Kristologi Kosmik amat berkaitan dengan pemahaman tentang sesosok Kristus Kosmik yang bertindak sebagai figur juruselamat yang universal sekaligus inklusif. Konsep ini relatif baru -- dalam arti digali dan dibahas dalam kaitannya dengan misi di era globalisasi yang tidak mungkin dipisahkan dari aspek relasi kekristenan dengan agama-agama dunia lainnya -- dalam khasanah teologia Kristen abad XX. Namun sekali lagi fakta menunjukkan bahwa sebagian besar "pelaku utama" dalam diskusi Kristologi Kosmik ini berasal dad kalangan non Injili. Saya sengaja tidak mengatakan bahwa ajaran Kristologi Kosmik ini merupakan produk orisinal teologia Kristen modern dengan alasan bahwa para Bapa Gereja mula-mula seperti Justin Martyr, Irenaeus, dan Clement dari Alexandria, telah memiliki konsepsi Kristus Kosmik.1569
Sulit untuk menentukan kapan tepatnya konsep atau ajaran ini mulai kembali disoroti dan digali pada abad nuklir ini. Namun kita paling tidak dapat menelusuri asal muasalnya pada pertengahan abad XX tatkala Allah Galloway (1951) mempublikasikan sebuah buku tentang Kristologi yang diberi judul The Cosmic Christ. Namun tonggak kemunculan istilah dan Kosmik Kristus modern terjadi pada tahun 1961. D.A. Carson mengkonfirmasi hal ini dengan kata-kata: "The origin of the expression 'cosmic Christ' is usually traced to Joseph Sittler in his 1961 address to the World Council of Churches Assembly meeting in New Delhi."1570 Momen ini telah dianggap sebagai tonggak dimulainya diskusi kristologi panjang yang kemudian terkenal dengan nama "Kontroversi Kistologi Kosmik" (Cosmic Christology Controversy). Sunand Sumithra, seorang teolog juga misiolog Injili dari India berkomentar demikian tentang hal ini: "Taking Col. 1:15-20 as his basis, where the word 'all' is repeated at least six times, Sittler concludes that God's redemption is not smaller than the repeated 'all', it is 'cosmic in scope. "1571
Dalam berbagai buku dan artikel tentang kristologi kosmik, para pendukungnya melandaskan konsep mereka pada sumber biblikal (PL dan PB) dan ekstra biblikal (kebanyakan dari kitab Sirach dan The Wisdom of Solomon/Kebijaksanaan Salomo - KS).1572 Pada umumnya kita dapat mengatakan bahwa ajaran tentang Kristus Kosmik ini dibangun pada prasuposisi bahwa sebelum inkarnasi, oknum kedua Trinitas telah bekerja secara aktif dalam penciptaan dan pemeliharaan alam semesta. Ia juga telah menjangkau berbagai tempat dan konteks dalam sejarah umat manusia. Dari sini kita dapat menarik implikasi bahwa karya oknum kedua Trinitas sebelum berinkarnasi adalah sebagai Kristus Kosmik dan ini meliputi umat manusia di berbagai tempat dan waktu. Aktivitas tersebut tetap berlanjut, bahkan setelah peristiwa kebangkitan.
Perjanjian Lama dan tulisan-tulisan Deuterokanonika menggunakan istilah "Wisdom", atau hikmat sebagai personifikasi Kristus Kosmik tersebut. Kitab Amsal dengan jelas mempersonifikasikan atribut atau fungsi wisdom yang telah eksis sebelum dunia diciptakan; menyatakan Allah, dan bertindak sebagai agen Allah dalam penciptaan (Ams 8:22-31; lihat juga 3:19; KS 8:4-6; Sir 1:4, 9). Hikmat juga tinggal bersama Allah (Ams 8:22-31, Sir 24:4, dan KS 9:9-10.) Hikmat pernah digambarkan sebagai milik eksklusif Allah, dalam kasus ini hikmat tidak terakses oleh manusia (Ay 28:12-13, 20-21, dan 23-27.). Hikmat berfigur wanita (Sir 1:15; KS7:12.) Ia (Hikmat) menyapa manusia yang belum memiliki hikmat dan mengundang mereka dalam pesta yang diadakannya (Ams 1:20-33; 8:1-9; 9:1-6.) Salah satu bagian terkenal dan ekselen yang melukiskan perayaan hikmat ilahi adalah KS 7:22b-8:1. Dalam bagian ini hikmat dideskripsikan dalam berbagai cara: sebagai "nafas kuasa Allah, a breath of the power of God;""refleksi terang yang abadi, a reflection of eternal light"; dan "citra kebaikan Allah, an image of his [God's] goodness."
Konsep PL tentang Hikmat yang berkaitan dengan Kristus Kosmik ini memiliki hubungan erat dengan konsep serupa dalam PB. Para penulis PB memakai konsep hikmat ini untuk memahami dan menginterpretasikan Yesus Kristus. Rasul Yohanes, sebagai contoh, menggunakan terminologi Logos untuk menjelaskan bagaimana Kristus, seperti Hikmat, telah ada sebelum (pre-existed) sebelum segala sesuatu diciptakan dan berada bersama-sama Allah (Yoh 1). PB juga menerapkan kepada Kristus terminologi yang pernah digunakan untuk menunjukkan signifikansi Hikmat Kosmik (Cosmic Wisdom) sebagai agen Allah dalam penciptaan dunia (Yoh 1:3, 10; Kol 1:15; Ibr 1:2.) Kita juga dapat menambahkan banyak bagian PB lainnya, seperti Ibr 1:3, di mana Kristus dilukiskan sebagai "cahaya kemuliaan Allah" (the radiance of God's glory); 1 Kor 1:17-18, 24-25, di mana hikmat ilahi secara berulang-ulang diasosiasikan dengan kuasa, dan Kol 1:15, di mana Kristus disebut "hikmat Allah yang tidak kelihatan" (the image of the invisible God).
Secara lebih spesifik kita dapat mengatakan bahwa penulis-penulis PB bukan hanya mempersamakan hikmat dengan Kristus, tetapi secara sengaja dan sistematik membuat implikasi-implikasi bahwa hikmat ilahi itu secara eksplisit ekuivalen dengan Kristus. Beberapa contoh berikut adalah buktinya: pertama, Lukas memberi informasi bagaimana Yesus bertumbuh dalam hikmat (Luk 2:40, 52). Kedua, Matius mengasumsikan keilahian Yesus yang dibuktikan oleh tindakan-tindakan-Nya (Mat 11:19 bdk. Luk 7:34-35). Ketiga, Rasul Paulus menyebut Kristus sebagai "Hikmat Allah." (1 Kor 1:24). Dalam Kol 2:3 dia menyatakan bahwa di dalam Kristus "tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan." Eksplanasi yang paling jelas tentang penyetaraan Kristus dengan hikmat ilahi ditemukan dalam 1 Kor 1:17; 2:13.
Sekarang saya akan mendiskusikan secara khusus Kol 1:15-20. Bagian inilah yang telah digunakan oleh Joseph Sittler sebagai dasar bagi konsep Kristus Kosmiknya. Berlandaskan eksegesis yang dilakukannya terhadap kata "segala" yang muncul berulang kali dalam bagian tersebut, Sittler menyimpulkan bahwa tindakan penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus memiliki dampak kosmik (cosmic effects). Pandangannya tersebut kemudian diadopsi secara resmi oleh WCC.73 Betulkah dengan landasan ini kita dapat membangun sebuah doktrin Kristus Kosmik yang dapat digunakan sebagai basis untuk mendukung posisi pluralistik dan menegaskan bahwa Kristus pra-eksis (pre-existing Christ) telah hadir dan aktif berkarya di dalam agama-agama lain? Dengan demikian kita dapat menarik inferensi sebagaimana Karl Rahner lakukan dengan konsep anonymous christian-nya, atau Stanley Samartha dengan konsep unbound Christ-nya, atau M.M. Thomas dengan konsep Christ centered syncretism-nya, atau bahkan melangkah lebih jauh dengan ajaran John Hick dan Paul Knitter bahwa semua agama adalah valid dan menyelamatkan; yang telah mendevaluasi kekristenan menjadi cuma a way has already stated in 1 Cor. 8:6 that Christian have done Lord, Jesus Christ, through whom are all things, and we through him.' Dalam Rm 2:19, ia menunjukkan bagaimana keselamatan yang diperoleh melalui Kristus bekerja bukan hanya bagi kepentingan orang-orang Kristen. the sons of God, tetapi melalui mereka karya keselamatan itu menjangkau seluruh ciptaan.1573 Kristus Kosmik dalam bagian ini bukan dalam disunitas melainkan dalam kontinuitas dengan Yesus Nazareth. Bruce memberikan pendapat berikut tentang hal ini:
The conception of Christ as the goal of creation plays an essential part in Paul soteriology... the person thus presented as creation's goal was Jesus of Nazareth, but lately crucified in Jerusalem, whose appearance as the risen Lord to Paul on the Damascus road had called forth that overmastering faith and love which completely reoriented his thought and action and remained there after the all-dominating motive of his life.'s