Topik : Ekspresi

29 Desember 2002

Alasan untuk Memuji

Nats : Besarlah Tuhan dan sangat terpuji (Mazmur 48:2)
Bacaan : Mazmur 48

Allah. Pernahkah Anda duduk diam dan mengagumi betapa agung dan mulianya Allah, Juruselamat kita? Hari ini, marilah kita diam sejenak untuk merenungkan kemuliaan dan kebesaran-Nya.

Untuk mempermudah, berikut ini adalah beberapa gambaran tentang Allah yang saya temukan saat membaca Mazmur 1-48.

Tuhan adalah perisai (3:4), sumber ketenteramanku (4:9), Rajaku (5:3), Hakim (7:9), Yang Mahatinggi (7:18), tempat perlindunganku (9:10), penolong anak yatim (10:14), Raja untuk selama-lamanya (10:16), Tuhan adalah adil (11:7).

Allah adalah kekuatan, bukit batu, kota benteng, dan kubu pertahananku (18:2-4;28:1;31:4), penyelamatku (18:3), sandaranku (18:19), Penebusku (19:15).

Dia adalah gembalaku (23:1), Raja Kemuliaan (24:7), Tuhan semesta alam (24:10), Allah penyelamatku (25:5), terang dan keselamatanku (27:1), kekuatan dan perisaiku (27:1;28:7).

Dia adalah Allah yang mulia (29:3), Tuhan Allah yang setia (31:6), Allah yang hidup (42:3), penolong dalam kesesakan (46:2), Raja yang besar atas seluruh bumi (47:3).

Semua gambaran itu sudah cukup untuk direnungkan dalam satu hari. Bahkan cukup untuk dijadikan bahan perenungan untuk selama-lamanya!

Mulai hari ini, mari kita menyembah Allah kita yang menakjubkan dengan kesungguhan hati. Dialah satu-satunya Allah yang memberi kita begitu banyak alasan untuk memuji Dia –Dave Branon

27 Juni 2004

Mazmur, Dupa, Pujian

Nats : Biarlah segala yang bernapas memuji Tuhan (Mazmur 150:6)
Bacaan : Mazmur 150

Pengkhotbah Inggris yang terkenal, yakni Charles H. Spurgeon (1834-1892) menuliskan sesuatu yang baik untuk diingat ketika kita hendak memulai suatu hari: “Jadikanlah pikiranmu sebagai mazmur, doamu sebagai dupa, dan napasmu sebagai pujian”. Marilah kita telaah masing-masing ungkapan dari pengkhotbah ini.

Jadikanlah pikiranmu sebagai mazmur. Seratus lima puluh pasal dalam kitab Mazmur masing-masing mempunyai tema yang berbeda-beda. Tema-tema dalam kitab Mazmur itu di antaranya adalah tentang pujian, karakter Allah, dan ungkapan ketergantungan kepada Tuhan. Sepanjang hari kita dapat menjadikan pikiran-pikiran kita sebagai mazmur dengan merenungkan kekudusan Allah, kelayakan-Nya untuk menerima pujian kita, dan betapa kita sangat membutuhkan-Nya.

Jadikanlah doamu sebagai dupa. Di dalam bait suci Yahudi, dupa dibakar terus-menerus sebagai persembahan yang harum bagi Tuhan (Keluaran 30:7,8). Doa-doa yang kita naikkan bagaikan dupa bagi Allah (Mazmur 141:2), yang membawa suatu aroma yang harum ke dalam hidung-Nya, yaitu pengagungan dan kebutuhan kita akan Dia.

Jadikanlah napasmu sebagai pujian. Kitab Mazmur ditutup dengan perkataan, “Biarlah segala yang bernapas memuji Tuhan. Haleluya!” (Mazmur 150:6). Berbicara tentang Allah dan mempersembahkan pujian bagi-Nya haruslah kita lakukan secara alami sebagaimana layaknya kita bernapas.

Biarlah Tuhan tetap bertakhta di dalam pikiran, doa, dan perkataan Anda hari ini —Dave Egner

1 Agustus 2004

Perayaan Besar

Nats : Sujudlah menyembah kepada Tuhan dengan berhiaskan kekudusan, gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi! (Mazmur 96:9)
Bacaan : Wahyu 5:6-14

Kita semua senang mendengar orang lain memuji kita demikian, "Wah, bagus sekali pekerjaan Anda. Saya sangat menghargai Anda." Akan lebih menyenangkan lagi apabila ada beberapa orang yang mengatakan bahwa kita telah melakukan suatu hal yang benar.

Allah juga senang mendapatkan pujian dari umat-Nya, dan sesungguhnya Dia memang layak mendapatkan pujian tersebut. Pekerjaan kita yang paling penting di bumi ini adalah meninggikan-Nya (Mazmur 96:9), "supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu" (1 Petrus 4:11). Menyembah, mengasihi, meninggikan, dan melayani Tuhan merupakan tanggung jawab, sekaligus hak istimewa kita.

Kitab Wahyu pasal 5:9-13 menjelaskan tentang masa depan di surga. Pada saat itulah orang-orang percaya dari "tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa", mereka yang telah ditebus oleh darah Yesus, akan berdiri mengelilingi takhta-Nya sembari menaikkan puji-pujian. Seluruh orang itu yang jumlahnya beribu-ribu laksa, menambah jumlah umat yang memuliakan Allah dengan penuh antusias.

Kebesaran Allah sedemikian melimpah, tak terukur, dan tak terlukiskan. Kanyataan ini membuat berjuta-juta orang yang memuji dan sujud menyembah-Nya akan memuliakan Dia yang memang layak menerima kemuliaan tersebut.

Bahkan sekarang pun kita masing-masing dapat ikut serta dalam merayakan keagungan Allah dengan cara memuliakan-Nya melalui kehidupan kita. Maka suatu hari kelak, bersama-sama dengan umat dari segala bangsa, kita akan terlibat dalam suatu perayaan besar di surga --Dave Branon

10 April 2005

Lepaskan Balon Anda!

Nats : Aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu, ya Tuhan, ... dan aku mau menyanyikan mazmur bagi nama-Mu (2Samuel 22:50)
Bacaan : 2Samuel 22:1-8

Para peserta konferensi pada sebuah gereja di Nebraska diberi balon-balon yang berisi gas helium. Kemudian mereka diminta untuk melepaskan balon-balon tersebut di tengah-tengah kebaktian, yaitu pada saat mereka merasa ingin mengungkapkan sukacita. Sepanjang kebaktian, balon-balon tersebut membumbung naik satu per satu. Akan tetapi, di akhir kebaktian, sepertiga peserta belum melepaskan balon mereka. Saya lalu bertanya-tanya, apakah mereka tidak dapat memikirkan satu alasan pun untuk memuji Allah.

Raja Daud pasti telah melepaskan balonnya pada saat menyanyikan lagu pujian yang tercatat di dalam kitab 2 Samuel 22. Ia bersukacita karena Allah telah melepaskan ia dari semua musuhnya (ayat 1). Sebelumnya, pada saat bersembunyi dari Raja Saul di padang gurun yang berbatu, ia telah belajar bahwa rasa aman yang sejati hanya dapat ditemukan di dalam Allah (1 Samuel 23:25). Hati Daud merasa harus "menyanyikan syukur" dan "menyanyikan mazmur", karena Tuhan telah menjadi bukit batu, kubu pertahanan, penyelamat, kota benteng, perlindungan, dan Juruselamat baginya (2 Samuel 22:2,3,50).

Berperan sebagai apakah Tuhan di dalam hidup Anda? Pemberi kedamaian di waktu kacau? Penghibur di tengah kehilangan? Pengampun dosa? Kekuatan di dalam tugas yang sulit?

Ambillah selembar kertas dan tuliskanlah daftar ucapan syukur Anda. Lalu luangkan waktu untuk memuji Allah atas segala keberadaan-Nya dan segala yang telah dilakukan-Nya.

Lepaskanlah balon Anda! —AMC

29 Oktober 2006

Kekaguman Menjadi Pujian

Nats : Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hatiku, aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib (Mazmur 9:2)
Bacaan : Wahyu 1:9-18

Apakah kegiatan terbesar yang dapat menyita waktu? Penyembahan kepada Allah! Penyembahan bukanlah suatu ritual yang terburu-buru, doa-doa rutin, atau mendengarkan musik merdu merayu. Penyembahan adalah pengalaman "hanyut dalam kekaguman, cinta, dan doa," seperti tulisan Charles Wesley. Penyembahan adalah kekaguman yang menuntun kita untuk memuji Dia.

Ketika pertama kali melihat Grand Canyon, saya tidak dapat berkata apa-apa. Teman yang mengantar saya ke sana memahami reaksi saya dan berdiri mematung di sebelah saya. Saya terkesima mengagumi pemandangan dahsyat di depan mata dan berpikir, "Inilah sekilas kebesaran Allah". Namun, kekaguman saya itu bukanlah penyembahan.

Tanggapan saya berbeda ketika bertatap muka dengan Yesus saat membaca Kitab Suci. Kekaguman saya berubah menjadi pujian ketika saya melihat Dia dalam segala keindahan-Nya. Siapakah yang memelihara jiwa saya? Kesucian-Nya tak bernoda: "Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?" (Yohanes 8:46). Kebijaksanaan-Nya tiada bandingnya: "Belum pernah seorang pun berkata seperti orang itu!" (Yohanes 7:46). Belas kasih-Nya tak terbatas: "Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka" (Matius 9:36). Keagungan-Nya luar biasa: "Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka" (Matius 17: 2)

Begitu mengenal Yesus yang telah tertulis di dalam Injil, kekaguman saya berubah menjadi pujian. Saya bersujud dalam penyembahan dan berseru seperti Tomas: "Tuhanku dan Allahku!" (Yohanes 20:28) -VCG

13 Juni 2007

Bakat Seni

Nats : [Tuhan] telah memenuhinya dengan Roh Allah ... untuk membuat berbagai rancangan (Keluaran 35:31,32)
Bacaan : Keluaran 35:30-35

"Mengapa kau menanam bunga? Kan tak bisa dimakan," ujar ayah mertua saya saat melihat kegiatan saya di musim semi, yakni mengisi pot dengan benda-benda berharga yang harum dan berwarna-warni dari toko bunga. Ayah Jay seorang insinyur -- orang yang praktis. Ia dapat menjalankan segalanya dengan baik, tetapi memperindah sesuatu bukan prioritasnya. Ia lebih menghargai fungsi daripada bentuk, kegunaan daripada estetika.

Allah menciptakan kita dengan beragam talenta. Para insinyur yang bekerja demi kemuliaan Allah merancang mesin yang memudahkan hidup. Namun Tuhan juga menciptakan para seniman, yang menjadikan hidup ini lebih menyenangkan karena mereka menciptakan berbagai keindahan bagi kemuliaan Allah dan kebahagiaan sesama.

Saat merenungkan seni penyembahan, biasanya kita langsung memikirkan musik. Namun, ada bentuk seni lain yang telah lama juga berperan memuliakan Allah. Pengangkatan Bezaleel menunjukkan kepedulian Allah pada seni (Keluaran 35:30-35). Allah mengangkatnya untuk memperindah tempat penyembahan resmi pertama: kemah suci. Menurut Gene Edward Veith, tujuan Allah terhadap seni adalah "untuk memuliakan Allah dan menunjukkan keindahan".

Bila Roh Allah menghidupkan bakat seni, maka dari situ akan muncul tindakan penyembahan yang menjadi kesaksian dan mengarahkan orang pada Kristus. Allah telah sangat memperkaya hidup kita dengan keindahan. Sebagai balasannya, mari kita bersyukur dengan memperlihatkan kemuliaan-Nya melalui karya seni kita --JAL


Bapa, kiranya karya kami -- apa pun itu --
menggugah perhatian dan mendorong orang
untuk memuji dan menyembah Engkau. Amin.

6 Juli 2007

Sujud Menyembah

Nats : Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan Tuhan yang menjadikan kita (Mazmur 95:6)
Bacaan : Mazmur 95

Orang-orang Yunani dan orang-orang Roma zaman kuno menolak posisi berlutut sebagai bagian dari ibadah penyembahan. Mereka berkata bahwa posisi berlutut tidak patut dilakukan oleh orang merdeka. Posisi itu tidak cocok dengan budaya Yunani dan hanya sesuai untuk orang-orang yang belum beradab. Cendekiawan Plutarch dan Theophrastus menganggap bahwa berlutut merupakan ungkapan kepercayaan kepada takhayul. Aristoteles bahkan mengatakan bahwa berlutut merupakan bentuk kelakuan yang tidak beradab. Meskipun demikian, keyakinan ini sama sekali tidak pernah diikuti oleh umat Allah.

Dalam Mazmur 95:6, pemazmur menyatakan bahwa berlutut menunjukkan penghormatan yang sangat dalam kepada Allah. Di dalam satu ayat ini, pemazmur menggunakan tiga kata Ibrani yang berbeda untuk menunjukkan bagaimana seharusnya sikap dan posisi seorang penyembah.

Yang pertama, pemazmur menggunakan kata sujud, yakni posisi berlutut dengan dahi merapat ke lantai sebagai tanda hormat kepada Tuhan yang berarti setia kepada-Nya. Kata kedua yang digunakannya ialah menyembah, yang artinya bertelut untuk memberi hormat dan menyembah Tuhan. Kemudian, ia menggunakan kata berlutut, yang berarti melipat lutut sebagai tumpuan berdiri untuk memuji Allah.

Menurut pemazmur, berlutut di hadirat Allah adalah tanda penghormatan, bukan bentuk kelakuan tidak beradab. Meskipun demikian, yang penting bukan hanya posisi tubuh kita, melainkan juga sikap kerendahan hati kita --MLW

16 September 2007

Puji-pujian di Hati

Nats : Bersorak-soraklah bagi Tuhan, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah! (Mazmur 98:4)
Bacaan : Mazmur 98

Bakat menyanyi muncul secara alami pada diri keempat anak von Trapp. Mereka adalah cicit dari Kapten Georg von Trapp, yang kisah cintanya dengan istri keduanya, Maria, menginspirasi pembuatan film The Sound of Music pada tahun 1965.

Setelah kakek mereka, Werner von Trapp, terkena stroke, empat bersaudara yang tinggal di Montana itu merekam CD album pertama mereka untuk membuat sang kakek gembira. Tak lama setelah itu, mereka mengadakan pertunjukan keliling dunia. Stefan, ayah anak-anak itu, berkata, "Musik telah mendarah daging di dalam diri mereka."

Hati penulis kitab Mazmur 98 juga penuh dengan nyanyian. Ia berseru kepada orang lain untuk turut bersamanya menyanyikan "nyanyian baru bagi Tuhan, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib" (ayat 1). Ia memuji Allah yang telah memberi keselamatan, pembenaran, belas kasihan, dan kesetiaan-Nya (ayat 2,3). Hati sang pemazmur sedemikian penuh dengan puji-pujian, sehingga ia mengajak seluruh bumi bernyanyi, sungai-sungai bertepuk tangan, dan gunung-gunung bersorak-sorai (ayat 4,8).

Kita pun memiliki banyak hal untuk disyukuri -- hadiah-hadiah yang indah dari Allah berupa keluarga, sahabat, dan kecukupan yang disediakan-Nya setiap hari atas segala kebutuhan kita. Dia memelihara kita, anak-anak-Nya, dengan setia.

Mungkin kita tidak dapat menyanyi dengan merdu. Namun, tatkala kita mengingat semua yang Allah sediakan dan lakukan bagi kita, tak ada yang lebih baik untuk kita lakukan selain bersorak-sorai bagi-Nya (ayat 4) --AMC

1 Oktober 2007

Nyanyikanlah!

Nats : Bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib! (1Tawarikh 16:9)
Bacaan : 1Tawarikh 16:23-27

Hampir setiap hari saya berolahraga jalan pagi di taman dekat rumah kami di Boise. Pada saat yang sama, seorang wanita tua juga berjalan pagi di sana. Ia selalu berjalan searah jarum jam, sedangkan saya berjalan berlawanan dengan arah jarum jam, sehingga kami berpapasan dua kali untuk setiap putaran yang kami lalui.

Ia memiliki mata yang sangat indah dan wajah keriput yang semakin berkerut setiap kali ia tersenyum. Saat ia tersenyum, seluruh wajahnya ikut tersenyum! Ia mengidap Alzheimer.

Saat kami bertemu pertama kali, ia bertanya, "Apakah saya sudah menyanyikan lagu saya?" Saya berkata, "Belum, Bu." Maka ia menyanyikan sebuah lagu pendek tentang matahari: "Selamat pagi, Pak Matahari. ..." Lalu ia tersenyum, mengangkat tangan seperti sedang memberikan berkat, kemudian melanjutkan perjalanannya.

Kami pun berpisah, mengitari lapangan 180 derajat, sampai berpapasan kembali. Ia bertanya, "Apakah saya sudah menyanyikan lagu saya?" Saya berkata, "Nyanyikan lagi!" Dan ia pun bernyanyi kembali. Saya tidak dapat mengenyahkan lagunya yang ceria itu dari pikiran saya.

Saya ingin menjadi seperti wanita itu, yang menjalani hidup di dunia sambil bernyanyi dan bersenandung di dalam hati, menyanyikan Surya Kebenaran yang terbit dengan kesembuhan pada sayap-Nya (Maleakhi 4:2), serta meninggalkan kenangan yang kuat tentang kasih-Nya.

Semoga lagu-Nya senantiasa tinggal di hati dan bibir Anda hari ini. Dan, kiranya banyak orang mendengarnya serta menjadi percaya kepada Tuhan --DHR

16 Desember 2007

Waktu Sela

Nats : Dialah Raja Kemuliaan! Sela (Mazmur 24:10)
Bacaan : Mazmur 24:1-10

Raja Daud menyatakan: "Tuhan semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan" (Mazmur 24:10). Kata Sela kemudian ditambahkan di akhir mazmur ini dan di banyak mazmur lainnya. Sebagian orang percaya bahwa kata tersebut menunjuk pada selingan musik, sebab mazmur-mazmur itu kerap kali diiringi oleh musik. Para cendekiawan Alkitab juga mengusulkan kemungkinan arti-arti lainnya, termasuk "diam", "istirahat", "interupsi", "penekanan" [menonjolkan sebuah bagian dari lagu], "memuliakan", atau "akhir" [mengakhiri lagu].

Dengan merenungkan kata-kata tersebut di atas, kita dapat terbantu untuk mengambil "waktu Sela". Waktu itu kita gunakan untuk beristirahat dan menyembah Tuhan sepanjang hari ini.

Diamlah dan dengarkanlah suara Allah (Mazmur 46:11).

Istirahatlah dari jadwal yang sangat padat agar jiwa Anda kembali disegarkan (Mazmur 42:2,3).

Interupsilah hari itu untuk mengkaji kembali kerohanian Anda dan Anda akan disucikan (Mazmur 51:1-12).

Tonjolkanlah sukacita atas berkat-berkat Allah melalui ucapan syukur (Mazmur 65:10-14).

Muliakanlah nama Allah atas doa-doa yang dijawab meskipun merasa kecewa (Mazmur 40:2-4).

Akhirilah hari dengan merenungkan kesetiaan Tuhan (Mazmur 119:148).

Perenungan Daud tentang Allah mencakup waktu Sela. Dengan mengikuti teladannya, kita akan terbantu untuk menyembah Allah sepanjang hari -- HDF

1 Maret 2008

Menatah Kristus

Nats : Tetapi bukan dengan demikian kamu belajar mengenal Kristus (Efesus 4:20)
Bacaan : Efesus 4:17-32

Pada awal kariernya, Dannecker, seorang pemahat dari Prancis, terkenal karena karyanya yang menampilkan Ariadne dan dewi-dewi Yunani lainnya. Suatu kali ia terdorong untuk mencurahkan segenap energi dan waktunya untuk menghasilkan sebuah adikarya. Jadi, ia bertekad untuk mengukir sosok Kristus. Dua kali usahanya gagal sebelum akhirnya berhasil menatah patung Kristus secara prima. Karyanya begitu elok dan agung, sehingga setiap orang yang memandangnya tak ayal begitu mengagumi dan mencintainya.

Suatu kali ia menerima undangan dari Napoleon. "Datanglah ke Paris," kata Napoleon. "Tolong ukirkan bagi saya patung Venus untuk ditempatkan di Louvre." Dannecker menolak. Jawabannya sederhana, namun telak: "Tuan, tangan yang pernah memahat Kristus ini tak akan dapat lagi menatah dewi kafir."

Sosok Kristus yang sejati, Adikarya yang sesungguhnya, juga tengah "dipahat" di dalam diri setiap anak Tuhan. Kita dipanggil untuk menanggalkan manusia lama yang duniawi dan mengenakan manusia baru yang rohani. Kalau dahulu kita "diukir" menurut pola pikir duniawi yang cenderung egois dan merusak, sekarang kita tengah "ditatah" untuk menjadi manusia baru, serupa dengan karakter Kristus (ayat 22-24). Proses pembentukan ini berlangsung melalui ketaatan kepada pimpinan Tuhan.

Proses itu belum selesai. Dunia akan berusaha merusaknya dan "mencukil" kita kembali menurut polanya. Dannecker menantang kita untuk menolak upaya dunia dengan menyadari bahwa sebuah Adikarya tengah dikerjakan di dalam dan melalui kehidupan kita - ARS

22 April 2008

Perempuan yang Melayani

Nats : Beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat .... Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan harta milik mereka (Lukas 8:2,3)
Bacaan : Lukas 8:1-3

Seorang rekan pendeta dari Myanmar berkata bahwa di negerinya perempuan tidak diperbolehkan memimpin gereja. Jangankan menjadi pendeta, menjadi penatua di gereja pun tidak lazim. Demi melestarikan budaya patriarkat ini, warga gereja memakai ayat Alkitab. Perkataan Paulus bahwa "perempuan harus berdiam diri" dijadikan dasar pembenaran. Padahal faktanya, potensi dan peran perempuan sangat besar dalam gereja.

Lukas menceritakan, ketika Yesus dan para murid melayani, sekelompok perempuan mendukung mereka. Memang mereka tidak tampil di panggung. Perannya tak terlihat, tetapi sangat menentukan. Di situ ada Maria Magdalena. Setelah dipulihkan dari masa lalu yang gelap, ia memberi hidupnya untuk melayani Tuhan. Ada juga istri pejabat bernama Yohana. Dengan kekayaannya, ia berusaha mencukupi kebutuhan rombongan Yesus. Para perempuan ini memakai kemampuan dan bakat mereka untuk melayani Tuhan. Bahkan, saat Yesus disalib dan para murid melarikan diri, mereka justru bertahan. Mendampingi Yesus sampai mayat-Nya dibaringkan (Lukas 23:49,55). Ketika Yesus bangkit, merekalah yang pertama melihat-Nya dan menjadi saksi kunci kebangkitan-Nya (Lukas 24:10). Melalui merekalah berita Paskah tersebar ke mana-mana!

Dewasa ini, peran perempuan tak kalah pentingnya dalam hidup bergereja. Karena para suami sibuk di tempat kerja, para istrilah yang punya kepedulian tinggi terhadap pelayanan gereja. Mengurus konsumsi. Melawat yang sakit dan berduka. Mengatur rumah tangga gereja. Bahkan, memimpin jemaat. Sungguh, peran perempuan tak boleh dipandang sebelah mata -JTI

20 Juni 2008

Masih Ada Sisa

Nats : Mulai saat itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia (Yohanes 6:66)
Bacaan : Yesaya 10:20-27

Setiap orang pasti pernah kehilangan. Entah barang, harta, rumah, kesempatan, atau bahkan orang yang dicintai. Pengalaman kehilangan bisa melumpuhkan semangat hidup, bahkan mematikan pengharapan kita. Tengoklah betapa banyak orang yang putus asa akibat pahitnya pengalaman kehilangan.

Alkitab mencatat bahwa Allah pernah mengalami kehilangan umat yang dikasihi-Nya, karena berturut-turut mereka beralih kesetiaan. Jumlah orang yang percaya menurun secara bertahap. Israel menolak-Nya. Yehuda meninggalkan-Nya. Jumlah umat yang setia terus menipis. Namun, Dia tak pernah berhenti berkarya! Alih-alih memikirkan yang hilang, Dia memikirkan yang tersisa. Dia bekerja melalui mereka. Namanya "sisa Israel". Yesaya sedang menggemakan penghayatan iman yang dinamai Teologi Sisa.

Yohanes melaporkan tentang ribuan pengikut Yesus yang pergi sesudah mendengar firman keras yang menantang iman. Tersisa hanya 12 murid! Namun, Yesus tidak kecewa atau putus harap. Dia tetap bekerja dengan sisa komposisi 12 murid itu, yang kelak justru menjadi fondasi Gereja di seluruh dunia.

Jika Anda sedang mengalami kehilangan, jangan berfokus pada yang telah hilang atau pergi, melainkan pada yang masih ada. Tidak berarti semua itu tidak penting, namun bukankah hidup harus terus berjalan? Hari esok harus kita songsong dengan tetap maju dan berkarya dengan apa yang "tersisa". Sekecil apa pun itu. Waktu, kesempatan, kekuatan, keluarga, teman, sedikit uang ... apa saja yang masih ada pada kita. Hargai, syukuri, dan melangkahlah dengannya! —PAD

21 Juni 2008

Turut Kehilangan

Nats : Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Filipi 1:21)
Bacaan : Filipi 1:20-26

Pada sekitar abad ke-2 ada seorang yang bernama Aristides yang menulis kesaksian demikian tentang cara hidup orang kristiani pada zaman itu demikian: "Apabila ada di antara mereka yang meninggal, mereka tidak mengantar jenazah dengan ratapan dan tangisan, tetapi justru dengan nyanyian dan pujian. Mereka melakukannya seolah-olah sedang menghantar orang yang berpindah tempat; dari satu tempat ke tempat lain yang lebih baik."

Dalam perspektif iman kristiani, kematian hanyalah akhir dari kehidupan di dunia ini, sekaligus merupakan awal kehidupan baru dalam kekekalan. Kematian bisa diumpamakan sebagai orang yang membongkar kemah tempat tinggalnya (2 Korintus 5:2,4). Lalu ia pergi ke tempat baru, mendirikan kemah baru di sana, dan memulai lagi kehidupan yang baru.

Itulah sebabnya, seperti dikatakan oleh Rasul Paulus bahwa "hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan" bagi orang-orang yang hidup di dalam Kristus, maka kematian bukan lagi sesuatu yang menakutkan dan karenanya perlu diiringi dengan ratapan. Namun, kematian adalah sebuah "jalan" untuk hidup bersama-sama dengan Kristus. Kalaupun kita menangis, itu lebih karena diri kita yang kehilangan atau keluarga yang ditinggalkan. Sementara saudara yang meninggal itu sendiri sudah berada di tempat yang lebih baik.

Jadi, sebetulnya tidak tepat mengiringi seseorang yang meninggal dengan ucapan, "Turut berdukacita." Ucapan tersebut tidak mencerminkan iman kristiani. Untuk menyatakan empati dan simpati kepada keluarga, jauh lebih tepat bila kita mengucapkan: "Turut merasa kehilangan" —AYA

17 Agustus 2008

Cintai Negeri Kita

Nats : Ya Tuhan, sesuai dengan belas kasihan-Mu, biarlah kiranya murka dan amarah-Mu berlalu dari Yerusalem (Daniel 9:16)
Bacaan : Daniel 9:12-19

Dalam amanat kemerdekaan 17 Agustus 1963, Bung Karno mengungkap sedikit rahasia tentang bagaimana ia menulis amanatnya, "Saya menulis pidato ini sebagaimana biasa dengan perasaan cinta yang meluap-luap terhadap Tanah Air dan Bangsa ...." Dan, orang yang memiliki rasa cinta terhadap tanah air, pasti merindukan yang terbaik terjadi atas bangsanya.

Bacaan Alkitab hari ini berbicara tentang bangsa Israel yang telah banyak melakukan pelanggaran. Mereka meninggalkan Tuhan dan tidak mau berbalik dari dosa-dosanya. Karenanya bangsa ini tidak akan luput dari keadilan Tuhan-malapetaka bagi yang melanggar ketentuan-Nya. Daniel begitu mencintai bangsanya, itu sebabnya ia sangat sedih ketika menyadari bahwa bangsanya berada di ambang penghukuman Tuhan. Kondisi "carut-marut" bangsanya karena dosa, tidak mengurangi cinta Daniel. Karena itu, ia membawa bangsa Israel dalam doanya kepada Tuhan. Dalam kondisi yang seolah-olah tidak mungkin, Daniel memohon agar Tuhan mengampuni dan melepaskan bangsa Israel dari malapetaka (ayat 18).

Mari kita melihat ke dalam hati kita dan bertanya, sedalam apa kita mencintai negeri ini? Betul, negeri kita ini bukan negeri yang ideal, bahkan di sana-sini kita melihat kondisi yang memprihatikan, tetapi kiranya itu tidak mengurangi cinta kita. Sebab jika bukan kita yang mencintai negeri ini, lalu siapa lagi? Seperti Daniel, mari kita doakan negeri kita dengan penuh cinta. Kita mohonkan ampun atas pelanggaran yang telah dilakukan setiap elemen bangsa ini. Kita mohonkan belas kasihan Tuhan -CHA

21 Agustus 2008

Meninggalkan Kemapanan

Nats : Sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya bahwa ia akan menjadi bapak banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan (Roma 4:18)
Bacaan : Kejadian 12:1-4

Setelah lebih dari 25 tahun mengabdi, Pak Riko dimutasi oleh atasannya dari kantor pusat di Jakarta ke kantor cabang di Palangkaraya. Pak Riko panik. Baginya hanya ada dua pilihan: mutasi atau berhenti. Pindah ke tempat baru sungguh tak terbayangkan. Ia sudah mapan. Seluruh keluarganya ada di Jakarta. Istri dan keempat anaknya juga sudah puluhan tahun tinggal di Jakarta. Pindah tempat berarti harus memulai lagi semuanya dari nol.

Meninggalkan kemapanan hidup memang bukan perkara mudah. Ketika Abram dipanggil Tuhan untuk meninggalkan negerinya, ia pun pasti bergumul berat. Pada usia 75 tahun, Abram tentu sudah sangat mapan. Sudah menyatu dengan lingkungan Ur-Kasdim. Lantas, mengapa Tuhan menyuruhnya pergi jauh? Rupanya Abram hidup dalam lingkungan penyembah "allah lain" (Yosua 24:2). Keluarga dan masyarakatnya menyembah dewa-dewi Babel. Setelah Abram beriman, Tuhan memintanya pergi membangun sebuah generasi baru yang takut akan Tuhan. Ada janji yang indah: dari Abram akan lahir bangsa yang besar. Namun janji itu baru terwujud jika ia berani meninggalkan kemapanan. Akhirnya Abram berangkat juga. Apa dasarnya? Iman! Imanlah yang memberanikan orang menerobos kemapanan.

Ada saat dalam hidup di mana kita perlu meninggalkan zona nyaman. Misalnya, saat pindah kerja, membuka bisnis baru, memasuki pernikahan, atau saat kita kehilangan apa yang kita andalkan. Jika saat itu tiba, jangan takut melangkah. Jangan menunggu sampai semua sudah tampak pasti, baru bertindak. Beriman berarti memberanikan diri melangkah dengan terus melihat ke mana Tuhan akan memimpin -JTI

26 September 2008

Taste

Nats : Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang (Matius 5:13)
Bacaan : Matius 5:13-16

Rasa membuat makanan dicari dan dikenang orang, Entah itu pedasnya rica-rica, masamnya mangga muda, manisnya coklat, pahitnya kopi, atau asinnya sayur asin. Manusia menyukai makanan yang punya taste (rasa). Kita tidak suka makanan yang hambar, kecuali terpaksa bila sedang sakit. Taste, walaupun hanya sampai di ujung lidah tetapi menjadi sesuatu yang sangat penting.

Matius 5:13 juga berbicara tentang taste. Tuhan Yesus menyampaikan bahwa para murid-Nya harus memiliki taste di dunia ini, sehingga kehadiran mereka dirasakan dan dikenang oleh orang lain. Orang kristiani yang yang tidak punya taste ibarat garam yang kehilangan rasa alias tidak ada gunanya. Perkataan itu keras dan begitu tajam, tetapi itulah panggilan yang kita terima dari Tuhan sebagai anak-anak-Nya. Harus memiliki taste supaya kehadiran kita dapat dirasakan dan dikenang oleh orang lain.

Oleh sebab itu, hal yang harus selalu kita tanyakan kepada diri kita sendiri, di mana pun kita berada, entah di rumah, sekolah, tempat kerja, gereja atau lingkungan masyarakat adalah "apakah arti kehadiran kita sebagai orang kristiani sudah dapat mereka rasakan? Atau jangan-jangan ada dan tidak adanya kita tidak ada bedanya?" Ingat, Tuhan memanggil kita supaya berguna bagi orang lain. Membuat lingkungan lebih baik. Membawa terang. Memberi sukacita. Menjadi berkat. Jadi mari berdoa sambil terus berusaha untuk menjadi seperti sebuah lagu yang sering kita nyanyikan, "Jadikan aku saluran berkat-Mu". Bila setiap kita menjadi saluran berkat, maka dunia pun akan merasakan "nikmatnya" taste kehadiran anak-anak Tuhan -RY



TIP #19: Centang "Pencarian Tepat" pada Pencarian Universal untuk pencarian teks alkitab tanpa keluarga katanya. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA