Apa yang Kautakutkan?
Mengapa Saya Takut?
Bimbingan Allah
Awal yang Baru
Menghadapi Rasa Takut
Sang Api
Bola Salju Beku
Takut Dokter Gigi?
Kabar Buruk?
Takut untuk Takut
Doa Kepanikan
Ditakuti Anjing Boxer
Arah Pandangan
Menyingkirkan Larva Serangga
Dari Cacing Hingga Perang
Jangan Takut
Menghadapi Musuh
Mengatasi Ketakutan
Penghormatan Terbesar
Allah Tertawa
Jangan Ada Teror Lagi
Sekarang Bagaimana?
Takut Setengah Mati
Bebas dari Ketakutan
Tersingkir
Beruang Penakut
Mimpi Buruk
Melawan Ketakutan
Makan Sepuasnya
Sisi Ishak
Bukan Pihak Penting
Katakan Tidak
Senjata Rohani
Topik : Ketakutan
Jadilah Realistis
Nats : Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu (Mazmur 56:4)
Bacaan : Mazmur 27
Hanya sebagian kecil dari kita yang akan ke surga tanpa merasa takut. Siapakah di antara Anda yang mau mengakui dengan jujur bahwa Anda selalu mempraktikkan ayat ini: "kepada Allah aku percaya, aku tidak takut" (Mazmur 56:12). Meskipun kita benar-benar percaya kepada Allah, tetapi terkadang kita merasa cemas karena digerogoti oleh rasa takut. Biasanya, kepercayaan kita kepada Allah bercampur dengan kekhawatiran.
Bahkan Rasul Paulus yang telah menulis banyak surat dalam Perjanjian Baru pun kadang kala memiliki rasa khawatir. Ia mengakuinya di hadapan jemaat Korintus, "Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar" (1 Korintus 2:3).
Jadi, jangan cemas jika Anda pun punya rasa khawatir! Anda tidak perlu berpura-pura tidak merasa khawatir. Jika Anda terganggu oleh kekhawatiran Anda, akuilah perasaan itu. Lalu bagikan kekhawatiran yang muncul dengan seorang kawan yang dapat Anda percayai. Dan yang terpenting, bicarakanlah kekhawatiran Anda dengan Sahabat yang penuh kasih, yaitu Yesus Kristus. Dia mengetahui setiap pikiran dan perasaan Anda (Mazmur 139:4). Dengan penuh kasih Dia akan berkata kepada Anda, "Janganlah takut" (Lukas 12:32). Mintalah kasih karunia-Nya untuk menolong Anda mengatasi segala ketakutan dan kekhawatiran. Kemudian "nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu!" (Mazmur 27:14).
Jika dalam mengarungi perjalanan hidup Anda merasa takut, percayalah kepada TUHAN (Mazmur 56:4) --Vernon Grounds
Apa yang Kautakutkan?
Nats : [Yesus] berkata kepada mereka: "Aku ini, jangan takut!" (Yohanes 6:20)
Bacaan : Yohanes 6:16-21
Salah satu dongeng karya Grimm mengisahkan seorang pemuda agak bodoh yang tak tahu artinya gemetar ketakutan. Orang-orang berusaha membuatnya takut dengan menempatkannya di berbagai situasi menyeramkan, tetapi sia-sia. Akhirnya pemuda itu dapat merasa gemetar, tetapi bukan karena takut. Ia gemetar ketika seseorang menuangkan seember air dingin lengkap dengan ikan menggelepar-gelepar ke atas tubuhnya sewaktu ia tidur.
Ada yang tidak beres dalam diri kita jika kita tidak pernah takut. Takut adalah reaksi wajar manusia terhadap segala macam kesulitan atau bahaya, dan Allah tidak mengutuknya. Namun, Allah juga tak ingin kita dilumpuhkan ketakutan. Yesus berkali-kali berkata kepada murid-murid-Nya, "Jangan takut" (Lukas 5:10; 12:4; Yohanes 6:20). Setiap kali mengatakannya, Yesus menggunakan bentuk kata kerja yang mengandung arti keberlanjutan. Dengan kata lain, Yesus berkata kepada mereka, "Jangan terus-menerus merasa takut."
Jangan sampai kita ditaklukkan oleh ketakutan kita. Kita juga jangan sampai menolak melakukan apa yang dikehendaki Allah hanya karena merasa takut. Allah dapat mengubah rasa takut kita menjadi kekuatan. Kita dapat mempercayai Allah dan menjadi "tidak takut" (Mazmur 56:12).
Keberanian bukan tiadanya ketakutan, melainkan penguasaan atas rasa takut. Jadi, mari kita lawan ketakutan kita dan hadapilah dengan iman kepada Tuhan, karena Dia telah berfirman, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau" (Ibrani 13:5) --David Roper
Mengapa Saya Takut?
Nats : Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita daripada yang menyertai mereka (2Raja-raja 6:16)
Bacaan : 2 Raja-raja 6:8-17
Kolumnis George Cantor menceritakan bagaimana ia mengatasi rasa takut sewaktu ia masih kecil. Hampir setiap malam ia terbangun dalam kegelapan dan membayangkan makhluk-makhluk mengerikan sedang berkeliaran di luar kamarnya. Kerap kali ia begitu ketakutan sehingga tidak dapat memejamkan matanya kembali. Terkadang ia keluar dari kamarnya dan tidur di dekat pintu kamar orangtuanya. Ia berpikir bahwa selama ia dekat dengan mereka, tak ada sesuatu pun yang akan melukainya.
Kebutuhan seorang anak akan bukti fisik kehadiran orangtua di dekatnya mengingatkan saya akan bujang yang melayani Elisa. Suatu hari, ia terbangun pagi-pagi dan melihat balatentara Aram ada di sekeliling kota itu. Dengan terkejut dan ketakutan ia berseru kepada Elisa, "Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?" (2Raja-raja 6:15). Setelah Elisa berdoa, Tuhan membuka mata bujang itu. Apa yang dilihat oleh bujang itu sudah tentu membuatnya tercengang dan takjub. Alkitab mengatakan bahwa "gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa" (ayat 17). Balatentara Tuhan ada di sana untuk melindungi mereka.
Kita pun terkadang rindu agar Tuhan memberikan suatu peneguhan kepada kita bahwa Dia berada di dekat kita, dan kadang kala Dia memang memberikan peneguhan itu. Namun, itu adalah suatu kekecualian. Dia mengharapkan agar kita percaya akan janji-Nya, yaitu bahwa Dia menyertai kita. Tak peduli betapa menakutkannya suatu keadaan kita, umat Allah selalu mempunyai lebih banyak balatentara di sisi mereka daripada yang dimiliki oleh musuh kita --Mart De Haan
Bimbingan Allah
Nats : Malaikat Tuhan tampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut" (Matius 1:20)
Bacaan : Matius 1:18-25
Kisah Natal adalah kisah yang berisi pandangan singkat yang mengejutkan tentang cara Allah memimpin orang yang percaya kepada-Nya. Ketika Tuhan akan mengubah kehidupan Maria dan Yusuf secara drastis, Dia menyatakan rencana-Nya kepada mereka dalam waktu dan cara yang berbeda.
Maria menerima pemberitahuan terlebih dahulu dari malaikat Gabriel. Malaikat itu berkata bahwa ia akan mengandung Anak Allah oleh kuasa Roh Kudus (Lukas 1:30-35).
Namun Yusuf, tunangannya, tampaknya belum diberi tahu oleh Allah pada waktu itu. Kemudian, ketika ia mengetahui kehamilan Maria dan memikirkan bagaimana mengakhiri pertunangan mereka tanpa mempermalukan Maria di muka umum, "malaikat Tuhan tampak kepadanya dalam mimpi dan berkata, 'Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus'" (Matius 1:20).
Begitulah misteri pimpinan Allah. Maria diberi tahu sebelumnya, sedangkan Yusuf harus bergumul dengan apa yang tampaknya seperti musibah pembawa kehancuran. Namun kapan pun firman Allah datang kepada mereka, Maria dan Yusuf tetap taat dengan penuh kesetiaan.
Kita tidak dapat memperkirakan segala hal yang Allah ingin kita lakukan, atau bagaimana Dia akan mengarahkan hidup kita, tetapi kita dapat meyakini bahwa Dia akan memimpin kita. Dan, seperti Maria dan Yusuf, kita harus siap mengikuti pimpinan-Nya --David McCasland
Awal yang Baru
Nats : Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi (Yosua 1:9)
Bacaan : Yosua 1:1-9
Mereka berdiri di tengah udara dingin bersama ribuan orang lain di Times Square, New York. Apa yang membawa mereka ke tempat itu? Tak ada pertandingan olahraga atau konser musik rock. Yang ada hanya kembang api raksasa yang turun sejauh lima meter di atas sebuah bangunan. Kejadiannya hanya beberapa detik, dan tampaknya bukan peristiwa penting yang perlu disaksikan sampai harus berjuang melawan kepadatan lalu lintas dan pejalan kaki di terowongan bawah tanah -- kecuali jika itu terjadi di malam Tahun Baru.
Mengapa kita menciptakan hari libur saat tidak terjadi peristiwa luar biasa? Pada hari libur lainnya, kita merayakan ulang tahun orang terkenal, atau tonggak bersejarah, atau sesuatu yang lain. Malam Tahun Baru hanyalah suatu perayaan pergantian waktu. Kita melebih-lebihkannya karena ini menandai akhir periode yang lalu dan awal periode yang baru. Masalah dan pergumulan tahun lalu menjadi kenangan kelam saat kita memikirkan awal yang baru.
Hal ini tentu terjadi ketika bangsa Israel berdiri bersama Yosua dan menatap era baru di depan mereka (Yosua 1:1-9). Mereka telah mengembara di gurun selama 40 tahun. Di depan mereka terbentang tanah yang berlimpah susu dan madu. Terlebih lagi, mereka memiliki janji Allah bahwa Dia akan menyertai mereka.
Ketika berdiri membelakangi masa 12 bulan yang telah lalu, dan wajah kita menghadap ke arah tahun yang baru, kita memiliki pengharapan karena kita juga meyakini pertolongan Allah. Hal ini membuat pengharapan akan tahun yang baru layak untuk dirayakan! --Dave Branon
Menghadapi Rasa Takut
Nats : Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku (Mazmur 138:3)
Bacaan : Mazmur 138
Setelah menikah dengan Bill, saya menjadi sangat bergantung kepadanya, bukannya bergantung kepada Allah untuk memperoleh rasa aman serta kekuatan. Karena merasa sangat tidak berdaya dan ketakutan, diam-diam saya khawatir, “Bagaimana jika seandainya suatu hari kelak Bill tidak di sisiku lagi?”
Ketika Bill setiap kali harus meninggalkan rumah untuk pekerjaan misi selama seminggu, saya mulai bergantung pada diri sendiri, bukan pada Bill. Ketika merasa semakin tidak berdaya, saya berusaha sebisa mungkin mengurangi risiko di dalam kehidupan ini dan tinggal di dalam “kepompong” kegelisahan. Bahkan saya takut keluar ke tempat-tempat umum.
Akhirnya, pada titik terendah, saya mengikuti teladan Daud dalam Mazmur 138:3. Daud berkata, “Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku.” Saya pun berseru dan Allah menjawab saya. Jawaban-Nya memberi saya pengertian dan kekuatan untuk menembus kepompong rasa takut serta mulai merentangkan sayap saya dalam kebergantungan kepada Allah. Secara perlahan namun pasti, Dia menjadikan saya pendamping yang kuat di sisi Bill.
Bertahun-tahun kemudian, ketika Bill meninggal, saya menyadari bahwa Allah dengan penuh kasih mengatasi rasa takut saya yang dahulu: “Bagaimana jika seandainya suatu hari kelak Bill sudah tidak di sisiku lagi?” Bukannya menyingkirkan rasa takut saya, Allah justru memberi saya kekuatan dan kemampuan untuk menghadapi ketakutan itu. Dan Dia akan memampukan Anda bila Anda bergantung kepada-Nya —Joanie Yoder
Sang Api
Nats : Marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan (Ibrani 12:28,29)
Bacaan : Ibrani 12:25-29
Pada tanggal 5 Desember 2002 judul berita utama surat kabar berbunyi:
Kobaran api berkecamuk di luar kota di Australia tersebut. Banyak orang takut bila kebakaran hutan ini akan menjadi kebakaran terburuk yang menimpa Sydney selama beberapa puluh tahun ini. Karena terkena tiupan angin kencang, temperatur tinggi, dan kelembaban udara yang rendah, api tersebut melintasi jalan dan sungai, menghanguskan segala sesuatu yang dilaluinya.
Saat kita membayangkan kekuatan yang menghancurkan dari api semacam itu, kita memperoleh pengertian yang lebih dalam akan kata-kata yang mengejutkan dalam Ibrani 12:29: “Allah kita adalah api yang menghanguskan”.
Mengapa penulis kitab Ibrani menggunakan perumpamaan demikian untuk menggambarkan Tuhan? Dalam suratnya ia berhadapan dengan masalah hidup-dan-mati secara rohani, yaitu apa yang dipercayai oleh para pembacanya dan apa yang menjadi kenyataan dari iman mereka. Respons mereka akan mengungkapkan apakah mereka menginvestasikan hidup mereka di dalam kerajaan abadi, ataukah dalam kerajaan yang ditetapkan untuk hancur.
Kita pun perlu mengingat bahwa dunia ini dan segala yang kita miliki adalah fana. Jika iman dan pengharapan kita ada di dalam Yesus Kristus, kita adalah bagian dari kerajaan yang tidak dapat dihancurkan (ayat 28). Dengan menyadari bahwa hari-hari kita di bumi ini semakin sedikit dan bahwa “Allah kita adalah api yang menghanguskan”, marilah kita melayani Dia dan berinvestasi dalam hal yang tak dapat binasa —Albert Lee
PEGANGLAH HAL YANG KEKAL ERAT-ERAT
DAN LEPASKANLAH HAL YANG FANA
Bola Salju Beku
Nats : Kita menerima kerajaan yang tidak terguncangkan (Ibrani 12:28)
Bacaan : Ibrani 12:25-13:6
Pelempar bisbol Tug McGraw memiliki filosofi bagus dalam melempar bola. Ia menamai teorinya “bola salju beku”. “Ketika saya hendak melempar bola saat semua base penuh,” jelas Tug, “dan Willie Stargell si pemukul yang keras siap beraksi, maka rasanya saya tidak ingin melempar bola. Namun, pada akhirnya saya harus tetap melempar bola. Lalu saya mengingatkan diri saya bahwa dalam beberapa miliar tahun lagi, bumi akan menjadi bola salju beku yang melesat di angkasa, dan tak seorang pun peduli terhadap apa yang dilakukan Willie Stargel dengan para pemain lawan yang memenuhi base!”
Alkitab menyatakan bahwa suatu saat nanti bumi akan “hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap” (2 Petrus 3:10). Tetapi inti dari perkataan McGraw itu benar: Kita harus memandang kehidupan ini dengan cara pandang yang benar. Sebagian besar yang kita cemaskan tidak memiliki dampak terhadap kekekalan.
Penulis Ibrani prihatin dengan cara pandang kita. Di seluruh kitab tersebut, ia menjaga agar pandangan kita terarah ke surga dan terlepas dari bumi. Jika pandangan kita tidak terarah ke surga, maka hidup kita di bumi ini tak akan banyak berpengaruh pada kekekalan.
Akan tiba waktunya bumi diguncang, dan segala sesuatu yang tampaknya tetap akan lenyap (Ibrani 12:27). Apa yang paling Anda takutkan hari ini akan dilupakan seperti berita utama kemarin. Yang terpenting adalah bahwa apa yang Anda lakukan hari ini memiliki sentuhan kekekalan —Haddon Robinson
Takut Dokter Gigi?
Nats : Jangan takut; memang kamu telah melakukan segala kejahatan ini, tetapi janganlah berhenti mengikuti Tuhan (1Samuel 12:20)
Bacaan : 1Samuel 12:6-25
Mengapa banyak orang takut ke dokter gigi? Mungkin akibat dari pengalaman buruk. Seorang wanita menceritakan pengalaman masa kecilnya dengan dokter gigi. "Saya mulai rewel dan menangis, dan dokter itu berkata, 'Kalau kau tidak mau diam, kutampar kau.'" Kini ia sedang menempuh perjalanan sejauh 113 kilometer menuju Klinik Terapi Rasa Takut Pada Dokter Gigi di Kansas City.
Orang yang takut datang kepada Allah menghadapi masalah serupa. Sebagian mungkin pernah disakiti pemimpin rohani mereka. Sebagian lagi mengalami rasa takut yang tidak sehat akan Allah semasa kecil. Sementara orang lain yang terkungkung dosa, hanya melihat tuntutan keadilan yang pantas dijatuhkan Allah, tetapi tidak menyadari pemeliharaan-Nya yang penuh kasih berupa pengurbanan Putra-Nya bagi dosa kita.
Orang-orang dalam bacaan Alkitab hari ini (1 Samuel 12) ketakutan karena Samuel menyingkapkan dosa mereka. Namun, Samuel juga memberi tahu bahwa Allah ingin mengampuni mereka.
Kita perlu menggantikan rasa takut yang tak masuk akal dengan rasa takut yang sehat. Firman Allah berulang kali meyakinkan kita bahwa rasa sakit yang timbul karena kita datang kepada-Nya tidak lebih besar dibandingkan rasa sakit bila menghindari-Nya. Firman Tuhan juga meyakinkan kita bahwa Yesus membuat kita dapat "dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat" (Ibrani 4:16).
Dokter gigi menambal lubang di gigi Anda, tetapi Allah ingin menambal lubang di hati Anda -- dengan diri-Nya sendiri. Jangan biarkan rasa takut yang tidak sehat menghalangi-Nya --Mart De Haan
Kabar Buruk?
Nats : Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada Tuhan (Mazmur 112:7)
Bacaan : Mazmur 112:1-10
Dulu sebelum telepon seluler menjadi lazim, seorang pemimpin seminar bertanya, “Jika seseorang datang di pertemuan ini, memanggil nama Anda, dan berkata, ‘Ada telepon untuk Anda,’ Anda akan menduga-duga, apakah telepon itu menyampaikan kabar baik atau buruk?” Kebanyakan dari kita mengaku akan berpikir bahwa itu kabar buruk, tetapi kita tidak tahu mengapa demikian.
Ini menunjukkan adanya suatu beban yang ditanggung oleh banyak orang, yakni rasa takut terhadap kabar buruk. Beban tersebut mungkin berupa keprihatinan yang wajar terhadap keselamatan orang-orang yang kita kasihi, tetapi bisa juga suatu ketakutan yang tidak rasional terhadap tragedi.
Ketika sangat takut, kita amat perlu menaruh keyakinan kepada Allah. Mazmur 112 membicarakan seseorang yang takut akan Tuhan, sangat suka pada segala perintah-Nya, dan baik hati terhadap orang lain (ayat 1,4,5). Namun, mungkin yang paling menarik: “Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada Tuhan” (ayat 7).
Sebuah himne karya Frances Havergal mengingatkan kita bahwa hati yang percaya adalah jawaban bagi pikiran yang khawatir: “Tinggallah tetap pada Sang Yahweh, maka hati kita akan bahagia seutuhnya; seperti yang dijanjikan-Nya, kita akan menemukan damai sejahtera dan ketenangan yang sempurna.”
Alkitab tidak berjanji bahwa kita takkan pernah menerima kabar buruk. Namun, Alkitab meyakinkan kita bahwa kita tak harus menjalani kehidupan setiap hari dengan rasa takut terhadap apa yang akan terjadi. “Hatinya teguh, ia tidak takut” (ayat 8) —David McCasland
Takut untuk Takut
Nats : Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu (Mazmur 56:4)
Bacaan : Mazmur 56
Seorang wanita muda sedang menunggu bus di suatu wilayah yang rawan kejahatan. Kemudian tiba-tiba seorang polisi yang masih baru, mendekatinya dan bertanya, “Apakah Anda ingin saya temani untuk menunggu bus?” “Tidak perlu,” sahutnya. “Saya tidak takut.” “Baiklah, tapi,” sambung polisi baru itu dengan tersenyum lebar, “tidak keberatankah Anda menemani saya?”
Seperti polisi itu, kita sebagai orang kristiani harus bersedia mengakui bahwa kadang-kadang kita merasa sangat takut apabila menghadapi kematian, bila terserang kanker, bila kehilangan pekerjaan, bila anak-anak kita tertimpa masalah, bila menghadapi penuaan. Kita tidak suka untuk mengakui hal itu, sehingga kita mengabaikan, mengingkari, atau menekan rasa takut itu. Namun untuk mengatasi rasa takut, mula-mula kita harus mengakuinya.
Sang pemazmur mengakui rasa takutnya. “Waktu aku takut,” ujarnya, “aku ini percaya kepada-Mu” (Mazmur 56:4). Kepercayaan kepada Tuhan yang demikian itu justru membuatnya memiliki ke-yakinan yang semakin besar. “Aku tidak takut” begitu katanya (ayat 5). Dan sekali lagi dikatakannya, “Aku tidak takut” (ayat 12). Ini tidak hanya sekadar berbicara kepada diri sendiri. Ini merupakan suatu keputusan yang dilakukan secara sadar untuk memercayai Allah: “Aku percaya.”
Kita dapat menaklukkan rasa takut. Dengan mengakui bahwa kita takut, berarti mengakui bahwa kita adalah manusia biasa. Namun, mengakui rasa takut lalu memercayai Tuhan dan maju terus, akan menghilangkan rasa takut kita terhadap ketakutan itu sendiri —Dennis De Haan
Doa Kepanikan
Nats : Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak (Mazmur 37:5)
Bacaan : Mazmur 37:1-8
Di dalam bukunya yang berjudul Beyond Our Selves, Catherine Marshall menulis tentang bagaimana ia belajar menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah melalui “doa penyerahan diri”. Apabila ia menghadapi keadaan-keadaan yang ditakutinya, ia sering menjadi panik dan menunjukkan roh peminta di dalam doa: “Ya Allah, saya harus memiliki ini dan itu.” Saat itu Allah tampaknya jauh. Akan tetapi, ketika ia menyerahkan keadaan yang menakutkan itu kepada-Nya supaya Dia mengatasinya sesuai dengan kehendak-Nya, ketakutan pun menghilang dan kedamaian datang kembali. Mulai saat itulah, Allah mulai membenahi segala sesuatu.
Dalam Mazmur 37, Daud berbicara mengenai komitmen dan penyerahan diri: Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan,” katanya, “dan percayalah kepada-Nya” (ayat 5). Orang percaya yang sungguh-sungguh adalah mereka yang dengan tulus mengikuti dan melayani Tuhan. Mendorong orang lain untuk memiliki komitmen yang lebih besar adalah sesuatu yang memang pantas untuk dilakukan. Akan tetapi, komitmen kepada Allah dan memercayai-Nya menyiratkan penyerahan setiap area kehidupan kita dalam kendali-Nya yang bijaksana, terutama ketika ketakutan dan kepanikan menyerang kita. Hasil yang dijanjikan dari komitmen sepenuh hati dan kepercayaan adalah hal-hal terbaik yang dilakukan Allah untuk kita.
Daripada mencoba untuk menghilangkan ketakutan-ketakutan Anda dengan doa-doa kepanikan, lebih baik serahkanlah diri Anda kepada Allah melalui doa penyerahan diri, dan lihatlah apa yang akan dilakukan- Nya —Joanie Yoder
Ditakuti Anjing Boxer
Nats : Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu (Yesaya 41:10)
Bacaan : Mazmur 91:1-11
Pada suatu hari Minggu pagi yang cerah, salah satu anak laki-laki saya yang masih kecil pergi bersama saya ke gereja. Pemandangan dan suara-suara hari baru segera mengundangnya untuk berjalan mendahului saya. Tiba-tiba kebebasan dalam perjalanannya sirna. Beberapa meter di depannya, berdirilah seekor anjing boxer sedang menatapnya. Ia berhenti mendadak, berbalik, dan lari ke samping saya. Ketika tangannya aman dalam genggaman tangan saya dan ia tahu bahwa saya berada tepat di sampingnya, ia dapat berjalan tenang melewati anjing boxer tersebut.
Betapa hal itu menjadi gambaran pengembaraan kita di dunia ini! Dari waktu ke waktu berbagai rintangan berwajah ganas berupa penyakit, masalah keuangan, atau konflik pribadi muncul di depan kita, menimbulkan ketakutan di dalam hati kita. Pada mulanya kita akan bingung dan hidup tampaknya menemui jalan buntu. Namun, dengan iman kita menemukan jalan kepada Juruselamat, karena kita sadar bahwa kita tidak berani melangkah maju tanpa merasa yakin akan hadirat- Nya. Ketika kita sepenuhnya percaya kepada-Nya, Dia akan menolong kita menghadapi masa depan dengan mendampingi setiap langkah kita.
Jika kekhawatiran dan ketakutan mengintai di perbatasan masa depan Anda, ingatlah pada janji Allah yang luar biasa, yang ada di dalam kitab Yesaya 41:10, “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan” —Dennis De Haan
Arah Pandangan
Nats : Marilah kita ... berlomba ... dengan mata yang tertuju kepada Yesus (Ibrani 12:1,2)
Bacaan : Roma 8:35-39
Coba perhatikan: krisis apa yang sedang hangat dibicarakan? Itu bisa terorisme dan ancamannya yang bersifat acak. Bisa juga kesulitan ekonomi dan ketakutan kehabisan uang sebelum waktunya. Mungkin juga krisis pribadi tanpa ada jalan keluar yang dapat diramalkan—tragedi atau kegagalan yang terlalu berat untuk ditanggung.
Sebelum kita terpuruk di bawah beban ketakutan yang menumpuk, sebaiknya kita simak kehidupan seorang wanita di abad 20. Ia menanggung kesedihan, penderitaan, dan sakit hati dengan tabah.
Corrie ten Boom harus menjalani kehidupan seperti di neraka saat tinggal di kamp konsentrasi Nazi—sebuah tempat tanpa harapan bagi kebanyakan orang. Namun ia dapat bertahan untuk menceritakan imannya yang tidak goyah dan pengharapannya yang teguh kepada Allah.
Ia telah melihat wajah si jahat. Ia menyaksikan berbagai tindakan paling tidak manusiawi yang dilakukan manusia kepada sesamanya. Dan ketika keluar dari kamp konsentrasi, ia berkata, "Jika Anda melihat dunia ini, Anda akan sedih. Jika Anda melihat ke dalam diri Anda, Anda akan tertekan. Namun jika Anda memandang Kristus, Anda akan tenang."
Ke mana Anda mengarahkan pandangan? Apakah Anda memusatkan perhatian pada dunia dan bahaya di dalamnya? Apakah Anda sedang memandang diri Anda dan berharap mendapat jawaban bagi diri sendiri? Atau apakah Anda sedang memandang Yesus, Sang Pencipta dan Penyempurna iman Anda? (Ibrani 12:1,2). Dalam dunia yang serba tak pasti ini, kita harus tetap memandang Yesus —JDB
Menyingkirkan Larva Serangga
Nats : Pertimbangan dan kebijaksanaan ..., peliharalah itu .... Maka engkau akan berjalan di jalanmu dengan aman (Amsal 3:21,23)
Bacaan : Amsal 3:19-26
Seorang pemilik rumah merasa putus asa karena pekarangan rumahnya dipenuhi oleh tikus tanah. Ia telah mencoba segala cara untuk mengalahkan musuh bawah tanahnya itu, namun gagal. Akhirnya seorang teman memberitahukan bahwa cara yang ia lakukan itu salah. Masalah yang sesungguhnya bukanlah tikus-tikus tanah tersebut, melainkan larva serangga yang menjadi makanan mereka. Singkirkanlah larva-larva itu, maka tikus tanah tidak lagi memiliki alasan untuk tinggal di sana.
Amsal pasal ketiga menggambarkan situasi serupa. Namun hal itu tidak menyangkut tikus tanah, tetapi ketakutan. Ketakutan itu merampas kekuatan kita di siang hari dan tidur kita di malam hari (ayat 24,25).
Hal yang juga nyata di dalam pasal ini adalah bahwa kita hanya dapat menghilangkan ketakutan apabila kita menyerang "larva-larva serangga" yang menarik perhatian ketakutan itu sendiri. Kita harus dapat mengatasi rasa puas diri dan ketidaksopanan (ayat 5-8). Kita harus menerapkan hikmat ilahi serta pengertian untuk mengubah jalan-jalan kita yang jahat dan bodoh (ayat 13-18). Hanya dengan cara seperti itulah, maka ketakutan akan kehilangan cengkeramannya.
Yang penting adalah mengetahui masalah sesungguhnya, sehingga kita dapat mengatasinya. Saat menghadapi ketakutan, kita harus mengambil keputusan yang bijaksana berdasarkan firman Allah dan membangun hubungan kepercayaan yang penuh kasih dengan Kristus. Begitulah caranya menyingkirkan "larva-larva serangga" —MRD
Dari Cacing Hingga Perang
Nats : Berfirmanlah Tuhan kepada [Gideon]: "Selamatlah engkau! Jangan takut" (Hakim-hakim 6:23)
Bacaan : Hakim-hakim 6:11-16,33-40
Cleotis, 10 tahun, baru pertama kali memancing. Sewaktu melongok ke dalam kaleng umpan, ia tampak enggan untuk memulai. Akhirnya ia berkata kepada suami saya, "Tolong, S-T-C!" Saat suami saya bertanya apa masalahnya, Cleotis menjawab, "S-T-C! Saya Takut Cacing!" Ketakutan telah membuatnya tidak mampu bertindak.
Ketakutan pun dapat melumpuhkan orang dewasa. Gideon pasti takut saat malaikat Tuhan datang kepadanya ketika ia sedang mengirik gandum secara diam-diam, bersembunyi dari musuhnya, yaitu orang Midian (Hakim-hakim 6:11). Sang malaikat berkata bahwa ia telah dipilih oleh Allah untuk memimpin umat-Nya di dalam peperangan (ayat 12-14).
Bagaimana tanggapan Gideon? "Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan aku pun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku" (ayat 15). Setelah Tuhan meyakinkan bahwa Dia akan menyertainya, Gideon masih tampak takut dan meminta tanda bahwa Dia benar-benar akan memakai dirinya untuk menyelamatkan orang Israel seperti yang dijanjikan-Nya (ayat 36-40). Dan Allah menanggapi permintaan Gideon. Bangsa Israel berhasil dalam peperangan dan kemudian menikmati keamanan selama empat puluh tahun.
Kita semua memiliki berbagai macam ketakutan, mulai dari ketakutan terhadap cacing hingga ketakutan akan peperangan. Kisah Gideon mengajar kita untuk meyakini satu hal: Jika Allah meminta kita untuk melakukan sesuatu, Dia akan memberi kita kekuatan dan kuasa untuk melakukannya —AMC
Jangan Takut
Nats : Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar (Yesaya 12:2)
Bacaan : Yesaya 12
Saya memiliki mesin pengisap daun yang sudah kuno untuk membersihkan teras pada belakang rumah. Mesinnya terbatuk-batuk, gemeretak, mengeluarkan asap yang mengganggu, dan istri saya (dan mungkin juga tetangga) menganggapnya terlalu bising.
Tetapi anjing tua kami sama sekali tidak peduli dengan kebisingan yang ditimbulkannya itu. Ketika saya menghidupkan pengisap daun itu, ia bahkan tidak mengangkat kepalanya. Ia hanya beranjak dengan enggan ketika saya mengisap daun-daun atau sampah ke arahnya. Itu karena ia memercayai saya.
Lelaki muda yang kadang-kadang menyiangi rumput di halaman kami menggunakan pengisap daun yang sama, tetapi ia tidak ditolerir oleh anjing kami. Beberapa tahun yang lalu, ketika anjing kami masih kecil, ia mengusiknya dengan mesin itu dan anjing saya tidak pernah melupakannya. Sekarang, ketika laki-laki itu memasuki halaman belakang, kami harus mengunci anjing itu di dalam rumah, karena ia menggeram dan menggonggonginya. Padahal situasinya sama, tetapi tangan yang menggunakan pengisap daun itu membuatnya berbeda.
Demikian pula dengan diri kita. Situasi yang menakutkan tidak akan mengganggu jika kita memercayai tangan yang mengendalikannya. Jika dunia dan kehidupan kita diatur oleh kekuatan yang semena-mena dan asal-asalan, kita sudah selayaknya merasa takut. Tetapi tangan yang mengendalikan semesta alam—tangan Allah—adalah tangan yang bijaksana dan penuh belas kasih. Kita dapat memercayai-Nya, apa pun situasi yang melingkupi kita dan kita tidak perlu takut —DHR
Menghadapi Musuh
Nats : Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku (Mazmur 27:3)
Bacaan : Mazmur 27
Semasa Perang Saudara Amerika Serikat, meletuslah sebuah pertempuran yang sengit di dekat Moorefield, Virginia Barat. Karena terletak di dekat di garis musuh, maka kota tersebut dikendalikan secara bergantian oleh pasukan Serikat dan pasukan Konfederasi.
Di pusat kota itu, tinggallah seorang wanita yang sudah tua. Menurut kesaksian seorang pendeta Presbiterian, pada suatu pagi beberapa tentara musuh menggedor pintu rumah wanita tersebut dan menuntut agar mereka disediakan makan pagi. Ia kemudian mengajak mereka masuk dan berkata bahwa ia akan menyiapkan sesuatu bagi mereka.
Ketika makanan telah siap, ia berkata, Saya biasa membaca Alkitab dan berdoa sebelum makan pagi. Saya harap kalian tidak keberatan mengikuti kebiasaan saya. Mereka pun setuju. Kemudian ia mengambil Alkitabnya, membukanya secara acak, dan mulai membaca Mazmur 27. Tuhan adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? Tuhan adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar? (ayat 1). Ia membacanya terus hingga ayat terakhir: Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! (ayat 14). Setelah selesai membaca, ia berkata, Marilah kita berdoa. Ketika ia sedang berdoa, ia mendengar suara para tentara itu mondar-mandir di dalam ruangan rumahnya. Pada saat ia berkata amin dan mengangkat kepala, ternyata para tentara itu sudah pergi dari situ.
Renungkanlah Mazmur 27. Jika Anda sedang menghadapi musuh, Allah akan menggunakan firman-Nya untuk menolong Anda HWR
Mengatasi Ketakutan
Nats : Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya Tuhan (Mazmur 31:15)
Bacaan : Mazmur 31:15-25
Banyak orang takut naik pesawat. Pemikiran terbang di udara membuat mereka cemas. Karena itu, Komunitas Fobia Amerika menganjurkan teknik-teknik berikut ini untuk mengatasi rasa takut tersebut.
• Jangan mengonsumsi gula dan kafein sebelum dan selama penerbangan.
• Bersandarlah ke belakang saat tinggal landas; biarkan otot-otot Anda melemas.
• Nilailah kecemasan Anda pada skala 1 sampai 10. Pikirkan hal-hal yang positif; perhatikan berapa banyak ketakutan Anda berkurang.
• Tarik napas dalam-dalam; tutup mata Anda; rentangkan lengan Anda.
• Kenakan gelang karet di pergelangan tangan dan jepretkan karet itu untuk mengusir pikiran yang tidak menyenangkan.
Kelima nasihat ini baik. Tetapi saya memiliki nasihat keenam yang dapat mengatasi semua jenis ketakutan. Sebenarnya, ini yang paling penting: Letakkan kepercayaan Anda kepada Allah.
Itulah yang dilakukan Daud dalam Mazmur 31. Ada persekongkolan yang melawannya. Teman-teman telah meninggalkannya. Kekuasaannya tampak sudah berakhir. Kematian menunggu di depan mata. Tetapi ia membuat pilihan dan berseru, “Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya Tuhan” (ayat 15).
Ketika Anda takut, mengambil napas dalam-dalam atau menjepret-jepretkan gelang karet mungkin akan membantu mengurangi ketakutan itu. Tetapi jangan tinggalkan cara terbaik untuk mengatasi ketakutan naik pesawat-atau ketakutan lain. Ikuti teladan Daud dan letakkan kepercayaan Anda kepada Allah -DCE
Penghormatan Terbesar
Nats : Aku akan masuk menghadap raja, sungguh pun berlawanan dengan undang-undang; kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati (Ester 4:16)
Bacaan : Ester 4:10-17
Raja Persia telah menandatangani sebuah dokumen yang memerintahkan pembinasaan seluruh orang Yahudi di bawah pemerintahannya. Saat Mordekhai, seorang tawanan Yahudi, mendengar kabar itu, ia menantang keponakannya, Ratu Ester yang baru saja dimahkotai, untuk membela nyawa orang-orang sebangsanya.
Menghadap raja tanpa diundang dapat mendatangkan hukuman mati. Namun demi umat Allah, Ester mengambil risiko itu.
Sepanjang abad ke-20, jutaan orang kristiani mati sebagai martir. Ini adalah sebuah tragedi yang mengenaskan, namun kita dapat memperoleh penghiburan dengan mengetahui bahwa mereka yang terbunuh karena pengabdian kepada Yesus mati dengan sangat terhormat.
Ayah Corrie ten Boom melihat kebenaran ini dengan jelas. Semasa Perang Dunia Kedua, seorang pendeta Belanda menolak untuk melindungi seorang bayi, katanya, "Kita dapat kehilangan nyawa karena anak Yahudi itu." Ayah ten Boom lalu mengambil bayi itu ke dalam pelukannya dan berkata, "Anda berkata bahwa kita dapat kehilangan nyawa kita karena anak ini. Namun saya mengganggapnya sebagai sebuah kehormatan besar bagi keluarga saya."
Sebagian besar dari kita tidak akan pernah menghadapi ujian seperti yang dihadapi oleh keluarga ten Boom dan Ester. Namun kita semua dapat membesarkan hati melalui teladan mereka. Mereka tahu bahwa ada nasib yang lebih buruk daripada kematian.
Mati karena pelayanan kita kepada Allah dan kasih kita bagi Dia betul-betul merupakan kehormatan tertinggi --HVL
Allah Tertawa
Nats : Dia, yang bersemayam di surga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka (Mazmur 2:4)
Bacaan : Mazmur 2
Saya sedang mencuci mobil di suatu sore, sewaktu matahari bersiap-siap untuk mengucapkan selamat malam. Saat memandang ke atas, saya spontan mengarahkan selang ke arah matahari seakan-akan hendak memadamkan nyala apinya. Kemustahilan tindakan saya ini menyadarkan saya, dan saya pun tertawa.
Lalu saya berpikir tentang tawa Allah dalam Mazmur 2. Bangsa-bangsa yang jahat berencana untuk menjatuhkan orang yang diurapi Allah, yang berarti melawan Sang Mahakuasa sendiri. Namun Dia bersemayam di surga, tenang dan tidak merasa terancam. Usaha paling berani yang dilakukan manusia untuk melawan kuasa yang sebegitu besar itu benar-benar menggelikan. Sang Mahakuasa bahkan tidak bangkit dari takhta-Nya; Dia hanya tertawa dan mengolok-olok.
Namun, apakah tawa ini tidak berperasaan atau kejam? Tidak! Kebesaran-Nya yang tak terhingga, yang mengolok-olok tantangan manusia juga menandai simpati-Nya terhadap manusia yang dalam keadaan tersesat. Dia adalah Allah yang sama yang tidak senang melihat kematian orang fasik (Yehezkiel 33:11). Dan Dia juga adalah Juru Selamat yang menjelma menjadi manusia, yang meratapi Yerusalem ketika umat-Nya sendiri menolak Dia (Matius 23:37-39). Dia besar dalam penghakiman, tetapi Dia juga sangat berbelas kasihan (Keluaran 34:6,7).
Tawa Allah memberi kita jaminan bahwa Kristus pada akhirnya akan menang atas kejahatan. Usaha untuk menentang Dia dan kehendak-Nya adalah sia-sia. Daripada melawan Sang Anak Allah, kita harus tunduk kepada Tuhan Yesus dan berlindung kepada-Nya --DJD
Jangan Ada Teror Lagi
Nats : Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh kasih setia-Mu! (Mazmur 31:17)
Bacaan : Mazmur 31:10-25
Setelah peristiwa pengeboman yang dilakukan teroris di Bali pada tahun 2002, seorang pria menjadi takut bepergian. Baru tiga tahun kemudian, ia mengajak keluarganya berlibur ke Bali bersama dengan lima puluh turis lainnya dari Newcastle, Australia. Liburan itu berakhir dengan tragedi ketika keluarganya terjebak dalam bom bunuh diri di sebuah kafe di daerah Pantai Jimbaran.
Dari New York sampai Indonesia, peringatan dan ancaman serangan teroris terus berlanjut. Terorisme menancapkan se-ngatannya dengan cara mengalirkan ketakutan. Tak seorang pun merasa aman.
Dalam Mazmur 31, Daud berada dalam cengkeraman ancaman di sekitarnya, yang meneror baik reputasi maupun hidupnya. Ia menulis, "... ada kegentaran dari segala pihak," dan berkata, "... mereka bermaksud mencabut nyawaku" (ayat 14).
Ketika semua tampak suram, Daud berseru dalam keputus-asaan, "Kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN" (ayat 15). Ia mulai merasa damai ketika mengakui, "Masa hidupku ada dalam tangan-Mu" (ayat 16).
Di dunia kita, tidak mungkin tersedia keamanan yang sempurna. Namun, Allah Daud adalah Allah kita juga. Meskipun keamanan duniawi kita terancam, kita tidak akan pernah kehilangan kasih Allah yang kekal dan tak ada habisnya .
Bagi orang-orang yang percaya kepada Tuhan, Daud menuliskan kata-kata yang penuh harapan berikut ini: "Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu" (ayat 25). Ketika kita menyerahkan hidup kita di tangan-Nya, kita dapat menggantikan ketakutan terhadap teror dengan kedamaian dan pujian -AL
Sekarang Bagaimana?
Nats : Kami tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi laskar yang besar ini, yang datang menyerang kami. Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu (2Tawarikh 20:12)
Bacaan : 2Tawarikh 20:1-17
Selama bertahun-tahun mengajar di sebuah SMP yang memiliki amat banyak siswa, saya biasa berujar (dengan sedikit bercanda) bahwa doa pagi saya adalah 2Tawarikh 20:12 -- "Ya Allah kami, tidakkah Engkau akan menghukum mereka? Karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi laskar yang besar ini, yang datang menyerang kami. Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu."
Namun ketika Yosafat, Raja Israel mengucapkannya, ia sedang berhadapan dengan masalah hidup atau mati. Saat gabungan pasukan musuh berderap menuju Yerusalem, rakyat Yudea berkumpul untuk memohon bimbingan dan pertolongan Allah (ayat 13).
Dalam masa-masa menakutkan karena kekacauan dan perubahan, kita perlu berdoa, "Tuhanku, apa yang Kaukehendaki saat ini?" Dan seperti Raja Yosafat, sebaiknya kita mengawali doa dengan pujian kepada Bapa yang berdaulat dan penuh kuasa di surga (ayat 5-9).
Allah bersabda kepada raja dan rakyatnya, "Jangan kamu takut atau terkejut ... sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah. Besok haruslah kamu turun menyerang mereka .... TUHAN akan menyertai kamu" (ayat 15-17).
Dalam keadaan tertekan dan situasi yang membingungkan, mungkin kita akan berkata dengan cemas, "Sekarang bagaimana?" Akan tetapi, apabila kita menatap Tuhan dan memercayai pemeliharaan-Nya, kecemasan kita akan diganti dengan kedamaian -DCM
Takut Setengah Mati
Nats : Juru Selamat kita Yesus Kristus, yang melalui Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa (2 Timotius 1:10)
Bacaan : 1 Korintus 15:51-58
Baris pembuka sebuah lagu country, "Sarabeth is scared to death ..." [Sarabeth takut setengah mati] menggambarkan kepada pendengarnya mengenai hati seorang gadis remaja yang sangat ketakutan karena didiagnosa menderita penyakit kanker. Lirik lagu Skin (Sarabeth) memaparkan pergumulan yang dihadapinya. Pergumulannya itu tidak hanya berkaitan dengan penyakit dan pengobatannya, tetapi juga berhubungan dengan bukti nyata dari pergumulannya, yaitu rambutnya yang rontok (judul lagu tersebut diambil dari sini). Ini adalah lagu kemenangan yang menyentuh di tengah-tengah suatu tragedi, ketika Sarabeth menghadapi ketakutan hidup-dan-mati yang memang mengerikan akibat kanker yang dideritanya tersebut.
Bayangan kematian menghadang setiap manusia. Namun, entah kita menghadapi kenyataan tersebut dengan rasa takut atau dengan penuh keyakinan, tidak tergantung pada ada atau tidaknya pandangan hidup yang baik atau sikap positif. Cara kita menghadapi kematian, seluruhnya tergantung pada apakah kita memiliki hubungan pribadi dengan Yesus, yang memberikan diri-Nya untuk mati supaya kematian itu sendiri dapat dipatahkan.
Rasul Paulus pernah menulis kepada Timotius bahwa Juru Selamat kita adalah Dia yang "melalui Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa" (2 Timotius 1:10). Dengan demikian, kita tidak perlu merasa takut setengah mati pada saat melewati masa-masa hidup yang paling sulit sekalipun.
Kita dapat hidup dengan penuh keyakinan dan harapan karena Yesus telah menaklukkan maut --WEC
Bebas dari Ketakutan
Nats : Hai orang-orang yang takut akan Tuhan, percayalah kepada Tuhan! -- Dialah pertolongan mereka dan perisai mereka (Mazmur 115:11)
Bacaan : Amsal 1:1-7
Di dalam dunia yang semakin berbahaya ini, pikirkan apa saja yang harus kita takuti: Ancaman teroris yang mengerikan, tingkat kejahatan yang menakutkan, bencana alam yang semakin meningkat, krisis energi yang semakin nyata, ... Allah.
Ya, Allah. Ironis, bukan? Dalam dunia yang penuh dengan hal-hal yang menakutkan, satu-satunya tempat pengungsian dan perlindungan kita juga adalah Dia yang harus kita takuti.
Renungkanlah kata-kata Salomo, "Dalam takut akan Tuhan ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anak-Nya" (Amsal 14:26). Kemudian, perhatikanlah ayat berikutnya, "Takut akan Tuhan adalah sumber kehidupan."
Kita berusaha untuk menghindari hal-hal yang menakutkan dalam hidup ini, karena itu mengganggu kedamaian kita. Akan tetapi, kita diajak untuk takut -- takut kepada Allah. Bagi mereka "yang takut akan Tuhan ... Dialah pertolongan mereka dan perisai mereka" (Mazmur 115:11).
Iman kita kepada Allah dapat membebaskan kita dari ketakutan akan dunia (Mazmur 23:4) -- tetapi hanya karena iman, kita bersandar pada ketakutan yang berbeda dari ketakutan duniawi. Amsal 29:25 mengatakan, "Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada Tuhan, dilindungi."
Takut akan Allah itu berarti merasakan pesona-Nya. Apabila kita mengakui kebesaran itu dan percaya kepada-Nya, kita tidak ingin lagi berdosa terhadap-Nya. Dia menjadi tempat pengungsian kita dari ketakutan akan dunia ini. Dalam diri-Nya kita menemukan kedamaian --JDB
Tersingkir
Nats : Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya (Mazmur 73:26)
Bacaan : 2Samuel 15:13-26
Daud melarikan diri dari Yerusalem, diusir dari rumah oleh putranya, Absalom, yang telah mengumpulkan tentara untuk mendukungnya. Dalam pelariannya, ia memerintah Zadok, imamnya, membawa tabut Allah kembali ke Yerusalem dan memimpin bangsanya menyembah Allah di sana. "Jika aku mendapat kasih karunia di mata Tuhan, maka Ia akan mengizinkan aku kembali, sehingga aku akan melihatnya lagi, juga tempat kediamannya. Tetapi jika Ia berfirman, begini: Aku tidak berkenan kepadamu, maka aku bersedia, biarlah dilakukan-Nya kepadaku apa yang baik di mata-Nya" (2Samuel 15:25,26).
Mungkin, seperti Daud, Anda telah kehilangan kekuatan untuk menetapkan langkah. Seseorang telah mengambil alih hidup Anda, atau begitu tampaknya.
Mungkin Anda khawatir jika perubahan keadaan dan manusia telah menghancurkan semua rencana Anda. Namun, tak ada yang dapat menghalangi kehendak Allah yang penuh kasih. Tertulianus (150-220 M) menulis, "[Jangan menyesali] sesuatu yang telah dirampas ... oleh Tuhan Allah, yang tanpa-Nya tak sehelai daun pun dapat terlepas dari pohonnya, atau burung pipit yang paling tidak berharga sekalipun dapat jatuh ke bumi."
Bapa surgawi tahu bagaimana memelihara anak-anak-Nya dan hanya akan mengizinkan apa yang menurut-Nya baik. Kita dapat bersandar pada hikmat dan kebaikan-Nya yang tiada terhingga.
Sebab itu, kita dapat berkata seperti Daud, "Maka aku bersedia, biarlah dilakukan-Nya kepadaku apa yang baik di mata-Nya" --DHR
Saat kau tak berdaya dalam pusaran kehidupan,
Kekuatan kuasa Allah akan menopangmu;
Kekuatanmu yang merosot akan dipulihkan,
Karena Dia Allah yang peduli padamu. --D. De Haan
Beruang Penakut
Nats : Janganlah khawatir (Matius 6:25)
Bacaan : Matius 6:25-34
Jack, kucing berwarna oranye dan putih seberat 7,5 kg, mengerjakan tugasnya menjaga kebun belakang rumah majikannya di New Jersey dengan sangat baik. Ia sering menakut-nakuti binatang penyusup kecil. Namun suatu hari, majikannya terkejut ketika mendapatinya duduk di bawah pohon yang tinggi sambil memandang ke atas pada seekor beruang hitam besar.
Jack mengeong keras pada beruang itu ketika si beruang, yang berasal dari hutan di dekat rumah majikannya, tersesat di halaman belakang rumah. Beruang yang ketakutan itu dengan cepat naik pohon. Mana mungkin seekor beruang hitam besar takut dengan kucing kecil? Apa yang dipikirkan beruang itu?
Yang lebih tidak masuk akal lagi adalah rasa khawatir dan takut yang ada dalam pikiran kita, padahal kita tahu bahwa kita memiliki Allah, yang baik dan berkuasa, yang memelihara kita. Yesus memberi tahu para murid-Nya, "Janganlah khawatir ..." (Matius 6:25,31,34). Dia berkata bahwa kita tidak perlu merasa takut dan khawatir, karena Bapa surgawi mengetahui apa yang kita perlukan, dan kita adalah makhluk berharga di mata-Nya (ayat 26,32). Dia sungguh-sungguh bersedia dan sanggup memenuhi kebutuhan kita.
Saat kita mengkhawatirkan sesuatu, bagaimana perspektif kita? Yang mengungkapkan sikap kita bukan apa yang kita lihat, melainkan bagaimana kita melihatnya. Jika kita memandang hidup dengan kacamata Allah yang penuh kuasa dan baik, kita akan memercayai-Nya, bukan merasa sangat khawatir. Jika perspektif kita benar, kita dapat melihat Allah dan pemeliharaan-Nya yang setia --AMC
Saat ketakutan dan kecemasan menguji iman
Dan kekalutan mendera pikiran,
Ingatlah, Allah tetap memegang kendali
Dan Dia tidak akan pernah gagal. --Sper
Mimpi Buruk
Nats : Janganlah takut kepada kekejutan yang tiba-tiba, atau kepada kebinasaan orang fasik, bila itu datang (Amsal 3:25)
Bacaan : Yohanes 6:15-21
Kita semua pernah bermimpi buruk. Mungkin kita bermimpi jatuh dari gedung yang tinggi, melarikan diri dari makhluk yang mengerikan, atau berdiri di hadapan hadirin dan lupa akan pidato kita.
Akhir-akhir ini, istri saya bermimpi buruk. Ia bermimpi sedang berada di sebuah ruangan yang sempit ketika dua orang laki-laki muncul dari dalam kabut. Ketakutan meliputinya. Saat laki-laki itu akan menangkapnya, istri saya berkata, "Saya akan memberi tahu Anda tentang Yesus." Ia segera bangun karena mendengar suaranya sendiri. Nama Yesus membebaskannya dari ketakutan.
Kita membaca dalam Yohanes 6 bahwa murid-murid Yesus merasa ketakutan saat, di keremangan senja, mereka melihat orang asing berjalan di Danau Galilea yang sedang dilanda badai. Akan tetapi, orang yang misterius itu bukanlah bagian dari mimpi buruk -- Dia adalah nyata. Matius melaporkan bahwa mereka "berteriak-teriak karena takut" (14:26). Kemudian, murid-murid itu mendengar suara yang tidak asing lagi. "Inilah Aku, jangan takut!" (Yohanes 6:20). Itu Yesus. Ketakutan mereka mereda, begitu pula badai di danau.
Sang Juru Selamat mengatakan kepastian yang sama kepada kita saat ini di tengah-tengah ketakutan sepanjang perjalanan kita sebagai orang kristiani. Salomo berkata, "Nama Tuhan adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat" (Amsal 18:10).
Ketakutan mungkin akan melanda kita, tetapi kita harus memiliki keyakinan bahwa Yesus akan senantiasa menjadi terang dalam kegelapan --DJD
Melawan Ketakutan
Nats : Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku (Mazmur 23:4)
Bacaan : Ibrani 2:9-18
Dalam buku terkenalnya yang berjudul The Denial of Death [Penyangkalan Terhadap Kematian], penulis dan ahli antropologi, Ernest Becker berpendapat bahwa semua kekhawatiran dan ketakutan kita berakar dalam ketakutan kita akan kematian. Walaupun Becker bukan pengikut Kristus, studi ilmiahnya dapat menjadi catatan tambahan bagi Ibrani 2, yang berkata bahwa natur kita dipengaruhi oleh ketakutan akan kematian sepanjang hidup (ayat 15).
Kita semua mengenal perasaan takut itu. Dan, tentunya orang-orang yang kita jumpai dalam Alkitab pun mengalami ketakutan, mulai dari kekhawatiran yang menggentarkan sampai kepanikan yang mengerikan. Namun, kita tidak perlu takut, bahkan saat kita menghadapi kematian. Tuhan kita telah mengalami kematian dan menaklukkannya!
Penulis kitab Ibrani menyatakan bahwa Yesus "dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat, ... supaya oleh anugerah Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia" (2:9). Melalui kematian-Nya, Kristus telah mengalahkan "dia, yaitu Iblis yang berkuasa atas maut," membebaskan kita dari "takutnya kepada maut" (ayat 14,15).
Apakah Anda menjadi korban dari ketakutan-ketakutan Anda sendiri? Ingatlah kembali janji Kitab Suci yang indah dan dapat mengusir ketakutan: "Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan" (Yesaya 41: 10) --VCG
Makan Sepuasnya
Nats : "Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan di-ciptakan" (Wahyu 4:11)
Bacaan : Wahyu 4:1-11
Sepasang suami-istri menjalani hidup sehat, antara lain dengan melakukan diet ketat, nyaris vegetarian. Alkisah, mereka mencapai umur panjang dan meninggal bersama-sama dalam usia lanjut. Di surga, mereka diundang ke perjamuan yang mewah. Aneka hidangan, yang dulu tak berani mereka sentuh saat masih di bumi, tersaji secara berlimpah. Ternyata di surga mereka tak perlu berpantang makan. Mendengar penjelasan itu, sang suami mengamuk pada istrinya, "Kalau kau tidak memaksaku makan sereal hambar itu, mungkin dua puluh tahun lalu aku sudah sampai di sini, tahu nggak?"
Pernah membayangkan surga seperti cerita di atas? Kita membayangkan surga sebagai tempat untuk melampiaskan keinginan yang kita kekang selama di bumi. Namun, jika kita berfokus pada keinginan diri, itu berarti kita sedang membayangkan surga yang lain dari yang diulurkan Kristus.
Kerajaan Surga disebut juga Kerajaan Allah, bukan Kerajaan "aku". Surga berpusat kepada Allah sebagai Raja, sang pemegang kedaulatan tertinggi (ayat 8-11). Surga bukan tempat pelampiasan kehendak diri, melainkan tempat kehendak Tuhan digenapi. Di surga, kita dapat melakukan sepuasnya bukan apa yang kita ingini, melainkan apa yang semestinya kita lakukan sebagai anak Allah. Dan, justru dengan mematuhi kehendak Allah itulah kita dipuaskan.
Hebatnya, hidup dengan cara surgawi bisa kita mulai saat ini. Yakni dengan belajar hidup tidak egois atau sekehendak hati. Sebaliknya, kita belajar untuk selalu mempertimbangkan masakmasak; apakah sikap, ucapan, dan tindakan kita selaras dengan kehendak Allah -ARS
Sisi Ishak
Nats : Dan [Yesus] berkata: "Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga" (Matius 18:3)
Bacaan : Kejadian 22:1-19
Saat merenungkan pengorbanan Ishak oleh Abraham, tak ayal perhatian kita terfokus pada kebesaran dan kerelaan hati Abraham untuk mempersembahkan anak tunggalnya sebagai wujud ketaatan pada Allah. Sisi Ishak nyaris tak pernah dibicarakan, padahal sisi ini menawarkan pelajaran yang tak kalah berharga.
Ketika itu Ishak sudah cukup besar sehingga Abraham menyuruhnya memikul kayu untuk korban bakaran (ayat 6). Saya membayangkan ia cukup kuat untuk melawan Abraham yang berusia seratus tahun lebih tua darinya. Ketika Abraham hendak mengikatnya, bisa saja ia memberontak dan melarikan diri. Nyatanya, Ishak pasrah (ayat 9). Ia membiarkan dirinya diletakkan di atas mezbah, siap dikorbankan. Ia memercayai kehendak baik ayahnya, dan juga memercayai kehendak baik Allah yang disembah oleh ayahnya. Ia tampaknya mengerti bahwa apa pun yang terjadi pada dirinya, semuanya itu berlangsung demi suatu kebaikan. Di sini Ishak menjadi simbol Kristus yang berserah pada kehendak Bapa-Nya.
Sikap Ishak meneladankan penyerahan diri yang total. Penyerahan diri semacam itu berangkat dari pengertian bahwa Allah itu selalu baik dan tidak mungkin mencelakakan kita. Meskipun kita harus melewati pengorbanan yang menyakitkan, pada akhirnya rencana Allah bagi kehidupan kita senantiasa mendatangkan damai sejahtera. Sosok Ishak mewakili iman seperti seorang anak kecil, yang menandai orang-orang yang akan masuk ke dalam Kerajaan Allah (Matius 18:3).
Sebagai anak-Nya, siapkah kita juga "diikat dan dikorbankan" dengan tetap memercayai hati-Nya? —ARS
Bukan Pihak Penting
Nats : Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan segala jalanmu (Amsal 3:6)
Bacaan : Hosea 8:1-6
Beberapa waktu yang lalu, seorang kolega marah terhadap saya. Usut punya usut ternyata ia kecewa karena saya lupa tidak memberitahukan suatu berita penting kepadanya. Kelalaian saya ternyata menyebabkan dia merasa bahwa saya tidak menghargainya, tidak menganggapnya penting. Sikap saya telah menyakiti hatinya.
Di masa Nabi Hosea hidup, bangsa Israel juga pernah menyakiti Tuhan dengan cara yang serupa. Walaupun Allah telah menyatakan diri secara jelas dalam memimpin kehidupan mereka dari waktu ke waktu, namun mereka malah beribadah kepada dewa-dewa asing. Lebih dari itu, mereka juga mulai "menyingkirkan" Tuhan dari kehidupan mereka. Mereka tidak lagi merasa perlu bertanya kepada Tuhan dalam mengambil keputusan penting; seperti mengangkat raja maupun pemuka umat (ayat 4). Mereka tidak lagi merasa perlu meminta persetujuan Tuhan dalam melakukan sesuatu.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita menganggap Tuhan sebagai yang nomor satu dalam hidup kita? Apakah Tuhan adalah Pihak yang begitu penting bagi kita, sehingga kita selalu merasa perlu bertanya kepada-Nya sebelum bertindak? Atau kita merasa dapat membuat keputusan kita sendiri tanpa persetujuan-Nya? Amsal 3:6 mengingatkan bahwa kita harus mengakui Dia, sebagai Tuhan yang memimpin hidup kita. Dari situ kita akan selalu merasa perlu bertanya kepada-Nya dalam mengambil suatu langkah. Dengan demikian, Dia akan meluruskan langkah kita. Tiap-tiap hari, selalu ada banyak hal perlu kita pertimbangkan. Apakah Anda rindu mengakui Dia sebagai Pemimpin Hidup kita? —GS
Katakan Tidak
Nats : Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari hadapanmu (Yakobus 4:7)
Bacaan : Yakobus 1:12-15
Dalam buku Keponakan Penyihir dari seri The Chronicles of Narnia, diceritakan bagaimana Digory telah membuat sebuah kesalahan fatal, yakni dengan membunyikan bel yang membangkitkan seorang penyihir jahat. Ketika Aslan menanyai Digory tentang hal itu, Digory berkelit, "Aku rasa aku agak terkena mantra yang tertulis dalam bel itu". Mendengar jawaban itu, Aslan menegaskan, "Benarkah?" Kemudian barulah Digory mengaku, "Tidak. Sekarang aku tahu aku tidak terkena mantra. Aku hanya berpura-pura."
Ketika dihadapkan pada satu pencobaan dan gagal, kerap kali kita juga berkelit dengan mengatakan bahwa kita dijebak, digoda, atau terkena "mantra" seperti dalih Digory. Padahal, sebenarnya kita tidak terkena mantra apa pun. Kita sendiri yang membuat pilihan untuk jatuh. Yakobus mengatakan dengan jelas bahwa tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri (ayat 14). Setan bisa menggoda kita, tetapi pilihan untuk berdosa atau tidak, tetap berada di tangan kita.
Lalu bagaimana kita dapat menang melawan dosa? Bisa dengan dua hal: tunduk kepada Allah dan melawan Iblis. Keduanya sama penting, jadi harus sama-sama dilakukan. Kita bisa saja tetap gagal meski telah berdoa dan memohon belas kasihan Tuhan, karena kita tidak mau melawan Iblis dengan tegas. Kita hanya bisa melakukannya dengan berani berkata "Tidak!" kepada dosa. Itulah salah satu karunia yang kita peroleh dari Kristus yang telah menang atas maut. Karena Kristus telah menang bagi kita, maka saat kita berani berkata tidak, dosa pun tidak lagi berkuasa atas tubuh kita! -GS
Senjata Rohani
Nats : Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan (Lukas 22:46)
Bacaan : Keluaran 17:8-16
Dengan garang, si banteng menyerudukkain merah di tangan matador. Setelah berulang kali ia pun kelelahan, sebab tiap kali mendekati kain merah, si matador mengibaskannya. Ia tak sadar kain merah itu bukan lawan yang sebenarnya.
Peperangan Israel melawan Amalek bukan sekadar perang fisik antara dua kekuatan militer. Amalek hanya alat-semacam "kain merah" yang dikibaskan oleh kekuatan yang ingin menghambat rencana Allah bagi masa depan Israel. Itu sebabnya Musa sebagai pemimpin Israel perlu memimpin bangsanya menghadapi perang tersebut secara tepat. Caranya? Dengan "mengangkat tangan", yakni terus berdoa, seperti lazimnya umat Israel berdoa dengan menadahkan tangan (Ezra 9:5; 1 Timotius 2:8) sampai kemenangan mereka raih. Doa yang tak henti, karena tidak dilakukan sendiri, tetapi bersama-sama-sebagaimana Musa berdoa bersama Harun dan Hur-besar sekali kuasanya. Sebab Tuhan-lah yang berperang melawan "si musuh sejati".
Hidup kita serupa pertempuran. Banyak musuh menyerbu; desakan nafsu, situasi pelik, orang sulit di pekerjaan, pengusik ketenangan rumah tangga, penjegal karier, pesaing yang curang, pengacau, dan pemfitnah di gereja. Menghadapi hal-hal ini dengan kekuatan fisik hanya akan membuat kita lelah dan kalah. Apalagi jika kita pun terkecoh untuk membalas dengan cara serupa. Kita mesti sadar bahwa mereka hanya "kain merah", bukan "si matador" yang mengibarkannya. Jadi, hadapilah dengan doa. Angkatlah tangan, tetaplah berdoa! Jika Anda menjadi lelah, mintalah saudara seiman untuk turut menopang dan berdoa bersama kita. Andalkan kekuatan Allah dalam melawan "sang matador", si penguasa kegelapan -PAD