kami alami, supaya dengan kekuatan yang kami terima dari Allah itu, kami pun dapat menguatkan batin semua orang yang dalam kesusahan." (2Kor 1:3-4 BIS)