Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 10 No. 2 Tahun 1995 > 
SPIRITUALITAS KAUM INJILI DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK YANG SEDANG MEMBANGUN DI INDONESIA 
Penulis: Samuel Wahyudi799
 PENDAHULUAN

Tak dapat disangkal bahwa gereja-gereja di Indonesia berada dalam suatu tatanan masyarakat majemuk yang sedang membangun. Gereja Tuhan terpanggil untuk ikut berperan serta dalam pembangunan nasional Indonesia. Gereja ditantang untuk menyatakan suara kenabiannya, yakni menghadirkan syalom Allah di bumi Indonesia. Berpijak pada basil Sidang Raya DGI (sekarang PGI) di Pematang Siantar tahun 1971, dijabarkan bahwa kesejahteraan dan perdamaian dalam pembangunan bangsa Indonesia tidaklah mungkin tercapai kalau rakyat tetap dalam kemiskinan. Oleh sebab itu, menurut sidang raya ini, Injil perlu dipahami dan diformulasikan ulang sebagai berita kesukaan yang nyata kepada orang-orang miskin atau pembebasan dari belenggu kemelaratan sebagai realisasi konkret datangnya rahmat Allah.797

Di satu sisi, gereja dari kalangan Injili kerapkali dicap sebagai kaum pietis, yang hanya memperhatikan sisi rohani manusia dan mengambil sikap acuh tak acuh terhadap kondisi dunia yang sedang terjadi. Di sisi lain, gereja-gereja yang membawa semangat oikumenikal dicap sebagai gereja liberal yang terlalu banyak menekankan sisi kemanusiaan dari pelayanan gereja dan membuat kebenaran Alkitab menjadi relatif.798

Benarkah kedua pendapat kontras tersebut mewakili kenyataan yang sedang terjadi saat ini (khususnya pada gereja-gereja Injili)? Apakah benar nilai-nilai spiritualitas Injili memisahkan diri dari pembangunan nasional Indonesia? Tulisan ini mencoba meluruskan permasalahan anggapan terhadap kaum Injili. Penulis yakin bahwa kaum Injili di Indonesia termasuk bagian integral dari masyarakat majemuk yang sedang membangun.

 SPIRITULITAS DALAM NEGARA PANCASILA

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dapat dilihat dalam kerangka dua kutub kenegaraan: Negara agama atau negara sekuler. Bung Karno pernah mengusulkan Pancasila kepada Badan Penyelidik Usaha Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sebagai sarana mengatasi pertentangan golongan Islam dan golongan Nasionalis. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, mengesahkan konsensus nasional bangsa Indonesia bahwa di Indonesia di satu sisi memajukan dan mendukung kehidupan beragama, tetapi di sisi lain tidak memaksakannya kepada masyarakat.800 Hal ini dapat mempersempit arti Pancasila sebagai ideologi yang mengatur masalah keagamaan saja, padahal masalah lain -- selain keagamaan juga diatur keempat sila yang lain. Artinya hakekat sila pertama tidak dapat dipisah-pisahkan dengan sila yang lain. Sila-sila itu menetapkan bahwa bangsa Indonesia mempunyai tujuan membangun masyarakat yang manusiawi dan adil, bangsa Indonesia mau menjunjung tinggi kebangsaan Indonesia tanpa maksud merendahkan bangsa lain, bahwa sistem politik negara bangsa Indonesia bercorak demokratis, yaitu demokrasi yang berjiwa lima sila Pancasila, dan bangsa Indonesia bertekad untuk membongkar segala ketidakadilan.

Dengan demikian, dalam konteks kehidupan bernegara di Indonesia. Pancasila memberikan ruang gerak kepada setiap umat beragama untuk saling berkomunikasi secara sehat yang lazim dikenal dengan toleransi. Toleransi menunjukkan pada kerelaan dan kesediaan untuk memasuki suatu suasana harmonis dari berbagai latar belakang agama demi tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Melihat tekad demikian, kaum Injili harus termasuk dan terlibat di dalamnya. Spiritualitas Injili harus menimbulkan semangat untuk berpartisipasi dalam pembangunan negara Indonesia. Ini adalah refleksi bahwa Pancasila bukan sembarang ideologi.801 Sebab, kita yakin bahwa Pancasila hadir di Indonesia sesuai dengan kehendak Allah yang mengatur hidup bersama antar manusia di alam Indonesia ini.802 Dengan spiritualitas Injili kita sebagai warganegara yang baik mencintai negara Indonesia, ikut berusaha agar cita-cita Pancasila terwujud, ikut memperjuangkan kemurnian cita-cita dasar negara kita melawan segala bentuk ketidakadilan.803

 MAKNA SPIRITUALITAS INJILI

Spiritualitas Injili berdasar manifestasi dalam iman kepada Yesus Kristus yang adalah jalan, kebenaran dan hidup804. Di dalamnya terkandung cita-cita yang menjiwai seluruh jati diri dan cara bertindak, yakni meneladani Kristus, baik ajaran-Nya maupun kehidupan dan pelayanan-Nya.805 Hakekat orang Kristen sejati adalah umat yang percaya bahwa Allah menyelamatkan manusia hanya melalui anugerah Allah dalam Yesus Kristus karena Yesus adalah penyataan Allah sendiri.806 Umat percaya tidak hanya dilihat sebagai individu, melainkan juga dalam kebersatuan. Kita mengamini bahwa kita adalah anggota satu umat itu yang dipersatukan dalam roti dan cawan Tuhan.

Sebagai umat Tuhan, selain dipanggil untuk membangun tubuh Kristus, yaitu Gereja, kaum Injili juga dipanggil untuk menyatakan kerajaan Allah di muka bumi ini termasuk Indonesia.807 Jawaban terhadap panggilan Allah itu haruslah secara nyata, antara lain: Marturia dan Diakonia (yang berkaitan dalam hal ini).

Marturia tidaklah berarti kaum Injili 'sekedar' diutus untuk mempropagandakan agama Kristen, mencari massa dan pengikut yang kemudian menjadi gerakan politik tertentu untuk menggalang kekuatan dalam mendirikan kerajaan Allah: sebab konsep kerajaan Allah yang dimaksud adalah kedaulatan dan keadilan Allah dinyatakan melalui kesaksian hidup dan sikap-sikap dan cara kaum Injili bertindak.808 Jadi sikap kita (kaum Injili), harus mencerminkan semangat Injil itu sendiri, yaitu tanpa pamrih dan dengan semangat kasih berperan serta dalam pembangunan nasional. Apabila ternyata terdapat orang-orang yang melalui kesaksian hidup kita digerakkan oleh Roh Kudus untuk masuk ke dalam satu umat dengan kita, itulah karya Allah. Di tingkat sosial politik kita membela hak mereka untuk dapat mengikut Kristus, serta hak kita untuk memberikan kesaksian yang tanpa pamrih. Kita diutus bukan sekedar untuk mencari jumlah, melainkan untuk memberikan kesaksian yang nyata: Allah di dalam kedaulatan-Nya mengetahui siapa yang dipanggil menjadi umat-Nya dan siapa yang 'dibiarkan' untuk mengambil jalan yang lain.809

Sedangkan diakonia merupakan sikap melayani serta ikut memajukan masyarakat yang digerakkan oleh cinta dan rasa kesetiakawanan.810 Dalam hal ini kita tidak menganggap diri lebih tinggi dari orang lain bahkan rela belajar untuk menjadi lebih rendah sebagaimana teladan Kristus.811 Jadi, tidak ada dasar sama sekali untuk menganggap diri lebih dari yang lain sebab hal demikian bukanlah hakekat pola pelayanan Kristus.

Di tengah-tengah masyarakat yang majemuk ini, kita menyadari bahwa kita hanyalah salah satu dari sekian banyak keberadaan, bukan satu-satunya. Itu tidak pula berarti kita dipanggil untuk memisahkan diri dari bagian integral masyarakat Indonesia. Justru nilai-nilai spiritualitas Injili menjadi nyata apabila gereja-gereja Injili berperan serta langsung.

 KAUM INJILI DI TENGAH-TENGAH MASYARAKAT YANG MAJEMUK

Realitas Indonesia merupakan negara yang majemuk yang di dalamnya terdapat pluraritas keagamaan mengandung arti bahwa kekristenan tidaklah seorang diri. Meskipun kekristenan berada di tengah iman yang berbeda,812 secara kualitatif setiap warga negara Indonesia memiliki persamaan hak-hak asasi.813 Sebagai warga negara yang baik, kita harus menjunjung tinggi menjunjung tinggi Pancasila (dalam hal ini adalah sila pertama). Dengan dasar ini kita yakin bahwa toleransi keagamaan secara murni dan konsekuen dituntut dari umat yang berbeda agama.814

Maka, kita tidak boleh menjadi kelompok eksklusif yang menarik diri dari dunia sehingga hakekat kita yang harus berperan sebagai garam dan terang bagi dunia terbatas bagi kelompok kalangan sendiri saja. Namun kita juga tidak boleh kompromi dalam prinsip-prinsip kebenaran yang kita yakini. Jangan sampai hakekat kebenaran Kristen kehilangan keunikannya. Dalam hal ini, jangan pula kita terjebak untuk menengahi dengan mencampuradukkan kebenaran-kebenaran yang ada menjadi suatu kebenaran baru yang dapat diterima semua golongan.

Untuk lebih jelasnya, dampak-dampak di atas kita rinci sebagai berikut:

1. Relativisme. Pengertian relatif didapatkan tatkala kita membandingkan sesuatu dengan yang lain, dalam hal ini nilai kebenaran menjadi sangat bergantung pada kebudayaan, lingkungan dan perkembangan jaman yang ada. Alhasil, keunikan dan kemutlakan kebenaran telah menjadi tidak ada,815 sehingga hakekat Kristus yang adalah satu-satunya jalan dan Alkitab yang adalah satu-satunya wahyu Allah yang proposisional menjadi relatif. Hal ini akan berakibat umat Kristen tenggelam dalam skeptisisme dengan iman Kristen itu sendiri (bdk. Yohanes 14:6; Kisah 4:12).

2. Sinkretisme. Sinkretisme adalah merupakan usaha untuk mencari suatu titik temu dari kontras-kontras yang ada dengan mencampuradukkan keragaman kebenaran menjadi suatu kebenaran baru yang dapat dipegang bersama. Dengan kata lain ada beberapa hal yang dikorbankan demi persatuan.816 Padahal kebenaran baru dalam kebenaran yang sangat kompromistis yang hakekatnya bukanlah kebenaran. Sementara itu hakekat Allah yang menyatakan diri melalui Alkitab adalah Allah yang Esa dan berpribadi (Kel 3:14).

3. Menurut penulis, keberadaan umat lain janganlah hanya dipandang sebagai orang-orang bukan Kristen, dalam arti di dunia dan di Indonesia ini kehadiran umat lain tidaklah di luar kehendak Allah. Allah menghendaki agar kita bersikap positif terhadap umat lain, bukan hanya terhadap individu-individu, melainkan sebagai satu umat. Sikap cinta kepada agama lain bukanlah berarti kita menjadi setuju dengan relativisme agama, melainkan kita memiliki spiritualitas yang kontekstual dan real untuk menanggapi realitas yang dititipkan Allah kepada kita. Oleh sebab itu, terhadap masyarakat yang tidak beriman Kristen pun kita wajib memberikan pelayanan yang tanpa pamrih, bahkan andaikata dimusuhi. Yesus sendiri tidak pernah berhenti mengasihi pada waktu dimusuhi.

 KESIMPULAN

Spiritualitas kita sebagai kaum Injili dalam masyarakat Indonesia bukanlah sekedar merupakan sikap batin belaka. Itu harus menjadi nyata dalam pola tindak kita. Kita berperan serta dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun bukan hanya sebagai orang Kristen secara individu, melainkan sebagai satu umat yang menjadi bagian integral masyarakat Indonesia. Sikap demikian mencakup sikap positif dan mencintai, keteladanan hidup Kristiani sebagai gaya alternatif di tengah masyarakat serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi terhadap kaum marjinal. Sehingga, kita bisa mengklaim bahwa kaum Injili tidaklah identik dengan pietisme sempit!

Kita harus mengerti dan menerapkan makna toleransi secara tepat: berpijak dari arti kata dalam bahasa Latin, tolerare yakni bertahan, memikul. Toleran maksudnya ialah saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai atau memberi tempat pada orang lain walaupun kedua belah pihak tidak sependapat. Dituntut kerelaan untuk menerima kenyataan adanya 'orang lain di sekitar kita.817 Makna toleransi antar umat beragama di Indonesia merupakan kerukunan antar umat yang berdasar dan bertitik tolak beda tetapi saling memikul untuk mencapai satu tujuan.

Tak lepas dari tatanan sosial di bawah naungan landasan hukum yang berlaku di Indonesia yaitu sila pertama Pancasila dan UUD'45 pasal 29 ayat 1 dan 2, maka menyatakan siapa diri kita sebagai anak-anak Allah, bukanlah berarti tidak rela atas keberadaan umat lain. Sebaliknya kita harus menyaksikan apa yang kita alami secara pribadi (dengan segala kerendahan hati seperti Kristus). Kita menyatakan apa yang kita imani kepada orang lain melalui kesaksian hidup atau dialog yang sehat.



TIP #09: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab dan catatan hanya seukuran layar atau memanjang. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA