Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 121 - 140 dari 181 ayat untuk nenek (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.15) (Ul 1:1) (sh: Belajar dari sejarah (Selasa, 22 April 2003))
Belajar dari sejarah

Bangsa Israel telah berkeliling-keliling padang gurun selama empat puluh tahun. Banyak kesalahan yang telah mereka lakukan, banyak hukuman yang telah mereka tanggung. Akhirnya kini mereka sampai di sebelah timur Sungai Yordan dan siap memasuki Tanah Kanaan. Musa pun berbicara dengan emosi yang kuat kepada bangsa Israel. Ia menginginkan agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan memberontak kepada Tuhan. Musa menyampaikan pidatonya dengan mengingatkan bangsa Israel akan sejarah, bukan hanya sejarah mereka, tetapi sejarah mereka di tangan Tuhan. Dengan mengingat masa lalu, Musa memberikan fondasi yang kuat bagi mereka untuk melangkah menapaki waktu.

Hanya 11 hari sebenarnya perjalanan dari Gunung Sinai menuju Kadesy. Sayang, kebebalan bangsa Israel membuat mereka harus balik arah dan menunda tiga puluh delapan tahun untuk masuk ke Tanah Kanaan. Namun demikian, Tuhan telah berjanji, bahkan bersumpah kepada nenek moyang mereka (ayat 8) bahwa mereka akan mendapatkan tanah perjanjian itu. Tidak ada sumpah yang lebih dapat dipercaya daripada sumpah Tuhan.

Dalam perjalanan waktu, hari demi hari telah mereka lalui bersama Tuhan, dalam pergumulan, dalam sukacita, dalam kemarahan, dalam kebergantungan. Apa yang perlu mereka pelajari dari sejarah? Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka. Kenyataan bahwa Musa kemudian membentuk pasukan-pasukan sesuai usul Yitro menunjukkan bahwa ada organisasi yang kuat dalam masyarakat Israel, bukan hanya sipil, tetapi juga militer. Sebenarnya Tuhan telah mempersiapkan bangsa Israel sedemikian rupa. Segalanya telah tersedia -- hanya hati mereka yang masih tertinggal di Mesir.

Renungkan: Biarkanlah sejarah membaca kehidupan Anda -- biarkanlah sejarah menunjukkan bahwa kehidupan Anda ada di dalam tangan Tuhan yang baik!

(0.15) (Ul 26:1) (sh: Yang terbaik, untuk siapa? (Rabu, 7 Juli 2004))
Yang terbaik, untuk siapa?

Ini bukan sindiran, tetapi fakta yang sering terjadi. Berapa dari kita khusus menyiapkan "uang kecil" untuk persembahan daripada menyiapkan yang terbaik bagi pekerjaan Tuhan dengan penuh kesukaan? Apa yang menjadi motivasi dan dasar pertimbangan kita ketika menentukan mengapa dan bagaimana kita bersumbangsih dalam kebutuhan orang yang kekurangan?

Umat Israel diperintahkan untuk mempersembahkan buah sulung dari hasil panen pertama mereka setelah menduduki tanah perjanjian. Persembahan buah sulung diatur sedemikian rupa secara ritual, maksudnya mengingatkan mereka bahwa mereka berasal dari nenek moyang yang menderita penindasan dan penganiayaan sebelum Allah dalam kebaikan-Nya bertindak dan mengubah mereka dari kaum budak menjadi umat Allah yang bebas dan diberkati. Allah memberi mereka tanah perjanjian berlimpah susu dan madu. Dengan demikian persembahan hasil pertama itu keluar dari hati yang meluap dengan syukur atas kebaikan Tuhan dan pengakuan tentang hak Tuhan (ayat 1-11).

Ucapan syukur itu dirayakan bersama kaum Lewi, orang asing, para yatim dan janda. Merekalah yang menjadi prioritas untuk menikmati ucapan syukur umat Israel. Kaum Lewi adalah pekerja Kemah Suci yang tidak berpenghasilan sendiri. Orang asing tidak memiliki masa depan yang pasti kecuali dari belas kasih penduduk setempat. Janda dan yatim tidak memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menafkahi diri sendiri (ayat 12-15).

Seorang teman bersaksi bahwa ia memberi seluruh gaji pertamanya untuk Tuhan. Seorang lagi bercerita bahwa ia membiasakan diri menimbang apakah tepat membeli sesuatu dilihat dari sisi waktu Allah dan dari sisi kenyataan banyak orang lain tidak memiliki. Bagaimana kesaksian hidup kita tentang pengaturan harta milik?

Renungkan: Wujud ucapan syukur yang berkenan kepada Allah adalah mengunjungi para yatim dan janda, membagikan berkat-berkat Allah kepada mereka yang kekurangan. Itulah wujud ibadah dari orang yang bebas dalam Allah.

(0.15) (1Sam 2:27) (sh: Yang lebih dari Allah (Kamis, 31 Juli 2003))
Yang lebih dari Allah

Kadang, manusia tidak takut kepada Allah bukan karena tidak percaya akan kemahakuasaan Allah. Ia - seperti saya dan Anda - mungkin percaya sepenuhnya kepada Allah yang maha kuasa, adil, kudus, dll. Hanya saja, ia tidak merasakan Allah yang maha kuasa, adil dan kudus itu relevan dalam hidupnya. Yang 'jelas', ada banyak hal lain lebih mendesak, nyata, dan relevan dalam hidup ketimbang Allah.

Gambaran tadi bisa membantu kita membayangkan kondisi imam Eli sebelum Allah berfirman kepada-Nya. Bagi Eli, keberadaan diri anak-anaknya lebih nyata untuk dimaklumi dan dihidupi. Namun, pada saat seorang abdi Allah datang kepadanya, Eli menghadapi realitas sejati bahwa Allah terus dan selalu relevan dalam kehidupannya. Walaupun penyataan diri Allah terjadi dulu kepada nenek moyang Eli (ayat 27), tetapi Allah tetap relevan karena Ia menyatakan Diri-Nya dengan nyata (ayat 27) dan terus menuntut penghormatan kepada-Nya dalam kekudusan dan ketaatan (ayat 29- 30). Ketidaktaatan mereka berbuahkan penghukuman dari Allah melalui tiadanya lagi keturunan Eli yang akan melayani sebagai imam (ayat 31-33 dan 36, para penafsir menunjuk pembantaian para imam di Nob, ps. 22:6-23 sebagai penggenapan nubuat ini). Tanda firman Tuhan itu adalah matinya kedua anak Eli pada hari yang sama (ayat 34, bdk. 4:11,17).

Mengalami penghukuman dari Tuhan adalah sesuatu yang sangat mengerikan (bdk. Ibr. 10:31). Dosa dan ketidaktaatan tiap orang, bahkan seorang imam atau hamba Tuhan pun pasti akan dihukum Tuhan, baik melalui hukuman yang bersifat punitif (menghukum) maupun yang bersifat pendisiplinan seorang anak. Ingatlah, Ia pengasih, tetapi juga kudus.

Renungkan: Bila kita lupa bergumul dalam doa; bila satu hari berlalu tanpa berjuang untuk mendengar dan menaati kehendak-Nya, saat itu kita dalam bahaya melupakan Allah dan menjadikan-Nya tidak relevan dalam hidup kita.

(0.15) (1Raj 8:54) (sh: Doa berkat (Kamis, 5 Agustus 2004))
Doa berkat

Akhir sebuah ibadah, biasanya ditutup dengan doa berkat yang dilakukan oleh pemimpin umat. Demikian juga ibadah penahbisan rumah Allah yang didirikan oleh Salomo ditutup dengan doa berkat. Dalam kesempatan ini Salomo bertindak sebagai raja dan imam, menyampaikan pengajaran, menaikkan doa, dan memberi berkat. Tindakan Salomo ini kelak sepenuhnya digenapi oleh Tuhan kita, Yesus Kristus, sang Nabi, Imam, Raja sejati, melalui-Nya kita beroleh pendamaian dan berkat ilahi.

Salomo mempersembahkan korban yang bermakna penyembahan bagi Allah (ayat 62-64). Doa syukur dipanjatkan karena Allah menyediakan "Tempat perhentian" bagi umat. Biasanya istilah "Tempat perhentian" ini dipakai untuk menunjukkan tanah perjanjian. Namun dengan berdirinya Bait Allah, mereka merasakan bahwa semua yang Allah janjikan kepada mereka sebagai suatu bangsa sudah lengkap. Mereka sudah memiliki wilayah dan UUD berupa Hukum Taurat. Mereka juga memiliki Raja Salomo sebagai pemimpin politik mereka. Ditambah bangunan Bait Allah secara simbolis menyatakan kehadiran "Raja atas segala raja" dalam kehidupan mereka. Apa lagi yang mereka butuhkan?

Lalu sebagai bentuk doa syukur Salomo atas kebaikan Allah, maka diadakan perayaan bersama umat Israel selama tujuh hari (ayat 65-66). Namun, di balik pengucapan syukur itu ada kesadaran bahwa semua anugerah itu tidak menjamin mereka tetap diberkati. Berkat hanya akan terus mengalir kalau ikatan perjanjian itu tetap dipelihara. Oleh sebab itu doa permohonan Salomo adalah, "Kiranya TUHAN, Allah kita, menyertai kita sebagaimana Ia telah menyertai nenek moyang kita" (ayat 57) dan "Hendaklah dicondongkan-Nya hati kita kepada-Nya untuk hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, ..." (ayat 58). Di balik pernyataan permohonan ini ada kesadaran bahwa tanpa anugerah, tidak mungkin Israel bertahan setia kepada Allah.

Renungkan: Yang terpenting dari berkat itu adalah si pemberi berkat. Kehadiran Allah di dalam Kristus Yesus yang menyertai dan yang menopang kita itulah berkat terbesar.

(0.15) (1Raj 19:1) (sh: Begitu ajal di depan mata, baru sadar arti hidup (Senin, 23 Agustus 2004))
Begitu ajal di depan mata, baru sadar arti hidup

Ini adalah kutipan pernyataan DR. Morrie Schwartz, dosen senior fakultas sosiologi di Brandies University, kota Waltham, Massachusetts, Amerika Serikat, dalam buku yang berjudul Tuesdays with Morrie. Hal tersebut disadarinya setelah dokter memastikan di dalam tubuhnya ada penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), yaitu penyakit syaraf yang mematikan. Pada saat kematiannya tinggal beberapa bulan, ia baru sadar dan melihat hidupnya secara sangat berbeda dan sangat berarti. Morrie seperti sleepwalker (= orang yang terbangun dari tidurnya).

Elia pernah mengalami hal yang sama ketika ia takut dan putus asa saat menyadari kematiannya ada di depan mata (ayat 3). Penyebabnya karena ia menyadari sebentar lagi kesempatan melayani Tuhan akan berakhir, sedangkan tugasnya masih jauh dari selesai. Ini diungkapkan Elia dengan membandingkan diri tidak lebih baik daripada nenek moyangnya (ayat 4). Meski mengalami takut dan putus asa karena menantang arus di zamannya (ayat 10,14), Elia percaya bahwa Tuhan yang menentukan hidupnya, bukan Izebel. Kepercayaan Elia menyebabkan pemeliharaan Tuhan semakin nyata dalam hidupnya (ayat 6,8). Bahkan Tuhan memberi kesempatan kepada Elia untuk lebih mengenal-Nya secara utuh di Gunung Horeb. Di tempat ini, Elia mengenal Allah yang lembut dan kasih, bukan hanya perkasa dan dahsyat seperti yang selama ini dikenalnya (ayat 11-13). Di tempat ini, Tuhan juga memberitahukan pelayanan Elia selanjutnya, yaitu mengurapi Hazael menjadi raja Aram dan Elisa menjadi penggantinya (ayat 15-21).

Pada umumnya kita sadar bahwa hidup ini ada batasnya, tetapi kita tidak mengetahui kapan batas itu. Sehingga dalam perjalanan hidup kita terjebak dalam rutinitas dan lupa akan makna kekekalan yang terkandung di dalamnya.

Renungkan: Melalui pengalaman Morrie dan hidup Elia, kita belajar menyadari bahwa saat ini masih ada kesempatan bagi kita untuk hidup dan berjalan bersama Tuhan. Gunakan kesempatan ini untuk mengenal Tuhan dan melakukan tugas pelayanan dengan setia.

(0.15) (2Raj 3:1) (sh: Kehidupan rohani akar kehidupan manusia (Rabu, 17 Mei 2000))
Kehidupan rohani akar kehidupan manusia

Kehidupan rohani seseorang merupakan akar dan titik awal bagi tercapainya kehidupan manusia yang seutuhnya, yakni kehidupan yang selaras dengan panggilan hidupnya, kehidupan yang bermakna dan berharga bagi masyarakatnya. Dengan kata lain, walaupun seseorang sukses dalam kariernya, namun kehidupan rohaninya kacau, maka dapat dipastikan bahwa kesuksesan dalam karier itu tidak akan bermakna bagi pribadinya, keluarganya, dan masyarakat. Kehidupan Yoram merupakan contoh yang tepat untuk hal ini.

Sebagai raja Israel, panggilan hidupnya adalah memimpin dan membimbing rakyatnya untuk berjalan dalam jalan Tuhan. Namun kenyataannya, ia justru memimpin bangsanya kepada kesesatan dan kemurtadan. Ini berawal dari kehidupan rohaninya yang kacau. Ia mematikan satu penyembahan berhala namun justru menghidupkan kembali penyembahan berhala yang pernah disembah oleh Yerobeam kurang lebih 100 tahun yang lampau. Kehidupan rohani yang kacau ini juga hampir mengacaukan pelaksanaan tugasnya sebagai raja. Rencana menyerang Moab sebenarnya merupakan tindakan yang terpuji. Namun ia nampaknya tidak seperti Yosafat yang sangat berhikmat untuk menentukan siasat penyerangannya. Itu disebabkan karena Yosafat mempunyai kehidupan rohani yang benar di hadapan Allah (Maz. 119:98-100).

Ketika menghadapi kesulitan air di padang gurun Edom, Yoram bersungut-sungut sama seperti nenek moyangnya ketika berada di padang pasir menuju tanah Kanaan. Dalam situasi yang genting ini ia telah kehilangan arah dan pegangan. Ia pun menyalahkan TUHAN sebagai penyebab mereka bertiga diserahkan kepada Moab. Padahal kapankah Yoram minta petunjuk dari TUHAN tentang penyerangan ini? Seandainya Yoram sendiri yang menyerang tanpa bantuan Yosafat dapat dipastikan bangsa Israel akan dipukul habis oleh orang Moab di padang gurun. Dengan demikian selain menjerumuskan bangsanya kepada kesesatan, ia juga membawa bangsanya kepada kemusnahan.

Renungkan: Apakah panggilan hidupnya sebagai raja terpenuhi? Di sisi manakah Anda berada sekarang? Di sisi Yoram atau Yosafat? Kehidupan rohani yang sehat kunci pembenahan kehidupan Kristen.

(0.15) (2Raj 17:1) (sh: Amputasi rohani (Senin, 4 Juli 2005))
Amputasi rohani

Dosa yang tidak segera dibereskan akan menimbulkan dosa lainnya. Seperti pepatah yang berbunyi: Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit, demikianlah penimbunan dosa yang dibiarkan akan menjadi suatu borok parah yang hanya bisa dibereskan dengan `amputasi rohani'.

Kehancuran yang terjadi pada kerajaan Israel adalah akibat yang tak terelakkan dari menimbun dosa tanpa upaya menyelesaikannya dengan benar. Raja Hosea menutup rangkaian raja-raja yang memerintah Israel sejak Yerobeam bin Nebat (1Raj. 12:20). Pada masa pemerintahannya, Raja Salmaneser dari Asyur menaklukkan dan menghancurkan Samaria serta membawa orang-orang Israel ke Asyur, negeri pembuangan (2Raj. 17:5-6, 23b). Penulis II Raja-raja dengan jelas memaparkan segala dosa yang telah dilakukan oleh umat Israel kepada Allah, yang menyebabkan Dia tidak lagi dapat mengampuni mereka. Inti dari semua dosa itu adalah mereka telah melanggar Perjanjian Sinai yang diadakan antara Allah dengan nenek moyang mereka (ayat 15). Mereka telah melanggar perjanjian itu dengan cara menyembah allah-allah lain; berhala-berhala; patung lembu emas yang didiri-kan oleh Yerobeam bin Nebat (ayat 21-22) serta hidup menurut adat istiadat bangsa-bangsa kafir dalam menyembah allah-allah tersebut (ayat 7-17). Padahal Tuhan telah berulangkali memperingatkan mereka untuk bertobat dan meninggalkan dosa-dosa mereka melalui para hamba-Nya (ayat 13). Yehuda pun sebenarnya tidak lebih baik daripada Israel (ayat 19).

Hari ini gereja mengemban tugas berat menyampaikan suara kenabian bahwa suatu hari kelak Tuhan akan menghukum dunia ini. Hukuman bagi dunia ini belum tiba, namun pasti akan tiba. Karena itu kesempatan untuk bertobat masih ada. Gereja tidak boleh melalaikan kesempatan ini untuk mengabarkan Injil.

Renungkan: Sebelum hukuman fatal dan final dijatuhkan kepada orang-orang berdosa, gereja harus bertindak merebut mereka dari belenggu Si Jahat.

(0.15) (2Raj 23:1) (sh: Pertobatan sejati atau semu? (Kamis, 14 Juli 2005))
Pertobatan sejati atau semu?

Sejak permulaan menjadi raja, Yosia melakukan apa yang benar di mata TUHAN. Catatan kitab Raja-raja mengenai dia sangat jelas, "ia berbalik kepada Tuhan dengan segenap hatinya, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatannya, sesuai dengan segala Taurat Musa" (ayat 25). Pekerjaan Yosia mentahirkan Yehuda memakan waktu sedikitnya enam tahun dengan menghancurkan semua patung berhala, imam-imam dewa asing, pelacur bakti, penenun sarung Asyera, bukit-bukit pengorbanan, dll. (ayat 4-20, 24). Semua kejijikan itu adalah hasil karya bersama mulai dari Salomo sampai hampir semua raja di Yehuda. Sulit dibayangkan kejahatan apa saja yang sudah dilakukan Yehuda. Semua kota di Yehuda penuh sesak dengan berhala, bukit pengorbanan, dan darah anak-anak dan orang-orang yang tidak bersalah. Yosia membacakan kitab Taurat bagi rakyat Yehuda; mengadakan perjanjian dengan Tuhan untuk menuruti perintah-perintah-Nya dengan segenap hati dan jiwa (ayat 2-3). Lalu, Raja Yosia merayakan Paskah bersama seluruh umat (ayat 21-23).

Ayat 26 memberikan catatan penting bahwa Tuhan pada akhirnya tetap akan menghukum Yehuda sama seperti Ia telah menghukum Israel. Mengapa demikian? Karena dosa-dosa yang sangat keji yang telah dilakukan nenek moyang Yosia. Juga karena pertobatan rakyat Yehuda rupanya hanya sementara. Segera sesudah masa Yosia, Yehuda kembali dipimpin oleh raja yang jahat dan seluruh rakyat hidup berdosa lagi. Mereka kembali melakukan semua kejahatan yang telah susah payah dibersihkan oleh Yosia.

Pertobatan sejati selalu menghasilkan buah-buah perubahan hidup semakin mencintai Tuhan dan meninggalkan kejahatan. Sebaliknya, pertobatan semu bersifat sementara dan lahiriah semata. Pada akhirnya petobat palsu akan kembali kepada dosa-dosanya.

Camkan: Suatu saat, seseorang yang hanya pura-pura bertobat akan terbongkar kedoknya. Saat itu penghakiman Allah yang berakibat fatal tidak bisa dihindarkan!

(0.15) (2Raj 23:31) (sh: Mereka memilih jalan berdosa (Jumat, 15 Juli 2005))
Mereka memilih jalan berdosa

Anugerah Tuhan selalu dicurahkan dengan melimpah kepada orang-orang yang mengasihi Dia. Setiap orang harus merespons anugerah itu dengan syukur dan ketaatan. Bila mereka menolak anugerah dan memilih hidup dalam dosa maka mereka akan menerima konsekuensinya.

Yoahas dan Elyakim adalah anak-anak Raja Yosia. Mereka telah menyaksikan bagaimana salehnya ayah mereka. Mereka dapat puas menikmati Kitab Taurat. Sepanjang ayah mereka masih hidup, mereka hidup beribadah mengikut Allah nenek moyang mereka (lih. 2Taw. 34:33). Namun, setelah ayah mereka mati mereka memilih untuk hidup berdosa (2Raj. 23:32, 37).

Pada masa Raja Yoahas yang jahat berkuasa, Allah mulai menghukum Yehuda dengan menyerahkan bangsa itu ke tangan Firaun Nekho (ayat 33). Nekho memecat Raja Yoahas dan mengangkat Elyakim (Yoyakim) sebagai raja Yehuda (ayat 34). Raja Yoyakim ternyata sama jahat dengan Yoahas. Tuhan menghukum Yehuda melalui Nebukadnezar, raja Babel dan gerombolan penyamun dari bangsa Kasdim, Aram, Moab, dan Amon (ayat 24:1-2). Raja Yoyakim sendiri tidak luput dari penderitaan. Raja Nebukadnezar membelenggunya dengan rantai tembaga dan membawanya ke Babel. Kematiannya mengerikan. Ia diseret dan dilemparkan keluar dari pintu gerbang Yerusalem, lalu dikuburkan dengan tidak hormat dan tidak ada yang meratapi kematiannya (lih. Yer 22:18-19). Berbagai hukuman ini adil karena dosa-dosa yang telah dilakukan Yehuda pada masa lampau dan yang terulang pada masa Yoahas dan Yoyakim (2Raj. 24:3-4).

Tuhan membenci dosa. Dia tidak kompromi terhadap orang yang berdosa. Namun, dalam kasih dan kesabaran-Nya Tuhan selalu menegur dan mengingatkan kita agar bertobat. Kita bebas memilih untuk mendengar teguran Tuhan dan berbalik kepada-Nya atau mengeraskan hati dengan akibat menghadapi hukuman Tuhan.

Camkan: Jangan salah pilih! Jalan berdosa ujungnya maut.

(0.15) (2Taw 22:10) (sh: Ambisi -- ya; Ambisius -- tidak! (Kamis, 27 Juni 2002))
Ambisi -- ya; Ambisius -- tidak!

Ambisi bermakna positif: keinginan untuk berkembang atau mencapai cita-cita. Ambisius selalu digunakan dengan konotasi negatif: keinginan mencapai cita-cita dengan itikad tidak baik, menghalalkan segala cara.

Atalya, janda Yosafat, tua-tua keladi -- makin tua makin menjadi-jadi. Dia ambisius, tidak puas mendominasi kehidupan Yoram -- suaminya -- kemudian Ahazia, anaknya sendiri. Sesudah mereka gugur, ia tidak lagi menyembunyikan keinginannya untuk menjadi orang nomor satu di kerajaan Yehuda. Sepak terjangnya mengerikan, ia memerintahkan pembunuhan semua keturunan raja Yehuda, artinya termasuk cucu-cucunya sendiri juga (ayat 10). Sungguh seorang nenek yang haus darah. Gila kuasa telah mengubahnya menjadi serigala. Syukurlah, Tuhan selalu punya cara menyelamatkan orang pilihan-Nya untuk pada waktunya memerintah Yehuda. Lewat taktik menarik yang melibatkan Yosabat, putri raja Yoram sekaligus isteri imam Yoyada, Yoas berhasil diselamatkan dari pembantaian sistematis itu dan disembunyikan aman di dalam bait Allah.

Imam Yoyada kemudian membangun kekuatan spiritual-moral bait Allah untuk menentang kesewenangan Atalya dan ia berhasil, bahkan juga berhasil menobatkan Yoas yang baru berusia sekitar enam tahun itu menjadi raja baru Yehuda (ayat 23:3) melalui satu upacara yang mengesankan (ayat 23:1-11). Imam Yoyada mengambil prakarsa untuk melakukan hal ini karena yang terancam bukan hanya kerajaan Yehuda, tetapi kehidupan bangsa itu sebagai umat Allah. Matinya Atalya menjadi perlambang kembalinya pengakuan bahwa Yahwe sajalah Tuhan dan Allah umat. Peraturan-peraturan kehidupan yang dari Yahwe pulalah yang harus ditegakkan dan dilaksanakan kembali demi pulihnya kesejahteraan kehidupan umat Allah.

Renungkan: Sejarah dan bagian firman ini membuktikan bahwa kekuatan spiritual-moral meski tanpa senjata dan minoritas saja, mampu membawa perubahan sosial penting. Keyakinan yang benar disertai komitmen yang tinggi memang dahsyat dampak pembaruannya bila dilaksanakan secara tetap dan tekun.

(0.15) (2Taw 28:1) (sh: Makin terdesak, makin berubah setia (Selasa, 2 Juli 2002))
Makin terdesak, makin berubah setia

Ahas membalikkan segala hal baik yang telah dilakukan oleh Yotam, ayahnya. Untuk semua tindakan tersebut hanya penilaian terburuk yang bisa diberikan penulis Tawarikh. Kehidupan Ahas, yang menghidupkan kembali pengurbanan manusia dan anak ala bangsa Kanaan (ayat 3), dipersamakan dengan "kelakuan raja-raja Israel" (ayat 2). Akibatnya, berturut-turut dan bergantian, Allah menyerahkan Yehuda ke tangan Aram (ayat 5a), Israel utara (ayat 5b), Edom dan Filistin (ayat 17-19). Bahkan Asyur yang dimintai bantuan pun malah "menyesakkan" Ahas (ayat 20). Bagi penulis Tawarikh, semua yang terjadi jelas merupakan akibat dari dosa Ahas dan Yehuda (ayat 6, juga 19). Pada masa inilah untuk pertama kali sebagian penduduk Yehuda harus mengalami pembuangan ke negeri lain (ayat 17-19). Para pembaca pertama kitab Tawarikh mengerti bahwa peristiwa pembuangan yang mereka alami bermula dari keadaan bangsa dan kerohanian yang seperti ini.

Semua penghukuman itu tidak juga menyebabkan Ahas berbalik dari kesalahan-kesalahannya. Ahas justru "malah semakin berubah setia kepada TUHAN" (ayat 22). Ahas mencari dewa sembahan baru (ayat 23), dan makin kehilangan rasa hormat terhadap Allah dan bait-Nya. Penghukuman yang dialami Ahas tidak membuatnya bertobat. Ahas malah makin menenggelamkan dirinya ke dalam dosa yang lebih keji dan konyol.

Kebejatan Ahas makin menonjol dengan ironi yang muncul pada pasal 28 ini. Tindakannya dipersamakan dengan kebejatan raja-raja Israel utara (ayat 2a). Namun, pada ayat 9-15, justru orang Israel Utara yang mau mendengar peringatan seorang nabi TUHAN (ayat 9), dan memberi respons yang tepat dengan mengakui keberdosaan mereka dan melakukan kehendak Allah. Mereka tidak seperti Ahas, anak Yotam, keturunan Daud "bapa leluhurnya" (ayat 1b), yang justru "menyakiti hati TUHAN, Allah nenek moyangnya" (ayat 25).

Renungkan: Orang yang berkeras hati tetap tinggal teguh di dalam dosa, menolak jauh-jauh ketetapan Allah, berarti juga menjauhi Allah. Padahal Allah sajalah satu-satunya sumber pertolongan terpercaya untuk hidup.

(0.15) (2Taw 30:1) (sh: Pendamaian bagi semua orang Israel (Jumat, 5 Juli 2002))
Pendamaian bagi semua orang Israel

Masih segar di ingatan kita tentang bagaimana tentara Pekah memorak-porandakan dan menghancurkan tentara Ahas, ayah Hizkia (ps. 28). Tetapi sekarang, dalam perikop ini, kita melihat bagaimana Hizkia menempuh satu langkah kontroversial dengan mengundang seluruh Israel, termasuk Israel Utara, bersama-sama merayakan "Paskah bagi TUHAN, Allah orang Israel, di rumah TUHAN di Yerusalem" (ayat 1b). Orang-orang Israel Utara ini adalah mereka yang tertinggal setelah penghancuran Samaria oleh tentara Asyur (lihay ayat 7b).

Biasanya perayaan Paskah mencakup perayaan Roti Tidak Beragi yang dirayakan selama tujuh hari berikutnya. Keduanya menjadi rangkaian perayaan yang mengingatkan Israel tentang karya besar Allah dalam kehidupan mereka, ketika Allah menyelamatkan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir. Keputusan Hizkia untuk memundurkan waktu perayaan satu bulan mencerminkan kesadaran Hizkia tentang ketidaksiapan Israel untuk melaksanakan Paskah sesuai dengan peraturan di Bil. 9:9-11 pada waktunya. Kesiapan di sini adalah sikap hati seperti yang tercermin dalam perkataan yang disampaikan oleh utusan-utusan Hizkia kepada segenap orang Israel, yang menghimbau mereka agar segera bertobat (ayat 6b-7) dan taat pada firman Allah untuk bersama-sama merayakan Paskah (ayat 8-11).

Melalui perikop ini, kita bisa melihat bahwa hal terpenting yang ingin dicapai oleh Hizkia dalam momen ini adalah agar Israel dapat kembali kepada Allah (ayat 9). Ia berdoa supaya Allah mengadakan pendamaian bagi semua orang "yang sungguh-sungguh berhasrat mencari Allah … walaupun ketahiran mereka tidak sesuai dengan tempat kudus" (ayat 19). Permohonan Hizkia tidak sia-sia karena Allah mendengar doanya (ayat 29) dan memberikan sukacita besar bagi mereka (ayat 21-22).

Renungkan: Anugerah Allah yang memperdamaikan itu tidak hanya berkuasa untuk mempersatukan orang-orang yang berasal dari berbagai latar belakang budaya, tetapi juga memberikan sukacita besar bagi mereka.

(0.15) (2Taw 30:23) (sh: Sukacita dan pembaruan dalam kesatuan (Sabtu, 6 Juli 2002))
Sukacita dan pembaruan dalam kesatuan

Hal inilah yang mungkin sangat didambakan oleh penulis Tawarikh. Jemaat pascapembuangan masih rindu untuk terus merayakan karya dan perbuatan-perbuatan Allah yang besar, yang tidak hanya bagi nenek moyang mereka, tetapi juga bagi mereka sendiri. Tidak hanya Yehuda, tidak hanya para imam, tetapi juga orang-orang Israel Utara yang bergabung dan orang-orang asing ikut bersama-sama merayakan dengan bersukaria (ayat 25). Melalui kesatuan seperti ini, kejayaan Israel seperti pada zaman Salomo kembali terulang (ayat 26). Bahkan, ada beberapa kesejajaran dengan Salomo yang sengaja disebutkan oleh penulis Tawarikh: lama perpanjangan hari raya (lih. 7:8-10) dan jumlah kurban yang cukup besar (ayat 7:5).

Pada saat para imam Lewi berdoa dan memberkati rakyat, penulis Tawarikh mencatat bahwa "suara mereka didengar TUHAN dan doa mereka sampai ke tempat kediaman-Nya yang kudus di surga" (ayat 26). Kalimat ini bukan hanya keterangan pemanis yang bersifat tambahan. Kalimat ini didasarkan atas kata-kata yang diucapkan Salomo di dalam doanya pada 6:21,33, dan 39. Artinya, Allah telah berkenan mengampuni dosa mereka (ayat 6:21,39c), akan bertindak bagi mereka (ayat 6:33), dan memberikan keadilan bagi mereka (ayat 6:39b).

Umat yang bersukaria dan telah menerima rahmat yang luar biasa dari Allah ini tidak langsung berpuas diri. Mereka yang mengikuti perayaan Paskah ini langsung bertindak dan melakukan reformasi keagamaan dengan menghancurkan segala bentuk penyembahan berhala yang mereka temukan, "sampai musnah semuanya" (ayat 31:1). Melalui peristiwa ini, nyata bahwa yang dipentingkan umat dari perayaan Paskah bukanlah mencari pemuasan pengalaman rohani semata, tetapi bagaimana mereka dapat mempertahankan sikap taat dan takut kepada Allah, bahkan setelah segala perayaan itu selesai. Tindakan mereka membuktikannya.

Renungkan: Persekutuan sejati antarsesama umat Tuhan seharusnya tidak dinodai perseteruan, tetapi sebaliknya menghasilkan sukacita di dalam persatuan, dan kerinduan membara untuk terus menguduskan diri bagi Tuhan.

(0.15) (Ezr 5:1) (sh: Firman Tuhan dan perlindungan-Nya (Minggu, 5 Desember 1999))
Firman Tuhan dan perlindungan-Nya

Di tengah perlawanan banyak pihak terhadap rencana umat untuk membangun rumah Tuhan, Tuhan berfirman melalui nabi Hagai dan Zakharia, bahwa apa pun perlawanan yang dihadapi, pembangunan itu harus diteruskan (lih. Hag. 1:8; Za. 4:6-10). Ketika para pejabat pemerintah setempat tetap melakukan usaha perlawanan (3, 4), Allah memperhatikan mereka, sehingga rencana umat untuk meneruskan pembangunan rumah Tuhan tetap terlaksana karena perlindungan Allah. Konsekuensi ketaatan umat kepada Allah dan firman-Nya adalah perlindungan Allah. Orang beriman meyakini hal ini dengan melihat bahwa janji penyertaan Tuhan tidak pernah berkesudahan dalam berita Alkitab - "Aku akan menyertai engkau". Karena itu tidak ada alasan bagi orang beriman yang telah menyaksikan, menikmati, dan terlibat dalam karya besar Allah untuk meragukan Dia serta kekuasaan-Nya atas kita.

Yang dilindungi menjadi saksi. Keyakinan bahwa Tuhan yang Mahakuasa menyertai dan melindungi kita seharusnya menjadikan kita berani dan tidak gentar untuk bersaksi demi nama-Nya. Pada surat yang dikirim Tatnai kepada raja Darius, kita melihat bahwa perkataan orang Yahudi bukan hanya merupakan pembelaan diri atas tindakan mereka, tetapi juga merupakan kesaksian tentang karya Tuhan di tengah-tengah umat Israel. Mereka meninggikan nama Tuhan sebagai Allah semesta langit dan bumi, dan menyebut diri mereka sendiri sebagai hamba-hamba-Nya (11). Mereka tidak malu mengakui dosa nenek moyang mereka yang membangkitkan murka Allah dan mengakibatkan pembuangan mereka (12). Mereka menyebut Bait Suci sebagai rumah Allah. Pengakuan-pengakuan ini disertai dengan kebenaran perkara mereka merupakan kesaksian yang benar dan indah.

Renungkan: Penyertaan Tuhan telah dinyatakan melalui kedatangan Yesus Kristus. Dialah "Imanuel", yang berarti 'Allah menyertai kita' (Mat. 1:24). Apakah kita sungguh menghayati firman Tuhan ini? Bagaimana dengan kesaksian hidup kita?

(0.15) (Mzm 78:1) (sh: Cerita-cerita jujur (Senin, 25 April 2005))
Cerita-cerita jujur


Budaya bangsa kita adalah budaya bercerita. Masih teringat oleh saya kebiasaan kakek saya mendongeng yang intinya masih berkesan hingga sekarang. Dalam kebiasaan bercerita itu, bukan saja kisah-kisah binatang yang mengandung pelajaran perlu kita sampaikan, kisah-kisah nyata kehidupan keluarga pun layak mendapat tempat! Kisah nyata sejujurnya harus berani kita paparkan agar sejarah dapat kita jadikan sumber pelajaran yang kaya untuk kini dan generasi mendatang.

Dalam kebiasaan kita bercerita, kita cenderung hanya menonjolkan yang baik, tetapi melupakan bahkan mengubur yang buruk. Kisah peMazmur ini tidak demikian. Menurutnya amsal atau kata-kata hikmat itu harus jujur dan tidak menyembunyikan masa lalu (ayat 4). Justru kegagalan nenek moyang bangsa Israel dan kebesaran anugerah Allah perlu diketahui oleh semua generasi mereka (ayat 4b, 6-8). Mazmur 78 ini merupakan cerita keberdosaan bangsa Israel dan panjang sabar serta anugerah Allah. Pada bagian pertama ini (ayat 1-31) yang ditekankan adalah bangsa Israel berdosa karena telah melanggar Perjanjian Sinai (ayat 5-11), namun Allah tetap setia memelihara mereka oleh anugerah-Nya (ayat 12-16). Bangsa Israel meragukan kasih Allah (ayat 19-20), bahkan kuasa-Nya untuk menyelamatkan mereka (ayat 22). Itu sebabnya murka Allah menyala menghukum mereka (ayat 21,31).

Apakah kebiasaan bercerita kita sudah pupus oleh hiburan-hiburan modern seperti tv, video games, internet, dlsb? Kita perlu belajar menggali kekayaan iman dengan menceritakan kisah-kisah kebaikan Allah, baik yang terdapat dalam Alkitab maupun dari pengalaman nyata hidup kita. Maksud dari kejujuran itu adalah agar iman dan kehidupan generasi penerus makin bertumpu pada kasih karunia Allah dan mereka bertekad untuk tidak mengulang kesalahan-kesalahan yang sama.

Camkan: Kejujuran dalam bercerita tentang hidup adalah akibat dari mengenal Allah telah menerima kita apa adanya.

(0.15) (Mzm 84:1) (sh: Gereja, oasis Allah untuk dunia (Selasa, 27 September 2005))
Gereja, oasis Allah untuk dunia

Isi mazmur indah ini mengingatkan saya tentang pengalaman saya mendaki Gunung Bromo beberapa tahun lalu. Meski perjalanan itu berat dan meletihkan, saya bertekad terus berjalan menapaki lautan pasir, lalu mendaki lereng gunung itu. Saya berbuat demikian karena ingin menempa ketahanan fisik saya. Tetapi bukan itu saja, daya tarik pemandangan kawah saat matahari terbit juga memicu semangat saya.

Kebiasaan umat Israel berziarah ke Bait Allah di Yerusalem, selain untuk mengenang perjalanan nenek moyang mereka keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian, juga menjadi bagian disiplin rohani yang menempa spiritualitas mereka agar tangguh. Medan berat dan penuh bahaya saat berziarah itu melambangkan situasi perjalanan iman umat Tuhan baik zaman dulu maupun sekarang. Kesulitan itu tidak memadamkan iman, sebaliknya ada berbagai hal penting dalam penghayatan iman itu justru memicu kobaran semangat agar umat terus berjuang untuk maju. Indahnya Bait Allah (ayat 2) dan hadirat-Nya (ayat 3a), arti-Nya sebagai Raja dan Allah bagi umat (ayat 4), serta mezbah-Nya, merupakan pembangkit hasrat besar untuk umat Israel terus maju sampai mereka berjumpa dengan Tuhan dalam rumah-Nya (ayat 3b, 4). Dalam perjuangan untuk maju itu, orang beriman akan membawa dampak transformasi bagi sekitarnya (ayat 7), sementara itu mereka sendiri akan semakin kuat dalam Tuhan (ayat 6,8).

Gereja adalah diri kita sendiri. Gereja adalah tempat hadirat Allah dan keindahan-Nya terpancar, pemberlakuan pendamaian, pewartaan kebenaran, dan keakraban saudara seiman dipraktikkan. Liturgi, fokus pelayanan para pejabat gereja, sikap semua warga, suasana ibadah persekutuan, semangat misi, dan semua unsur penyelenggaraan, harus membuat Gereja menjadi inspirasi bagi umat untuk menyebarkan harum kemuliaan Allah.

Responsku: ---------------------------------------------------------------- ----------------------------------------------------------------

(0.15) (Mzm 95:1) (sh: Beri penghormatan bagi-Nya (Minggu, 9 Oktober 2005))
Beri penghormatan bagi-Nya

Hidup selalu diperhadapkan dengan pilihan-pilihan. Salah satunya adalah memilih untuk menyembah dan mengabdi kepada Tuhan, atau memilih untuk hidup bagi diri sendiri dan menolak Dia berdaulat atas hidup ini.

Seolah pendidik yang piawai, pemazmur membimbing umat Tuhan untuk memuji membesarkan Allah (ayat 1-2) lewat dua pendekatan. Pertama, melalui pendekatan positif. Mazmur ini menegaskan bahwa Allah adalah Raja atas alam semesta dan segala isinya (ayat 3-5). Maka semua makhluk harus tunduk kepada-Nya. Pemazmur kemudian menegaskan bahwa Raja penguasa seluruh isi dunia ini telah bertindak secara khusus menggembalakan umat Israel (ayat 7). Umat telah merasakan dan mengalami tuntunan dan pemeliharaan-Nya. Seharusnya pengabdian umat dilakukan sebagai ucapan syukur atas kebaikan-Nya. Oleh karena Tuhan adalah Raja dan Gembala, maka memberikan penyembahan yang semarak dan tulus kepada-Nya adalah respons wajar umat Tuhan (ayat 7).

Kedua, melalui pendekatan negatif. Mazmur ini memberi peringatan keras terhadap bahaya pengerasan hati seperti yang dilakukan oleh nenek moyang Israel di Meriba dan Masa (ayat 8-11; band. Ibr. 3:7-12). Akibat sikap hati yang tidak mau mengakui Allah sebagai Tuhan yang berdaulat dalam hidup mereka, Allah harus menghukum keras mereka dengan tidak mengizinkan mereka masuk ke Tanah Perjanjian.

Meninggikan Tuhan dalam disiplin rohani kita setiap waktu adalah prinsip yang paling tepat untuk menghindarkan diri dari bahaya pengerasan hati. Disiplin rohani menyembah, memuji, mengucap syukur, berdoa, dan membaca firman Tuhan adalah sikap dan tindakan yang serasi dengan kedaulatan dan kebaikan Allah. Apabila kita mengizinkan Roh-Nya menumbuhkan sikap dan tindakan tersebut dalam hidup kita, kita akan mengalami suasana perhentian dalam hati kita.

Responsku: ---------------------------------------------------------------- ----------------------------------------------------------------

(0.15) (Mzm 105:16) (sh: Kebaikan Allah adalah dasar harapan (Jumat, 21 Oktober 2005))
Kebaikan Allah adalah dasar harapan

Orang yang sedang menderita membutuhkan pengharapan agar mampu melewati kesulitan itu. Israel membutuhkan pengharapan. Hal itu ditawarkan pemazmur dengan cara menengok kepada sejarah kehidupan mereka.

Israel diajak melihat bagaimana Allah memimpin dan memelihara nenek moyang mereka. Cara Allah sungguh ajaib dan tidak terduga. Allah memakai seorang pemuda, Yusuf yang lemah dan tak berpengalaman, namun yang bersandar penuh kepada-Nya untuk menyelamatkan satu keluarga besar (ayat 16-22). Pemuda ini harus mulai dari bawah, mengalami berbagai penderitaan sebelum Tuhan dapat memakainya. Ini sekaligus gambaran akan penggemblengan umat Tuhan sebelum dapat dipakai menjadi alat anugerah-Nya.

Lain lagi cara Allah menyelamatkan umat-Nya dari per-budakan Mesir. Ia mendemonstrasikan kemahakuasaan-Nya dengan menghantam Mesir memakai beragam tulah (ayat 26-36). Kuasa-Nya tidak tertandingi para ilah Mesir. Firaun dan rakyat Mesir harus tunduk kepada Allah dan memberkati Israel dengan kekayaan yang limpah (ayat 37). Kasih dan panjang sabar Ia tunjukkan ketika Ia memimpin perjalanan mereka di padang gurun menuju Tanah Perjanjian (ayat 39-45). Kesetiaan dan kemurahan-Nya melimpahi hidup mereka.

Penderitaan dapat menjadi cara Allah mengajar umat-Nya bersandar kepada-Nya. Dengan mengingat kasih karunia dan perbuatan-Nya pada masa lampau, kita diajak menaruh masa depan kita kepada-Nya. Karena Dia adalah Allah yang tidak berubah, kemarin, hari ini, dan selama-lamanya pengharapan kita tidak sia-sia. Mungkin hidup tidak akan menjadi lebih mudah; malahan persoalan semakin bertubi-tubi menimpa anak Tuhan. Namun, kasih dan setia-Nya akan terus menopang kita karena kita milik-Nya.

Doa: Tuhan, saat mata kami terbelalak oleh kompleksnya masalah hidup ini, ingatkan kami bahwa Engkau dulu telah menolong kami. Kami percaya, Engkau tetap akan menopang kami selamanya.

(0.15) (Mzm 106:1) (sh: Belajar mengingat kemurahan Allah (Sabtu, 22 Oktober 2005))
Belajar mengingat kemurahan Allah

Dalam mazmur terakhir dari kumpulan mazmur-mazmur yang berisi pergumulan umat pada masa pembuangan/pasca pembuangan ini, pemazmur mengajak umat Tuhan untuk mensyukuri kasih setia Allah, mengakui berbagai kegagalan mereka, dan menyatakan keinsyafan mereka akan kedegilan para pendahulu mereka.

Meski Allah tetap setia dan tidak pernah meninggalkan umat-Nya (ayat 1), kalau mereka melupakan kebaikan Allah akan fatal akibatnya. Manusia memang memiliki kecenderungan mudah melupakan Tuhan (ayat 2) dan akibatnya lalai mensyukuri Allah dalam kehidupan nyata (ayat 2b). Akibat dari lupa bersyukur adalah tindakan-tindakan yang oleh pemazmur diungkapkan dalam tiga istilah, "berbuat dosa," "berbuat salah," dan "berbuat fasik" (ayat 6). Itulah sebenarnya akar penyebab dari semua tindakan degil nenek moyang mereka meskipun mereka telah menerima berulang kali campur tangan kasih Allah (ayat 7-12).

Kini, generasi Israel yang berada di pembuangan belajar melihat kasih karunia Allah yang mengampuni dan menyelamatkan mereka, walaupun mereka tidak layak menerimanya. Itu sebabnya, mereka belajar bersyukur karena hukuman dahsyat Tuhan bukanlah akhir dari segala-galanya. Meski mereka berada di tanah pembuangan, tetapi mereka belajar bersyukur kepada-Nya karena mereka mengetahui Allah mengasihi mereka.

Orang Kristen perlu memiliki kepekaan yang tajam, terhadap perbuatan-perbuatan nyata Allah dalam sejarah, sejarah gereja, dan riwayat hidupnya sendiri. Tolaklah kecenderungan menerima begitu saja kebaikan-kebaikan Allah. Orang Kristen patut mengingat secara mendalam sambil mesnyukuri semua kebaikan-kesetiaan Allah agar terluput dari kebebalan.

Renungkan: Sadar akan kecenderungan gagal justru harus mendorong kita untuk memupuk kebiasaan mengingat-ingat kebaikan Tuhan atas hidup kita.



TIP #03: Coba gunakan operator (AND, OR, NOT, ALL, ANY) untuk menyaring pencarian Anda. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA