Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Jerusalem -> Ayb 20:11
Artinya mati.
Ref. Silang FULL -> Ayb 20:11
Ref. Silang FULL: Ayb 20:11 - Tulang-tulangnya // penuh tenaga // dalam debu · Tulang-tulangnya: Ayub 21:24
· penuh tenaga: Ayub 13:26; Ayub 13:26
· dalam debu: Ayub 17:16; Ayub 17:16
· Tulang-tulangnya: Ayub 21:24
· penuh tenaga: Ayub 13:26; [Lihat FULL. Ayub 13:26]
· dalam debu: Ayub 17:16; [Lihat FULL. Ayub 17:16]
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry -> Ayb 20:10-22
Matthew Henry: Ayb 20:10-22 - Nasihat Zofar yang Kedua; Kesengsaraan Orang Fasik Nasihat Zofar yang Kedua; Kesengsaraan Orang Fasik (20:10-22)
Contoh-contoh tentang keadaan menyedihkan orang-orang fasik di dunia ini diutarak...
Nasihat Zofar yang Kedua; Kesengsaraan Orang Fasik (20:10-22)
- Contoh-contoh tentang keadaan menyedihkan orang-orang fasik di dunia ini diutarakan sepenuhnya menggunakan bahasa yang lancar. Hal yang sama kemudian diulang kembali dalam kata-kata lain. Oleh sebab itu, marilah kita menyingkatnya sampai bagian-bagian yang penting saja, dan mengamati,
- I. Apa gerangan kejahatan yang membuat orang fasik dihukum.
- 1. Nafsu kedagingan, yang di sini disebut tenaga orang muda (ay. 11), sebab itulah dosa-dosa masa muda yang paling membuat orang tergoda. Kesenangan-kesenangan indrawi yang terlarang disebut manis rasanya di dalam mulut (ay. 12). Ia memperturutkan hatinya dalam menikmati nafsu jasmani, dan memuaskan diri melebihi batas di dalamnya sebagai sumber kenikmatan utama. Itulah kenikmatan yang ia sembunyikan di bawah lidahnya, dan dikunyah-kunyahnya di sana, seperti makanan terlezat yang pernah ada. Ia menikmatinya serta tidak melepaskannya, dan menahannya pada langit-langitnya (ay. 13). Biarkan dia menikmatinya, maka ia tidak akan menginginkan yang lain. Ia tidak akan pernah mau berpisah dengan kenikmatan itu sekalipun demi kesenangan rohani dan ilahi, yang tidak disukai atau diinginkan hatinya. Menahan kenikmatan itu di langit-langitnya menunjukkan bahwa ia tetap berkanjang di dalam dosanya dengan keras kepala, ia menikmatinya ketika ia seharusnya memadamkan dan melumpuhkannya. Ia tidak melepaskannya, tetapi justru memegangnya dengan erat dan tetap membangkang. Ia juga mengulang dosanya dan mengenangnya kembali dengan nikmat, seperti yang dilakukan perempuan sundal (Yeh. 23:19) yang melakukan lebih banyak lagi persundalannya sambil teringat kepada masa mudanya. Begitu jugalah yang dilakukan orang fasik ini di sini. Menyembunyikan dan menahannya pada langit-langitnya menunjukkan betapa gigih ia menutup-nutupi nafsu kesukaannya itu. Dengan menjadi orang munafik, perbuatannya yang mengejar-ngejar dosa menjadi tersembunyi, supaya ia dapat menyelamatkan pengakuan imannya. Walaupun demikian, Dia yang mengetahui isi hati juga tahu apa yang ditahan pada langit-langit mulut, dan Ia akan mengungkapkannya segera.
- 2. Kecintaan terhadap dunia dan kekayaannya. Dalam kekayaan duniawilah ia menaruh kebahagiaannya, dan karena itu hatinya selalu terarah ke sana. Amatilah di sini,
- (1) Betapa rakus ia terhadap kekayaan (ay. 15): Harta benda ditelannya dengan lahap bagaikan orang lapar menelan makanan, dan tetap saja berseru, “Berilah, berilah.” Itulah yang diinginkannya (ay. 20). Di matanya, harta benda merupakan pemberian terbaik dan yang sangat didambakannya.
- (2) Betapa dengan susah payah ia memperolehnya: untuk itulah ia berjerih payah (ay. 18, ), bukan melalui ketekunan jujur menurut panggilan yang sesuai aturan, melainkan dengan gigih menghalalkan segala cara, per fas, per nefas – benar atau salah, untuk menjadi kaya. Kita memang harus bersusah payah, tetapi bukan supaya menjadi kaya (Ams. 23:4), melainkan supaya bisa beramal, supaya ia dapat membagikan sesuatu (Ef. 4:28), dan bukan supaya menghabiskannya.
- (3) Betapa besar hal-hal yang dijanjikan orang fasik kepada dirinya sendiri, yang digambarkan dalam ayat 17 sebagai batang-batang air dan sungai-sungai yang mengalirkan madu dan dadih. Kekecewaannya terhadap hal-hal itu menunjukkan betapa ia telah membuai diri dalam mengharapkan semua itu: Ia mengharapkan sungai-sungai kesenangan penuh hawa nafsu.
- 3. Kekerasan, penindasan, dan ketidakadilan yang dialami kaum miskin di sekitarnya (ay. 19). Inilah dosa para raksasa dunia pada zaman dahulu. Dosa yang sama seperti dosa-dosa lain yang mendatangkan hukuman Allah ke atas bangsa-bangsa dan kaum keluarga. Didakwakan kepada orang fasik ini hal-hal berikut:
- (1) Bahwa ia telah meninggalkan orang miskin terlantar, tidak memelihara mereka, tidak berbaik hati kepada mereka, ataupun menyediakan makanan bagi mereka. Pada awalnya ia mungkin berpura-pura memberikan sedekah seperti orang Farisi demi memperoleh nama baik. Namun, sesudah memberikan jasa melalui perilaku ini, ia menghentikannya lalu meninggalkan orang miskin yang sebelum itu terlihat seolah-olah diperhatikan olehnya. Orang-orang yang berbuat baik, tetapi tidak atas dasar hati yang baik, meskipun berlimpah dalam perbuatan itu, tidak akan tinggal tetap di dalamnya.
- (2) Bahwa ia telah menghancurkan dan menindas mereka, serta menarik keuntungan dari mereka dengan tujuan mencelakakan mereka. Untuk memperkaya diri, ia merampas rumah mereka, dan membuat orang miskin semakin miskin.
- (3) Bahwa ia telah merampas rumah mereka, yang bukan haknya, seperti Ahab mengambil kebun anggur Nabot, bukan melalui kecurangan secara sembunyi-sembunyi, pemalsuan, sumpah palsu, atau tipu muslihat hukum, melainkan dengan cara kekerasan yang dilakukan dengan terang-terangan di muka umum.
- II. Hukuman yang diterima orang fasik akibat kejahatan ini.
- 1. Ia akan dikecewakan dalam semua harapannya, dan ia tidak akan memperoleh kepuasan dalam kekayaan duniawi yang dijanjikannya kepada dirinya sendiri (ay. 17): Ia tidak boleh melihat batang-batang air dan sungai-sungai yang mengalirkan madu dan dadih, yang sangat ingin dilahapnya. Dunia ternyata tidak menjadi seperti yang diangan-angankan orang-orang yang mencintainya, yang merayunya, dan mengaguminya. Kenikmatan mereka tenggelam jauh di bawah harapan mereka yang sudah melambung tinggi.
- 2. Tubuhnya akan didera penyakit dan mengalami kelainan. Betapa sedikit penghiburan yang diperoleh manusia dalam kekayaannya apabila ia tidak memiliki kesehatan! Penyakit dan rasa sakit, terlebih apabila sangat parah, akan membuat pahit semua kenikmatannya. Orang jahat ini memiliki semua kesenangan indra yang dapat diperolehnya. Namun, kebahagiaan sejati seperti apa gerangan yang bisa dinikmatinya apabila tulang-tulangnya penuh dengan dosa dari masa mudanya (ay. 11, ), yaitu, segala akibat dari dosa-dosanya itu? Melalui kemabukan dan kerakusan, kecemaran dan kecerobohan masa mudanya, ia terkena sakit penyakit yang lama sesudah itu baru terasa sangat menyakitkan baginya. Dan mungkin juga membuat hidupnya sangat sengsara, dan seperti yang dikatakan Salomo, memakan habis daging dan tubuhnya (Ams. 5:11). Boleh jadi ia terbiasa berkelahi ketika masih muda, dan menyepelekan sayatan atau memar yang diperolehnya dalam percekcokan, dan baru dirasakannya dalam tulang-tulangnya lama sesudah itu. Bagaimanapun, tidak dapatkah ia merasa tenteram dan lega? Tidak, besar kemungkinan ia harus membawa semua rasa sakit dan penyakitnya ke dalam kubur. Atau lebih tepat, sakit penyakit itulah yang akan membawanya ke liang kubur, sehingga dengan begitu dosa-dosa masa mudanya akan membaringkan diri bersama dia dalam debu. Baginya, pembusukan jasadnya di dalam kubur merupakan akibat dosa (24:19), sehingga kejahatannya terletak di atas tulang-tulangnya dalam kubur (Yeh. 32:27). Dosa orang-orang berdosa mengikuti mereka sampai ke seberang kematian sana.
- 3. Pikirannya akan gelisah dan tertekan: Sesungguhnya, ia tidak mengenal ketenangan dalam batinnya (ay. 20). Pikirannya tidak tenang seperti yang disangka orang, tetapi senantiasa resah. Kekayaan yang diperolehnya dengan cara tidak halal dan telah dinikmatinya itu membuatnya sakit dan senantiasa mengganggunya bagaikan daging yang tidak tercerna. Janganlah seorang pun berharap dapat menikmati dengan nyaman semua yang mereka peroleh dengan cara tidak benar. Kegelisahan pikirannya timbul,
- (1) Dari hati nuraninya saat ia menoleh ke belakang, dan memenuhinya dengan rasa takut akan murka Allah terhadap dirinya karena kejahatannya. Bahkan kejahatan yang terasa manis saat dilaksanakan dan dikulum bagaikan remah-remah lezat, akan berubah pahit ketika direnungkannya, serta memenuhinya dengan kengerian dan kesusahan ketika diingatnya kembali. Namun berubah juga makanannya di dalam perutnya (ay. 14) seperti menurut gulungan Injil Yohanes, yang di dalam mulut ia terasa manis seperti madu, tetapi sesudah dimakan, perut menjadi pahit rasanya (Why. 10:10). Seperti itulah halnya dosa, yang berubah menjadi bisa ular tedung, dan tidak ada yang lebih pahit daripadanya. Bisa ular tedung (ay. 16), dan tidak ada yang lebih mematikan daripadanya. Itulah yang akan terjadi padanya. Apa yang begitu manis ketika diisapnya, dengan begitu nikmatnya, akan terbukti berubah menjadi bisa ular tedung. Itulah yang akan terjadi pada semua perolehan yang tidak sah. Lidah yang gemar menyanjung-nyanjung akan terbukti seperti lidah ular tedung. Semua pujian yang memesona dan dirancang dalam dosa, pada saat nurani terjaga nanti, akan berubah menjadi murka yang menyala-nyala.
- (2) Dari kekhawatirannya, ketika ia memandang ke depan (ay. 22). Dalam kemewahannya yang berlimpah-limpah, ketika ia menyangka dirinya sangat berbahagia dan sangat yakin akan keberlangsungan kebahagiaannya, ia justru ditimpa kesusahan. Yaitu, di tengah kecemasan dan kebingungan pikirannya, ia akan berpikir seperti orang kaya yang ketika tanahnya memberikan hasil berlimpah, justru berseru, Apakah yang harus aku perbuat? (Luk. 12:17)
- 4. Ia akan diambil semua harta miliknya dari dirinya. Ia akan tenggelam dan makin menghilang hingga tidak menjadi apa-apa, sehingga ia tidak menikmati kekayaan hasil dagangnya (ay. 18). Ia tidak saja takkan pernah benar-benar menikmati bersuka dengannya, tetapi tidak akan bersukacita sama sekali.
- (1) Apa yang ditelannya dengan curang terpaksa harus dimuntahkannya kembali (ay. 15): Harta benda ditelannya, dan ia merasa pasti memilikinya, bahwa harta itu adalah kepunyaannya seperti makanan yang telah ditelannya. Namun, ia terkecoh, karena ia harus memuntahkannya lagi. Boleh jadi hati nuraninya membuat dia merasa tidak nyaman karena menahan apa yang diperolehnya itu, hingga demi meredakan suara hati kecilnya, ia hendak memberi ganti rugi. Namun hal ini tidak dilakukannya dengan rasa senang untuk berbuat kebajikan, tetapi karena rasa mual dan enggan luar biasa. Atau, jika ia tidak mengembalikan apa yang telah dirampasnya, maka Allah melalui campur tangan-Nya memaksa dia melakukannya dan menyebabkan hal itu terjadi dengan satu atau lain cara, supaya segala sesuatu yang diperoleh dengan cara tidak halal dapat kembali kepada pemiliknya yang sah. Allah yang mengeluarkannya dari dalam perutnya, sedangkan kecintaan terhadap dosa belum dibuang dari hatinya. Begitu nyaring seruan kaum miskin yang telah dimelaratkan olehnya itu menuntut si orang fasik itu, hingga ia terpaksa mengutus anak-anaknya untuk menenangkan mereka dan memohon maaf kepada mereka (ay. 10): Anak-anaknya harus mencari belas kasihan orang miskin, sementara tangannya sendiri harus mengembalikan barang-barang mereka dengan rasa malu (ay. 18). Apa yang diperolehnya dengan susah payah, dengan segala keahliannya menindas, harus dikembalikan olehnya. Ia tidak bisa menelan dan mencernanya. Ia tidak akan tetap memilikinya, melainkan dengan rasa malu harus mengembalikan apa yang diperolehnya itu. Karena telah memperoleh banyak dengan cara tidak adil, maka sesudah semua orang memperoleh kembali milik mereka, hanya sedikit yang tersisa bagi dirinya sendiri. Dibuat mengembalikan apa yang diperoleh dengan tidak adil melalui anugerah Allah yang menguduskan seperti yang terjadi pada diri Zakheus, sungguh merupakan belas kasih luar biasa dari Allah. Dengan rela dan senang hati Zakheus mengembalikan empat kali lipat segala sesuatu yang telah diperasnya, namun masih banyak yang tersisa untuk diberikan kepada orang miskin (Luk. 19:8). Sebaliknya, terpaksa mengembalikan seperti halnya Yudas, semata-mata karena rasa takut yang menghantui hati nuraninya, tidak akan diikuti manfaat dan rasa nyaman yang menyertainya, sebab ia melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri.
- (2) Ia akan dilucuti dari semua miliknya dan menjadi pengemis. Orang yang merusak orang lain akan dirusak juga (Yes. 33:1), sebab ia ditimpa kesusahan dengan sangat dahsyatnya. Orang yang tidak bersalah dan telah diperlakukan dengan buruk olehnya, duduk terpuruk karena kehilangan miliknya, sambil berkata seperti Daud, Dari orang fasik timbul kefasikan. Tetapi tanganku tidak akan memukul engkau (1Sam. 24:14). Namun, meskipun mereka telah memaafkannya dan tidak akan membalas dendam, keadilan ilahi-lah yang akan menuntut balas, dan Ia sering kali membuat orang fasik menuntut balas bagi orang benar. Allah akan membuat seorang fasik meremas dan menghancurkan orang fasik lain. Demikianlah, ketika diserang dari segala arah, ia tidak akan terluput dengan membawa harta bendanya (ay. 20). Selain tidak akan dapat menyelamatkan harta bendanya, ia juga tidak akan dapat menyimpan sedikit pun. Suatupun tidak luput dari pada lahapnya, tidak ada yang tersisa dari makanannya, yaitu harta yang begitu didambakan dan dilahapnya dengan nikmat (ay. 21). Semua tetangga dan kenalannya akan melihat keadaannya yang begitu buruk, hingga setelah ia mati nanti, tidak ada orang yang akan mencari hartanya. Tidak satu pun dari kaum keluarganya bersedia memberikan uang baginya, atau mengurus surat-surat yang ditinggalkannya. Dalam semua perkataan yang diucapkan ini, Zofar merenung perihal Ayub, yang telah kehilangan segala sesuatu dan direndahkan sampai sehebat itu.
SH: Ayb 20:1-29 - Penghakiman Zofar (Kamis, 1 Agustus 2002) Penghakiman Zofar
Di akhir pasal 19 Ayub membuat dua pernyataan penting. Pertama pengakuan iman (ayat 19:25-27), kedua peringatan agar para sahabatny...
Penghakiman Zofar
Di akhir pasal 19 Ayub membuat dua pernyataan penting. Pertama pengakuan iman (ayat 19:25-27), kedua peringatan agar para sahabatnya tidak terus menghakimi dirinya (ayat 19:28-29). Namun, pernyataan Ayub tersebut malah ditanggapi Zofar dengan kemarahan (ayat 2). Ia terus mencurahkan kalimat-kalimat penghakiman yang berapi-api, dan bahkan meneruskannya dengan semacam permohonan agar kutukan Allah berlaku (ayat 23).
"Pelajaran" dari Zofar merupakan pertimbangan spiritual atas dasar logika sederhana. Dosa tidak akan menghasilkan keberuntungan apalagi kebahagian abadi. Sebaliknya, kebahagiaan orang berdosa hanya singkat usia (ayat 4-7), ia sendiri akan mati dalam kehancuran (ayat 8), orang-orang dekatnya akan menderita (ayat 9-11). Pendapatnya ini bukan hanya sekali ia ungkapkan, tetapi diulanginya lagi dalam ayat 12-28.
Salahkah atau benarkah Zofar berpendapat demikian? Ada benarnya bahwa Tuhan tidak mendiamkan, tetapi akan membuat dosa orang balik mengejar dan menimbulkan akibat-akibat buruk pada orang yang melakukannya. Karena itu, ucapan Zofar ini memang patut kita simak. Namun, pendapat Zofar ini sempit dan tidak mempertimbangkan beberapa faktor dan kemungkinan lain. Ia tidak mempertimbangkan kemungkinan bahwa penghakiman Allah itu ditunda sementara waktu dan baru berlaku pada penghakiman kekal kelak. Jadi, bisa terjadi bahwa dalam dunia yang sementara ini, orang jahat berbahagia dalam hasil-hasil yang didapatnya dari tindakan berdosa, sementara orang benar justru harus menderita karena tidak ambil bagian dalam dosa. Juga Zofar tidak membuka kemungkinan bagi orang berdosa untuk bertobat, memperbaiki tindakan salah, dan mengubah kelakuannya. Kesalahan Zofar paling serius adalah melihat realitas spiritual semata secara materialistis.
Renungkan: Sikap yang benar ialah kita taat kepada Tuhan dan firman-Nya bukan karena takut hukuman atau karena ingin mendapatkan pahala. Ketaatan dan kesalehan yang benar lahir dari keyakinan bahwa Tuhan benar dan baik adanya, dan karena itu kita bersyukur dan mengasihi-Nya.
SH: Ayb 20:1-29 - Nasib orang fasik (Rabu, 15 Desember 2004) Nasib orang fasik
Apakah orang fasik bernasib baik? Bagaimana nasib akhir orang
fasik?
Zofar melontarkan uraian nasib orang fasik yang dimaks...
Nasib orang fasik
Apakah orang fasik bernasib baik? Bagaimana nasib akhir orang fasik?
Zofar melontarkan uraian nasib orang fasik yang dimaksudkan bagi Ayub. Bagaimana nasib orang fasik menurut Zofar? Pertama, orang fasik akan sementara saja menikmati hasil kejahatannya. Pada mulanya terlihat ia aman karena kejahatannya belum terungkap. Selain itu, orang fasik bangga akan kehebatannya dalam `dunianya'. Padahal dalam sekejap ia akan kehilangan segalanya. Bahkan kebinasaan akan datang menerpa dirinya seumpama bayi yang lahir sebelum waktunya (ayat 5-11). Kedua, Allah tidak berdiam diri melainkan akan menghukum orang fasik dan menimpakan semua perbuatan dosanya kepada diri sendiri. Seringkali kehancuran mereka sepertinya lambat terjadi. Ini berarti mereka sedang dibiarkan Allah mengalami dan merasakan penderitaan yang telah mereka perbuat kepada sesama (ayat 12-19). Ketiga, orang fasik tidak akan merasa damai. Mereka tidak menikmati hasil kejahatannya. Sebaliknya, mereka gelisah dan mengkhawatirkan bahwa perbuatan jahat mereka akan berbalik dan mencelakakan diri sendiri (ayat 20-22). Keempat, murka Allah mengejar dan akan mengenai orang fasik, ibarat anak panah dan tombak yang sekali dilempar tidak akan kembali sebelum mengejar dan mengenai sasaran (ayat 23-29).
Uraian Zofar tentang nasib orang fasik ini benar, tetapi tidak tepat bagi Ayub sebab penderitaan yang Ayub alami bukan akibat kejahatannya. Selain itu, tidak ada bukti yang menyatakan Ayub telah melakukan dosa sehingga ia menderita. Jadi, kata-kata yang dituduhkan Zofar kepada Ayub adalah fitnah.
Meski ucapan Zofar ini tidak tepat untuk Ayub, kebenarannya perlu kita terima. Tidak seorang fasik pun dapat luput dari perbuatan dosa-dosanya sendiri. Karena Allah akan menghukum orang fasik sesuai dengan perbuatannya. Apakah selama ini Anda merasakan Allah `membiarkan' perbuatan orang fasik? Bahkan sepertinya mereka hidup jauh lebih baik dari anak Tuhan?
Renungkan: Dosa pasti mendapatkan balasannya. Jangan biarkan perbuatan buruk orang lain melunturkan iman percaya Anda.
SH: Ayb 20:1-29 - Hati-Hati dengan "Playing God" (Selasa, 20 Oktober 2015) Hati-Hati dengan "Playing God"
Versi singkat ceramah Zofar kita jumpai pada ayat 5. Pernyataan ini ada benarnya dan memang patut diperhatikan oleh se...
Hati-Hati dengan "Playing God"
Versi singkat ceramah Zofar kita jumpai pada ayat 5. Pernyataan ini ada benarnya dan memang patut diperhatikan oleh setiap orang, agar kita insaf dari dosa-dosa kita. Pernyataannya ini mengandung dua masalah serius. Pertama, klaim yang menyederhanakan permasalahan (simplistis). Anggapan umum bahwa kesuksesan orang jahat pasti hanya berlangsung singkat, padahal kenyataannya problema kehidupan tidak sesederhana itu. Kedua, Zofar membalik alur penalarannya: orang jahat akan jatuh dari kesuksesan dan hidupnya menjadi tidak bahagia, maka orang yang tidak sukses dan tidak bahagia pastilah orang jahat. Ini merupakan kesesatan dalam berpikir.
Dalam kehidupan kita sebagai umat beriman, Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan akan menghakimi seluruh umat manusia, termasuk orang-orang jahat, sebagaimana yang diutarakan oleh Zofar. Tuhan tidak memanggil kita untuk menggantikan Dia menjadi sang Hakim bagi orang-orang di sekitar kita, siapa yang baik dan siapa yang jahat. Lagipula dengan dasar apa kita bisa membuat keputusan itu? Ini merupakan penyalahgunaan doktrin yang membuat orang-orang Kristen berambisi berperan sebagai Allah (playing God) untuk mendakwa orang lain.
Orang-orang yang berpandangan simplistis tentang konsep sebab-akibat, antara dosa dan penderitaan, memiliki risiko untuk menjadi penghalang bagi orang lain untuk mengenal Kristus, yang sudah datang ke dunia dan mati di salib untuk menebus dosa manusia. Saat kehidupan finansial mereka tidak baik, saat dirinya sakit-sakitan serta mengalami kegagalan bisnis dan seterusnya, maka ajaran simplistis ini akan menjerumuskan seseorang mempertanyakan jaminan keselamatan Tuhan dalam hidupnya.
Tatanan dunia ini, alam semesta maupun masyarakat, sudah ternoda oleh dosa. Masalah dan kegagalan adalah kenyataan hidup. Meski demikian kondisinya, tetap ada penghiburan Allah bagi kita. Lewat kehidupan Ayub, kita melihat bagaimana Tuhan selalu menyertai Ayub sampai akhir. [AKI]
SH: Ayb 20:1-29 - Rasa Manis yang Menjebak (Kamis, 16 Maret 2023) Rasa Manis yang Menjebak
Mengapa banyak orang mau melakukan kejahatan? Karena kejahatan terasa manis ketika dilakukan.
Zofar menyatakan bahwa kemuju...
Rasa Manis yang Menjebak
Mengapa banyak orang mau melakukan kejahatan? Karena kejahatan terasa manis ketika dilakukan.
Zofar menyatakan bahwa kemujuran orang fasik tidak akan bertahan dan pada akhirnya mereka akan dihukum Allah. Jika demikian, mengapa orang fasik terus melakukan kejahatan? Rupanya orang suka melakukan kejahatan karena "kejahatan manis rasanya di dalam mulutnya" (12). Tidak mengherankan, orang begitu "menikmatinya serta tidak melepaskannya, dan menahannya pada langit-langitnya" (13).
Namun, apa yang tadinya terasa begitu manis, di dalam perut kemanisan itu berubah menjadi bisa ular tedung, yang menyebabkan kehilangan dan kematian (14-16). Itulah mengapa kemujuran orang fasik tidak kekal dan pada akhirnya ia ditimpa kesusahan yang sangat dahsyat (21-22). Kebinasaan orang fasik itu pasti karena Allah yang adil pasti menyingkapkan segala dosa dan menghukum semua orang yang melakukan kejahatan (23-28). Itu adalah ganjaran Allah bagi orang fasik (29).
Zofar melihat bahwa banyak orang senang berbuat dosa karena dosa terasa manis. Tetapi, hanya sebentar saja rasa manis itu bertahan, lalu berubah menjadi racun yang menyakitkan dan mematikan. Zofar yakin bahwa hal inilah yang akan terjadi karena Allah yang adil pasti menyingkapkan kesalahan mereka dan menghukum semua orang fasik.
Iblis sangat pintar dalam menjebak manusia dengan membuat dosa terlihat begitu menggiurkan dan menyenangkan, sehingga manusia menikmati dosa yang mereka lakukan. Sebelum memakan buah terlarang, Hawa melihat bahwa "buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya" (Kej. 3:6). Perempuan bebal (melambangkan berhala) yang mengundang orang di jalan, berkata: "Air curian manis, dan roti yang dimakan dengan sembunyi-sembunyi lezat rasanya" (Ams. 9:17).
Kiranya Bapa, menghindarkan kita dari keinginan untuk melakukan dosa, walaupun kelihatan begitu manis, menarik, dan menyenangkan. [INT]
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Ayub (Pendahuluan Kitab) Penulis : Tidak Dikenal
Tema : Mengapa Orang Benar Menderita ?
Tanggal Penulisan: Tidak Pasti
Latar Belakang
Kitab Ayub tergol...
Penulis : Tidak Dikenal
Tema : Mengapa Orang Benar Menderita ?
Tanggal Penulisan: Tidak Pasti
Latar Belakang
Kitab Ayub tergolong sebagai salah satu kitab hikmat dan syair dalam PL: "hikmat" karena membahas secara mendalam soal-soal universal yang penting dari umat manusia; "syair" karena hampir seluruh kitab ini berbentuk syair. Akan tetapi, semua syair ini berdasarkan seorang tokoh sejarah yang nyata (lih. Yeh 14:14,20) dan suatu peristiwa sejarah yang nyata (lih. Yak 5:11). Tempat terjadinya peristiwa dalam kitab ini ialah "tanah Us" (Ayub 1:1) yang kemudian menjadi wilayah Edom, terletak di bagian tenggara Laut Mati atau di sebelah utara Arabia (bd. Rat 4:21); jadi latar belakang sejarah Ayub bersifat Arab dan bukan Ibrani.
Dua tanggal penting hendaknya dipertimbangkan berhubungan dengan kitab Ayub:
- (1) tanggal kehidupan Ayub sendiri dan peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam kitab ini, dan
- (2) tanggal penulis kitab ini yang diilhamkan.
Beberapa fakta menunjukkan bahwa Ayub sendiri hidup sekitar zaman Abraham (2000 SM) atau sebelumnya. Fakta-fakta yang paling penting ialah:
- (1) Ayub masih hidup selama 140 tahun setelah peristiwa-peristiwa dalam kitab ini (Ayub 42:16), yang menyarankan jangka hidup yang hampir 200 tahun (Abraham hidup 175 tahun);
- (2) kekayaannya dihitung dari jumlah ternak (Ayub 1:3; Ayub 42:12);
- (3) pelayanannya sebagai imam dalam keluarganya, seperti Abraham, Ishak, dan Yakub (Ayub 1:5);
- (4) sistem keluarga pimpinan ayah menjadi kesatuan sosial mendasar seperti pada zaman Abraham (Ayub 1:4-5,13);
- (5) serbuan orang-orang Syeba (Ayub 1:15) dan orang Kasdim (Ayub 1:17) yang cocok dengan zaman Abraham;
- (6) sering kali (31 kali) penulis memakai nama yang dipakai para patriarkh bagi Allah, yaitu Shaddai (Yang Mahakuasa); dan
- (7) tidak ada petunjuk sama sekali kepada sejarah Israel atau hukum Musa sehingga memberi kesan tentang zaman pra-Musa (sebelum 1500 SM).
Ada tiga pandangan utama mengenai tanggal kitab ini ditulis. Kitab ini mungkin disusun
- (1) selama zaman para leluhur (sekitar 2000 SM) tidak lama sesudah semua peristiwa ini terjadi dan mungkin ditulis oleh Ayub sendiri;
- (2) selama zaman Salomo atau tidak lama sesudah itu (sekitar 950-900 SM), karena bentuk sastra dan gaya penulisannya mirip dengan kitab-kitab sastra hikmat masa itu; atau
- (3) selama masa pembuangan (sekitar 586-538 SM), ketika umat Allah sedang bergumul mencari arti teologis dari bencana mereka.
Penulis yang tidak dikenal, jikalau bukan Ayub sendiri, pastilah memiliki sumber-sumber lisan atau tertulis yang terinci dari zaman Ayub, yang dipakainya di bawah dorongan dan ilham ilahi untuk menulis kitab ini sebagaimana adanya sekarang. Beberapa bagian dari kitab ini pasti telah diberikan melalui penyataan langsung dari Allah (mis. Ayub 1:6--2:10).
Tujuan
Kitab Ayub menggumuli pertanyaan abadi, "Jikalau Allah itu adil dan penuh kasih, mengapa diizinkan-Nya orang yang sungguh-sungguh benar seperti Ayub (Ayub 1:1,18) menderita demikian hebat?" Ketika menggumuli soal ini, penulis mengemukakan kebenaran-kebenaran berikut.
- (1) Selaku musuh Allah, Iblis menerima izin untuk menguji kesejatian iman seorang benar dengan menyiksa dia; tetapi kasih karunia Allah menang atas penderitaan karena oleh iman Ayub tetap kokoh dan tidak goyah, bahkan ketika kelihatannya tidak ada keuntungan jasmaniah atau duniawi untuk terus mengabdi kepada Allah.
- (2) Allah digerakkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang terlalu luas sehingga tak dapat dipahami oleh pikiran manusia (Ayub 37:5); karena kita tidak melihat dengan kelapangan hati dan visi Yang Mahakuasa, maka kita memerlukan Allah menyatakan diri-Nya kepada kita.
- (3) Landasan iman yang sesungguhnya tidak terletak dalam berkat-berkat Allah, dalam situasi-situasi pribadi atau jawaban-jawaban yang cerdik pandai, tetapi dalam penyataan Allah sendiri.
- (4) Allah kadang-kadang mengizinkan Iblis menguji orang benar dengan kesengsaraan agar memurnikan iman dan kehidupan mereka, sebagaimana emas dimurnikan oleh api (Ayub 23:10; bd. 1Pet 1:6-7); ujian semacam itu mengakibatkan peningkatan integritas rohani dan kerendahan hati umat-Nya (Ayub 42:1-10).
- (5) Sekalipun cara-cara Allah menghadapi kita kadang-kadang tampak suram dan kejam (sebagaimana dikira oleh Ayub sendiri), akhirnya Allah tampak dalam belas kasihan dan kemurahan yang penuh. (Ayub 42:7-17; bd. Yak 5:11).
Survai
Terdapat lima bagian tertentu di dalam struktur kitab Ayub:
- (1) Prolog (pasal 1-2; Ayub 1:1--2:13) yang melukiskan musibah Ayub dan penyebabnya;
- (2) tiga rangkaian dialog di antara Ayub dan ketiga orang temannya, ketika mereka mencari jawaban-jawaban yang masuk akal untuk penderitaan Ayub (pasal 3-31; Ayub 3:1--31:40);
- (3) empat monolog oleh Elihu, seorang yang lebih muda daripada Ayub dan ketiga temannya, yang berisi sekilas pengertian mengenai makna (sekalipun belum mengenai penyebab) penderitaan Ayub (pasal 32-37; Ayub 32:1--37:24);
- (4) Allah sendiri, yang menegur ketidaktahuan dan keluhan Ayub serta mendengarkan tanggapan Ayub atas penyataan-Nya (pasal 38, 1-42, 6; Ayub 38:1-38; Ayub 1:1--42:17; Ayub 6:1-30);
- (5) epilog (Ayub 42:7-17) yang mencatat pemulihan Ayub. Kitab Ayub seluruhnya ditulis dalam bentuk syair, kecuali tiga bagian:
- (a) prolog,
- (b) Ayub 32:1-6, dan
- (c) epilog.
Dalam pasal 1 (Ayub 1:1-22) Ayub diperkenalkan sebagai seorang benar yang takut akan Allah (Ayub 1:1,8) dan terkaya dari semua orang di sebelah Timur (Ayub 1:3). Keadaan hidupnya mendadak berubah oleh serangkaian musibah besar yang memusnahkan harta milik, anak-anak, dan kesehatannya (Ayub 1:13-22; Ayub 2:7-10). Ayub bingung sama sekali, karena tidak menyadari bahwa dirinya terlibat dalam pertentangan di antara Allah dan Iblis (Ayub 1:6-12; Ayub 2:1-6). Ketiga teman Ayub -- Elifas, Bildad, dan Zofar -- datang untuk menghibur Ayub, tetapi akhirnya berdebat dengannya mengenai penyebab terjadinya penderitaan itu. Mereka bersikeras bahwa karena Allah itu adil, penderitaan Ayub pasti merupakan hukuman atas dosa-dosa tersembunyi dan satu-satunya jalan keluar baginya adalah bertobat. Ayub menolak jawaban mereka, menegaskan ketidakbersalahannya dan mengaku ketidakmampuannya untuk memahami (pasal 3-31; Ayub 3:1--31:40). Elihu mengemukakan sudut pandang yang lain, yaitu penderitaan Ayub menyangkut maksud penebusan Allah untuk lebih memurnikan Ayub (pasal 32-37; Ayub 32:1--37:24).
Pada akhirnya semua terdiam, termasuk Ayub, ketika Allah sendiri berbicara kepada Ayub mengenai hikmat dan kuasa-Nya selaku Pencipta. Ayub mengakui ketidaktahuan dan ketidakberartian dirinya dengan penuh penyesalan dan rendah hati (pasal 38-41; Ayub 38:1--41:25). Ketika Ayub bertobat dari berbantah dengan Yang Mahakuasa (Ayub 40:1-4,8; Ayub 42:5-6) dan berdoa bagi teman-temannya yang telah sangat melukai hatinya (Ayub 42:8,10), ia dibebaskan dari pencobaan berat itu dan dipulihkan dua kali lipat (Ayub 42:10); Ayub juga dibenarkan ketika Allah berkata bahwa Ayub telah "berkata benar tentang Aku" (Ayub 42:7). Kehidupan Ayub kemudian hari lebih diberkati daripada sebelum penderitaan itu (Ayub 42:12-17). Sekalipun Allah tidak pernah memberikan pemahaman filosofis kepada Ayub mengenai penyebab penderitaannya, pembaca memperoleh perspektif yang penting ini dari prolog.
Ciri-ciri Khas
Tujuh ciri utama menandai kitab ini.
- (1) Ayub, penduduk Arab utara, seorang bukan Israel yang benar dan takut akan Allah, mungkin telah hidup sebelum keluarga perjanjian Israel ada (Ayub 1:1).
- (2) Kitab ini menyajikan pembahasan terdalam yang pernah ditulis mengenai rahasia penderitaan. Sebagai puisi dramatik, drama dalam kitab ini berisi rasa kesedihan yang mengharukan dan dialog intelektual yang menggugah perasaan.
- (3) Kitab ini menyingkapkan suatu dinamika penting yang beroperasi dalam setiap ujian berat yang dialami orang saleh: sementara Iblis berusaha untuk menghancurkan iman orang saleh, Allah bekerja untuk membuktikan iman itu dan memperdalamnya. Keteguhan Ayub dalam iman yang sejati memungkinkan maksud Allah menang atas niat Iblis (bd. Yak 5:11).
- (4) Kitab ini memberikan sumbangan tak ternilai kepada seluruh penyataan alkitabiah tentang pokok-pokok penting seperti Allah, umat manusia, penciptaan, Iblis, dosa, kebenaran, penderitaan, keadilan, pertobatan, dan iman.
- (5) Sebagian besar kitab ini mencatat penilaian teologis yang salah tentang penderitaan Ayub oleh teman-temannya. Mungkin cara berpikir mereka yang salah diulang begitu sering dalam kitab ini karena mencerminkan kesalahan yang umum terdapat antara umat Allah dan yang harus diperbaiki.
- (6) Peranan Iblis sebagai "penuduh" orang benar ditunjukkan dengan lebih jelas dalam Ayub daripada di kitab PL lainnya. Dari 19 acuan kepada Iblis dalam PL, 14 kali di antaranya ada dalam kitab ini.
- (7) Secara dramatis kitab Ayub mempertunjukkan prinsip alkitabiah bahwa orang percaya diubah oleh penyataan dan bukan informasi (Ayub 42:5-6).
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Penebus yang diakui Ayub (Ayub 19:25-27), perantara yang didambakannya (Ayub 9:32-33), dan jawaban kepada semua pertanyaan dan keperluan yang mendalam, semuanya menemui penggenapannya di dalam Yesus Kristus. Yesus sepenuhnya manunggal dengan penderitaan manusia (bd. Ibr 4:15-16; Ibr 5:8) sebagai Penebus, perantara, hikmat, penyembuh, terang, dan hidup yang ditetapkan Allah. Roh nubuat mengenai kedatangan Kristus terungkap paling jelas dalam Ayub 19:25-27. Ayub dua kali disebutkan dalam PB:
- (1) sebagai sebuah kutipan (Ayub 5:13 dalam 1Kor 3:19), dan
- (2) sebagai acuan kepada ketabahan Ayub dalam penderitaan dan akibat yang penuh kemurahan dari tindakan Allah dalam hidupnya (Yak 5:11).
Kitab Ayub melukiskan dengan jelas kebenaran PB bahwa ketika orang percaya mengalami penganiayaan atau ujian penderitaan yang berat, mereka harus tetap teguh di dalam iman dan terus mempercayakan diri mereka kepada Dia yang menghakimi dengan adil, sama seperti yang dilakukan Yesus ketika Ia menderita (bd. 1Pet 2:23). Ayub 1:6--2:10 merupakan gambaran paling jelas mengenai musuh kita sebagaimana dinyatakan dalam 1Pet 5:8-9.
Full Life: Ayub (Garis Besar) Garis Besar
I. Prolog Prosa: Krisisnya
(Ayub 1:1-2:13)
A. Ayub, Orang Benar yang Takut Akan Allah
(A...
Garis Besar
- I. Prolog Prosa: Krisisnya
(Ayub 1:1-2:13) - A. Ayub, Orang Benar yang Takut Akan Allah
(Ayub 1:1-5) - B. Percakapan Antara Tuhan Dengan Iblis, dan Berbagai Musibah
yang Kemudian Menimpa Ayub
(Ayub 1:6-2:10) - C. Kunjungan Ketiga Sahabat Ayub
(Ayub 2:11-13) - II. Dialog Antara Ayub dan Teman-temannya: Usaha Mencari Jawaban
yang Masuk Akal
(Ayub 3:1-31:40) - A. Rangkaian Dialog Pertama: Kebenaran Allah
(Ayub 3:1-14:22) - 1. Ayub Meratapi Hari Kelahirannya
(Ayub 3:1-26) - 2. Tanggapan Elifas
(Ayub 4:1-5:27) - 3. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 6:1-7:21) - 4. Tanggapan Bildad
(Ayub 8:1-22) - 5. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 9:1-10:22) - 6. Tanggapan Zofar
(Ayub 11:1-20) - 7. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 12:1-14:22) - B. Rangkaian Dialog Kedua: Nasib Orang Fasik
(Ayub 15:1-21:34) - 1. Tanggapan Elifas
(Ayub 15:1-35) - 2. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 16:1-17:16) - 3. Tanggapan Bildad
(Ayub 18:1-21) - 4. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 19:1-29) - 5. Tanggapan Zofar
(Ayub 20:1-29) - 6. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 21:1-34) - C. Rangkaian Dialog Ketiga: Sifat Berdosa Ayub
(Ayub 22:1-31:40) - 1. Tanggapan Elifas
(Ayub 22:1-30) - 2. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 23:1-24:25) - 3. Tanggapan Bildad
(Ayub 25:1-6) - 4. Tanggapan Balik Ayub
(Ayub 26:1-14) - 5. Rangkuman Terakhir Ayub Mengenai Pendapat Dasarnya
(Ayub 27:1-31:40) - III.Berbagai Wejangan Elihu: Awal Pengertian
(Ayub 32:1-37:24) - A. Elihu Diperkenalkan
(Ayub 32:1-6a) - B. Wejangan Pertama: Ajaran Allah Kepada Manusia Melalui Penderitaan
(Ayub 32:6-33:33) - C. Wejangan Kedua: Keadilan Allah dan Kepongahan Ayub
(Ayub 34:1-37) - D. Wejangan Ketiga: Kejujuran Tidaklah Tanpa Keuntungan
(Ayub 35:1-16) - E. Wejangan Keempat: Kesemarakan Allah dan Ketidaktahuan Ayub
(Ayub 36:1-37:24) - IV. Tuhan Menjawab Ayub: Penyataan Langsung
(Ayub 38:1-42:6) - A. Allah Menegur Ketidaktahuan Ayub
(Ayub 38:1-40:2) - B. Kerendahan Hati Ayub
(Ayub 40:3-5) - C. Allah Menentang Kecaman Ayub Terhadap Keadilan-Nya Dalam Memerintah
Dunia (Ayub 40:1-41:25) - D. Ayub Mengakui Keterbatasan Pengetahuannya Tentang Jalan-Jalan Allah
(Ayub 42:1-6) - V. Epilog Prosa: Krisis Berakhir
(Ayub 42:7-17) - A. Ayub Berdoa untuk Ketiga Temannya
(Ayub 42:7-9) - B. Berkat Dua Kali Lipat bagi Ayub
(Ayub 42:10-17)
Matthew Henry: Ayub (Pendahuluan Kitab)
Kitab Ayub ini berdiri sendiri, tidak terkait dengan kitab lain, sehingga harus dijelaskan sendiri. Banyak salinan dari Alkitab Ibrani menempatk...
- Kitab Ayub ini berdiri sendiri, tidak terkait dengan kitab lain, sehingga harus dijelaskan sendiri. Banyak salinan dari Alkitab Ibrani menempatkannya setelah Kitab Mazmur, dan beberapa lagi setelah Kitab Amsal, yang mungkin memberi alasan bagi beberapa sarjana untuk menganggapnya ditulis oleh Nabi Yesaya atau beberapa dari para nabi terakhir. Akan tetapi, karena isi kitab ini berkaitan dengan masa yang lebih kuno, maka kita tidak punya alasan untuk berpikir lain selain bahwa susunan isi kitab ini paling tepat ditempatkan pada urutan pertama dalam kumpulan kitab-kitab yang mengandung moral ilahi (yaitu Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung – pen.). Selain itu, karena berisi pengajaran, kitab ini tepat untuk mendahului dan memberi pengantar kepada Kitab Mazmur, yang bersifat renungan, dan juga mendahului Kitab Amsal, yang bersifat praktis. Sebab bagaimana kita menyembah atau menaati Allah yang tidak kita kenal? Mengenai kitab ini,
- I. Kita yakin bahwa kitab ini diberikan melalui pengilhaman Allah, kendati kita tidak tahu pasti siapa yang menulisnya. Orang Yahudi, kendati bukan teman dari Ayub, karena dia adalah seorang asing bagi lingkungan Israel, namun sebagai pemelihara sabda Allah, mereka selalu mempertahankan kitab ini di dalam Kitab Suci mereka. Kisah Ayub ini dirujuk oleh seorang rasul (Yak. 5:11) dan sebuah nas (5:13) dikutip oleh rasul lain, dengan cara yang biasa dipakai ketika mengutip Kitab Suci, ada tertulis, (1Kor. 3:19). Banyak penulis kuno berpendapat bahwa kitab ini ditulis oleh Musa sendiri di Midian, dan disampaikan kepada saudara-sau daranya yang menderita di Mesir, untuk mendukung dan menghibur mereka karena beban-beban yang mereka tanggung. Serta juga untuk mendorong pengharapan mereka bahwa Allah pada waktunya akan melepaskan dan memulihkan mereka dengan limpah, seperti yang telah diperbuat-Nya kepada Ayub si penderita yang sabar ini. Beberapa penafsir menduga kitab ini mula-mula ditulis dalam bahasa Arab, dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani oleh Salomo (menurut Monsieur Jurieu) atau penulis lain yang diilhami, untuk dipergunakan oleh jemaat Yahudi. Yang tampak paling mungkin bagi saya adalah Elihu penulisnya, paling tidak berdasarkan percakapan-percakapan yang ada, karena (32:15-16) dia mencampur perkataan dari seorang ahli sejarah dengan seorang pembantah. Namun, mungkin Musa yang menulis dua pasal pertama dan yang terakhir, untuk menjelaskan percakapan-percakapan di dalamnya. Sebab dalam pasal-pasal itu Allah sering disebut Yehova, tetapi tak satu pun di dalam semua percakapan pasal-pasal lain, kecuali pasal 12:9. Nama tersebut hanya sedikit diketahui oleh bapak-bapak leluhur sebelum Musa (Kel. 6:2). Jika Ayub sendiri yang menulisnya, beberapa dari penulis Yahudi mengakuinya sebagai seorang nabi di kalangan orang-orang non-Yahudi. Jika Elihu, kita mendapati dia memiliki suatu roh nubuatan yang memenuhinya dengan kata-kata dan mendesaknya dengan semangat(32:18).
- II. Kita yakin bahwa Kitab Ayub ini, karena hakikat isinya, adalah sebuah sejarah yang sungguh-sungguh terjadi, bukan sebuah cerita romantis, kendati dialog-dialognya bersifat puitis. Tak diragukan sungguh ada seorang manusia seperti Ayub. Nabi Yehezkiel menyebut namanya bersama Nuh dan Daniel (Yeh. 14:14). Cerita yang kita baca di sini tentang kemakmuran dan kesalehannya, musibah aneh yang menimpa dirinya dan kesabarannya yang patut dicontoh, inti pokok percakapannya dengan teman-temannya, dan percakapannya dengan Allah melalui tiupan angin puyuh, dengan pemulihannya pada akhirnya kepada suatu keadaan yang sangat makmur, tidak diragukan lagi adalah sungguh-sungguh benar, kendati sang penulis kitab yang penuh ilham ini sangat bebas dalam menggunakan kata-katanya sendiri dalam menceritakan persoalan antara Ayub dan teman-temannya.
- III. Kita yakin bahwa cerita ini sangat kuno, kendati kita tidak dapat menduga waktu tepatnya kapan Ayub hidup atau kapan kitab Ayub ditulis. Begitu banyak, begitu tampak jelas, tanda-tanda zaman kuno terlihat dalam kitab ini, sehingga kita punya alasan untuk menduga waktunya sama dengan Kitab Kejadian itu sendiri, dan Ayub yang saleh ini hidup sezaman dengan Ishak dan Yakub. Kendati tidak menjadi ahli waris dengan mereka dari janji Kanaan duniawi, namun ia memiliki harapan yang sama bersama mereka akan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Mungkin Ayub adalah keturunan dari Nahor, saudara Abraham, yang memiliki anak sulung bernama Us (Kej. 22:21), dan yang dalam keluarganya agama masih terpelihara selama beberapa abad, seperti tampak dalam Kejadian 31:53, di mana Allah disebutkan tidak hanya sebagai Allah Abraham, tetapi juga Allah Nahor. Ia hidup sebelum umur manusia diperpendek menjadi 70 hingga 80 tahun, seperti di zaman Musa, sebelum persembahan korban ditetapkan hanya pada satu mezbah saja, sebelum kemurtadan besar bangsa-bangsa dari pengetahuan dan ibadah kepada Allah yang sejati, dan sebelum ada penyembahan berhala lain selain kepada matahari dan bulan, yang dihukum oleh para hakim (31:26-28). Ia hidup di zaman ketika Allah lebih dikenal dengan nama Allah Yang Mahakuasadaripada Yehova. Sebab Ia disebut Shaddai – Yang Mahakuasa, lebih dari 30 kali di dalam kitab ini. Ia hidup di zaman ketika pengetahuan tentang Allah disampaikan bukan melalui tulisan, tetapi melalui mulut dari generasi ke generasi. Sebab buktinya disebutkan di sini (8:8; 21:29; 15:18; 5:1). Oleh karena itu kita punya alasan untuk menganggap bahwa Ayub hidup sebelum Musa, sebab di sini tidak disebutkan sama sekali tentang pembebasan Israel keluar dari Mesir, atau tentang pemberian hukum Taurat. Memang ada satu nas yang dapat ditafsirkan sebagai menggambarkan penenggelaman Firaun (26:12): Ia telah meneduhkan laut dengan kuasa-Nya dan meremukkan Rahab dengan kebijaksanaan-Nya (: Ia membelah laut dengan kuasa-Nya), di mana nama Mesir sering disebut di dalam Alkitab sehubungan dengan hal ini, seperti Mazmur 87:4; Mazmur 89:11; Yesaya 51:9. Namun ayat itu dapat juga merujuk kepada gelombang-gelombang laut yang angkuh. Kita menyimpulkan karenanya bahwa kita di sini harus kembali kepada zaman bapak-bapak leluhur, dan, di samping karena kewenangannya, kita menerima kitab ini dengan penghormatan karena masa purbakalanya.
- IV. Kita yakin bahwa kitab ini berguna bagi jemaat, dan bagi setiap orang Kristen yang baik, kendati ada banyak bagian di dalamnya yang gelap dan sukar untuk dimengerti. Kita tidak dapat begitu pasti tentang arti yang sesungguhnya dari setiap kata dan frasa bahasa Arab yang kita temui di dalamnya. Kitab Ayub ini adalah sebuah buku yang memakan banyak kerja untuk dikaji. Tetapi cukup jelas untuk membuat keseluruhannya menguntungkan dan semuanya itu ditulis bagi pembelajaran kita.
- 1. Puisi yang mulia ini menghadirkan kepada kita, dengan penggambaran yang sangat jelas dan hidup, lima hal ini di antara yang lainnya:
- (1) Sebuah monumen theologi awal mula sekali. Prinsip-prinsip atau dasar-dasar pertama dan agung dari terang alam, yang menjadi dasar pendirian agama alamiah, dengan jelas dan dengan kesepakatan umum dibentangkan sebagai kebenaran-kebenaran abadi, dan digambarkan dan ditekankan sebagai kebenaran-kebenaran yang harus diterima oleh hati. Prinsip-prinsip ini dihadirkan kepada kita dalam suatu bentuk perdebatan yang hangat, panjang dan terpelajar. Pernahkah keberadaan Allah, atribut kesempurnaan-Nya dan kemuliaan-Nya, hikmat-Nya yang tak terselami, kuasa-Nya yang tak tertahankan, kemuliaan-Nya yang tak tergambarkan, keadilan-Nya yang tidak terbengkokkan, dan kedaulatan-Nya yang tak tertandingi, dibicarakan dengan lebih jernih, lengkap, hormat dan dengan kefasihan ilahi selain di dalam kitab ini? Penciptaan dunia dan pemerintahan terhadapnya di sini dijelaskan dengan rasa kagum, bukan sebagai sebuah dugaan yang indah, tetapi untuk meletakkan kewajiban yang paling kuat ke atas kita untuk takut dan melayani, untuk tunduk dan percaya kepada Pencipta, Pemilik, Tuhan, dan Penguasa kita. Kebaikan dan kejahatan moral, kebajikan dan perilaku buruk, tidak pernah dibuat tampak lebih hidup, yaitu keindahan yang satu dan keburukan yang lain, selain di dalam kitab ini. Demikian pula halnya dengan aturan penghakiman Allah yang tidak dapat diganggu gugat lebih tegas dibentangkan di sini, sehingga berbahagia orang benar! Sebab mereka akan memakan hasil pekerjaannya. Celakalah orang fasik! Malapetaka akan menimpanya. Semua hal ini dihadirkan di sini bukan sebagai pertanyaan-pertanyaan sekolah untuk mengajak dunia terpelajar menjawab, bukan pula sebagai alat untuk mengajak dunia yang tidak terpelajar merasa kagum. Tidak, tampak jelas melalui kitab ini bahwa semua perkara itu adalah kebenaran-kebenaran suci yang kepastiannya tidak diragukan lagi, dan yang diakui serta diterima dengan hati tunduk oleh umat manusia yang bijaksana dan berakal sehat di setiap masa.
- (2) Kitab ini menghadirkan kita dengan sebuah contoh kesalehan dari orang-orang bukan-Yahudi. Orang kudus agung ini bukan merupakan keturunan dari Abraham, tetapi Nahor. Atau, jika dari Abraham, maka bukan dari Ishak, tetapi dari salah satu anak dari gundik-gundik Abraham yang disuruhnya pergi ke Tanah Timur (Kej. 25:6). Atau jika dari Ishak, maka bukan dari Yakub, tetapi Esau. Dengan demikian orang saleh yang agung ini ada di luar kovenan istimewa yang hanya diberikan kepada Abraham dan keturunannya. Ia bukan seorang Israel, bukan seorang pemeluk agama Israel, namun tidak seperti Esau dalam hal agama. Dan juga, ia seorang kesayangan sorga di atas bumi ini, tidak seperti Esau. Karena itu, benarlah, sebelum Rasul Petrus memahaminya, bahwa setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya (Kis. 10:35). Ada anak-anak Allah yang tercerai-berai (Yoh. 11:52) di samping anak-anak Kerajaan yang telah dikumpulkan (Mat. 8:11-12).
- (3) Kitab ini menghadirkan kita dengan sebuah eksposisi kitab tentang Sang Penyelenggara, dan sebuah jalan keluar yang jelas serta memuaskan dari banyak bagian yang sulit dan kabur tentang Sang Penyelenggara. Kemakmuran orang fasik dan penderitaan orang benar selalu dianggap sebagai dua hal yang sulit di dalam kitab ini. Tetapi keduanya di sini diuraikan dan didamaikan dengan kebijaksanaan, kemurnian, dan kebaikan ilahi, menjelang akhir dari segala hal ini.
- (4) Kitab ini menghadirkan kita dengan sebuah teladan kesabaran yang agung dan kebersandaran yang kuat kepada Allah di tengah-tengah bencana yang paling menyakitkan. Tulisan Tuan Richard Blackmore yang paling cemerlang, dalam Kata Pengantarnya bagi uraiannya tentang kitab ini, menjadikan Ayub seorang pahlawan yang tepat untuk sebuah puisi kepahlawanan. Sebab, katanya, “Dia tampak berani dalam kesesakan dan gagah berani dalam kesengsaraan, mempertahankan kebajikannya, dan dengan itu mempertahankan karakternya, sekalipun ada dalam hasutan tiada taranya yang bisa diciptakan oleh kejahatan neraka, sehingga dengan demikian ia memberikan contoh yang paling mulia akan keberanian menghadapi kesakitan dalam diam, karakter yang tidak kalah dengan karakter seorang pahlawan yang gagah bertempur.”
- (5) Kitab ini menghadirkan kita dengan sebuah gambaran tentang Kristus, dan rincian tentang hal ini akan kita perhatikan lebih banyak pada pembahasan selanjutnya. Secara umum, Ayub adalah seorang penderita yang hebat, dikosongkan dan direndahkan, tetapi semuanya dengan tujuan untuk membawa dia kepada kemuliaannya yang lebih besar. Demikian pula Kristus merendahkan diri supaya kita dapat ditinggikan. Cendekiawan Uskup Patrick mengutip St. Jerome lebih dari sekali waktu membicarakan Ayub sebagai sebuah perlambang dari Kristus, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang dianiaya, untuk sesaat, oleh manusia dan setan, dan sepertinya telah ditinggalkan Allah pula, tetapi kemudian ditinggikan untuk menjadi seorang juru syafaat bagi para sahabatnya dan menambahkan derita pada kesusahannya. Pada waktu sang rasul berbicara tentang ketekunan Ayub, dia segera memperhatikan apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan, yaitu, bagi Tuhan Yesus (sebagaimana dipahami oleh beberapa penafsir), yang diperlambangkan oleh Ayub (Yak. 5:11).
- 2. Dalam kitab ini kita menemukan,
- (1) Kisah penderitaan Ayub dan kesabarannya (ps. 1-2), tidak tanpa perpaduan dengan kelemahan manusia (ps. 3).
- (2) Perdebatan antara dirinya dan para sahabatnya, di mana,
- [1] Para penentang adalah Elifas, Bildad, dan Zofar.
- [2] Sang penanggap adalah Ayub.
- [3] Para penengah adalah, pertama, Elihu (ps. 32-37). Kedua, Allah sendiri (ps. 38-41).
- (3) Akhir dari semuanya adalah kehormatan dan kemakmuran Ayub (ps. 42). Secara keseluruhan, kita belajar bahwa kemalangan orang benar banyak, tetapiketika TUHAN melepaskan mereka keluar dari semuanya itu,maka untuk membuktikan kemurnian iman mereka … sehingga memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan.
Jerusalem: Ayub (Pendahuluan Kitab) KITAB AYUB
PENGANTAR
Karya sastera paling unggul yang dihasilkan gerakan kebijaksanaan di Israel ialah kitab Ayub. Kitab ini dimulai dengan sebuah cer...
KITAB AYUB
PENGANTAR
Karya sastera paling unggul yang dihasilkan gerakan kebijaksanaan di Israel ialah kitab Ayub. Kitab ini dimulai dengan sebuah ceritera dalam prosa. Sekali peristiwa mengizinkan Ayub dicobai Iblis untuk melihat, kalau-kalau juga dalam kemalangan ia tetap setia. Mula-mula Ayub kehilangan seluruh harta-bendanya dan anak-anaknya. Kenyataan ini diterimanya juga, sebab dengan jalan itu Allah hanya mengambil apa yang diberikannya dahulu. Lalu Ayub didatangi penyakit yang menjijikkan dan sangat memayakan. Inipun tetap diterima Ayub, yang tidak menurut desakan isterinya untuk mengutuki Allah. Kemudian datanglan tiga orang sahabat Ayub, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar. Mereka datang melawat untuk mengucapkan belasungkawa danmenghibur Ayub, Ayb 1-2. Sesudah bagian pendahuluan ini, ceritera berubah menjadi dialog bersajak. Ini merupakan bagian pokok kitab Ayub. Dialog tersebut berlangsung antaraempat orang. Dalam tiga rangkaian percakapan, Ayb 3-14, 15-21, 22-27, ayub serta teman-temannya berutut-turut mengemukakan pendapatnya masing-masing tentang keadilan Allah. Jalan pikiran dengan agak bebas berkembang maju, tegasnya: dalil-dalil yang mula-mula dikemukakan berulang-ulang ditegaskan kembali oleh masing-masing pembicara. Elifas berbicara dengan tenang, sesuai dengan umurnya yang sudah lanjut, tetapi juga dengan keras berdasarkan pengalamannya yang lama tentang manusia. Sebaliknya, sesuai dengan umur mudanya Zofar berkata dengan panas: Bildad ternyata gemar akan banyak kata dan uraian panjang: ia menempuh jalan tengah. Tetapi ketiga sahabat Ayub semua mempertahankan pendirian tradisional tentang pembalasan di bumi, yaitu: Jikalau Ayub menderita maka sebabnya ialah: ia berdosa. Mungkin ia menganggap dirinya orang benar, tetapi tidak mungkin ia orang benar di hadapan Allah. Ayub tetap mempertahankan bahwa tidak bersalah, tetapi ketiga sahabatnya semakin kuat berpegang pada pendiriannya semula. Dalam pembelaannya Ayub melawankan pertimbangan-pertimbangan sahabat-sahabatnya dengan pengalamannya yang penuh kepedihan serta dengan ketidak-adilan yang bersimaharajalela di bumi. Berkali- kali Ayub mengulang pendapatnya, tetapi terus-menerus ia terbentur pada rahasia Allah yang memang adil, namun menimpakan kemalangan pada orang benar. Ayub tidak dapat memecahkan masalah itu dan meraba-raba dalam kegelapan. Dalam kebingungan Ayub sekali memberontak, sekali tunduk, sama seperti dalam kesakitan badannya, ia kadang-kadang mengalami krisis dan di lain waktu merasa lega. Kedua sikap hati Ayub yang berlain-lain itu mencapai puncaknya masing-masing dalam ucapan kepercayaan, bab 19, dan pernyataan bahwa tidak berdosa, bab 31. Maka tampillah seorang tokoh yang baru, yaitu Elihu. Dengan berpidato panjang lebar Elihu menyalahkan baik Ayub maupun sahabat-sahabatnya, bab 32-37, dan ia berusaha membenarkan Allah. Lalu Yahwe sendiri menyela pidato Elihu. "Dari dalam badai", yang mengingatkan penampakan-penampakan Allah di zaman dahulu, Tuhan menjawab Ayub. Tegasnya, Yahwe enggan menjawab, sebab manusia memang tidak berhak menghadapi Allah yang mahabijaksana dan mahakuasa kepada pengadilannya. Maka Ayub mengakui, bahwa ia telah berbicara tanpa pengertian Ayb 38:1-42:6. Kitab Ayub diakhiri dengan bagian penutup yang ditulis dalam prosa dan menyimpulkan isinya: Yahwe menegur ketiga sahabat Ayub dan menganugerahi Ayub dengan putera- puteri dan melipatgandakan harta-bendanya, Ayb 42:7-17.
Pelaku utama drama itu ialah Ayub. Ia adalah seorang pahlawan di zaman dahulu, Yeh 14:14,20, dan bertempat tinggal di daerah yang orang bijaksana termasyur, Yer 49:7; Bar 3:22-23; Ob 8. Dari daerah itu juga datang ketiga sahabat Ayub. Tradisi menganggap Ayub sebagai seseorang yang sungguh-sungguh benar, bdk Yeh 14, yang tetap setia kepada Allah, walaupun tertimpa musibah yanghebat. Pengarang kitab Ayub mempergunakan sebuah cerita kuno sebagai rangka kitabnya sendiri. Meskipun gaya bahasa dan nadanya berbeda-beda, namun dialog bersajak tidak dapat dibayangkan tanpa adanya ceritera berprosa, yang berperan sebagai pembukaan dan bagian penutup.
Beberapa bagian dari dialog itu diragu-ragu keasliannya. Syair tentang Hikmat bab 28, tak mungkin diucapkan Ayub, sebab di dalamnya terdapat suatu pengertian, tentang Hikmat yang tidak ada pada Ayub atau sahabat-sahabatnya. Sebaliknya, syair itu ada persamaannya dengan wejangan Yahwe, bab 38-39. Namun demikian syair itu tidak berasal dari kalangan yang sama, yang menghasilkan bagian-bagian kitab Ayub yang lain. Syair itu digubah tanpa hubungan dengan kitab Ayub. Tidak diketahui mengapa syair itu disisipkan ke dalam kitab Ayub tepat pada tempatnya sekarang. Bagian ini memang tidak sesuai dengan konteksnya. Wejangan-wejangan Yahwe, bab 38-41, jiga diperkirakan berasal dari sebuah sajak yang lebih tua dari kitab Ayub. Tetapi dugaan semacam itu tidak secukupnya memperhatikan mana arti kitab Ayub. Memang wejangan-wejangan Yahwe itu tidak mengindahkan perdebatan antara Ayub dengan sahabat-sahabatnya dan tidak pula menyinggung keadaan Ayub: wejangan-wejangan itu memindahkan diskusi dari tingkat manusiawi ke tingkat ilahi melulu. Tetapi justru dengan jalan itulah wejangan-wejangan itu memecahkan masalah dengan suatu cara yang samar-samar dirasakan pengarang kitab, yakbi: Tindakan-tindakan Allah senantiasa penuh rahasia. Dalam wejangan-wejangan Yahwe itu sementara ahli mau mencoret sebagai tidak aseli, setidak-tidaknya bagian tentang burung unta, Ayb 39:16-21, dan uraian-uraian panjang tentang kuda nil dan buaya, Ayb 40:10-41:25. Kalau bagian-bagian mengenai binatang- binatang ganjil itu dihilangkan, maka hampir tidak ada lagi yang sisa dari wejangan Yahwe yang kedua. Kita kiranya sampai kepada kesimpulan bahwa mula- mulanya hanya ada satu wejangan Yahwe yang kemudian ditambah, lalu dibagi menjadi dua dengan disisipkan jawaban pendek pertama yang diberikan Ayub, Ayb 39:34-38. Hipotesa ini sangat menarik. Namun tidak ada satu buktipun yang dapat meyakinkan. Selebihnya, masalah itu sama sekali tidak penting. Dalam rangkaian pembicaraan yang ketiga, bab 24-27, ada kekacauan. Ini dapat dijelaskan dengan mengandaikan bahwa naskah-naskah kitab Ayub mengalami kerusakan atau dengan menerima bahwa penggubah kitab mengacaukan bahannya.
Yang sunggu-sungguh dapat diragukan keasliannya ialah uraian Elihu, bab: 32- 37. Tiba-tiba tokoh ini muncul dengan tidak disebut terlebih dahulu. Yahwe yang memotong pidato Elihu sekali-kali tidak menghiraukan apa yang sudah dikatakan olehnya. Ini semakin mengherankan mengingat bahwa Elihu terlebih dahulu mengatakan apa yang akan difirmankan Tuhan. Wejangan Elihu malahan seolah-olah mau melengkapi keterangan-keterangan Tuhan. Di lain pihak Elihu hanya mengulangi apa yang dikatakan ketiga sahabat Ayub dengan tidak ada kemajuan pikiran. Akhirnya perbendaharaan kata dan gaya bahasa pidato Elihu berbeda dengan kosakata dan gaya bahasa yang dipakai bagian-bagian kitab Ayub yang lain. Pengaruh bahasa Aram dalam uraian Elihu lebih terasa pada dalam bagian-bagian lain. Maka nampaknya bab-bab ini (32-37) ditambahkan pada kitab Ayub oleh seorang pengarang lain. Namun bab-bab inipun menyumbangkan ajaran yang khas.
Pengarang kitab Ayub hanya kita kenal melalui karya unggul yang dihasilkannya. Ia pasti seorang Israel yang sering merenungkan tulisan para nabi dan ajaran para bijaksana. Mungkin sekali ia bertempat tinggal di Palestina. Tetapi pasti membuat perjalanan-perjalanan atau malahan tinggal di luar negeri, khususnya di negeri Mesir. Kita hanya dapat menerka-nerka di zaman mana pengarang hidup. Bagian-bagian berprosa sangat serupa dengan ceritera-ceritera mengenai para bapa bangsa. Kesamaan itu menyebabkan orang di zaman dahulu yakin, bahwa kitab Ayub sama seperti kitab Kejadian ditulis oleh Musa. Tetapi dugaan itu paling-paling berlaku untuk rangka kitab Ayub saja. tetapi warna dan nada ceritera berprosa itu juga dapat diterangkan sebagai warisan tradisi atau sebagai kesusateraan yang dibuat-buat saja. Kitab Ayub pasti dikarang sesudah zaman nabi Yeremia dan Yehezkiel. Sebab di dalamnya terdapat persamaan ungkapan dan gagasan dengan nabi-nabi itu. Bahasa yang dipakai kitab sehabis masa pembuangan. waktu nasib bangsa kurang memikat hati Israel, sedangkan nasib manusia perorangan merepotkan. Tanggal dikarangnya kitab Ayub yang paling sesuai ialah awal abad ke-5 seb. Mas., tetapi kepastian tidak ada.
Pengarang Ayub merenungkan nasib orang benar yang menderita. Menurut pendapat tentang pembalasan di bumi yang beredar di kalangan umum, nasib semacam itu tidak masuk akal. Menurut pendapat umum itu manusia di bumi sudah memperoleh ganjaran berupa berkat atau hukuman atas perbuatan-perbuatabnya. Di tingkat kolektip pendapat itu paling jelas terungkap dalam dua nas Perjanjian Lama, yaitu Ul 28 dan Im 26. Kitab Hakim-hakim dan kedua kitab Raja-raja menguraikan pengetrapan prinsip itu dalam perkembangan sejarah. Arajan para nabi juga terus-menerus mengandaikan prinsip itu. Pengertian tentang tanggungjawab pribadi dengan samar-samar sudah terasa dalam Ul 24:16; Yer 31:29-30; 2Raj 14:6, tetapi secara jelas baru diuraikan dalam Yer 18. hanya Yehezkiel sendiri masih terikat pada ajaran mengenai pembalaan di bumi. Tetapi kenyataan dan kejadian-kejadian tegas menyangkal ajaran nabi. Ditinjau dari segi solidaritas dapat diterima, bahwa manusia perorangan terkena oleh dosa kelompok, sehingga juga orang benar turut dihukum bersama-sama dengan orang fasik. Tetapi kalau setiap orang harus diperlakukan sesuai dengan perbuatan-perbuatannya sendiri, bagaimana gerangan mungkin orang benar menderita? Sebab memang ada orang benar yang menderita, bahkan menderita dengan kejam. Buktinya Ayub. Tentu saja pembaca kitab Ayub tahu dari bagian pendahuluan bahwa kemalangan Ayub disebabkan Iblis, bukan Allah. Penderitaan Ayub juga hanya ujian kesetiaannya. Tetapi baik Ayub maupun sahabat-sahabatnya tidak mengetahuinya. Sahabat-sahabat itu memberi keterangan yang lazim: kebahagiaan orang fasik hanya berlangsung sebentar saja, bdk Mzm 37 dan 73, dan kemalangan orang benar hanya menguji kebenarannya, bdk Kej 22:12; ataupun kemalangannya berupa hukuman atas kesalahan yang dilakukan karena kurang tahu atau karena kelemahan saja, bdk Mzm 19:13; 25:7. Begitulah pendirian sahabat-sahabat selama masih yakin bahwa Ayub seorang yang kurang lebih benar. Tetapi jeritannya karena sengsara dan kedurhakaannya terhadap Allah akhirnya meyakinkan sahabat-sahabat itu bahwa pada Ayub ada kefasikan yang lebih mendalam. Maka kemalangan yang mendatangi Ayub menyatakan, bahwa ia seorang yang berbuat dosa berat. Kalau Elihu ia memperdalam pendirian ketiga sahabat itu: jikalau Allah membiarkan seseorang, yang nampaknya benar, menderita, maka tujuannya ialah, supaya ia mendapat kesempatan memulihkan dosa-dosa kelalaian atau kesalahan yang tida disengaha, atau - dan inilah sumbangan khas yang disampaikan Elihu dalam bab 32-37 - supaya orang benar disembuhkan dari kesombongannya. Namun sama seperti sengsara dan dosa pribadi, walaupun Elihu kurang keras dalam ucapannya.
Berdasarkan keyakinannya bahwa tidak bersalah, Ayub keras-keras menolah hubungan antara dosa pribadi dan penderitaannya. Ayub tidak menyangkal adanya pembalasan di bumi, sebaliknya ia justru mengharapkannya. Allah akhirnya juga memperlakukan Ayub sesuai dengan keyakinannya itu, sebagaimana kita mengetahuinya dari bagian penutup kitab. Tetapi Ayub durhaka dan tidak mau menerima bahwa ganjaran-ganjaran atas perbuatan-perbuatannya yang benar tidak diperolehnya sekarang juga. Dengan percuma saja Ayub mencari-cari makna penderitaannya sekarang. Dengan nekad ia berjuang untuk menemukan Allah yang sedang bersembunyi, walaupun Ayub tetap yakin bahwa Allah adalah baik. Ketika Allah akhirnya turun tangan, maka Ia hanya membuka tabir transendensiNya dan transendensi rencanaNya dan mendiamkan Ayub. Maka pelajaran kitab Ayub adalah sebagai berikut: Manusia harus tetap teguh iman dan kepercayaannya, walaupun akal budinya tidak memahami apa-apa. Pada tahap Wahyu ini pengarang kitab Ayub tidak dapat melangkah lebih jauh. Untuk menerangkan rahasia sengsara orang benar, masih perlu keyakinan tentang pembalasan di alam baka serta pengertian mengenai nilai penderitaan manusia yang telah dipersatukan dengan penderitaan Kristus. Masalah yang memberati Ayub dipecahkan dua nas Paulus: "Penderitaa zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita", Rom 8:18, dan: "AKu menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuhNya, yaitu jemaat", Kol 1:24.
Ende: Ayub (Pendahuluan Kitab) IJOB
PENDAHULUAN
Karya utama dari sesusasteraan kebijaksanaan Israil dan jang termasuk bilangan
tjiptaan terbesar jang pernah dihasilkan pudjangga2 in...
IJOB
PENDAHULUAN
Karya utama dari sesusasteraan kebijaksanaan Israil dan jang termasuk bilangan tjiptaan terbesar jang pernah dihasilkan pudjangga2 insani, diberi nama tokoh utama karya itu, jaitu Ijob. Orang itu dikenal namanja didjaman kuno. Dalam kitab Jeheskiel (14,14.20) Ijob adalah seorang-orag dari djaman dahulukala, jang digambarkan sebagai orang jang bidjak dan badjik. Dalam kitan Ijob sendiri ia dilukiskan sebagai orang setengah-bedawi dari negeri, jang terkenal kebidjaksanaannja, jakni Edom, jang djuga mendjadi tempat asal kawan2 Ijob (1,3;2,11). Hikajat rakjat mengenai tokoh ini mengisahkan pertjobaan2 hebat, jang menimpa orang saleh itu atas asutan Setan, dengan diidjinkan Tuhan, untuk mengudji kesalehan Ijob. Tetap didalam penderitaanpun Ijob njatalah orang saleh, jang mengabdi kepada Allah dengan tulus iclas (2,10). Kesalehannja achirnja mendapat gandjarannja. Ini memang sungguh2 hikajat rakjat dengan tjorak keigamaan dan memperlihatkan sifat2 chas suatu hikajat rakjat, jang tidak mungkin ditentukan latar-belakangnja atau diketahui kenjataan sedjarah. Bahkan mungkinlah suatu chajalan belaka.
Hikajat ini mendjadi pangkal-mula bagi pengarag kitab Ijob dan merupakan rangka karyanja sendiri (1,1-2,12;42,7-17); tidak mustahil pula, tjerita itu sudah disadurnja untuk disesuaikan dengan maksudnja sendiri. Tjeritera "Ijob jang sabar" itu paling terkenal, tetapi bukannja jang terpenting dalam kitab Ijob. Si pengarang hendak mengatakan sesutu jang lebih penting dan tidak begitu bersusah- pajah, untuk menjelaraskan karyanja dengan isi hikajat lama itu. Dalam rangka tjerita prosa itu ia membentangkan pikiran2nja sendiri dalam bentuk puisi dengan suatu gaja serta kedalaman jang djarang2 terdapat.
Nama si pengarang tidak ketahuan. Nama2 jang dahulu di-sebut2, Musa atau Jeremia misalnja, bersandarkan chajalan. Pribadi pengarang hanja tampil dalam satu2nja karya, jang ada daripadanja. Ia adalah seorang Jahudi dari Palestina, jang termasuk bilangan besar kaum bidjaksana Israil. Ia sudah mengadakan banjak perdjalanan, djuga keluar-negeri, dimana ia melihat banjak dan boleh djadi djuga berkenalan dengan orang2 bidjaksana dari bangsa2 tetangga Israil, chususnja Edom dan Mesir. Walaupun mungkin ia telah menambah pengetahuannja disana, namun jang mendjadi sumber pokoknja, malahan mungkin sumber satu2nja, ialah Nabi2 dan orang2 bidjaksana Israil. Lebih2 ia berdekatan dengan nabi Jeremia (Ijob 3 Jr.20,14-18; Ijob 21,7-9 Jr.12,1-3) dan dengan kitab Amsal. Dalam kitabnja si pengarang tampil sebagai orang jang sangat berbakat dalam bidang puisi dan keigamaan.
Apapun djua jang dapat dikatakan tentang umur hikajat rakjat itu, namun sudah pastilah si pengarang kitab Ijob hidup didjaman kemudian dalam sedjarah Israil. Persoalan jang dibentangkannja, sudah mengalihkan kita kemasa jang kemudian dan bahasa jang digunakannjapun menguatkan pandapat ini. Meskipun para ahli bersimpang-siur pendapatnja, namun rasanja pendapat jang paling masuk akal ialah, bahwasanja si pengarang hidup dan bekerdja tak lama sesudah bangsa Jahudi kembali dari pembuangan, djadi kira2 dalam tahun 500 sebelum Masehi.
Kiranja tak seorangpun, jang mengenal baik2 kitab Ijob, akan menjangkal, bahwa kitab itu sukar dipahami dan lebih sukar lagi untuk diterdjemahkan dalam bahasa lain. Kesulitan2 itu sering diterangkan orang sebagai akibat dari kerusakan naskah Hibrani, jang banjak dialami sepandjang sedjarahnja. Ada pula jang berpendapat, bahwa kitab ini adalah hasil karya beberapa pengarang - malahan dari suatu mazhab lengkap - jang menambah dan menjadur kitab aselinja. Tetapi penjelidikan2 selandjutnja menundjukkan dengan terangnja,bahwa kitab Ijob tidak lebih rusak teksnja daripada kitab manapun djua Perdjandjian Lama, bahkan kurag dari itu. Salah-tulis atau salah turun dsb. jang lazim, terdapat djuga dalam kitab ini, tetapi teranglah tidak lebih banjak dari pada dalam kitab2 lain; sukar dibuktikan djuga, adanja kerusakan atau perubahan jang disengadja karena keraguan2 teologis, selain dalam satu hal keketjualian. Kesulitan2 jang terdapat, lebih berdasarkan keulungan si pengarang mengenai bahasa dan dalamnja gagasannja, jang tidak selalu diimbangi oleh penafsir2 modern.
Tentang keaslian beberapa bagian, jakni lagu kebidjaksanaan (28,1-28), pidato2 Elihu (32,1-37,24), pidato2 Jahwe (38,1-42,6) lebih2 mengenai burung unta (39,13-18) dan buaja (40,15-24), sering disangsikan, tetapi pada umumnja tanpa alasan jang tjukup dan berdasarkan salah-pengertian dari pihak para penafsir. Hanja mengenai pidato2 Elihu itu keaslianja dapat diragukan dengan alasan2 jang tjukup. Orang ini muntjul tiba2 didalam tjerita itu dan menghilang lagi dengan tak meninggalkan bekas. Ia menggunakan bahasa, jang berbeda sekali dengan bahasa bagian2 lainnja kitab itu. Dan lagi Elihu mengemukakan sedikit sadja jang baru dan rupa2nja peranannja hanja mendjawab beberapa persoalan jang kurang penting, jang disinggung dalam perdebatan itu.
Pasal2 24-27 boleh djadi kusut-murut dalam riwajat teksnja, sehingga urut2annja jang sekarang ini, sukar dimengerti dan djalan pikirannja beberapa kali terputus. Sudah banjak sekali ditjoba, memulihkan urutan2 jang asli, tetapi kesemuanja itu bertjorak hipotese atau perkiraan sadja. Adapun kami mengikuti hipotese, jang sedikit sekali merobah teksnja. Dengan memindahkan tiga bagian ketjil diperoleh urutan2 jang agak memuaskan. Jaitu sbb: 24,1-17;25,1;26,,5- 14;25,2-6;26,1-4;27,1-23;24,18-25;28,1-28. Kiranja tak usah pula dalam seri ketiga pidato sahabat2 itu, menaruh sebagian dalam mulut Sofar dan untuk itu menambahkan satu ajat kepada teks itu. sungguh aneh, bahwa sofar, jang dalam kedua seri lainnja mendapat gilirannja angkat bitjara, tak diketemukan sama sekali dalam ketiga itu. Ini alasan terutama, maka tidak kuranglah ahli jang menampilkan Sofar dalam seri ketiga. Tetapi perlu sih tidak. Biasanja 27,13-25 dianggap keluar dari mulut sofar, dengan ditambahkan 24,18-24 atau tidak.
Kitab Ijob tersusun sbb: kitab mulai dengan suatu prakata dalam prosa (1- 2);berikutlah pertjakapan antara Ijob dan sahabat2nja, jang terdiri atas tiga seri pidato (4,1-14,23;15,1-21,34;22,1-31,40). Kemudian Elihu angkat bitjara dengan lima buah pidato (32,1-37,24), jang terputus oleh dua pidato Jahwe sendiri, masing2 dibubuhi dengan djawaban singkat dari Ijob (38,1-42,6). Kata penutup dalam prosa lagi dan merupakan kelantjutan dari prakata (42,7-17).
Dalam prakata para pembatja berkenalan dengan tokoh2 jang akan memainkan peranan dalam perdebatan jang akan datangm jaitu Ijob, Elifaz, Bildad dan Sofar, dan dengan keadaan jang menjedihkan dari tokoh utama, jang sungguhpun saleh ditimpa dengan derita jang luar kekuatan insani oleh Setan akan mengudji kebadjikannja. Dengan itu dikemukakan pula persoalan kitab itu, jaitu derita orang jang djujdur. Isteri Ijob sambil lalu untuk lebih menonjolkan derita itu.
Setelah diam tudjuh hari tudjuh malam lamanja, lalu Ijob membuka perdebatan dengan djeritan pedih dari dalam kepapaannja. Tidak lain hanjalah keluhan jang menjajat hati. Persoalan belumlagi disinggung dan keluhan ini tidak ditundjukkan kepada sahabat2nja, melainkan se-mata2 suatu keluhan derita (3,1-26).
Kemudian setjara bergilir ketiga sahabat itu angkat berbitjara, danmasing2 didjawab Ijob (4,1-28,28). Ketiga sahabat itu adalah tiga orang bidjaksana, masing2 dengan wataknja sendiri. Elifaz adalah jang tertua, jang dapat berbitjara karena mempunjai pengetahuan jang luas dan banjak pengalaman. Pada hematnja, hal ini memberikan hak kepadanja, untuk menjampaikan pendapatnja kepada Ijob dengan terus-terang dan djudjur. Adapun Bildad lebih muda dan berbitjara dengan kehangatan nafsu kaum muda dan dengan pedas, bahkan menghina dalam utjapan2nja. Sofar kira2 berdiri di-tengah2 keduanja itu. Dalam djalan perdebatan hanja ada sedikit kemadjuan pikiran. Hal jang sama djua di-ulang2, hanja mada makin lama makin pedas dan tadjam. Ketiga sahabat itu mengukuhi, bahwa Allah adalah adil dan bahwa jang djahat dihukum diatas bumi ini, desang jang baik pasti digandjar. Karena Ijob ditimpa malapetaka jang amat berat, djadi ialah pendosa besar. Ini pokok pertjakapan, jang tidak akan dilepaskan mereka. Tetapi Ijob tetap menjatakan, bahwa ia tak bersalah, danmembuktikan, bahwa dalil sahabat2nja tidak sesuai dengankenjataan serta pengalaman. Allah, jang mereka wartakan itu bukan allah jang adil. Nada utjapan2 Ijob terus-menerus berumbang- ambing antara dua kutub. Kadang2 ia penuh denga perasaan merontak, hampir2 menghodjat;ini mentjapai puntjaknja dalam pertjakapan achir Ijob dengan diri sendiri, dalam mana ia sekali lagi menjatakan dengan bersumpah, bahwa ia tak bersalah (29-31). Sebaliknja iapun ber-ulang2 menjatakan kesediaannja untuk tunduk serta patuh setjara satria, dan kehendaknja jang sungguh2 untuk menjelami rahasia itu. Nada ini mentjapai puntjaknja dalam pasal 19.
Dengan dibubuhi kata pengatar tersendiri, Elihu lalu mentjampuri perdebatan itu (32,1-37,24). Ia berpandjang lidah dan tjongkak. Tetapi tidak banjak hal jang baru keluar dari mulutnja. Iapun sependirian denga sahabat2 itu: derita adalah hukuman atas dosa perseorangan atau se-kurang2nja,-ini hal baru jang dikemukakannja - hukuman atas dosa karena kedjahilan atau hendak mentjegah dosa, lebih2 dosa kesombongan. Tetapi bagaimanapun djua, ada gandingannja antara derita dan dosa.
Kata2 jang membandjir dari mulut Elihu itu dihentikan Jahwe, jang bersabda dalam angin ribut sebagaimana lazimnja dalam Kitab Sutji (38,1-42,6). Sabda Allah itu penuh ironi terhadap Ijob. suatu pemetjahan dari persoalan itu tidak diberikan, tetapi Jahwe menundjukkan akan kemahakuasaanNja dan kebidjaksanaanNja, karena djustru dalam hal itu Ia melampaui manusia. Pekerdjaan Allah tidak boleh tidak adalah suatu rahasia bagi manusia dan tetap demikian pula halnja. Maka itu manusia harus menerima. Dia begitu sadja. Itulah satu2nja sikap, jang dapat memberikan suatu pegangan, bahkan kepastian, kepada manusia dalam hidupnja serta deritanja.
Ijob menerima itu (40,3-5;42,1-6) Ia mengaku, bahwa ia telah berbitjara karena kurang tahunja. Ia menjatakan kepertjajaan jang mutlak, kendati segala rupa lahir jang tampak, dan menerima rahasia Allah itu.
Epilog merupakan penutup jang menjenangkan dari keseluruhannja. Ketiga sahabat itu ditjela: pendapat mereka tidak tertahankan. Setjara resmi Ijob dinjatakan tak-bersalah dan mendapat kembali kemakmuran jang telah hilang itu, bahkan djauh lebih banjak.
Dengan gaja puisinja jang indah Ijob mengemukakan persoalan jang pokok: jakni persoalan derita orang saleh dan disamping itu kitab tadi mempersoalkan, apa pengertian tentang allah seperti jang diterima dikalangan pengarang itu sungguh2 pengertian jang benar dan lengkap tentang Allah. Teranglah, bahwa gagasan2 si pengarang sendiri jang ditaruh dalam mulut Ijob demikianpun halnja dengan sabda Jahwe. Sedangkan ketiga sahabat itu mewakili aliran teologi para guru ilmu kebidjaksanaan, seperti jang lazim dianut. Persoalan derita atau sengsara bukanlah suatu persoalan jang chas bagi bangsa Jahudi, melainkan bertjorak insani umum. Djustru karena itulah kitab Ijob adalah buku segala djaman dan mempunjai makna universil. Sudah barang tentu bukan tanpa maksudlah si pengarang Jahudi manampilkan orang2 bukan Jahudi. Bukan hanja kitab Ijob sadjalah, jang membentangkan persoalan tadi. Sudah lama ada denga samar2 (lih.Jer.31,29), dan tampil kemuka dalam beberapa mazmur. Kemudian si Pengchotbah mengemukakan lagi persoalan itu, tetapi dalam bentuk jang sangat umum dengan menanjakan apa makna seluruh dunia dan seluruh hidup manusia. Tetapi belum pernah persoalan itu dikemukakan demikian hangatnja seperti dalam kitab Ijob: didalamnja orang bergulat untuk mendapat pemetjahan, sementara keteguhan mentjapai puntjaknja, dan orang menderita minta djawaban.
Adjaran lama, jang diwakili sahabat2 Ijob, telah memberikan keterangan sbb: derita adalah akibat dari hukum bagi dosa. Dalil sedikit banjak memuaskan, selama pengertian tentang kesalahan kolektif dapat bertahan. Orang salehpun dapat ditimpa derita karena kedjahatan orang lain. Tetapi sedjak nabi Jeheskiel menandaskan tanggungdjawab pribadi dan kesalahan perseorangan )Jehesk. 18,1-32), djawab tadi dapat memuaskan. Dengan mulut Ijob si pengarang memprotes dengan keras sekali. Si pendosa sendiri harus mendjalani hukuman, bukannja orang lain (21,20). Rangka lama pembalasan tidak berlaku lagi. Sungguhpun sahabat2 Ijob dapat memandjat pada tradisi (15-18) dan bahkan pada wahju (4,12-17), namun mereka tidak dapat mejakinkan seorang djuapun. Teori mereka sangat bertentangan dengan kenjataan. Ijob sendiri - si pengarang - mentjari suatu pemetjahan, tetapi senantiasa terbentur pada rahasia Allah, jang tak dapat diselaminja.
Bagi adjaran lama Allah bukan suatu rahasia. Ia disesuaikan dengan rangka tadi. Didalam hidup didunia ini Allah harus menggandjar jang baik dan menghukum jang djahat. Allah diselaraskan dengan teori, maka dikemukakannja Allah menurut pandangannja sendiri. Tetapi pengertian tentang Allah itu tidak diterima oleh Ijob, karena, mengingat kenjataan derita, lalu Ia mendjadi Allah jang kedjam dan tak adil. Karena itu dalam ketjamannja atas adjaran lama pembalasan itu si pengarang djuga menolak pengertian tentang Allah, jang sesuai dengan adjaran itu. Dalam pidato2 Jahwe, Allah tampil, menurut gagasan si pengarang, sebagai rahasia besar, jang mengatasi daja-pikir manusia, dan jang tak mau dipaksakan kedalam kategori2 pemikiran manusia. Dengan berpegangan pada pengertian itu, si pengarang mengalihkanpersoalan derita daripada bidng insani, jang tetap dipegang sahabat2 Ijob itu, kebidang ilahi. Rahasia derita adalah suatu sudut dari rahasia Allah. Karena itu haruslah tetap rahasia adanja dan tidak dapat didjangka dengan pemetjahan insani. Si pengarang dan Ijob tunduk dengan kepertjajaan jang sempurna dan buta kepada rahasia ini. Ijob, jang dirampas segala miliknja, bahkan dari pertolongan insani jang mungkin terdapat dalam kepertjajaan itu, tetap setia kepada Allah. Ia menerima hal itu dandjuga pembalasan Allah sebagaimana adanja, dengan kepertjajaan akan Allah jang sempurna dan sutji, tanpa imbauan insani sedikitpun. Dengan denikian Ijob djuga mendjadi tjontoh jang paling murni dari "orang2 hina-dina Jahwe", jang telah mengilhami amat banjak mazmur dalam rasa-keigamaan jang murni sekali dan jang mentjari serta menganut Allah, hanja karena Ia itu Allah, bukannja manusia.
Pengarang kitab Ijob tidak memberikan pemetjahan persoalan, jang merisaukan hatinja dan hati banjak orang sesamanja. Namun ia menemukan sikap satu2nja jang tepat dan mungkin, mengingat djaman waktu ilahi itu. Peladjaran jang hendak diberikannja ialah kepertjaan jang sempurna akan Allah dalam keagungaNja jang penuh rahasia itu, dengan kepatuhan penuh kepadaNja. Perdjandjian Baru mendekatkan persoalan itu kepemetjahan jangdefinitif. Wahju jang baru itu mengarahkan pandangan kehidup lain atau achirat, dimana pembalasan dapat dilaksanakan. Paulus merumuskannja dengan amat baiknja sbb: "Menurut pendapatku, sengsara dunia ini tidak sepadan dengan kemuliaan jang akan dinjatakan" (Rm.8,18). Bahkan dimasa sekarangpun derita sudah bisa mendapat arti dan nilainja, kalau itu dipertalikan dengan Kristus jang menderita sengsara: "Kini aku bersukatjita, karena aku boleh menderita untukmu danboleh melengkapi dalam tubuhku apa jangkurang dalam sengsara Kristus, demi untuk tubuhNja, jaitu Geredja" (Kol.1,24). Disini terbukalah perspektif2 baru, tetapi sekarangpun rahasia itu masih tetap rahasia dan belum segala kabut dihalaunja. Kini Alah serta pekerdjaanNja bagi manusia masih tetap suatu rahasia, jang hanja dapat dihampiri dan diterima dengan kepertjajaan serta pasrah kepadaNja. Karena itu sikap Ijob djuga tetap adalah sikap orang kristen, jakni: pertjaja akan Allah dan pasrah kepada keAllahanNja jang tak-terdugai. Adapun persoalan itu dan djuga djawaban kristen dewasa ini sangat hangat, mengingat dewasa ini ada banjak kegelisahan, banjak derita jang tak beralasan dan bangsa manusia berada dalam kesukaran besar. Kalau eksistensialisme modern memberikan djawaban palsu atas persoalan besar ini, maka pembatja Kitab Sutji mendapat djawaban kristennja dalam kitab Ijob, jang dapat mendjadi buku pelipur dan kekuatan banjak orang, buku jang kendati tuanja toh masih sangat mederen.
BIS: Ayub (Pendahuluan Kitab) BUKU AYUB
PENGANTAR
Buku Ayub adalah kisah tentang seorang yang baik budi, ia mengalami musibah
hebat; ia kehilangan semua anaknya dan segala harta
BUKU AYUB
PENGANTAR
Buku Ayub adalah kisah tentang seorang yang baik budi, ia mengalami musibah hebat; ia kehilangan semua anaknya dan segala harta bendanya, lalu dihinggapi penyakit kulit yang menjijikkan. Dalam tiga rangkaian percakapan yang bersajak, si penulis menggambarkan bagaimana teman-teman Ayub, dan Ayub sendiri menanggapi malapetaka itu. Pokok yang penting dalam percakapan-percakapan itu ialah yang menyinggung caranya Allah memperlakukan manusia. Pada bagian terakhir, Allah sendiri menyatakan diri-Nya kepada Ayub.
Teman-teman Ayub menjelaskan penderitaan Ayub itu menurut ajaran agama yang tradisional. Pada sangka mereka, Allah selalu mengganjar orang yang baik dan menghukum orang yang jahat. Jadi, penderitaan Ayub hanya dapat berarti bahwa ia telah berbuat dosa. Tetapi bagi Ayub pendapat itu terlalu dangkal; tidak sepantasnya ia mendapat hukuman yang sekejam itu, sebab ia seorang yang sangat baik dan jujur. Ia tidak dapat mengerti mengapa Allah membiarkan orang seperti dirinya mengalami begitu banyak bencana, dan dengan berani ia menantang Allah. Ayub tidak kehilangan kepercayaannya kepada Allah, tetapi ia sungguh-sungguh ingin supaya dibenarkan oleh Allah dan supaya mendapat kembali kehormatannya sebagai orang yang baik.
Allah tidak memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Ayub, tetapi Allah menanggapi kepercayaan Ayub dengan memberinya banyak contoh mengenai kuasa dan hikmat-Nya. Contoh-contoh itu dilukiskan dengan puisi. Kemudian dengan segala rendah hati, Ayub mengakui kebijaksanaan dan keagungan Allah, lalu menyesali kata-katanya yang keras dan penuh kemarahan itu.
Bagian terakhir dari kisah ini, yang ditulis dengan bahasa biasa, menuturkan bagaimana Ayub dikembalikan kepada keadaannya semula, dengan kekayaan yang jauh melebihi kekayaannya sebelum itu. Allah memarahi teman-teman Ayub karena mereka tidak dapat memahami arti kesengsaraan Ayub. Hanya Ayublah yang sungguh-sungguh menyadari bahwa Allah lebih besar daripada yang telah diajarkan oleh agama yang tradisional itu.
Isi
- Pendahuluan
Ayub 1:1-2:13 - Ayub dan teman-temannya
Ayub 3:1-31:40 - a. Keluhan Ayub
Ayub 3:1-26 - b. Percakapan pertama
Ayub 4:1-14:22 - c. Percakapan kedua
Ayub 15:1-21:34 - d. Percakapan ketiga
Ayub 22:1-27:23 - e. Pujian terhadap hikmat
Ayub 28:1-28 - f. Pernyataan Ayub yang terakhir
Ayub 29:1-31:40 - Wejangan Elihu
Ayub 32:1-37:24 - TUHAN menjawab Ayub
Ayub 38:1-42:6 - Penutup
Ayub 42:7-17
Ajaran: Ayub (Pendahuluan Kitab)
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Ayub, anggota jemaat mengerti bahwa suatu
penderitaan dapat membawa kemenangan dan pengenalan yang lebih d
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Ayub, anggota jemaat mengerti bahwa suatu penderitaan dapat membawa kemenangan dan pengenalan yang lebih dalam akan Allah.
Pendahuluan
Penulis : Penulis Kitab Ayub tidak diketahui dengan jelas.
Isi Kitab: Kitab Ayub terdiri dari 42 pasal. Isi Kitab Ayub merupakan kisah nyata dari seorang bernama Ayub yaitu mengisahkan kehidupan Ayub yang berbahagia karena kesalehannya, tetapi kemudian hidup dalam penderitaan karena pencobaan iblis. Akhirnya dia kembali memperoleh kebahagiaan, karena ketekunannya dalam beribadah walaupun menderita.
I. Ajaran-ajaran utama dalam Kitab Ayub
Pasal 1 (Ayub 1:1-5).
Keadaan Ayub sebelum pencobaan iblis Ayub adalah seorang yang hidup dalam kesalehan dan kelimpahan.
Pendalaman Bacalah pasal Ayub 1:1-5, sebutkanlah keadaan Ayub waktu itu.
Pasal 1-3 (Ayub 1:6-3:26).
Keadaan Ayub dalam pencobaan iblis Dalam bagian ini dijelaskan bahwa iblis mengambil semua harta milik dan kesehatan Ayub. Hal ini membuat Ayub sangat menderita.
Pendalaman
- Siapakah yang tidak mengingini kebahagiaan Ayub? (Ayub 1:6-12). Tetapi sebenarnya apakah maksud Iblis kepada Tuhan? (Ayub 1:9,11).
- Perhatikan pasal Ayub 1:13-22. Apakah yang terjadi dalam kehidupan Ayub? Dan bagaimanakah tanggapan Ayub terhadap hal itu? (Ayub 1:20-22).
- Perhatikan pasal Ayub 2:1-10. Penderitaan apa lagikah yang Ayub alami? Tetap bagaimanakah sikapnya terhadap Allah? (Ayub 2:9-10).
Pasal 4-37 (Ayub 4:1-37:24).
Percakapan Ayub dengan sahabat-sahabatnya
Pada bagian ini dijelaskan tentang 3 orang sahabat Ayub yang bernama Elifas, Bildad, dan Zofar. Mereka datang dan mengatakan bahwa penderitaan Ayub adalah akibat dari dosa yang dibuat secara sembunyi-sembunyi. Mereka menyuruh Ayub supaya mengakui saja dosanya, tetapi Ayub tetap bertahan, bahwa ia hidup benar di hadapan Allah. Setelah tiga teman Ayub itu selesai berbicara, seorang muda bernama Elihu memperingatkan mereka semua termasuk Ayub bahwa Tuhan adalah Maha besar dan mempunyai maksud yang baik dalam penderitaan orang beriman. (dalam pasal Ayub 9:33).
Pendalaman
- Bacalah pasal Ayub 4:1-9. Siapakah yang berbicara dalam bagian ini? Dan apakah tuduhannya terhadap Ayub?
- Bacalah pasal Ayub 8:1-7. Siapakah yang berbicara dalam bagian ini? Dan apakah tuduhannya terhadap Ayub?
- Bacalah pasal Ayub 11:1-6. Siapakah yang berbicara dalam bagian ini? Dan apakah tuduhannya terhadap Ayub?
- Bacalah pasal Ayub 31:1-6. Bagaimanakah Ayub memandang dirinya sendiri?
- Bagaimanakah pendapat Elihu mengenai hal ini? (Ayub 32:1-5).
Pasal 38-42 (Ayub 38:1-42:17).
Jawaban Tuhan kepada Ayub Dalam bagian ini Ayub di tegur oleh Allah. Kemudian Ayub merendahkan diri dihadapan Allah serta mencabut pembelaan dirinya. Setelah ini Ayub tidak lagi hidup menderita, karena diberkati Allah.
Pendalaman
- Bacalah pasal Ayub 38:1,34-38. Apakah yang terjadi dalam bagian ini?
- Bacalah pasal Ayub 42:1-6. Apakah yang terjadi dengan Ayub?
- Bagaimanakah keadaan Ayub pada akhirnya? (pasal Ayub 42:7-17).
II. Kesimpulan/penerapan
Kitab Ayub mengajarkan kepada orang beriman bahwa Iblis tidak berkuasa untuk mencabut nyawa seseorang.
Kitab Ayub mengajarkan bahwa Allah mengijinkan anak-anaknya mengalami penderitaan untuk menunjukkan kemahakuasaan-Nya.
Kitab Ayub mengajarkan bahwa penderitaan dapat menjadi suatu alat untuk membawa seseorang pada pertumbuhan rohani yang dewasa.
Kitab Ayub mengajarkan Ayub sebagai teladan orang yang menyembah Allah secara benar, yaitu penyembahan yang didasari ketulusan hati.
Pertanyaan-pertanyaan yang Dapat Digunakan untuk Tanya Jawab
- Apakah isi Kitab Ayub?
- Siapakah nama-nama sahabat Ayub?
- Penderitaan apa sajakah yang dihadapi oleh Ayub? Dan siapakah yang menginginkan hal ini?
- Apakah pelajaran rohani yang saudara dapatkan setela mempelajari Kitab Ayub?
Intisari: Ayub (Pendahuluan Kitab) Mengapa orang tak berdosa harus menderita
ORANG-ORANG ISRAEL YANG BIJAKSANASelain oleh para nabi dan imam, umat Allah juga dilayani oleh sekelompok o
Mengapa orang tak berdosa harus menderita
ORANG-ORANG ISRAEL YANG BIJAKSANA
Selain oleh para nabi dan imam, umat Allah juga dilayani oleh sekelompok orang yang dinamakan "Orang-orang berhikmat". Mereka ini adalah para pembimbing dan penasihat yang menghabiskan waktu mereka untuk memutuskan cara-cara yang paling bijaksana dan paling benar untuk menjalani kehidupan dan menjalankan pemerintahan. Hasil penelitian mereka selalu diterapkan dalam kehidupan nyata. Kita mengetahui hal ini dari kitab-kitab mereka yang biasanya disebut "Kitab Hikmat" (Ayub, Amsal, Pengkhotbah, ditambah beberapa Mazmur). Kadangkala mereka memberikan nasihat mereka dalam bentuk pepatah yang singkat dan jelas atau "amsal". Selain itu mereka juga berbicara mengenai masalah-masalah besar dalam kehidupan, terutama masalah penderitaan.
SIAPAKAH AYUB?
Apa yang kita ketahui mengenai Ayub tidak lebih daripada apa yang digambarkan pada permulaan kitab itu. Rupanya ia orang yang terkenal (Yeh 14:14,20), namun oleh karena tidak ada acuan terhadap sejarah orang Israel, Ayub mungkin hidup jauh sebelum umat Allah bermukim di Kanaan. Beberapa orang berpendapat bahwa kisah mengenai penderitaannya dipakai oleh beberapa penulis yang tak dikenal sebagai latar belakang untuk membicarakan masalah penderitaan. Kita pun tidak tahu kapan kitab itu ditulis. Minat terhadap hikmat Allah sudah ada sejak zaman Salomo, dan kitab ini mungkin ditulis pada zaman pemerintahannya.
POKOK PERMASALAHAN
Kitab ini menyangkut suatu pertanyaan abadi yaitu "Mengapa orang yang tak berdosa harus menderita?" Ayub adalah seorang yang baik yang tiba-tiba kehilangan segalanya. Seperti banyak dari penderitaan kita, rasanya hal ini tidak adil. Jawaban baku teman-temannya -- bahwa Allah menghakimi orang yang jahat, dan oleh karenanya pasti Ayub telah melakukan kejahatan -- sama sekali tidak cocok. Mereka mengatakannya dengan berbagai cara. Elifas sopan dan sedikit berbau mistik. Bildad, seorang tradisionalis, mengutarakannya berdasarkan pendapat yang sudah lama dikenal, sementara Zofar adalah pembantah Allah yang kurang ajar dan kasar. Ketiga mereka pada akhirnya kehilangan kesabaran terhadap Ayub. Sesungguhnya, pada percakapan ketiga, Bildad hanya berbicara sedikit sekali, sementara Zofar menolak untuk berbicara lagi. Ayub berdebat dengan kedua orang itu dan dengan Allah; dan dengan demikian ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang hanya dapat dijawab dalam Perjanjian Baru. Oleh karena Elihu masih muda, ia tidak dihargai oleh yang lain. Argumentasinya penuh dengan keyakinan orang muda, tetapi juga agak kacau dan tidak matang. Percakapan dengan Elihu mungkin baru belakangan ditambahkan pada kitab itu.
Pesan
1. Dilucuti sampai bergantung sepenuhnya pada imano Ayub adalah contoh seorang yang bergantung kepada Allah waktu segalanya berjalan dengan baik dan yang terus percaya kepada-Nya pada waktu mengalami kesusahan. Ayu 1:1,20-22; 2:10
o Ia mungkin menganggap kerugiannya sebagai hukuman Allah, namun demikian ia telah melakukan segalanya dengan tulus untuk melayani Allah. Allah seakan-akan telah meninggalkan dia. Ayu 12:4; 13:19; 16:15-17; 23:10-12; 27:2-6
o Tuduhan-tuduhan yang dilancarkan oleh kawan-kawannya dan tentangan dari istrinya membuat dia sungguh-sungguh seorang diri. Ayu 2:9; 19:13-20
2. Penghibur yang tidak berguna
o Kawan-kawan Ayub sama sekali tidak memberikan pertolongan. Lebih baik jika mereka tidak mengatakan apa-apa. Ayu 13:4,5; 16:2-3; 19:1-3
o Pendapat mereka yang utama, yaitu bahwa Allah memberkati orang saleh dan menghukum orang jahat, secara umum memang benar. Tetapi, tidaklah benar untuk menerapkan pendapat itu tanpa melihat kualitas kehidupan secara menyeluruh. Pendapat itu tidak memberikan jawaban mengapa orang yang tak berdosa kadangkala menderita, sedangkan orang yang tidak saleh terhindar dari malapetaka. Ayu 4:7; 5:19-26; 8:5-7,20:22; 11:13-20
o Mereka mengambil kesimpulan bahwa penderitaan yang diderita oleh Ayub tentunya merupakan penghakiman Allah atas dosa-dosanya. Sanggahan Ayub bahwa ia sungguh-sungguh tidak berdosa hanya membuat mereka bertambah marah. Ayu 22:1-30
3. Penderitaan sebagai didikan
Pendapat Elihu bahwa penderitaan dapat merupakan cara Allah mengajar kita, perlu diperbincangkan lebih lanjut. Tetapi oleh karena baik Ayub maupun Allah tidak memberi tanggapan pada Elihu, maka ini berarti bahwa hal itu tidak berlaku di sini. Ayu 5:17,18; 33:14-30; 36:5-16
o Ayub terdorong untuk mengatakan banyak hal secara gegabah, karena kekerasan kawan-kawannya yang kurang simpatik. Ia sungguh-sungguh tersesat ketika menantang Allah dan memperdebatkan masalahnya dengan Dia. Ia seakan-akan menyatakan bahwa ia lebih tahu daripada Allah. Ayu 7:11-21; 9:14-35; 13:3,15-28; 23:2-7; 31:35-37
o Seperti kawan-kawannya, Ayub hanya dapat berpikir dalam hubungannya dengan kehidupan ini saja. Namun demikian, permohonannya akan keadilan sebenarnya mulai menggapai masalah di balik kematian dan mengharapkan keadilan dalam kehidupan selanjutnya. Ayu 10:20-22; 14:7-22; 17:13-16; 19:23-27.
5. Jawaban Allah
Allah tidak secara terang-terangan menjelaskan kepada Ayub mengapa ia menderita seperti yang dialaminya. Sebaliknya Dia menunjukkan secara sekilas kebesaran-Nya dan kebijakan-Nya yang tanpa batas, yang terlihat terutama dalam keajaiban ciptaan-Nya. Jika Ayub tidak dapat mengerti rahasia yang paling sederhana, bagaimana mungkin ia mengerti akan rencana Allah dalam kehidupannya? Ayu 38:1-42:6
Penerapan
1. Penderitaan dialami oleh semua orang
Setiap orang yang hidup dalam dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa ini tidak akan luput dari penderitaan. Kita tidak dapat berharap untuk menjalani kehidupan tanpa mengalami kesakitan atau kesusahan hanya karena kita umat Allah.
2. Jangan mengaburkan kebenaran
Biasanya Allah memberkati dan melimpahi mereka yang mengasihi Dia. Allah juga menghakimi orang yang jahat. Tetapi, tidak selalu terjadi demikian dalam kehidupan ini. Sama sekali tidak benar dan kejam, mengatakan bahwa jika seseorang menderita, maka hal itu pasti disebabkan oleh dosa-dosanya.
3. Apa yang terjadi di balik segala peristiwa
Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi dalam dunia rohani yang mempengaruhi keadaan kita di dunia ini. Apa yang kita derita mungkin merupakan gambaran peperangan rohani yang sedang terjadi "di surga".
4. Krisis dan pertumbuhan
Pada saat kita tidak tahu lagi apa yang dapat kita lakukan selain bergantung kepada Allah yang tahu apa yang dilakukan-Nya, maka iman kita menjadi sungguh-sungguh iman yang hidup. Allah kadang-kadang mengambil semua perkara yang kita andalkan, sehingga kita betul-betul bertumpu pada-Nya.
5. Terlalu besar bagi kita
Walaupun kita kadang-kadang dapat melihat rencana Allah dalam penderitaan kita, jalan-jalan-Nya selalu lebih tinggi daripada pengertian kita, sehingga rencana-Nya yang sempurna selalu berada di luar jangkauan pengertian kita. Banyak penjelasan kita hanya melulu kata-kata. Pada saat-saat seperti itu akan lebih baik bila kita diam saja dan menggantungkan diri sepenuhnya kepada Allah.
Tema-tema Kunci
1. Sifat-sifat Allah dan pekerjaan-Nya
Allah berdaulat. Bahkan iblis pun tidak dapat berbuat apa-apa tanpa izin-Nya. Baik Ayub maupun kawan-kawannya sadar akan hal ini dan akan kenyataan bahwa Allah menciptakan dunia ini serta memeliharanya. Kitab ini penuh berisi kebesaran dan kearifan Allah. Lihat Ayu 5:8-16; 9:2-13; 11:7-9; 12:10,13-25; 25:2-6; 26:5-14; 34:10-15; 35:10,11; 36:22-33; 37:1-24; 38:1-39:30; 40:8-41:34.
2. Kelemahan manusia
Kisah Ayub mengilustrasikan kelemahan kita, ketidaktahuan, dosa, dan singkatnya hidup kita. Permohonan Ayub akan keadilan sungguh-sungguh menuntut suatu kehidupan yang melampaui kehidupan saat ini, tempat Allah dapat menghukum yang jahat dan meluruskan yang salah dari dunia ini. Lihat Ayu 4:17-21; 5:7; 7:1-10; 9:2,25,26; 14:1,2,4,7-12; 15:14-16; 25:4-6.
3. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan Allah, yaitu pikiran Allah, kepandaian dan rencana-Nya, digambarkan kepada kita sebagai hal yang benar-benar di luar jangkauan kita (Ayu 28:1-28). Jika kita diberi sedikit pengertian tentang rahasia-rahasia ini, hal ini bukan oleh karena kepandaian kita. Hanya pada saat kita berserah kepada-Nya kita dapat mengerti sedikit tentang jalan-jalan-Nya. Pikirkanlah pengertian yang terkandung dalam Yesaya 55:8 dan 1Ko 1:18-31.
4. Saling menghibur
Kawan-kawan Ayub memberi kita suatu contoh yang baik tentang apa yang tidak boleh kita lakukan! Banyak yang mereka katakan itu benar, tetapi tidak ada hubungannya dengan masalah Ayub dan menyakitkan. Perhatikan juga bagaimana Paulus mengajar kita mengenai saling menghormati. Pelajaran apa yang secara tak langsung ingin dikatakan tentang bagaimana kita harus memakai pengalaman hidup kita (2Ko 1:3-8)?
5. Ayub dan Perjanjian Baru
Walaupun Ayub hanya disebut sekali saja dalam Perjanjian Baru (Yak 5:11), pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya dapat lebih jelas dimengerti jika dilihat dari sudut pandang seorang Kristen. Sebagai contoh lihat Ayub 9:33, 1Ti 2:5; Ayu 14:14, Yoh 11:25; Ayu 16:19;; Ibr 9:24; Ayu 19:25; Ibr 7:25; Ayu 23:3; Yoh 14:6.
Garis Besar Intisari: Ayub (Pendahuluan Kitab) [1] MENGAPA SEMUA ITU TERJADI Ayu 1:1-3:26
Ayu 1:1-2:10Iblis mencobai Ayub
Ayu 2:11-13Kawan-kawannya datang
Ayu 3:1-26Ayub bertanya "Mengapa?"
[1] MENGAPA SEMUA ITU TERJADI Ayu 1:1-3:26
Ayu 1:1-2:10 | Iblis mencobai Ayub |
Ayu 2:11-13 | Kawan-kawannya datang |
Ayu 3:1-26 | Ayub bertanya "Mengapa?" |
[2] PERDEBATAN PERTAMA Ayu 4:1-14:22
Ayu 4:1-5:27 | Elifas menyatakan pendapatnya |
Ayu 6:1-7:21 | Ayub menyesali nasibnya |
Ayu 8:1-22 | Bildad membela tradisi |
Ayu 9:1-10:22 | Ayub mengalami kegetiran |
Ayu 11:1-20 | Zofar membela Allah |
Ayu 12:1-14:22 | Ayub memprotes ketidakberdosaannya |
[3] PERDEBATAN KEDUA Ayu 15:1-21:34
Ayu 15:1-35 | Elifas mengatakan ia lebih tahu |
Ayu 16:1-17:16 | Ayub merasa putus asa |
Ayu 18:1-21 | Bildad mengulangi pendapatnya |
Ayu 19:1-29 | Ayub memohon pertolongan |
Ayu 20:1-29 | Zofar setuju dengan pendapat kawan-kawannya |
Ayu 21:1-34 | Ayub menentang mereka |
[4] PERDEBATAN KETIGA Ayu 22:1-31:40
Ayu 22:1-30 | Elifas melontarkan tuduhan kepada Ayub |
Ayu 23:1-24:25 | Ayub merindukan keadilan |
Ayu 25:1-6 | Bildad kesal |
Ayu 26:1-27:23 | Ayub setuju dan tidak setuju |
Ayu 28:1-28 | Pujian kearifan |
Ayu 29:1-31:40 | Ayub mengambil kesimpulan |
[5] ELIHU BERBICARA Ayu 32:1-37:24
Ayu 32:1-22 | Elihu frustrasi |
Ayu 33:1-33 | Penderitaan merupakan didikan |
Ayu 34:1-35:16 | Allah tidak dapat berbuat salah |
Ayu 36:1-37:24 | Allah tahu apa yang dilakukan-Nya |
[6] ALLAH MEMBERI JAWABAN KEPADA AYUB Ayu 38:1-42:6
[7] BAGAIMANA SEMUA ITU BERAKHIR Ayu 42:7-17
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi