Apakah meningkatnya kekayaan gereja dan sumber-sumber duniawi dapat dianggap sebagai tanda rohani yang sehat?
Sejarah menunjukkan bahwa ini bukanlah tanda yang sehat. Periode-periode kemakmuran duniawi gereja biasanya menjadi periode-periode kemerosotan moral. Ada suatu kecenderungan pada masa itu untuk mengatakan, sebagaimana dilakukan jemaat di Laodikia (Why. 3:17), "Aku kaya dan aku bertambah dalam kebaikan dan aku tidak kekurangan apa-apa". Pada saat yang sama, kepemilikan akan kekayaan tidak bertentangan dengan kerohanian. Sebagaimana halnya di negara Amerika, ada orang-orang kaya yang mengabdikan kekayaan mereka bagi Allah. Seorang usahawan Kristen yang bersungguh-sungguh dalam bisnis bisa berhasil baik dengan memakai prinsip-prinsip kekristenan, yang menimbulkan kerajinan, integritas dan hidup yang bersih. Kita bisa bayangkan sebuah gereja yang beranggotakan orang-orang kaya, akan menjadi gereja yang besar kuasanya, menyumbang secara dermawan demi kemajuan Kerajaan Kristus, dan melakukan sejumlah besar sekali kebaikan dalam meringankan beban kaum miskin. Tidak ada sesuatu pun di dalam kekayaan itu sendiri yang mengubah seseorang menjadi tidak layak bagi Kerajaan Allah. Adalah sukar baginya untuk memasukinya, sebagaimana yang difirmankan Kristus, sebab sudah sifat manusia untuk mudah jatuh cinta pada kekayaannya dan mempercayainya; tetapi ketika seorang kaya benar-benar memberikan dirinya kepada Tuhan, dia memiliki berbagai kesempatan untuk melayani dengan cara yang tidak terjangkau orang yang kurang mampu; dan kalau dia mempergunakannya dengan setia, dia akan menjadi lebih berguna, dan melakukan lebih banyak kebaikan. Orang-orang seperti ini pernah ada, dan masih ada sekarang ini. Gereja, sama dengan tiap pribadi, bisa mempercayai kekayaannya; dan jika memang demikian, ini akan menjadi suatu kondisi yang tidak sehat; tetapi mereka bisa mengabdikan kekayaan, dan akan mampu melakukan pelayanan dengan lebih baik. Kita harus memperhatikan tanda-tanda lain untuk dipelajari jikalau kepemilikan atas kekayaan memakan jiwanya, membuatnya bangga, sombong dan keji, ataukah membuatnya suka menolong, dermawan dan berbelas kasih, sebelum kita bisa menyimpulkan apakah ini lebih baik atau lebih buruk karena kekayaannya.
Artikel yang terkait dengan Wahyu: