Resource > Jurnal Pelita Zaman > 
Volume 5 No. 1 Tahun 1990 
 KISAH BERAKHIRNYA SEJARAH
Penulis: Hendra G. Mulia74

Matius 24 boleh juga disebut sebagai 'Kuliah Bukit Zaitun'. Bersama dengan pasal 25, bagian ini merupakan rangkaian ajaran Tuhan Yesus yang kelima dan terakhir dalam Injil Matius69. Matius 24 ini menyodorkan suatu pekerjaan rumah yang cukup sukar bagi para penafsir Alkitab. Dalam pasal ini berbagai tema muncul dengan begitu saja mendorong para penafsir Alkitab untuk membuka mata lebar-lebar agar mereka tidak ketinggalan pada waktu Matius berganti tema. Tema-tema dalam pasal ini berkisar mulai dari kejatuhan kota Yerusalem sampai kedatangan Anak Manusia dengan berbagai-bagai kejadian yang cukup mengerikan untuk dibayangkan di tengah-tengah kedua peristiwa itu.

Matius 24 ini sejajar dengan Markus 13:1-32. Mat 13:26-28 dan Mat 13:37-42 merupakan ayat-ayat tambahan yang juga terdapat dalam Injil Lukas (Lk. 17:23-37). Sedang ayat 10-13 merupakan bagian yang hanya terdapat dalam Injil Matius.

Penafsir Alkitab tentunya senang untuk membagi-bagi pasal ini dalam bagian yang lebih kecil, karena dengan demikian kerumitan seluruh pasal dapat dibagi menjadi kerumitan kecil-kecil. Penulispun akan melakukan hal itu supaya kita tidak terlalu pusing dengan pasal yang sukar ini. Namun, sebelum kita membagi pasal ini dalam bagian yang kecil-kecil, ada satu hal yang perlu kita mengerti agar kita tidak salah kaprah.

Perjanjian Baru selalu melihat kedatangan Tuhan Yesus untuk kali yang kedua70 atau parousia sebagai satu peristiwa. Tentunya ada banyak kejadian yang berbeda-beda terjadi sepanjang kurun waktu kedatangan Yesus itu. Tapi kejadian-kejadian itu sebenarnya hanya merupakan bagian yang saling berkaitan dari peristiwa kedatangan Tuhan Yesus itu.71

Matius memaparkan kuliah Tuhan Yesus di bukit Zaitun ini sebagai jawaban atas pertanyaan para murid: "Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatanganMu dan tanda kesudahan dunia?" (Mt. 24:3; bandingkan dengan Mk. 13:4). Dalam pertanyaan murid-murid itu mereka menggabungkan kejatuhan Yerusalem dengan kedatangan Tuhan Yesus dan kesudahan dunia. Yesus sendiri tidak mengoreksi pertanyaan murid-murid itu dengan memisahkan kejadian jatuhnya Yerusalem dengan kedatanganNya yang kedua kali. Ia langsung saja menjawab seolah-olah semua itu merupakan satu rentetan kejadian yang menjadi satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan.

Kesatuan kejadian yang bermacam-macam itu dalam satu peristiwa mungkin dapat lebih jelas kalau kita ilustrasikan sebagai berikut. Seorang wartawan koran lokal yang menjadi saksi mata suatu peristiwa pembunuhan melaporkan kejadian tersebut: "Saya melihat dua orang sedang bertengkar dengan seru. Pertengkaran itu kemudian tidak lagi diselesaikan dengan mulut tapi dengan jotosan. Yang satu, yang berbadan lebih besar, nampaknya lebih menang angin waktu adu jotos dari pada waktu adu mulut. Melihat ia tidak dapat menang melawan si besar, si kecil langsung mencabut pisau yang berada di pinggangnya. Yang besar badannya itu bukannya lari waktu melihat pisau si kecil, ia malah mencoba merebut pisau dari tangan si kecil. Merasa sangat terancam maka si kecil pun menusukkan pisaunya ke badan si besar. Dan tusukan itu tepat mengenai jantung si besar itu. Iapun tersungkur rebah dan tak lama kemudian ia menarik nafas yang benar-benar penghabisan."

Dalam peristiwa yang diceritakan si wartawan di atas, ada banyak kejadian seperti pertengkaran, adu jotos, cabut pisau, rebut pisau dan menancapkan pisau. Tapi semua kejadian itu terangkai menjadi satu peristiwa, yakni peristiwa pembunuhan itu. Demikian pula halnya dengan kejadian-kejadian yang dikemukakan Alkitab sehubungan dengan kedatangan Tuhan Yesus itu sekalipun dapat dibeda-bedakan antara kejadian yang satu dengan kejadian yang lain, tapi semua itu tak dapat dipisahkan. kejadian-kejadian itu mempunyai perbedaan temporal dilihat secara historis, tapi tetap merupakan bagian proses suatu peristiwa. R.T. France melihat adanya hubungan teologis antara peristiwa kehancuran Bait Allah dengan peristiwa-peristiwa akhir zaman. Keduanya merupakan aspek-aspek pewujudan pelayanan Yesus72. LaSor melihat bahwa Perjanjian Baru memandang "akhir zaman" sebagai suatu proses selain sebagai suatu hasil.73

Hal inilah yang perlu kita ingat sebelum kita membagi pasal ini dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Sekalipun peristiwa-peristiwa yang terjadi itu berlain-lainan, dengan waktu terjadi yang berbeda pula, namun semua itu merupakan bagian dari satu peristiwa, parousia.

 PEMBAGIAN POKOK-POKOK KULIAH BUKIT ZAITUN

Mat 24:1-3 Pendahuluan

Mat 24:4-14 Peristiwa-peristiwa di antara dua kedatangan Yesus

Mat 24:15-26 Krisis di Yudea

Mat 24:27-31 Kedatangan Anak Manusia

Mat 24:32-35 Pelajaran dari pohon ara.

Mat 24:36-51 Tidak terduganya kedatangan Anak Manusia

 EKSPOSISI DANIEL 9
Penulis: Lynne Newell85

Dalam segala usaha kita untuk mengerti makna firman Tuhan dengan setepat mungkin, prinsip hermeneutika menjadi sangat penting, dan bahkan dapat dikatakan asasi, karena adanya keharusan mengerti dalam konteksnya. Konteks tersebut mencakup konteks sastra, sejarah, sosial, agama dan teologi. Pengertian mengenai konteks-konteks itu akan membantu kita mengerti makna dari Daniel pasal 9, khususnya ayat 24-27, dan pengabaian konteks-konteks itu menjadi penyebab timbulnya bermacam-macam tafsiran untuk ayat-ayat tersebut.

Pertama-tama kita perlu memperhatikan sifat kitab Daniel pada bagian perikop yang akan di eksegese. Dalam kitab Daniel tercantum hal-hal yang bersifat sejarah, tetapi juga terdapat nubuat-nubuat, mimpi-mimpi dan penglihatan-penglihatan. Pasal 7 dan 8 yang terletak sebelum pasal 9 bersifat demikian. Mimpi dan penglihatan tersebut jelas mempunyai arti simbolis dan bukan arti harafiah. Maka jika sebagian dari firman yang disampaikan oleh malaikat dalam pasal 9 juga untuk diartikan secara simbolis dan bukan harfiah, hal itu tidak mengherankan melainkan sesuai dengan konteks tersebut.

Peristiwa yang diceritakan dalam pasal 9 terjadi pada tahun pertama pemerintah Darius, keturunan orang Media, atas kerajaan orang Kasdim (Babel). Kerajaan Babel dikalahkan oleh kerajaan gabungan Media-Persia pada tahun 539 SM. Maka tahun pertama pemerintahan Darius itu adalah tahun 539/538 SM. Pada tahun tersebut Daniel memperhatikan bahwa dalam firman Tuhan yang disampaikan melalui nabi Yeremia tertulis bahwa "jumlah tahun yang ... akan berlaku atas timbunan puing Yerusalem" adalah tujuh puluh tahun. Jika kita lihat apa yang tertulis dalam kitab Yeremia, maka terlihat ia mengatakan bahwa "seluruh negeri ini akan menjadi reruntuhan dan ketandusan, dan bangsa-bangsa ini akan menjadi hamba kepada raja Babel tujuh puluh tahun lamanya. Kemudian sesudah genap ketujuh puluh tahun itu, maka Aku akan melakukan pembalasan kepada raja Babel dan kepada bangsa itu ...." (Yer 25:11-12) dan "apabila telah genap tujuh puluh tahun bagi Babel (sebagai pengusaha atas mereka), barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janjiKu itu kepadamu dengan mengembalikan kamu ke tempat ini" (Yer 29:10).

Meskipun tanah Yehuda mulai menjadi reruntuhan dan tandus pada tahun 597 SM yaitu sewaktu Nebukadnezar (raja Babel) mengangkut raja Yoyakhin dan orang-orang terbaik dari masyarakat Yehuda ke dalam pembuangan Babel (2 Raj 24:8-17), dan baru pada tahun 587/6 SM kota Yerusalem, termasuk Bait Allah, diruntuhkan dan dijadikan timbunan puing, yaitu waktu raja Zedekia dikalahkan dan sisa orang Yehuda diangkut ke dalam pembuangan (2 Raj 24:18; 25:21) namun bangsa Yehuda sudah menjadi hamba kepada raja Babel sejak Nebukadnezar mengalahkan mereka pada tahun 605 SM (Dan 1:1-2). Pada tahun itulah Daniel dibawa ke Babel.

Karena Daniel melihat bahwa Tuhan sudah melakukan pembalasanNya atas kerajaan Babel sesuai dengan firmanNya, lagipula itu sudah berlalu hampir tujuh puluh tahun sejak bangsanya menjadi hamba kepada Babel serta ia dibawa ke Babel, maka Daniel mulai berdoa dan memohon kepada Tuhan. Dalam doanya, yang tercantum dalam 9:3-19, Daniel mengakui dosa-dosa bangsanya sebagai umat Allah. Ia mengakui juga bahwa pengalaman mereka dibuang ke negeri-negeri lain adalah hukuman yang adil yang dijatuhkan atas mereka sesuai dengan firman Tuhan dalam Taurat Musa, dan bahwa Tuhan adalah benar didalam menghukum mereka demikian. Kemudian Daniel memohon agar Allah yang telah membawa umatNya keluar dari tanah Mesir, sesuai dengan belas kasihanNya, akan membiarkan murkaNya berlalu dari Yerusalem, kotaNya, demi diriNya sendiri agar ia berkenan kembali ke tempat kudusNya yang telah musnah Ia juga memohon agar Tuhan memperhatikan keadaan mereka serta doaNya, bukan berdasarkan jasa mereka tetapi berdasarkan kasih sayangNya yang berlimpah-limpah lalu Daniel berseru, "Ya Tuhan, dengarlah ... ampunilah ... perhatikanlah dan bertindak dengan tidak bertangguh." Jadi inti permohonan Daniel kepada Tuhan adalah belas kasihan, pengampunan, pelepasan, dibawa kembali ke tanah air sendiri, serta pemulihan keadaan bangsanya, Yerusalem dan tempat kudus Allah di sana demi Tuhan sendiri.

Sementara Daniel berbicara dalam doa sebagaimana tertera di atas, malaikat Gabriel datang dan berbicara kepadanya. Gabriel memberitahu Daniel bahwa ketika ia mulai menyampaikan permohonannya keluarlah suatu firman (yaitu, keluar dari Allah karena Gabriel adalah utusan Allah), maka Gabriel datang justru untuk memberitahukan firman itu kepada Daniel. Firman tersebut merupakan jawaban Allah kepada doa dan permohonan Daniel (9:20-23). Firman itu adalah ayat 24-27. Memang ayat-ayat tersebut merupakan nubuat, namun pengertiannya tidak terlepas dari konteks dalam pasal 9 yang dijelaskan di atas ataupun konteks yang lebih luas, bahkan dapat dikatakan berakar di dalamnya.

Dalam ayat-ayat 24-27 dibicarakan beberapa masa. Dalam bahasa aslinya tidak dipakai kata "masa" tetapi dikatakan hanya "tujuh puluh 'tujuh'", "tujuh 'tujuh'", "enam puluh dua 'tujuh'" dan "satu 'tujuh"'. Di antara para penafsir terdapat perbedaan pendapat mengenai Cara mengartikan angka-angka tersebut, yaitu apakah angka-angka itu harus diartikan secara harfiah menjadi 490 tahun, 49 tahun, 434 tahun dan 7 tahun, atau secara simbolis.

Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, pengartian secara simbolis adalah sesuai dengan sifat kitab Daniel. Pasal 7 dan 8 berisi penglihatan yang harus diartikan dengan cara demikian. Tetapi untuk petunjuk yang lebih meyakinkan sebaiknya diselidiki dan dipertimbangkan pemakaian dan makna angka 7 dan 70, baik dalam karangan-karangan dari Timur Tengah Kuno maupun dalam Alkitab. Kedua pemakaian dan makna tersebut merupakan konteks atau latar belakang untuk memahami firman yang diberikan kepada Daniel ini.

Pemakaian dan makna angka 7 dan 70 dalam karangan-karangan Timur Tengah Kuno, khususnya di daerah Babel dan sekitarnya adalah sebagai berikut

(1) Angka 7 dan "tujuh kali" sering dipakai dengan arti "genap" atau "keseluruhan" tanpa dipandang jumlah sebenarnya. Misalnya, dalam sebuah prasasti Sumer tertulis mengenai "7 raja" yang melayani seorang raja lain, padahal jumlah raja itu lebih dari 13 orang. Demikian pula dalam surat-surat Amarna sering tertulis "tujuh kali dan tujuh kali" seseorang sujud di hadapan raja sebagai pernyataan penyerahan dan kesetiaannya yang sempurna kepada raja itu.

(2) "Tujuh hari" dan "tujuh tahun" juga dipakai dalam karangan mereka untuk menunjukkan suatu jangka waktu yang lengkap dan bukan dengan arti hurufiah.

(3) "Tujuh tahun" dipakai dengan arti kiasan dalam prasasti yang bersifat ramalan dari Babel, prasasti yang tentu diketahui oleh Daniel.

(4) "Tujuh puluh tahun" dianggap masa dewa-dewa menghukum kota atau daerah yang dimurkai mereka. Misalnya, dalam prasasti Esarhadon (raja Asyur) tertulis bahwa dewa Marduk menentukan Babel akan mengalami keruntuhan dan keadaan tandus selama 70 tahun karena murkanya kepada mereka, padahal waktu mereka dalam keadaan demikian bukan 70 tahun. yang dipentingkan adalah arti kiasannya sebagai masa hukuman oleh dewa.

Jelas pemakaian dan makna angka 7 dan 70 di dunia Timur Tengah Kuno merupakan konteks yang mengizinkan, bahkan mendukung, pengertian simbolis untuk angka-angka itu dalam Daniel 9:24-27.

 SEKILAS TENTANG PENAFSIRAN KITAB WAHYU
Penulis: Hasan Sutanto87

Kitab Wahyu memang bukan sebuah kitab yang mudah ditafsirkan. Dalam sejarah penafsiran kitab itu menimbulkan banyak perdebatan.86 Jadi untuk memperoleh suatu gambaran yang lebih objektif akan penafsiran kitab ini, pembahasan di sini akan dimulai dari pengenalan akan jenis sastra kitab ini, disusul dengan pembicaraan beberapa macam pendekatan yang sering ditemukan, dan diakhiri dengan pendaftaran beberapa prinsip penafsiran yang perlu diperhatikan.

 DEFINISI TENTANG AKHIR ZAMAN
Penulis: Joachim Huang98
 KEBANGKITAN ORANG MATI SEBUAH TELAAH DARI ALKITAB
Penulis: Daniel Lucas Lukito101
 MANUSIA DAN KEMATIAN124
Penulis: Yongky Karman125

Setiap hari kita mendengar bahkan mungkin melihat langsung kematian dalam pelbagai cara. Mulai dari kematian hewan sampai pada kematian manusia. Mulai dari kematian orang yang tak dikenal sampai pada kematian orang yang dikenal. Lebih jauh lagi, kita sendiri pada suatu kali malah harus mengalami kematian. Pokoknya, manusia tidak merasa asing dengan peristiwa kematian.

Dengan demikian kita bisa menerima bahwa setiap makhluk hidup akan mengalami kematian. Yang menjadi soal sekarang ialah samakah makna kematian manusia dengan kematian hewan. Seekor ayam memiliki nilai kegunaan misalnya untuk dimakan atau juga diambil telurnya. Jika ayam itu mati, selesailah ceritanya. Paling banter pemiliknya merasa kehilangan atau rugi. Tetapi tidak akan pernah ditanyakan apakah makna kematian ayam itu.

Dengan manusia rupanya persoalan kematian tidak sesederhana itu. Sebab manusia itu makhluk berakal budi. Ia mau mempertanyakan apa saja termasuk tentang kehidupan ini. Oleh karena itu soal kematian, yang mengakhiri hidup, juga tidak luput dari perhatiannya. Ia mau mempertanyakan perihal kematian orang lain dan juga kematiannya sendiri sebelum saat kematian itu dialaminya.

Tetapi apa itu sebenarnya kematian? Secara gampang itu bila dijelaskan sebagai berhentinya keberadaan suatu makhluk. Kendatipun begitu filsafat tidak pernah puas atas keterangan sederhana itu. Kalau cuma sekedar terhentinya suatu keberadaan, untuk apa kematian manusia dipersoalkan? Lebih jauh lagi, apakah kematian itu sendiri masih termasuk bagian dari hidup manusia yang berarti dan oleh karenanya kematian juga memiliki artinya? Ataukah kematian itu datang dari luar kehidupan dan oleh karenanya meniadakan hidup yang berarti itu?

 BILA ANGGOTA GEREJA MENINGGAL DUNIA
Penulis: I. Made Mastra{*}

Di antara upacara gerejawi yang ada, Salah satu upacara yang paling pelik yang harus ditangani seorang hamba Tuhan adalah upacara kematian dan penguburan. Bukan cuma masalah teknis, tetapi sebenarnya hamba Tuhan terlibat juga dalam masalah teologis antropologis, eskatologis, bahkan sosiologis. Bila kita ingin mengenal konsep seorang hamba Tuhan dalam aspek-aspek teologis tertentu, hadirilah upacara kematian dan penguburan yang dipimpinnya. Dalam banyak hal seorang hamba Tuhan bisa dimaafkan, tetapi sulit apabila kegagalan dilakukan dalam pelayanan yang berkaitan dengan orang meninggal dunia. Apa yang kita perbuat bagi orang yang dirundung duka akan sangat dihargai dan dikenang.

Kematian seseorang biasanya menimbulkan beberapa hal yang umum terjadi, antara lain berkumpulnya orang banyak, khususnya keluarga dan sahabat dekat. Di sinilah terungkap kadar kehidupan sosial, kekeluargaan, bahkan kehidupan rumah tangga orang itu. Dalam keadaan seperti itu sering terungkap misalnya seorang laki-laki yang dipandang sebagai panutan banyak keluarga ternyata pada kematiannya ia diakui sebagai suami dari beberapa istri dan ayah dari anak-anak yang tidak seibu. Kegaduhan terjadi karena semua merasa berhak mengatur upacara. Apalagi di antara mereka terdapat aneka konsep tentang kematian itu sendiri.

Bagi seorang hamba Tuhan, kondisi sosial dan materi orang yang meninggal jangan sekali-kali mempengaruhi motivasi pelayanan upac ara kematian itu (juga semua bidang pelayanannya!). Dituntut konsistensi bahwa apapun yang kita lakukan harus berdampak positif bagi penginjilan (ke arah luar) dan pendewasaan (ke arah dalam). Dari motivasi dasar ini segala tindakan yang menyangkut upacara harus ditangani sebaik-baiknya; bukan sekedar memenuhi tugas jabatan, bukan juga kewajiban sosial untuk memberikan penghiburan kepada orang yang sedang membutuhkan, seperti yang juga dilakukan oleh hampir semua orang di luar Kristus. Bentuk acara, khotbah, serta isi nyanyian dan lain-lain dibangun di atas dasar itu.

 TINJAUAN BUKU


TIP #08: Klik ikon untuk memisahkan teks alkitab dan catatan secara horisontal atau vertikal. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA