Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 20 dari 30 ayat untuk yang sebenarnya terjadi AND book:18 (0.002 detik)
Pindah ke halaman: 1 2 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (Ayb 1:1) (sh: Tuhan memberi, Tuhan mengambil (Rabu, 17 Juli 2002))
Tuhan memberi, Tuhan mengambil

Tuhan memberi, Tuhan mengambil. Apa yang Anda mengerti tentang arti kata "paradoks"? Banyak yang memahaminya sebagai "pertentangan". Dalam arti yang sebenarnya, "paradoks" bukanlah dua sifat yang berlawanan, melainkan dua sifat yang tampaknya berlawanan, namun sesungguhnya tidak. Semua karakter Tuhan terpadu dan saling mendukung, walaupun ada kalanya tampak berlawanan. Dengan kata lain, Tuhan tidak terbagi-bagi ke dalam beberapa sifat yang saling bertentangan. Dalam perikop awal kitab Ayub ini, ada suatu paradoks yang harus kita temukan jawabannya, yaitu mengapa Tuhan bekerja sama dengan Iblis!

Pertama, Iblis mencobai manusia untuk menjatuhkannya; sebaliknya, Tuhan tidak mencobai manusia, Ia menguji manusia untuk memurnikannya (Yak. 1: 3,13). Yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan Ayub ialah, pada saat Iblis mencobai Ayub, Tuhan menguji Ayub - (ayat 12), dua niat yang berbeda, namun bergabung dalam satu peristiwa. Dengan kata lain, Tuhan tidak bekerja sama dengan Iblis. Kedua, Iblis meminta izin kepada Tuhan bukan untuk menunjukkan bahwa Iblis bekerja bagi Tuhan. Hal ini justru memperlihatkan bahwa Tuhan berkuasa penuh atas Iblis dan bahwa tidak ada yang terjadi di luar kuasa Tuhan. Iblis takluk kepada Tuhan. Kita aman dan tak perlu takut kepada Iblis sebab Tuhan jauh lebih berkuasa atasnya (bdk. 1Yoh. 4:4).

Ketiga, Iblis berharap pencobaan ini akan menghancurkan iman Ayub, tetapi Tuhan tahu bahwa iman Ayub dapat bertahan dan malah akan bertambah murni. Bahkan dari mulut seorang Ayublah keluar dua seruan agung, "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" Apakah kita hanya mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Ayub menyadari bahwa segala yang pernah dimilikinya adalah pemberian semata. Ia bersyukur bisa menikmatinya walau hanya sejenak, dan ia bersedia melepaskannya. Ayub tidak menggenggam erat-erat harta miliknya sebab ia tahu bahwa memang bukan dialah pemiliknya. Bagaimana dengan kita?

Renungkan: Hal apakah yang terpenting dalam kehidupan Anda selama ini? Berkat Tuhankah atau Tuhan yang memberkati?

(0.96) (Ayb 24:1) (sh: Benarkah Allah tidak peduli? (Minggu, 19 Desember 2004))
Benarkah Allah tidak peduli?

Benarkah Allah tidak peduli? Maraknya berita kejahatan yang disuguhkan oleh media cetak dan elektronik menimbulkan pertanyaan teologis di benak kita. "Di mana Allah?" atau "Mengapa Allah tidak bertindak atas berbagai kesengsaran yang menimpa orang tidak bersalah?" atau "Mengapa Allah diam saja dan tidak menghukum pelaku kejahatan?"

Pertanyaan yang sama pun muncul ketika Ayub menyaksikan berbagai kejahatan terjadi di dunia sekitarnya (ayat 2-16). Ayub bertanya-tanya bahkan mengeluh mengapa Allah tidak berbuat apa-apa? Ayub bingung karena Allah terlihat seolah membiarkan ketidakadilan (ayat yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">1, 17). Lalu, keresahan Ayub ini digantikan oleh kesadaran bahwa setiap orang yang melakukan kejahatan pasti akan berhadapan dan tunduk pada hukum maut (ayat 18-20). Ayub yakin bahwa Allah pasti bertindak menurut waktu dan rencana-Nya bagi manusia (ayat 23).

Sebenarnya Allah bukan tidak peduli terhadap kesengsaraan yang manusia derita. Dia bukan Allah yang tidak menindak para pelaku kejahatan. Bukan pula Allah yang berpihak pada ketidakadilan. Sesungguhnya, Allah justru menangis melihat manusia menderita. Ia peduli dan telah bertindak melalui Yesus, anak-Nya. Hari ini kita memasuki Minggu Adven ke-4. Suatu masa di mana kita mengingat kembali kedatangan Allah dalam diri Yesus Kristus yang akan memberikan kekuatan dan penghiburan kepada setiap orang yang mengalami penderitaan.

Camkanlah: Hanya manusia yang bersekutu dengan Allah saja, yang mampu meyakini bahwa Ia tetap berpihak pada keadilan dan akan bertindak menumpas kejahatan!

(0.94) (Ayb 42:7) (sh: Kemenangan Ayub (Kamis, 22 Agustus 2002))
Kemenangan Ayub

Kemenangan Ayub. Yahweh kini berbicara kepada teman-teman Ayub, pertama kepada Elifas yang kemungkinan adalah juru bicara mereka, lalu kepada mereka bertiga sekaligus. Meskipun Ayub tidak lagi diajak bicara, namun Yahweh terus menyebut Ayub sebagai "hamba-Ku", sebuah sebutan yang jarang dipakai, yang menunjukkan perkenanan Yahweh kepadanya. Yahweh menghakimi baik Ayub maupun teman-temannya berdasarkan tuduhan yang dilontarkan mereka kepada-Nya (ayat 7-9). Ia murka karena ucapan-ucapan itu (ayat 7) dan menyebutnya "bodoh" (ayat 8). Istilah yang tidak muncul dalam terjemahan bahasa Indonesia ini bukan hanya berarti bodoh, namun kejahatan seksual seperti perkosaan. Mereka yang berbicara dengan "bodoh" telah berbicara bohong dan menyesatkan umat Allah. Karena itu, mereka harus menaikkan kurban pendamaian. Berbicara keliru tentang Allah, bagi penulis kitab Ayub, layak mendapatkan hukuman mati.

Apa kekeliruan sahabat-sahabat Ayub? Mereka merasa tahu tentang Allah dan bahkan membela Allah. Di sini terjadi sesuatu yang ironis: teman-teman Ayublah yang justru disalahkan Allah, dan Ayub yang dibela. Ternyata sahabat-sahabat Ayub belum mengenal Allah dengan lebih dalam. Mereka hanya melihat bahwa orang yang menderita pasti adalah orang jahat yang dihukum Allah. Ini bukan hanya keliru, tetapi juga penghujatan. Mereka yang memiliki pemahaman seperti ini justru adalah orang-orang yang benar-benar berdosa.

Mereka akhirnya minta Ayub mendoakan mereka agar dilepaskan dari hukuman. Yahweh mengabulkan permohonan Ayub. Ayub pun dipulihkan. Kini nyatalah bahwa Allah pun memiliki belas kasihan. Ayub menang, ia tidak seperti yang dituduhkan Iblis kepadanya (ps. 1-2). Pemulihan Ayub mengandung hal yang ironis (ayat 11-17). Kini semua yang telah meninggalkannya kembali dan memberikan penghiburan dan bantuan. Hal ini sebenarnya keliru karena ia tidak lagi memerlukannya. Ayub digambarkan memiliki kebahagiaan ganda, lebih dari sebelumnya.

Renungkan: Anda dapat menemukan hidup Anda kembali melalui kehilangan dan sikap rendah hati di hadapan Allah.

(0.93) (Ayb 6:1) (sh: Bukan selalu karena dosa (Kamis, 8 November 2012))
Bukan selalu karena dosa

Judul: Bukan selalu karena dosa
Tidak semua penderitaan disebabkan oleh dosa. Ada kalanya Tuhan mengizinkan hal itu terjadi walau kita tidak tahu tujuannya. Itulah respons Ayub terhadap opini Elifas, yang didasarkan pada pengalamannya. Namun Ayub tetap pada keyakinannya bahwa dia tidak bersalah di hadapan Tuhan (yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">6:28-30).

Penderitaan Ayub memang luar biasa. Harta benda ludes begitu saja, sepuluh anak tewas mengenaskan, dan tubuh dipenuhi penyakit kulit yang tak tertahankan. Bayangkan! Tidak banyak orang yang bermental baja untuk menghadapi situasi yang demikian berat. Tak heran bila Ayub merasa bahwa Tuhan sedang menghukum dia (yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">6:4). Lalu bagaimana respons Ayub?

Ayub jujur mengatakan bahwa penderitaannya tidak tertahankan (yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">6:3-7). Bahkan, kematian menjadi kelepasan dari penderitaan (yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">6:8-14). Sahabat-sahabatnya pun bukan menghibur dan menolong, melainkan malah menghakimi dia (yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">6:15-20, 22-25). Ayub menantang balik mereka untuk membuktikan kesalahannya (yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">6:24-30). Di sisi lain, Ayub menyadari kefanaan manusia. Pasal yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">7 merupakan penuturan panjang mengenai manusia dalam pergumulan hidup karena ketidakberdayaan terhadap perlakuan Tuhan (yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">7:17-19). Sekali lagi bagi Ayub kematian adalah kelepasan dari dari penderitaan (yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">7:15-16). Ia juga bersikukuh bahwa ia tidak berdosa sehingga pantas menerima semua itu (yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">7:20-21).

Dalam situasi seperti itu, yang dibutuhkan Ayub bukanlah tuduhan, tetapi empati. Perkataan Elifas menempatkan Ayub sebagai pendosa besar, dan ini jelas sukar diterima Ayub. Tak heran ia bereaksi demikian keras.

Perkataan Elifas menjadi pelajaran penting dalam menghadapi orang yang sedang kemalangan. Kita perlu berhati-hati dengan perkataan kita yang bertujuan menghibur orang yang kemalangan, tetapi nyatanya seolah hakim yang menjatuhkan vonis kepada terdakwa. Pahamilah bahwa pengalaman kita belum tentu sama dengan pengalaman orang lain. Karena itu jangan berdiri lebih tinggi dari orang yang sedang kemalangan, melainkan duduklah sama rendah agar kita dapat menjadi sahabat yang baik bagi dia.

Diskusi renungan ini di Facebook:
http://apps.facebook.com/santapanharian/home.php?d=2012/11/08/

(0.93) (Ayb 21:1) (sh: Kenyataan hidup ini rumit adanya (Jumat, 2 Agustus 2002))
Kenyataan hidup ini rumit adanya

Kenyataan hidup ini rumit adanya. Sebenarnya yang dapat menolong orang yang sedang dalam penderitaan adalah sahabat yang sedia sama menanggung dan mendengarkan, bukan mengecam dan menghakimi (ayat 2).

Dengan terus terang Ayub menyatakan bahwa hatinya "terhenyak" oleh ketiadaan empati para sahabatnya itu (ayat 5). Karena inti kecaman para sahabatnya berkisar di dua hal: bahwa penderitaan Ayub adalah akibat dosa dan bahwa penderitaan itu berasal dari Tuhan yang menghukum, kini Ayub mengajukan gigih bantahannya di sekitar dua hal itu pula. Pertanyaan Ayub adalah kebalikan dari argumen-argumen Zofar, dan dua sahabatnya lainnya, Bildad dan Elifas. Sebaliknya dari mendukung kesimpulan bahwa Allah menghukum orang berdosa, Ayub kini mengajukan fakta-fakta tentang orang berdosa yang justru tidak sedikit pun memperlihatkan adanya hukuman Tuhan atas hidup mereka (ayat yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">9b). Berlawanan dari pendapat Zofar yang mengatakan bahwa orang berdosa akan mati muda (ayat yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">20:11), ternyata mereka panjang umur bahkan semakin uzur semakin bertambah kuat (ayat 7). Keturunan mereka bukannya menderita (ayat yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">20:10), tetapi bertambah-tambah dan berhasil (ayat 8). Mereka tidak merana miskin, tetapi ternak mereka berkembang biak dan membuat mereka semakin kaya (ayat 10-11). Bahkan sebaliknya dari mengalami penderitaan dan ketidakbahagiaan, hidup mereka penuh dengan keceriaan perayaan (ayat 12-13). Tuhan bahkan tidak berbuat apa pun dalam kenyataan dunia sementara ini, bahkan terhadap orang-orang yang membuang Dia (ayat 14-16).

Ayub mengajukan fakta-fakta ini tidak untuk meragukan keadilan Tuhan, tetapi ia berpendapat bahwa tidak selalu Tuhan langsung menghukum di dunia ini secara langsung (ayat 17-21). Keadilan Allah atas orang fasik dan atas orang benar mungkin sekali baru terjadi pada penghakiman kekal di akhir zaman nanti (ayat 30).

Renungkan: Banyak masalah dan pergumulan iman kita tidak dapat dijawab dengan pikiran dan ide yang sempit dan pendek. Masalah pelik harus disoroti dari perspektif kekal dan lingkup kebenaran menyeluruh. Bila tidak, bukan hiburan, tetapi ocehan hampa makna yang orang akan dapatkan.

(0.93) (Ayb 21:1) (sh: Allah masih berdaulat (Kamis, 16 Desember 2004))
Allah masih berdaulat

Allah masih berdaulat. Tudingan Zofar bahwa orang fasik segera akan binasa dijawab dengan fakta nyata lapangan bahwa orang fasik ternyata banyak yang hidup mujur (ayat 7-15). Hal itu membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan kepada Ayub tidak sesuai kenyataan. Penderitaan Ayub bukan diakibatkan oleh dosa-dosanya.

Ayub menyadari penuh bahwa kemujuran orang fasik bukan berarti mereka bebas terus berdosa di dalam dunia milik Allah ini. Ayub mengetahui bahwa pada akhirnya orang fasik akan menerima hukuman Allah (ayat 16-21). Teori hukuman dosa yang diajukan Zofar dianggap Ayub sebagai kesombongan mau mengajari Allah bagaimana bertindak terhadap orang berdosa (ayat 22-26). Bagi Ayub sikap Zofar dan teman-temannya itu petunjuk adanya niat jahat mereka. Mereka tidak dapat membuktikan bahwa Ayub berdosa. Akan tetapi, mereka memaksakan bahwa penderitaan Ayub adalah bukti Ayub berdosa. Kenyataannya orang fasik selamat dan orang yang menggugatnya malah binasa (ayat 27-34). Tanpa disadari sebenarnya Ayub pun bersikap mau mengajari Allah bagaimana seharusnya bertindak menghadapi orang fasik (ayat 19-21).

Persoalan theodicy (soal pengaturan dan kebaikan ilahi dalam dunia yang di dalamnya terjadi penderitaan) adalah persoalan klasik yang mencuat di perikop ini. Bagaimana Allah bertindak menghadapi orang fasik dan orang benar? Para teman Ayub mencoba menjelaskannya dengan pemahaman bahwa orang fasik pasti akan dihukum oleh Allah, sedangkan orang benar akan diberkati. Namun mereka membalikkan pandangan ini sedemikian sehingga orang yang menderita pastilah sedang menerima hukuman Allah atas dosa-dosanya. Ini adalah pandangan yang keliru sama sekali. Yang benar adalah Allah berdaulat atas kehidupan manusia. Ia adil, pasti akan membalaskan kejahatan manusia dengan hukuman dan kebaikan mereka dengan berkat. Namun, kapan dan bagaimana adalah hak Allah untuk menentukannya.

Camkan: Allah berdaulat atas hidup orang fasik maupun orang benar. Kalau saat ini orang fasik masih hidup enak-enakan, sementara orang benar menderita, itu hanyalah masalah waktu!

(0.75) (Ayb 9:7) (jerusalem: mengurung bintang...) Begitu bintang-bintang terhalang memancarkan terangnya. Yang terbalik terjadi dalam Bar 3:34.
(0.67) (Ayb 38:36) (jerusalem: awan-awan) Ada yang menterjemahkan bangau (jenis khusus yang terdapat di Mesir:Ibis) dan kata Ibrani yang di sini diterjemahkan dengan: gumpalan mendung diterjemahkan dengan: ayam jantan/jago. Binatang-binatang itu dianggap mempunyai pengetahuan gaib, sehingga memberitahukan kejadian sebelum terjadi. Bangau memberitahukan bahwa air sungai Nil akan naik dan meluap dan ayam jantan memberi tahukan terbitnya matahari.
(0.66) (Ayb 19:11) (full: MENGANGGAP AKU SEBAGAI LAWAN-NYA. )

Nas : Ayub 19:11

Ayub kini hidup dengan salah paham yang serius bahwa Allah langsung menyebabkan penderitaannya (bd. ayat Ayub 19:8-13).

  1. 1) Ia percaya bahwa Allah telah menjadi musuh yang senang menyiksa dan mendukakan jiwanya. Ayub tidak sadar bahwa Iblislah yang menjadi sumber musibah yang tanpa akhir itu. Sekalipun Allah yang mengizinkan Iblis menyiksa Ayub, tetap Iblislah yang melakukannya.
  2. 2) Orang percaya harus berhati-hati agar tidak menyalahkan Allah atas apa yang hanya diizinkan oleh-Nya. Di dalam dunia ini terjadi banyak hal jahat; Allah tidak senang menyaksikannya. Musibah-musibah terjadi di antara anak-anak-Nya, yang diizinkan-Nya dengan sedih dan penuh iba

    (lihat cat. --> 1Tim 2:4;

    [atau ref. 1Tim 2:4]

    lihat art. KEHENDAK ALLAH).

(0.66) (Ayb 42:1) (full: MAKA JAWAB AYUB. )

Nas : Ayub 42:1

Jawaban akhir Ayub kepada Allah penuh kerendahan hati dan ketundukan kepada penyataan Allah. Ayub mengaku bahwa

  1. (1) Allah melakukan segala sesuatu dengan baik;
  2. (2) bahwa segala sesuatu yang diizinkan Allah untuk terjadi itu dilaksanakan dalam hikmat dan dengan tujuan; dan
  3. (3) bahkan penderitaan orang benar mempunyi makna dan tujuan ilahi.
(0.66) (Ayb 1:13) (sh: Tetap saleh (Kamis, 25 November 2004))
Tetap saleh

Tetap saleh. Babakan berikut dalam kehidupan Ayub lebih lagi membuat kita tidak percaya bahwa ia bisa demikian. Bukan saja saleh dan takut akan Allah bisa seiring terjadi dengan menjadi kaya dan berhasil; saleh dan tetap memuliakan Allah pun bisa seiring terjadi ketika Ayub tidak lagi punya apa-apa. Padahal bila sedikit saja kesulitan muncul dalam hidup orang lain, entah sudah bagaimana reaksi mereka terhadap Tuhan? Protes, sungutan, ancaman, atau apa lagikah biasanya reaksi Anda terhadap Tuhan ketika susah menyapa Anda?

Satu per satu milik Ayub dirampas Iblis darinya dengan menggunakan alat-alat seperti perampokan (ayat 14-15), kecelakaan (ayat 16), dan bencana alam (ayat 18-19). Menurut sang penutur kisah ini, malapetaka-malapetaka itu dan pelaporannya kepada Ayub tidak terjadi dalam selang waktu yang lama tetapi berturut-turut dalam waktu hampir bersamaan. Jika itu terjadi pada kita, kemungkinan besar kita akan mengalami lumpuh perasaan dan gelap pikiran. Bahkan, jika hanya oleh kesulitan kecil saja kita sudah mencak-mencak di hadapan Allah, kemalangan dahsyat seperti yang Ayub alami ini mungkin sekali akan membuat kita murtad.

Betapa menakjubkan gambaran tentang reaksi Ayub dalam penderitaannya itu. Ayub tidak protes, tidak bersungut, tidak menantang Allah, tetapi mengucapkan suatu pengakuan iman dan pujian yang sangat dalam kebenarannya. "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (ayat 21). Bagaimana mungkin terjadi pengakuan dan pujian demikian dalam kemalangan, seandainya Ayub menganggap harta dan anak-anaknya itu adalah miliknya? Bagaimana ia dapat tetap benar merespons kemalangan andaikata ia selama ini menjalani hidup yang tidak benar? Bagaimana mungkin ia bersyukur dalam kesulitan apabila ia tidak pernah mensyukuri kebaikan Allah sepanjang hidupnya? Bagaimana semua ini mungkin bila ia tidak terus menerus belajar meninggikan Tuhan dan tahu diri di hadapan-Nya?

Renungkan: Jangan kaitkan kerohanian dengan kondisi tertentu. Jadikan Allah pusat hidup entah bagaimana pun kondisi Anda.

(0.65) (Ayb 3:25) (full: YANG KUTAKUTKAN, ITULAH YANG MENIMPA AKU. )

Nas : Ayub 3:25

Kerinduan terbesar Ayub ialah mengalami kehadiran dan perkenan Allah; kini hal yang paling ditakutinya terjadi. Allah tampaknya telah meninggalkan dia dan ia sama sekali tidak mengetahui alasannya. Namun, Ayub tidak mengutuki Allah; ia masih berdoa kepada-Nya memohon kemurahan dan pembebasan (Ayub 6:8-9).

(0.64) (Ayb 4:7) (full: DI MANAKAH ORANG YANG JUJUR DIPUNAHKAN? )

Nas : Ayub 4:7

Teologi bahwa yang benar tidak akan binasa dan yang jahat akan dihukum adalah benar dari sudut pandangan kekekalan (lih. Gal 6:7; Ibr 10:13); pada akhirnya, keadilan akan dijalankan. Akan tetapi, di bumi ini, sering kali pembalasan adil justru tidak terjadi dan yang tidak bersalahlah yang menderita. Kegagalan untuk menyadari kebenaran ini menjadi kesalahan pokok dalam pikiran Elifas (mis. Mat 23:25; Luk 13:4-5; Yoh 9:1-3; 1Pet 2:19-20).

(0.64) (Ayb 3:14) (jerusalem: yang mendirikan kembali....) Mengingat Yes 58:12 dan Yes 61:4 ungkapan itu dapat diartikan secara biasa: yang mendirikan kembali reruntuhan. raja-raja Babel dan Asyur sering berbangga bahwa mereka mendirikan kembali kota dan kuil yang sudah menjadi puing. Tetapi sebaik-baiknya ungkapan Ayu 3:14 ini diartikan demikian: mendirikan makan di tempat sunyi dan sepi sebelum penguasa itu meninggal dunia. Hal yang sedemikian terutama terjadi di negeri Mesir. Kata Ibrani harabot (reruntuhan) pada orang Ibrani barangkali berarti juga: piramide.
(0.63) (Ayb 13:15) (full: IA HENDAK MEMBUNUH AKU, TAK ADA HARAPAN BAGIKU )

Nas : Ayub 13:15

(versi Inggris NIV -- sekalipun Ia membunuh aku, namun aku akan berharap kepada-Nya). Dalam ayat ini terdapat pernyataan yang paling mengagumkan tentang iman akan kebaikan Allah yang pernah diungkapkan. Apa pun yang diizinkan Allah terjadi atas Ayub, apa pun beban yang ditimpakan kepadanya, bahkan sekalipun dia "dibunuh" oleh-Nya, Ayub percaya bahwa akhirnya Allah tidak akan mengecewakan dia. Paulus mengungkapkan keyakinan yang sama tentang kasih Allah bagi umat-Nya yang setia pasal (Rom 8:39). Walaupun Tuhan mengambil kenyamanan demi kenyamanan, kesehatan dirusakkan dan gelombang-gelombang kesulitan menimpa kita, melalui kasih karunia Yesus Kristus dan kuasa kematian-Nya yang menyelamatkan, kita dapat mempercayai Allah dengan iman yang kokoh, yakin bahwa Dia itu benar, adil, dan baik (bd. Rom 8:37-39).

(0.62) (Ayb 4:1) (sh: Ia memukul, namun juga menyembuhkan (Sabtu, 20 Juli 2002))
Ia memukul, namun juga menyembuhkan

Ia memukul, namun juga menyembuhkan. Teman-teman Ayub mempunyai keyakinan yang sama tentang kekuasaan Tuhan. Itu sebabnya Elifas, teman Ayub, beranggapan bahwa musibah yang menimpa Ayub memang merupakan rancangan Tuhan dan bukan sesuatu yang terjadi di luar kehendak-Nya. Namun, kali ini rancangan Tuhan untuk Ayub ialah menghukumnya dan penyebabnya jelas: Ayub telah berdosa (ayat yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">4:17). Elifas terus berusaha menasihati Ayub untuk tetap bersabar (ayat yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5:2-6), memasrahkan diri ke dalam tangan Allah, sebab Dia berkuasa mengubah segala sesuatu (ayat 8). Asal saja Ayub sabar, penderitaan ini dapat juga merupakan disiplin (ayat yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">5:17). Bahkan Elifas mengatakan bahwa "Dia yang melukai ... juga yang membebat" (ayat 18).

Semua nasihat Elifas ini benar. Tetapi, hal itu tidak menjawab pergumulan Ayub. Pada akhir kitab ini, kita dapat membaca bahwa kesimpulan Elifas keliru. Menurut Elifas penderitaan Ayub merupakan ganjaran Allah atas kejahatan yang Ayub lakukan. Elifas memutlakkan hukum sebab-akibat. Akibatnya, ia tidak berhasil meringankan derita Ayub, tetapi justru tambah membebaninya.

Dari kisah ini, kita belajar beberapa hal penting mengenai pemahaman Kristen tentang penderitaan. Pertama, Kristen harus belajar untuk tidak melihat penderitaan dari satu sudut pandang saja. Misalnya, walaupun fakta di sekeliling kita menunjukkan bahwa penderitaan mengganggu keserasian ciptaan Allah, namun Allah mengizinkan penderitaan itu terjadi untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Kedua, selama Kristen berada di dunia, maka kemungkinan kita akan mengalami penderitaan. Itu bukan karena dosa atau salah kita. Misalnya, bencana alam dan sakit. Ketiga, Kristen harus menentukan sikap yang tepat ketika mengalami penderitaan, yaitu menyerahkan diri kepada Tuhan, mohon kekuatan untuk mengerti makna yang terkandung di dalamnya.

Renungkan: Kekuatan serta penghiburan diberikan Tuhan padaku. Tiap hari aku dibimbing-Nya; tiap jam dihibur hatiku. Dan sesuai dengan hikmat Tuhan 'ku dib'rikan apa yang perlu. Suka dan derita bergantian memperkuat imanku (KJ. 332). Ketika Anda berada dalam penderitaan, hayati syair lagu ini.

(0.62) (Ayb 31:1) (sh: Pembelaan terakhir Ayub (Sabtu, 10 Agustus 2002))
Pembelaan terakhir Ayub

Pembelaan terakhir Ayub. Solilokui atau ungkapan perasaan terdalam Ayub melalui perkataan ini (ps. 29-31) ditutup dengan pengakuan bahwa dirinya tidak bersalah (ps. 31). Kembali Ayub menggunakan gaya bahasa seakan dirinya diadili, dan kini ia berkesempatan untuk membela dirinya dalam cara lain. Dalam nas ini hati nurani Ayub tampil ke depan, dan memberikan pertanggungjawaban tentang kehidupannya di hadapan prinsip-prinsip moralitas yang benar. Pertanggungjawaban ini sekaligus juga menjadi pertanyaan kepada Allah (ayat 35), yang telah "mengamat-amati … dan menghitung ..." (ayat 4), dan ketetapan-ketetapan-Nya.

Pertanggungjawaban itu diberikan Ayub dalam bentuk rangkaian perkataan, 'jika saya melakukan dosa A maka biarlah B terjadi pada saya.' Para penafsir nas ini menghitung ada empat belas (dua kali tujuh) bentuk dosa yang Ayub nyatakan tidak pernah ia lakukan (dengan kutukan jika dirinya ternyata melakukan dosa tersebut). Angka tujuh dalam PL bermakna kegenapan. Dua kali tujuh menunjukkan kesungguhan Ayub membela perkaranya di hadapan Allah.

Hampir semua dosa yang diucapkan Ayub berkaitan dengan etika kehidupan, kecuali satu, mengenai ibadah (menyembah berhala, ayat yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">26-27). Hal ini menunjukkan Ayub layak menerima pujian dari Allah sebagai orang yang "demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan" (ayat yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">1:8). Yang perlu diperhatikan di sini adalah keteguhan Ayub untuk tetap mempertahankan integritas moralnya, walaupun prinsip pada ayat yang+sebenarnya+terjadi+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">2-3, terbukti dalam kehidupan Ayub terjadi sebaliknya. Namun Ayub tetap menjaga integritasnya, bukan karena takut dihukum, atau demi berkat Allah. Ayub telah terpuruk, tetapi ia tetap menjaga kehidupannya. Kini, dari Allah pula Ayub menanti jawaban atas semua pergumulan, kebingungan, dan jeritan hatinya.

Renungkan: Apa alasan Anda menjaga moralitas kehidupan Anda? Seharusnya bukan supaya masuk surga, atau demi berkat Tuhan dalam hidup. Tetapi semata karena kerinduan untuk tetap ada dalam hubungan dengan Allah yang benar, betapapun sulit dan membingungkan hidup yang harus dijalani.

(0.62) (Ayb 32:1) (sh: Jangan gegabah memberi penilaian (Minggu, 11 Agustus 2002))
Jangan gegabah memberi penilaian

Jangan gegabah memberi penilaian. Sosok Elihu mungkin dapat dikatakan sebagai yang mewakili kaum muda kebanyakan, yang gemas menyaksikan keadaan sekitarnya, dan berusaha menahan diri menanti giliran bicara. Biasanya sebelum giliran itu tiba berbagai permasalahan yang terjadi diamati dan berusaha dicarikan jalan keluarnya. Namun, ketika giliran itu tiba hal pertama yang dilakukan adalah mencela apa yang dilakukan sebelumnya, menganggap tidak becus, tidak bertanggungjawab, dst.. Gejolak orang muda biasanya memang begitu.

Seperti itu jugalah reaksi Elihu ketika melihat upaya para sahabat Ayub untuk meyakinkan Ayub tentang apa yang dialami dan apa yang harus dilakukannya, menemukan jalan buntu. Gejolak jiwa mudanya mendorong dia untuk terlibat dalam perdebatan itu, dan berdasarkan pengamatan dan analisanya, ada dua hal penting yang dijadikan alasan untuk berbicara (ayat 1-3). Pertama, ia mencela orang-orang tua, para sahabat Ayub karena gagal menembus pertahanan Ayub. Mereka tidak mampu memberikan jawaban yang meyakinkan Ayub terhadap penderitaan yang dialaminya (ayat 9). Kedua, sikap Ayub yang tetap menganggap dirinya benar. Elihu menilai bahwa sikap Ayub menempatkan dirinya lebih benar dari Allah inilah yang membuat ia berani membantah Allah. Benarkah penilaian Elihu tersebut?

Meskipun penjelasan dan pernyataan Elihu ini diungkapkan berdasarkan pengamatan, dan analisa, namun itu bukan berarti penilaian tersebut akurat benar 100%.

Renungkan: Berpikir kritis dan analitis memang diperlukan untuk menilai sesuatu. Tetapi hasil dari pemikiran dan analisa tersebut masih harus dibuktikan kebenarannya.

(0.62) (Ayb 6:4) (full: ANAK PANAH DARI YANG MAHAKUASA TERTANCAP PADA TUBUHKU. )

Nas : Ayub 6:4

Ayub sadar bahwa pada hakikatnya penderitaannya itu datang dari Allah, atau setidak-tidaknya dengan izin dan pengetahuan Allah. Kesedihannya yang paling hebat ialah: Allah tampaknya menentang dirinya dan ia tidak mengetahui penyebabnya. Ketika saudara mengalami kesukaran sementara dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menyenangkan Allah, jangan menyerah kepada pemikiran bahwa Allah tidak mempedulikan saudara lagi. Mungkin saudara tidak mengetahui mengapa Allah membiarkan hal semacam itu terjadi, tetapi saudara dapat mengetahui (sebagaimana halnya Ayub) bahwa akhirnya Allah sendiri akan memberi kekuatan, ketabahan, dan keteguhan, serta menuntun saudara hingga mencapai kemenangan (bd. Rom 8:35-39; Yak 5:11; 1Pet 5:10).



TIP #20: Untuk penyelidikan lebih dalam, silakan baca artikel-artikel terkait melalui Tab Artikel. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA