Pelayanan Yeremia sebagai nabi diarahkan kepada kerajaan selatan Yehuda,
sepanjang 40 tahun terakhir dari sejarahnya (626-586 SM). Ia masih hidup
untuk menyaksikan serbuan Babel ke Yehuda yang berakhir dengan kebinasaan
Yerusalem dan Bait Suci. Karena tugas Yeremia ialah bernubuat kepada bangsa
itu selama tahun-tahun akhir dari kemunduran dan kejatuhannya, dapatlah
dimengerti bahwa, kitabnya penuh dengan kesuraman dan firasat buruk.
Yeremia, putra seorang imam, lahir dan dibesarkan di Anatot, desa para imam
(6 km di timur laut dari Yerusalem) selama pemerintahan Raja Manasye yang
jahat. Yeremia memulai pelayanan sebagai nabi pada tahun ke-13 pemerintahan
Raja Yosia yang baik, dan ia ikut mendukung gerakan pembaharuan Yosia. Akan
tetapi, ia segera menyadari bahwa gerakan itu tidak menghasilkan perubahan
yang sungguh-sungguh dalam hati bangsa itu; Yeremia mengingatkan bahwa jika
tidak ada pertobatan nasional sejati, maka hukuman dan pemusnahan akan
datang dengan tiba-tiba.
Pada tahun 612 SM, Asyur dikalahkan oleh suatu koalisi Babel. Sekitar empat
tahun setelah kematian Raja Yosia, Mesir dikalahkan oleh Babel pada
pertempuran di Karkemis (605 SM; lih. Yer 46:2). Pada tahun yang sama
pasukan Babel di bawah pimpinan Nebukadnezar menyerang Palestina, merebut
Yerusalem dan membawa sebagian pemuda pilihan dari Yerusalem ke Babel, di
antara mereka terdapat Daniel dan ketiga sahabatnya. Penyerbuan kedua ke
Yerusalem terjadi tahun 597 SM; ketika itu dibawa 10.000 orang tawanan ke
Babel, di antaranya terdapat Yehezkiel. Selama ini nubuat Yeremia yang
memperingatkan tentang hukuman Allah yang mendatang tidak diperhatikan.
Kehancuran terakhir menimpa Yerusalem, Bait Suci, dan seluruh kerajaan
Yehuda dalam tahun 586 SM.
Kitab nubuat ini menunjukkan bahwa Yeremia, sering kali disebut "nabi
peratap," merupakan seorang yang membawa amanat keras namun berhati lembut
dan hancur (mis. Yer 8:21--9:1). Sifatnya yang lembut itu menjadikan
penderitaannya makin mendalam ketika firman nubuat Allah ditolak dengan
angkuh oleh kerabat dan sahabat, imam dan raja, dan sebagian besar bangsa
Yehuda. Walaupun sepi dan ditolak seumur hidupnya, Yeremia termasuk nabi
yang paling tegas dan berani. Kendatipun berhadapan dengan perlawanan yang
berat, dengan setia ia melaksanakan panggilannya sebagai nabi untuk
memperingatkan sesama warga Yehuda bahwa hukuman Allah makin dekat. Ketika
merangkum kehidupan Yeremia, seorang penulis mengatakan: "Tidak pernah
manusia fana memperoleh beban yang begitu meremukkan. Sepanjang sejarah
bangsa Yahudi tidak pernah ada teladan kesungguhan yang begitu mendalam,
penderitaan tak henti-hentinya, pemberitaan amanat Allah tanpa takut, dan
syafaat tanpa kenal lelah dari seorang nabi seperti halnya Yeremia. Tetapi
tragedi kehidupannya ialah: bahwa ia berkhotbah kepada telinga yang tuli dan
menuai hanya kebencian sebagai balasan kasihnya kepada orang-orang
senegerinya" (Farley).
Penulis kitab ini jelas disebut yaitu Yeremia (Yer 1:1). Setelah
bernubuat selama 20 tahun di Yehuda, Yeremia diperintahkan Allah untuk
menuangkan amanatnya dalam bentuk tertulis; hal ini dilakukannya dengan
mendiktekan nubuat-nubuatnya kepada Barukh, juru tulisnya yang setia
(Yer 36:1-4). Karena Yeremia dilarang menghadap raja, Barukh diutus
untuk membacakan nubuat-nubuat itu di rumah Tuhan, dan setelah itu Yehudi
membacakannya kepada Raja Yoyakim. Raja itu menunjukkan sikap menghina
kepada Yeremia dan firman Allah dengan menyobek-nyobek kitab gulungan itu
dengan pisau lalu melemparkannya ke dalam api (Yer 36:22-23). Yeremia
kemudian mendiktekan kembali nubuat-nubuatnya kepada Barukh, kali ini ia
mencantumkan lebih banyak daripada di gulungan pertama. Kemungkinan besar,
Barukh menyusun kitab Yeremia dalam bentuk terakhirnya segera sesudah
wafatnya Yeremia (+585 -- 580 SM).