Kitab Ayub adalah salah satu kitab dalam Alkitab yang terkenal karena menggambarkan penderitaan dan pertanyaan tentang keadilan di dunia ini. Pasal
34 terletak di bagian tengah kitab ini dan merupakan bagian dari dialog antara Ayub dan tiga temannya yang mencoba menjelaskan mengapa Ayub mengalami penderitaan.
Dalam konteks historis, Kitab Ayub diyakini ditulis pada periode setelah kehancuran Bait Suci pertama di Yerusalem, sekitar abad ke-6 SM. Kitab ini menggambarkan kehidupan seorang pria yang kaya dan saleh bernama Ayub, yang diuji oleh Setan dengan kehilangan harta, keluarga, dan kesehatannya.
Dalam konteks budaya, Ayub hidup dalam masyarakat kuno Timur Tengah yang dipengaruhi oleh kepercayaan dan praktik keagamaan politeistik. Kitab Ayub menantang pandangan tradisional tentang hubungan antara penderitaan dan dosa, serta mengajukan pertanyaan tentang keadilan Allah.
Dalam konteks literatur, Kitab Ayub termasuk dalam genre sastra hikayat atau puisi. Dialog antara Ayub dan teman-temannya mengandung retorika dan argumen yang kompleks, serta penggunaan bahasa metaforis dan simbolis.
Sebelum pasal
34, Ayub telah mengeluhkan penderitaannya kepada Allah dan mencari jawaban tentang mengapa dia harus menderita. Teman-temannya, yang bernama Elifas, Bildad, dan Zofar, mencoba meyakinkan Ayub bahwa penderitaannya adalah akibat dosa yang disembunyikan. Namun, Ayub menolak klaim mereka dan bersikeras bahwa dia tidak bersalah.
Dalam pasal
34, seorang pria muda bernama Elihu muncul dan berbicara kepada Ayub dan teman-temannya. Elihu mengkritik teman-teman Ayub karena tidak memberikan jawaban yang memuaskan dan mengklaim bahwa dia memiliki kebijaksanaan yang diberikan oleh Roh Allah. Elihu menegaskan bahwa Allah adil dan tidak berdosa, dan bahwa penderitaan Ayub mungkin merupakan cara Allah untuk mengajarinya pelajaran.
Secara teologis, pasal
34 menyoroti pertanyaan tentang keadilan Allah dan peran penderitaan dalam kehidupan manusia. Elihu mencoba memberikan perspektif baru tentang penderitaan Ayub, meskipun nantinya dialog ini akan terus berkembang hingga Allah sendiri berbicara kepada Ayub dalam pasal-pasal berikutnya.