Resource > Jurnal Pelita Zaman >  Volume 8 No. 1 Tahun 1993 > 
MENGENAL APOLOGETIKA KRISTEN KONTEMPORER 
Penulis: Dorothy Irene Marx

Alkitab menyaksikan bahwa sejak permulaan zaman musuh Allah dan manusia, yaitu Iblis, selalu berusaha merusak pekerjaan Allah. Dalam kitab Kejadian kita dapat pelajari bagaimana Iblis menggoda Adam dan Hawa sehingga mereka jatuh ke dalam dosa (Kej 3:1-7). Untuk seterusnya ia selalu menggoda dan membawa manusia kepada keraguan akan Allah. Bila perlu ia memutarbalikkan ajaran dan perintah Allah agar manusia pada akhirnya menyangkal Allah.

Pada masa kini Iblis juga melakukan serangan-serangan terhadap kemurnian iman Kristen secara gencar dan hebat, khususnya dalam hal keilahian Kristus dan otoritas Alkitab. Dalam serangannya ia telah mempergunakan pihak-pihak baik dari luar maupun dari dalam Kekristenan yang justru lebih berbahaya. Untuk itu, umat Kristen harus mau dan mampu menangkis setiap serangan terhadap kemurnian dan kebenaran imannya. Tugas ini pernah dilakukan oleh para rasul, misalnya Petrus pada hari Pentakosta (Kis 2). Demikian pula Yudas, saudara Tuhan Yesus, yang didorong semangat membela ajaran para rasul, telah menyurati orang-orang Kristen (Yud 1:3). Upaya-upaya mempertahankan kemurnian dan kebenaran ajaran iman seperti yang mereka lakukan itu disebut "apologetika."

Sebab itu, kita perlu memahami istilah tersebut secara benar dan mendalam; termasuk juga memahami ruang lingkup serta tujuannya. Hal itu akan membuat kita dapat bersikap dan bertindak mempertahankan ajaran iman Kristen sebagaimana mestinya. Selain itu kita pun harus memahami inti, dasar dan latar belakang setiap ajaran pihak penyerang; di samping itu bagaimana Alkitab sendiri menilai ajaran tersebut. Pendeknya, dalam upaya berapologetik kita senantiasa harus bersikap obyektif dan berlandaskan Alkitab.

Tujuan tulisan ini hanyalah memberi sedikit tentang dasar-dasar apologetika Kristen dan mengulas beberapa ajaran yang menyerang kemurnian iman serta bagaimana menjawabnya berdasarkan Alkitab. Tentu saja tulisan yang ringkas ini tidak dapat menampung semua kebutuhan yang diperlukan untuk menjadikan kita pembela ajaran yang tangguh. Minimal, target tulisan ini adalah agar para pembaca mempunyai dasar pijak untuk berpikir dan bertindak dengan benar dalam rangka tugas penting kita yaitu membela kebenaran dan kemurnian ajaran iman Kristen.

 ARTI DAN TUJUAN APOLOGETIKA

Ada dua istilah yang berkaitan dengan apologetika yaitu apologeomai dan apologetic. Apologeomai artinya membela atau mempertahankan diri dari serangan-serangan. Contoh dari pengertian ini adalah sikap Paulus ketika mempertahankan diri terhadap tuduhan-tuduhan berat dari orang Yahudi di pengadilan Kaifatea (Kis 25:1-12). Ia menyanggah tuduhan itu "....Aku sedikitpun tidak bersalah, baik terhadap hukum Taurat orang Yahudi maupun terhadap Bait Allah atau terhadap Kaisar" (Kis 25:8).

Dalam istilah apologetic terkandung pengertian melakukan segala sesuatu guna mempertahankan iman Kristen dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan demikian dapat dikatakan, apologetic merupakan pernyataan secara sistematis tentang otoritas dan sumber wibawa ilahi dari ajaran iman Kristen (bdk. 1Ptr 3:15).

Secara ringkas dapat disebutkan beberapa tujuan pokok apologetik,; antara lain:

- Membela berita Injil terhadap kritik dan distorsi, baik karena penyalahgunaan maupun penyalahtafsiran Alkitab.

- Menyaksikan kredibilitas iman Kristen; membongkar dan menghancurkan (merombak) ajaran-ajaran yang Salah.

- Mempertahankan dan tetap memberitakan ajaran yang benar.

- Membentangkan seluas-luasnya wawasan (worldview) iman Kristen.

 ASPEK POLITIS DAN SPIRITUAL DARI APOLOGETIK

Dari aspek politis tujuan apologetik ialah agar orang Kristen memperoleh toleransi dan pengakuan hak yuridis akan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat yang majemuk. Upaya ini sangat dibutuhkan, khususnya bagi orang Kristen yang hidup di lingkungan mayoritas non Kristen. Melalui apologetika kita memberitakan hal yang benar tentang iman Kristen agar masyarakat bisa mengerti hal itu serta tidak salah paham, dengan harapan agar kita dapat hidup dan bekerja sama dengan mereka dalam suasana penuh toleransi. Tetapi perlu digarisbawahi bahwa bekerja sama dan bertoleransi bukanlah sinkretisme. Bertoleransi artinya menghormati keberadaan ajaran agama lain tanpa harus melunturkan apalagi mengorbankan kebenaran ajaran iman kita.

Sedangkan dari aspek spiritual, untuk melakukan tugas ini jelas sangat dibutuhkan keberanian yang besar dan benar. Keberanian tersebut harus dilandasi oleh kenyataan, sejarah dan relevansi ajaran iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Keberanian berapologetik dimungkinkan karena Allah telah menyatakan diriNya di dalam dan melalui firmanNya. Penyataan inilah yang mengubah kualitas spiritual orang Kristen sehingga melalui pengenalan dan pengalaman yang benar bersama Allah sumber kebenaran dapat mendorongnya, memberanikan dan memampukannya untuk membela kebenaran imannya.

 APOLOGETIKA SUBYEKTIF DAN OBYEKTIF

Apologetika subyektif dilakukan atas dasar alasan subyektif. Artinya, setiap pembela kebenaran dan kemurnian iman haruslah terlebih dahulu mengalami pertemuan pribadi dengan Allah agar mata rohani mereka terbuka sehingga menyadari, memahami dan mengalami keberadaan dan kehadiran Allah. Mereka pun harus sungguh memahami dan tunduk pada otoritas Allah disertai dengan perubahan radikal kehidupan rohani mereka. Itulah ciri kehidupan para rasul dalam kesaksian Alkitab dan para martir dalam sejarah gereja. Tokoh-tokoh apologetik subyektif antara lain ialah Martin Luther tokoh Reformasi, teolog besar Karl Barth, dan ilmuwan besar Blaise Pascal dan sebagainya.

Apologetika obyektif dilakukan berlandaskan pemahaman obyektif dan sistematis tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi, yang melaluinya Allah telah menyatakan diri. Peristiwa-peristiwa itu diamati, di telaah dan dipahami secara obyektif dan ilmiah. Selanjutnya hasil studi tersebut digunakan untuk mempertahankan kebenaran dan kemurnian iman, bahkan sekaligus untuk mengalahkan serangan-serangan lawan.

Apologetika subyektif dan obyektif merupakan suatu kesatuan; keduanya saling melengkapi. Hanya orang-orang yang hidupnya telah diperbaharui oleh Roh Kudus yang mau dan mampu membela iman, sebab mereka telah menyadari, memahami dan mengalami sendiri kebenaran itu. Kesemuanya itu membuat mereka terdorong untuk rela berkorban bahkan bila perlu mati demi membela kebenaran iman Kristen, sebab mereka sadar, bahwa apa yang mereka pertahankan bukanlah dongeng atau khayalan atau sesuatu yang sugestif melainkan kepercayaan kepada Allah yang benar dan hidup, yang telah menyatakan diriNya paling jelas di dalam dan melalui tiap aspek karya keselamatan Tuhan Yesus Kristus. Kenyataan itulah yang memampukan orang Kristen mempertanggungjawabkan imannya secara sistematis, kritis dan ilmiah.

 IMAN DALAM APOLOGETIKA

Apologetika Kristen bukanlah pembelaan ilmiah akademik yang dingin dan mati. Kemampuan intelek semata bukanlah alat yang handal untuk membela kebenaran. Tujuan akhir apologetika Kristen adalah supaya semua makhluk dapat mengenal Allah, memahami kebenaran firmanNya dan menyerahkan hidup mereka kepadaNya. Dengan demikian tugas apologetika haruslah menyampaikan Injil yang membawa manusia ke dalam kehidupan bersama Allah.

Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa usaha berapologetik adalah tugas yang menuntut para pelakunya mempertaruhkan seluruh hidupnya di tangan Tuhan, suatu tugas kehidupan yang berjuang dalam iman. Apakah yang dimaksud dengan iman?

Menurut F. G. Healey, iman adalah "anugerah dan tanggung jawab." Sesungguhnya seseorang hanya dapat percaya bila imannya dibangun dan dibangkitkan oleh Roh Kudus dan pemberitaan firman Kristus (Rm 10:17). Baru mata rohaninya dicelikkan, sehingga ia menyadari serta menyesali dosanya dan datang kepada Tuhan Yesus Kristus. Kepintaran saja ternyata tidak dapat membawa manusia kepada pengenalan akan kebenaran, melainkan hanya iman sebagai respons kita akan anugerah Allah. Dan iman itu harus dapat dipertanggungjawabkan kapanpun diminta.

Menurut James I. Packer, iman adalah "pengakuan dan pengabdian." Seseorang yang menyatakan dirinya beriman harus mau, rela dan berani mengakui Kristus sebagai Raja dalam hidupnya. Tetapi iman tidak hanya berhenti sebatas pengakuan. Iman itu disempurnakan di dalam pengabdian. Orang beriman adalah orang yang mengabdikan kehidupan dan pelayanannya kepada Allah dan manusia.

Menurut Hudson Taylor, iman adalah "berpegang teguh pada kesetiaan Allah." Orang beriman, sekalipun mengalami berbagai masalah dan tekanan yang amat berat dalam hidupnya, namun pengharapannya tidak goncang. Rahasia kekuatannya ialah selalu berpegang pada kesetiaan Tuhan, pada semua firmanNya, pada setiap janjiNya.

Alkitab mengajarkan, hanya mereka yang berimanlah yang dipakai Allah untuk mewujudkan rancangan damai sejahteraNya bagi dunia ini. Tokoh-tokoh iman seperti Abraham, Nuh, Petrus dan Paulus, sekalipun harus membayar harga yang amat mahal, mereka memiliki keberanian untuk mempertahankan kebenaran di tengah lingkungan yang rusak.

Secara agak khusus, kita perlu melihat teladan Yosua, pemimpin Israel yang menggantikan nabi Musa. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tampak sekali ketaatannya kepada otoritas Allah. Sikap itu ia pertahankan sejak awal kepemimpinannya sampai akhir hidupnya. Ketegaran imannya telah mendorong dia untuk mengajar bangsa Israel agar mereka selalu hidup berlandaskan firman Tuhan. Ia bahkan menantang mereka untuk memilih kepada siapakah mereka akan beribadah, kepada Allah Israel yang hidup dan telah menyatakan diriNya kepada nenek moyang mereka atau kepada allah bangsa Amori. Tetapi Yosua serta seisi rumahnya memilih untuk beribadah kepada Tuhan (Yos 24:15). Karena teladannya itu orang Israel tetap hidup beribadah kepada Tuhan sepanjang pemerintahannya. Sikap hidup Yosua dilandasi iman yang teguh kepada Tuhan, iman yang membuka mata rohaninya, yang membuatnya sadar bahwa Allah itu ada, nyata, hadir dan berkuasa. Kenyataan itulah yang membuatnya dapat menjelaskan keberadaan dan kuasa Allah secara sistematis dan rasional. Yosua telah melakukan apologetika dalam arti yang sebenar-benarnya dan sedalam-dalamnya.

 BEBERAPA AJARAN BERBAHAYA YANG MENYERANG IMAN KRISTEN

Selain ajaran iman Kristen, mungkin tidak ada ajaran lain yang begitu gencar diserang sepanjang masa. Serangan-serangan tersebut seringkali begitu kejam dan penuh penghinaan terhadap Kristus dan otoritas Alkitab. Banyak orang Kristen telah terguncang hebat dan panik tatkala menghadapinya.

Untuk dapat bertahan kita harus memahami inti dari setiap ajaran yang menyerang kemurnian iman kita, karena akar dari ajaran seperti itu pada dasarnya adalah kesalahpahaman dan pemutarbalikan firman Tuhan. Jelas, tulisan singkat ini tidak mungkin menguraikan seluruh ajaran tersebut mengingat begitu banyak dan bervariasinya mereka itu. Untuk itu dibutuhkan sebuah bidang studi khusus. Tetapi kita perlu mengetahui beberapa ajaran yang sangat berbahaya, sekalipun secara garis besarnya saja.

Ajaran-ajaran tersebut antara lain relativisme, pluralisme, sinkretisme dan beberapa ajaran teologia yang berkembang di Asia pada dewasa ini. Sebenarnya akar dari seluruh ajaran tersebut adalah penolakan terhadap keunikan Kristus dan otoritas Alkitab.

 RELATIVISME

Arti istilah "relative" ditemukan dalam hubungan dan perbandingan antara sesuatu dengan yang lain. Dengan demikian, segala klaim terhadap kemutlakan dan keunikan dihapuskan. Relativisme menyangkal adanya kebenaran mutlak, maka semua nilai mutlak pun ditolak dan kebenaran yang diterimanya adalah kebenaran dalam batas relatif. Bagi penganut relativisme: nilai kebenaran sangat tergantung kepada kebudayaan, lingkungan dan orang-orang di dalamnya. Sesuatu yang dianggap benar dalam suatu kebudayaan atau lingkungan tertentu belum tentu diterima benar dalam kebudayaan dan lingkungan yang lain. Iman Kristen menolak relativisme, karena hal itu bertentangan dengan firman Tuhan. Di bidang doktrin, Alkitab mengajarkan bahwa kebenaran mutlak hanyalah berasal dari Allah, sebab hanya Dialah yang benar atau sumber kebenaran, maka standar kebenaran pun hanya bisa ditentukan oleh Dia sendiri.

 PLURALISME

Sama halnya dengan relativisme, pluralisme pun menolak keras kebenaran mutlak. Penganut falsafah atau pandangan ini sangat mengakui dan menerima adanya berbagai ragam kebenaran. Aspirasi mereka bahkan lebih jauh dari usaha penganut relativisme; mereka berupaya mempersatukan agama-agama agar kebenaran-kebenaran yang beragam tersebut dapat saling mengisi dan melengkapi. Dalam konteks Indonesia, ajaran semacam ini sangat relevan untuk diperhatikan dalam arti diwaspadai mengingat negara kita memang memiliki keberagaman budaya dan mengakui adanya beberapa aliran kepercayaan sebagai agama resmi. Bagi pemeluk pluralisme keberagaman atau kemajemukan agama tersebut bisa dipandang sebagai akar perpecahan, karena itu potensi perpecahan sebagai akibat perbedaan itu harus dihilangkan dengan cara menolak serta menghapuskan keunikan dan kemutlakan setiap ajaran atau pengakuan terhadap suatu realitas kebenaran. Pluralisme mengajarkan suatu sikap dengan asumsi pandangan bahwa agama adalah respons kebudayaan atau kesadaran akan adanya realitas ilahi. Setiap bangsa dan masyarakat memang mempunyai cara yang berbeda untuk mengalami dan merefleksikan kontak ilahi. Dalam upaya penyatuan itulah justru setiap agama budaya dapat saling melengkapi.

Iman Kristen menolak pluralisme karena dua alasan. Pertama, iman Kristen tidak mengenal istilah "realitas ilah" karena hal ini bertentangan dengan kepribadian Allah. Kita tidak pernah dapat mempercayai bahwa manusia dengan rasionya dapat mengenal Allah secara sempurna serta kemudian merefleksikannya dalam bentuk agama-agama (1Kor 1:21). Kita dapat mengenal Allah hanya karena Dia, dalam kasihNya, mau menyatakan diriNya terlebih dahulu kepada manusia. Kedua, adanya dua sikap yang amat berbahaya di dalam pluralisme: kesatu, sikap orang-orang yang secara memaksa berusaha melenyapkan perbedaan dengan menyatukan nilai-nilai yang amat berbeda, padahal sikap inilah yang nantinya justru menimbulkan perpecahan. Selain itu adalah sikap semau-maunya membiarkan semua orang hidup menurut norma masing-masing (laissez faire). Sikap ini juga berbahaya sebab tidak semua norma bisa bersesuaian satu dengan yang lain. Pluralisme sepertinya ingin mempersiapkan "dunia globalisasi" menempuh jalan sinkretisme demi kesatuan seluruh umat manusia.

 SINKRETISME

Sinkretisme adalah suatu upaya untuk menyatukan agama-agama di seluruh dunia dengan harapan terbentuknya satu agama untuk seluruh umat. Penganut sinkretisme tidak mengakui adanya wahyu unik dalam agama-agama termasuk dalam agama Kristen. Mereka berpendapat bahwa setiap pengakuan terhadap keunikan wahyu suatu agama hanya akan memecahkan persatuan. Menurut keyakinan mereka, kebenaran dan ekspresi kebenaran kurang memadai kalau hanya mengandalkan satu cara agama saja. Sebab itu sinkretisme berpendapat adanya banyak cara dan jalan untuk menyadari realita ilahi. Karena itu para penganutnya merasa perlu mempersatukan atau memadukan semua "kebenaran" itu untuk menghasilkan sesuatu yang dapat dipegang bersama. Kita juga menolak sinkretisme, karena sebenarnya ajaran ini hanyalah merupakan lanjutan dari pluralisme keagamaan.

 TEOLOGIA KHUSUS DI ASIA

Dewasa ini beberapa teolog dari negara-negara di Asia tengah mengembangkan teologia kontemporer, yang berusaha menyesuaikan ajaran-ajaran Kristen dengan situasi dan kondisi saat ini. Para teolog Korea dan Muangthai berpendapat, jika kita mempertahankan keunikan teologia ortodoks -- yang mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan serta Alkitab adalah firman Tuhan -- juga selalu menonjolkan keunikan ajaran-ajaran iman Kristen, maka sesungguhnya hal itu telah membuat diri kita terisolasi dan tidak dapat bekerja sama. Karena itu unjuk sikap fanatik yang lahir dari keyakinan akan kedaulatan Kristus dan Alkitab sudah barang tentu harus ditinggalkan.

Di Indonesia pun sudah beredar pendapat yang mengatakan bahwa selama ini orang Kristen di Indonesia telah bersikap salah dengan melakukan apa yang disebut "Kristenisasi", semacam pemaksaan untuk menerima ajaran Tuhan Yesus Kristus, yang menekankan pentingnya pertobatan dan kelahiran baru dalam iman Kristen. Maka sebaiknya kita tinggalkan sikap ini dengan mengutamakan "comprehensive approach" terhadap aspek-aspek sosial yaitu solidaritas dengan penderitaan rakyat. Tentu saja kita menolak upaya "Kristenisasi," yaitu usaha "meng-Kristen-kan" para pemeluk agama lain. Betapa pentingnya aspek sosial dalam pekabaran Injil, kita semua mengakuinya; namun, pewartaan tak dapat digantikan atau digeser oleh tugas-tugas sosial. Tugas sosial dan pekabaran Injil harus saling melengkapi dan dilaksanakan secara berbarengan.

Para teolog India menyerukan agar kita menciptakan suatu persekutuan keselamatan untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini. Tetapi persekutuan tersebut tidak memerlukan fondasi selain dari keinginan dan usaha kita bersama untuk memerangi kemiskinan. Sebab karya keselamatan Kristus bukanlah untuk menyelamatkan hanya pribadi-pribadi, melainkan untuk memberantas kemiskinan dan memperbaharui struktur-struktur sosial ekonomi di dunia ini.

M. M. Thomas berpendapat bahwa kita harus mengorbankan sesuatu yang bersifat vertikal demi memperkuat hubungan horizontal. Keyakinan bahwa Kristus adalah Tuhan dan satu-satunya Juruselamat akan melemahkan kerjasama horizontal yaitu kerjasama dan persatuan antara manusia yang berbeda agama dan budayanya.

Pendapat-pendapat ini jelas menolak dan menyangkali keunikan Kristus dan kedaulatan Alkitab serta mengandung unsur-unsur relativisme, pluralisme dan sinkretisme. Maka Kekristenan haruslah menolak pendapat itu, baik karena keliru adanya, maupun karena berdasarkan pengertian keliru mengenai iman orang Kristen.

Dalam sikap kita mempertahankan keunikan Kristus dan kedaulatan Alkitab, bukan berarti kita menjadi fanatik dan tertutup. Tetapi ajaran dasar, misalnya ajaran tentang ketuhanan Kristus, kebangkitanNya dari antara orang mati, kelahiran baru, dsb. tidak boleh ditinggalkan, sebaliknya justru harus makin dipertahankan; sebab hanya melalui pekerjaan khusus dari Roh Kudus melalui pertobatan dan penerimaan akan Kristus barulah seseorang akan mengalami pembaruan hidup. Hanya secara demikian hati dan pikiran manusia akan terbuka untuk sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan masyarakat sehingga siap bekerjasama dengan siapapun juga demi meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

Dalam upaya meningkatkan kerjasama yang baik tanpa menyakiti pihak lain, orang Kristen tidak perlu mengkompromikan kadar kebenaran iman demi kepentingan bersama. Kerjasama yang baik justru terjadi di dalam kesadaran akan adanya perbedaan. Sebab kesadaran inilah yang menuntut kita untuk bersikap toleran. Mengapa kita dituntut untuk memiliki sikap toleransi beragama dan saling menghormati? Bukankah perkara itu disebabkan oleh kesadaran akan adanya perbedaan iman? Agar kita memiliki sikap sedemikian ini, tentu dituntut adanya kejujuran dan kedewasaan.

 KEUNIKAN KRISTUS

Bila seseorang menolak keilahian Kristus dan menerima kemanusiaanNya saja, itu berarti ia menolak keunikan Kristus. Posisi seperti inipun sebenarnya berakar pada ajaran-ajaran tersebut di atas yang menolak keunikan Tuhan Yesus dan otoritas Alkitab. Maka untuk meneguhkan iman, kita perlu melihat kembali kesaksian Alkitab tentang keunikan Kristus.

1. Kelahiran dan tujuan kedatanganNya di dunia

Tuhan Yesus dilahirkan melalui perawan Maria, bukan oleh karena hasil hubungan suami isteri, melainkan oleh kuasa Roh Kudus. Ia telah datang ke dunia ini untuk mati. Dan oleh kematianNya maka kuasa maut dipatahkan. Setiap orang yang percaya kepadaNya akan dikaruniakan hidup yang kekal (2Tim 1:10). Berkali-kali Tuhan Yesus mengatakan bahwa tujuan kedatanganNya ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan dunia melalui pengorbanan diriNya. Di dalam pengorbanan itulah kasih Allah atas dunia ini telah dinyatakan dan digenapi (Yoh 3).

2. KekekalanNya

Rasul Yohanes menjelaskan bahwa Yesus Kristus sudah ada sejak pada mulanya (Yoh 1:1). Dan rasul Paulus menjelaskan bahwa kekekalanNya tidak hilang sekalipun Ia menjadi manusia (Flp 2:6-8). Pada ayat 6, kata asal yang dipakai untuk "rupa" adalah morphe, bukan skema. Menurut W. Barclay, istilah morphe biasa digunakan untuk menjelaskan bentuk sesuatu yang tidak bisa berubah. Sedangkan skema digunakan untuk menjelaskan bentuk sesuatu yang dapat berubah. Contohnya, manusia mempunyai hakekat yang tidak bisa hilang yaitu kemanusiaannya. Inilah morphe manusia. Tetapi manusia juga senantiasa mengalami perubahan dari satu tahap ke tahap berikutnya: janin, bayi, anak kecil, remaja, pemuda, dewasa sampai tua dan kemudian meninggal. Ini disebut sebagai skema dari manusia. Dengan digunakannya kata morphe, Paulus ingin menunjukkan bahwa sesungguhnya Kristus memiliki sifat keilahian yang kekal, yang tidak bisa hilang sekalipun Ia menjadi manusia.

3. Kuasa dan karyaNya

Ia berkuasa sepenuh-penuhnya atas kehidupan manusia, karena Ia adalah Allah. Ia telah menyatakan keAllahanNya dengan mengalahkan Iblis (Yoh 16:11) dan dengan melakukan banyak hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia lain. Salah satu alasan penolakan terhadap keunikan Kristus adalah ketidakpercayaan bahwa Dia adalah Allah yang mahatinggi, namun telah merendahkan diriNya, mengambil rupa manusia, dan bahkan mati di kayu salib. Bagaimana mungkin pribadi tertinggi menjadi pribadi terendah? Sepintas, hal itu amat tidak masuk akal, bukan? Tetapi Alkitab menjawab keraguan itu dengan mengungkapkan secara jelas rahasia yang ajaib itu. Tuhan Yesus Tela menaati kehendak Allah dan menjadi manusia hina begitu rupa sehingga kematianNya dapat terlaksana di kayu salib. Untuk itulah Kristus rela melepaskan bukan keAllahanNya, melainkan hak-hakNya sebagai Allah: dihormati, dipuji, disembah dan dilayani oleh para malaikat dan manusia. Bila Ia mempertahankan semuanya itu maka manusia tidak bakal terselamatkan. Apa yang tidak mungkin bagi manusia adalah mungkin bagi Allah!

4. Hak Mengampuni Dosa

Justru pada hari-hari Sabat konsep legalis orang Yahudi sering dikecam oleh Yesus. Alkitab menyaksikan berulangkali Tuhan memberi pengampunan dosa kepada manusia. Misalnya, dengan menyembuhkan seorang lumpuh yang terlebih dahulu dosanya diampuni (Mat 9:1-8), hal ini membuktikan bahwa Ia memang mempunyai hak pengampunan itu. Menurut pandangan Yahudi penyakit lumpuh disebabkan dosa. Kecuali dosanya telah diampuni, orang lumpuh tidak mungkin sembuh. Pengampunan menjadi nyata dalam kesembuhannya, karena dalam cerita Markus 9:1-8 seorang lumpuh mampu bangkit dan berjalan di hadapan orang banyak, maka kuasa dan hak Kristus untuk mengampuni dosa-dosa kita telah dibuktikan, dan ketuhananNya dengan jelas dinyatakan.

5. Keunikan HubunganNya Dengan Bapa

Tuhan Yesus mengatakan bahwa hanya Dialah yang mengenal Bapa yang sebenarnya, sedangkan hanya Bapa pula yang mengenal Dia yang sebenarnya. Begitu pula, setiap orang hanya dapat mengenal Bapa apabila Tuhan Yesus telah menyatakan Bapa kepadanya (Mat 11:27).

6. KebangkitanNya

Inilah bukti terpenting dari keallahan dan keunikan Kristus. Dengan menunjukkan kemenanganNya atas maut, Ia menyatakan diriNya adalah Anak Allah yang mahakuasa. Maut tidak mampu menahan Dia di alam kematian.

Kesimpulan dari semuanya ini yaitu: kita tak mungkin melepaskan keunikan Tuhan Yesus dengan tujuan apapun juga. Melepaskan keunikanNya sama dengan meninggalkan iman Kristen. Maka tugas apologetik adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan terhadap iman Kristen serta menjelaskan masalah-masalah seperti hal keunikan Kristus, otoritas Kitab Suci dan seterusnya.



TIP #13: Klik ikon untuk membuka halaman teks alkitab dalam format PDF. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA