Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 61 - 80 dari 83 ayat untuk menasihati (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.44) (Rm 12:6) (sh: Karunia adalah karunia, bukan milik. (Minggu, 26 Juli 1998))
Karunia adalah karunia, bukan milik.

Mengapa orang bisa sombong akan kelebihan dirinya? Mengapa orang sulit membagi ilmu atau keahliannya kepada orang lain? Mengapa warga gereja pasif sehingga kehidupan gereja tidak dinamis? Sebab tidak sungguh menghayati bahwa karunia adalah pemberian Allah bukan miliknya sendiri. Jika tiap Kristen menyadari kebenaran ini, pastilah kualitas pelayanan gereja akan berbeda dari yang kini kita miliki. Memang di sana sini kita temui gereja yang maju karena cukup banyak warganya yang menggunakan berbagai karunia yang mereka miliki dalam berbagai pelayanan. Namun mengingat tiap orang pasti memiliki karunia yang berbeda, kita harus lebih mengajarkan dan mempraktekkan karunia-karunia yang Tuhan berikan demi kemajuan Gereja-Nya.

Karunia yang berlainan. Talenta, bakat atau kemampuan, adalah karunia yang berasal dari Tuhan untuk kepentingan bersama yaitu Gereja-Nya. Tuhan yang maha bijak pasti memberi karunia-karunia yang berbeda-beda itu dengan maksud tertentu. Sebab itu jangan kita abaikan apalagi salahgunakan. Yang diberi karunia bernubuat harus melakukan dengan iman. Nubuat tidak sama dengan ramalan. Ramalan bersifat spekulatif, tidak didasari iman yang benar, Bernubuat atau menyuarakan suara kenabian adalah tindakan iman taat kepada Tuhan yang memberikan pesan yang bersifat teguran, penghiburan, peringatan, petunjuk, selalu dengan tujuan membangun dan menguatkan baik jemaat secara keseluruhan maupun seseorang secara pribadi. Juga karunia melayani, mengajar, menasihati, dll. harus dilakukan dengan sikap benar dan dengan tujuan membangun Gereja Tuhan.

Renungkan: Tuhan memberikan aneka karunia sebab kebu-tuhan yang harus dilayani oleh Gereja di dalam kehidupan intern-nya maupun dalam masyarakat luas pun banyak jenisnya.

Doa: Sangat mengagumkan karunia-karunia-Mu, ajarlah aku menggunakannya demi GerejaMu.

(0.44) (Rm 15:14) (sh: Dasar dan buah Pelayanan Paulus. (Minggu, 02 Agustus 1998))
Dasar dan buah Pelayanan Paulus.

Tanpa segan atau ragu Paulus memuji kelebihan dan keistimewaan Jemaat Roma. Mereka penuh dengan segala kebaikan, memiliki banyak pengetahuan dan karunia saling menasihati (ayat 1). Pujian rasul ini tentu sangat menyukakan hati jemaat. Paulus tanpa segan mengingatkan orang Roma tentang panggilannya sebagai rasul bagi orang non-Yahudi. Sebagian orang Kristen Yahudi meremehkan orang non-Yahudi, tetapi Paulus malah bangga boleh dipanggil menjadi rasul bagi mereka yang bukan Yahudi. Dengan girang ia menyaksikan perbuatan Tuhan yang sangat memberkati pelayanannya (ayat 17-19), disertai kuasa dan tanda mukjijat. Pelayanan dalam panggilan dan penyertaan Tuhan memang tidak akan membuat kita kecewa atau menyesal. Sebagai Kristen pelayan Injil, hidup kita tidak luput dari tantangan atau salib. Panggilan yang jelas dan penyertaan Tuhan akan membuat kita kuat berjuang dan pada waktunya 'menuai' penuh sukacita.

Pelayanan yang Orisinil. Apa prinsip pelayananan Paulus? Ia berprinsip melayani Injil di wilayah (bidang) yang belum pernah dijangkau atau dijamah orang lain (ayat 20-21). Paulus rela keluar dari Yerusalem (pusat kehidupan budaya-agama Yahudi) dan melakukan perjalanan misi ke daerah-daerah baru wilayah orang kafir. Kadang tanpa sadar, kita memiliki kebanggaan semu akan status gereja dan pelayanan kita. Kita ingin bertahan di tempat yang di dalamnya kita merasa akrab, aman, bangga, berhasil, dlsb. Namun sungguhkah kita memang dipanggil untuk tetap di tempat itu? Mengapa banyak lulusan STT yang menganggur? Mengapa banyak intelektual Kristen berpotensi tidak punya sumbangsih apa pun di gerejanya? Seandainya mereka mau membekali diri dan memasuki wilayah-wilayah baru, kemungkinan besar tidak akan terjadi demikian.

Renungkan: Anda akan melayani Tuhan secara optimal jika melayani Tuhan pada tempat yang Tuhan mau, pada waktu dan dengan cara Tuhan."

Doa: Tuhan, beranikan kami menyambut tantangan pelayanan baru yang Engkau bukakan.

(0.44) (2Kor 7:2) (sh: Allah menyebabkan dukacita? (Minggu, 13 September 1998))
Allah menyebabkan dukacita?

Dukacita, dari Allah atau dari dunia? Mungkin kita bertanya bukankah Allah itu sumber keselamatan? Bukankah keselamatan itu berarti sukacita dan damai sejahtera? Bagaimana mungkin Allah menyebabkan dukacita? Hari ini Alkitab mengajak kita memahamai tempat dukacita dalam kehidupan umat yang ditegur keras oleh hamba Allah. Kalau Paulus menegur mereka dengan keras dalam suratnya pertama tentang berbagai hal yang tidak beres, bukan berarti Paulus mengecilkan mereka. Sebaliknya Paulus tetap bangga akan jemaat satu ini yang jelas adalah hasil pelayanannya juga (ayat 2-4). Sebagai hamba Tuhan sejati, Paulus tak pernah akan melupakan berbagai dukungan yang telah diperlihatkan jemaat ini dalam keterlibatan mereka mendukung pelayanan Paulus (ayat 5-7). Justru karena kasih dan merasa diri akrab itulah Paulus rela menimbulkan kepedihan dan dukacita dalam jemaat itu.

Suka mendukakan orang? Paulus tidak sadis, ketika ia bersuka bahwa jemaat Korintus itu mengalami dukacita yang dalam. Paulus bisa diumpamakan seorang ayah yang bersuka melihat teguran atau hajarannya atas kenakalan anaknya menghasilkan penyesalan yang tulus. Anugerah Tuhan tidak boleh diperlakukan secara obralan. Pengampunan Tuhan bagaikan kesembuhan yang hanya terjadi bila orang melalui proses pengobatan yang pedih, sakit, pahit.

Dalam pelayanan kita ingin segera melihat orang menyambut janji-janji Allah dengan sukacita. Itu tidak benar. Sukacita sejati karena mengalami pengampunan dan pemulihan dari Allah hanya diterima oleh mereka yang mengalami berbagai aspek pertobatan seperti: kesungguhan yang besar, keinginan berubah, kemarahan terhadap dosa, takut akan Allah, semangat yang benar, mengakui dosa sebagaimana adanya (ayat 11).

Renungkan: Kasih sejati tidak lembek, membiarkan orang dalam dosa melainkan tegas menegur, menasihati, menyatakan kesalahan, membimbing dengan kuasa ilahi.

(0.44) (Gal 6:1) (sh: Kepedulian terhadap yang lemah (Sabtu, 18 Juni 2005))
Kepedulian terhadap yang lemah


Teguran Paulus yang keras terhadap penyimpangan yang terjadi di jemaat Galatia pasti akan menghasilkan respons yang beragam. Ada yang disadarkan akan kesalahannya, berdukacita, dan hendak bertobat. Ada pula kelompok orang yang tidak jatuh ke dalam kesalahan tersebut, namun memakai surat Paulus ini untuk menghakimi kelompok mereka yang sudah tersesat.

Paulus tidak ingin ada orang yang bermegah atas kejatuhan orang lain. Justru orang yang tidak jatuh karena rohaninya kuat harus mampu menunjukkan sikap kristiani yang penuh kasih terhadap mereka yang jatuh. Sikap kristiani itu adalah ujud kualitas kekristenan sejati. Pertama, ia tidak akan menghakimi saudara yang sedang jatuh, sebaliknya ia akan mengampuni dan mengangkatnya (ayat 1). Ini adalah sikap yang meneladani Kristus. Kedua, ia menyadari diri juga lemah dan bisa jatuh sehingga akan selalu berjaga-jaga agar tidak jatuh (ayat 3). Dengan kesadaran seperti itu, terbangunlah sikap saling menolong di antara sesama anak Tuhan (ayat 2). Ketiga, ia tidak menilai diri dengan memakai standar manusia melainkan standar Firman (ayat 4-5). Keempat, ia akan rendah hati menerima teguran firman karena kesalahannya dan bersikap hormat kepada yang menegur dengan kasih (ayat 6). Paulus juga terus mendorong supaya orang yang jatuh cepat bertobat karena Allah tidak dapat dipermainkan (ayat 7-8). Akhirnya, Paulus juga menasihati jemaat Galatia agar terus menerus mewujudkan karakter ilahi mereka dengan perbuatan-perbuatan yang baik dan menjadi berkat (ayat 9-10).

Gereja seharusnya menjadi wadah kasih persaudaraan diwujudkan. Ada teguran atas kesalahan, ada pertobatan dari kesalahan yang dilakukan, ada pengampunan untuk orang yang bertobat, dan ada hormat kepada orang yang menegur. Semua itu harus dilandaskan atas kasih Tuhan. Jangan menunggu orang lain, mulailah dari diri Anda.

Renungkan: Orang yang suka menolong banyak sahabatnya, dan para pengampun berlimpah saudaranya.

(0.44) (1Tes 2:1) (sh: Dianggap layak untuk memberitakan Injil. (Jumat, 24 Oktober 2003))
Dianggap layak untuk memberitakan Injil.

Manusia yang penuh cacat dan aib ternyata mendapatkan kepercayaan dan penghormatan untuk memberitakan Injil. Manusia yang penuh kelemahan dan kekurangan sekarang menjadi pelayan Allah (ayat 4). Nilai-nilai Injil yang terlalu dalam untuk diselami, terlalu luas untuk dijelajahi, terlalu tinggi untuk dijangkau, terlalu indah untuk dimengerti, ternyata sekarang mempergunakan manusia yang penuh kekurangan sebagai wahana (bdk. Yer. 1:10). Kalau realitas ini tidak dilihat sebagai anugerah Tuhan, maka ada sesuatu yang tidak beres dengan manusia.

Bentuk karya besar Allah yang mengagumkan dan monumental di tengah- tengah dunia ini Allah lakukan dengan mempergunakan tangan manusia. Allah bisa memberikan kepercayaan kepada orang yang kesetiaannya sudah dapat diukur. Seperti Petrus yang pernah menyangkal Yesus. Allah seakan-akan berani jatuh lagi untuk kedua kalinya pada batu yang sama. Itu berarti tidak ada manusia yang pantas untuk membanggakan diri. Itulah sebabnya yang tertinggal hanyalah segala puji dan kemuliaan bagi Tuhan saja.

Paulus menunjukkan dirinya layak dengan melayani jemaat Tesalonika sungguh-sungguh. Ia benar-benar menyampaikan firman Tuhan bukan untuk menyukakan mereka, melainkan Allah (ayat 4-6). Ia menyampaikannya dengan ramah bagaikan seorang ibu yang membagi hidupnya untuk anak-anaknya (ayat 7-8). Ia menjaga hidupnya sedemikian sehingga menjadi saksi Injil yang tiada bercacat (ayat 9-10). Dengan sikap seorang bapa ia menasihati mereka untuk setia hidup sesuai dengan kehendak Allah (ayat 11-12). Sungguh hidup Paulus menunjukkan kelayakannya untuk menjadi saksi Kristus.

Renungkan: Allah juga melayakkan kita, anak-anak-Nya untuk memberitakan Injil. Pertanyannya sekarang adalah: "Apakah kita sudah melayakkan diri di hadapan-Nya dengan meneladani pelayanan Paulus?"

(0.44) (1Tes 3:1) (sh: Kekristenan dan penderitaan (Minggu, 26 Oktober 2003))
Kekristenan dan penderitaan

Nampaknya ada hubungan antara kekristenan dan penderitaan. Inilah sebuah kebenaran yang paling tidak disukai oleh orang Kristen. Tetapi, meskipun demikian iman Kristiani dan penderitaan akan sering kali berjalan bergandengan tangan.

Paulus telah mengingatkan jemaat Tesalonika bahwa kesusahan akan datang (ayat 3). Sekarang kesusahan sudah datang. Kini, Paulus mencemaskan iman jemaatnya, itu sebabnya ia mengirim Timotius untuk menguatkan dan menasihati mereka (ayat 1-5). Puji Tuhan, Timotius pulang membawa kabar yang sangat menggembirakan, yaitu bahwa iman dan kasih jemaat Tesalonika tidak tergoyahkan oleh penderitaan yang mereka alami (ayat 6). Berita ini sangat menghibur Paulus, yang saat itu sedang mengalami kesulitannya sendiri (ayat 7). Karena itu Paulus memanjatkan doa syukur (ayat 9) dan doa permohonan (ayat 10), agar Tuhan sendiri memelihara mereka dan menambahkan kasih serta iman mereka (ayat 12-13).

Seperti jemaat Tesalonika, kita pun akan diterpa penderitaan. Tetapi, ketika penderitaan itu datang menerpa kehidupan anak-anak Tuhan, jangan kita goyah apalagi jatuh. Karena kita memiliki teladan, bukan hanya rasul besar seperti Paulus, tetapi juga jemaat Tesalonika, yang tidak beda jauh daripada kita. Oleh sebab itu tidak ada alasan untuk goyah dan jatuh!

Renungkan: Waktu penderitaan melanda hidup kita, ingatlah bahwa Tuhan berdaulat untuk memelihara dan menjaga kita. Kita perlu berdoa untuk iman dan kasih agar bertahan dan menang.


Bacaan untuk minggu ke-21 sesudah Pentakosta

Amsal 3:13-18; Ibrani 4:12-16; Markus 10:17-27; Mazmur 90:1-8,12-17

Lagu: KJ 277

(0.44) (1Tes 4:1) (sh: Hidup berkenan kepada Tuhan (Senin, 27 Oktober 2003))
Hidup berkenan kepada Tuhan

Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia tempat kita berpijak saat ini menyediakan begitu banyak fasilitas. Mulai dari yang menjanjikan masa depan sampai yang menjanjikan ketenangan, kenikmatan, dan kebahagiaan. Bahkan ada fasilitas-fasilitas penuh godaan sehingga manusia tergoda untuk melampiaskan hawa nafsu. Dalam kondisi seperti ini memang tidak mudah untuk anak-anak Tuhan mempertahankan hidup yang berkenan kepada-Nya. Namun bukan berarti kita tidak mampu mempertahankan kekudusan kita di hadapan.

Allah memanggil kita untuk hidup yang kudus dan bukan yang cemar (ayat 7). Menolak hidup berkenan kepada Tuhan sama saja dengan menolak Tuhan (ayat 4:8). Pada pasal-pasal sebelumnya Paulus telah memuji jemaat Tesalonika untuk kesetiaan dan ketekunan mereka menghidupi kehidupan Kristen mereka. Pada bagian ini, Paulus menasihati jemaat Tesalonika agar mereka lebih bersungguh-sungguh lagi melaksanakan hidup yang berkenan kepada Tuhan. Paulus kemudian memaparkan apa kehendak Tuhan bagi mereka: [1] "pengudusan dan menjauhi percabulan" diwujudkan dengan pernikahan yang monogamis dan terhormat (ayat 3-5); [2] memperlakukan saudaranya dengan baik dan tidak menipunya (ayat 6); [3] hidup mempraktikkan kasih (ayat 9-10); [4] hidup dengan baik, mengurus persoalan sendiri, bekerja dengan rajin (ayat 11), sehingga orang luar menilai mereka sebagai terhormat (ayat 12).

Memang menjalani kehidupan yang berkenan kepada Tuhan pastilah bertentangan dengan hidup bebas untuk berbuat apa saja, termasuk dosa. Tidak mudah, tetapi Allah sudah memberikan Roh-Nya yang kudus kepada kita, anak-anak-Nya. Jadi tidak ada alasan untuk menyerah dan mengikut jalan dunia ini.

Renungkan: Kalau anak-anak Tuhan gaya hidupnya sama dengan gaya hidup manusia berdosa, bagaimanakah gereja dapat menjadi saksi Kristus bagi dunia ini?

(0.44) (1Tim 6:11) (sh: Menjadi manusia Allah (Kamis, 20 Juni 2002))
Menjadi manusia Allah

Ayat 11-16 memberikan semacam inti dari keseluruhan nasihat Paulus kepada Timotius. Dengan penyebutan "manusia Allah" (ayat 11), Paulus menunjukkan bahwa status diri Timotius bukan hanya pemimpin, tetapi juga pemberi teladan di jemaatnya, agar mereka pun dapat mengikutinya menjadi manusia Allah. Karena itu, Timotius harus menjauhi semua hal yang tidak baik, dan sungguh-sungguh berusaha mengejar "keadilan, ibadah, kasih, kesabaran, dan kelembutan" (ayat 11). Sifat-sifat ini harus menjadi bagian dari hidupnya sebagai seorang manusia Allah. Karena itu, di ayat selanjutnya (ayat 12) Paulus mengambil gambaran dari sebuah pertandingan. Ia harus bertanding karena kondisi yang dihadapinya berat. Ia juga harus "merebut hidup yang kekal" (ayat 12), bukan dalam arti mencapai keselamatan hidup kekal dengan usahanya sendiri, tetapi dalam arti menunjukkan bahwa dirinya sungguh -sung guh adalah pemenang dalam pertandingan ini. Caranya adalah dengan menuruti "perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela" (ayat 14a), dan dengan memelihara apa yang telah dipercayakan kepadanya, baik pelayanannya maupun orang-orang yang dilayaninya (ayat 20). Allah dan Kristus Yesus menjadi saksi Timotius (ayat 13), dan pada akhirnya nama Yesus akan dimuliakan sebagai hasil dari perjuangannya (ayat 16).

Paulus meminta Timotius untuk mengikuti nasihat ini karena Yesus Kristus adalah "Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan" (ayat 15). Fakta ini cukup kuat untuk menjadi dasar bagi tingkah laku orang Kristen, "Yesus adalah raja atas hidup saya dan tiap bagiannya!" Prinsip itu juga harus berlaku bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Sekali lagi Paulus menasihati agar Timotius memperingatkan para orang kaya agar tidak mengandalkan kekayaan harta mereka dan menjadi tinggi hati, tetapi hanya berharap sepenuhnya kepada Allah saja (ayat 17-19). Perbuatan baik mereka menjadi tanda yang menghidupkan pengharapan mereka.

Renungkan: Kristen harus mampu membuktikan bahwa ia adalah manusia Allah, milik Allah dan pemenang pertandingan melalui setiap aspek kehidupannya.

(0.44) (2Tim 2:1) (sh: Tongkat estafet berita Injil (Senin, 26 Agustus 2002))
Tongkat estafet berita Injil

Kemerosotan moral dan spiritual jemaat Efesus mendatangkan kekecewaan yang dalam bagi Paulus. (ayat 1:15). Untuk itu ia menasihati dan mendukung Timotius - sebagai pelayan di Efesus - untuk tetap kuat dan berdiri teguh menghadapinya. Bagi Paulus, Timotius memerlukan dukungan seperti ini mengingat pembawaannya yang terkesan kurang percaya pada diri sendiri (lih. 1Tim.4:12; bdk. 1Kor. 16:10,11). Dukungan Paulus kepada Timotius ini juga bukan sekadar nasihat agar tabah melayani, tetapi agar Timotius tetap mengandalkan kekuatan kasih karunia Kristus Yesus, sebagai pusat pemberitaannya (ayat 1). Mengapa? Karena Timotius mengemban tugas berat yaitu meneruskan tongkat estafet berita Injil kepada jemaat Efesus - yang notabene pernah menentang kewibawaan Paulus (lih. Kis. 19).

Timotius mengemban tugas dan tanggung jawab untuk meneruskan tongkat estafet berita Injil: dari Kristus kepada Paulus, Paulus kepada Timotius, dan Timotius kepada jemaat, begitu seterusnya. Tidak sembarang orang yang dapat diserahi tongkat estafet berita Injil tersebut. Ada dua kriteria yang ditetapkan Paulus, yang harus dimiliki oleh orang-orang tersebut. Pertama, dapat dipercaya, dan benar-benar setia (bdk. 1Kor. 4:1-2). Kedua, cakap/mampu mengajar orang lain (didaktikoi). Untuk menegaskan kedua persyaratan tersebut, Paulus mengambil contoh dari pemusatan pengabdian atau dedikasi seorang prajurit (ayat 4), ketertiban dan kepatuhan seorang olahragawan pada ketetapan yang berlaku (ayat 5), serta kesungguhan dan ketekunan bekerja seorang petani (ayat 6).

Melalui perikop ini kita dapat menarik dua hal penting bagi para hamba Tuhan masa kini. Pertama, jika kriteria tersebut terpenuhi, maka misi tongkat estafet berita Injil yaitu mencapai kualitas kedewasaan rohani dan komitmen hidup umat bagi kepentingan berita Injil, yaitu Yesus Kristus, dapat tercapai. Kedua, jika kriteria tersebut dipenuhi, maka meski melayani dalam keadaan sulit, mereka pasti mampu mengatasi dan bertahan untuk tetap setia.

Renungkan: Anda percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat, berarti Anda pun bertanggung jawab untuk meneruskan tongkat estafet berita Injil tersebut dalam kehidupan Anda!

(0.44) (2Tim 2:14) (sh: Fit and Proper test (uji kelayakan) (Rabu, 28 Agustus 2002))
Fit and Proper test (uji kelayakan)

Istilah fit and proper test (uji kelayakan) akhir-akhir ini giat digencarkan di kalangan eksekutif dan legislatif pemerintahan Indonesia. Ini dilakukan dalam rangka menciptakan pemerintahan yang jujur, loyal, dan berdedikasi tinggi bagi kepentingan bangsa dan negara. Karena itu, hal-hal yang diuji meliputi: kemampuan dan integritas, kejujuran dan moralitas seseorang. Diharapkan, mereka yang telah lulus uji kelayakan ini dapat menjadi "panutan." Yang jadi pertanyaan adalah apakah pelaksanaan fit and proper test itu sendiri sudah terbebas dari pengaruh kolusi, korupsi, dan nepotisme? Karena ternyata banyak pejabat yang telah diuji kelayakannya masih terlibat kasus KKN! Ternyata uji kelayakan tersebut belum dapat dipertanggung-jawabkan kelayakannya.

Uji kelayakan ini ternyata juga menjadi concern Paulus ketika menasihati Timotius. Belajar dari pengalamannya, Paulus menemukan bahwa ternyata ada para hamba Tuhan yang telah menyimpangkan berita Injil, seperti Himeneus dan Filetus (ayat 17,18). Bagi Paulus, orang-orang seperti mereka itulah yang perlu diwaspadai karena mengajarkan pengajaran-pengajaran yang menyimpang dari kebenaran Kristus, yang bisa membuat jemaat terguncang imannya. Karena itu, Paulus dengan tegas mengingatkan Timotius untuk meneruskan tongkat estafet berita Injil itu kepada orang-orang yang telah memenuhi standar kelayakan: berani berkata benar tentang Kristus, jujur, bertanggung jawab, dan setia pada firman Tuhan.

Dari perikop ini kita belajar bahwa hanya hamba yang telah lulus fit and proper test yang Tuhan lakukan sajalah yang layak menjadi penerus tongkat estafet berita Injil. Karena mereka adalah hamba Tuhan yang mengutamakan kekudusan, memiliki hati murni, sifat-sifat Kristen terpuji, dan teruji. Sudah saatnya para pemegang tongkat estafet berita Injil, para hamba Tuhan mengintrospeksi diri dan bertanya pada Tuhan, "Apakah diri saya sudah memenuhi standar kelayakan yang Allah tetapkan!"

Renungkan: Jika gereja memiliki hamba sejati, yang telah lulus uji kelayakan yang Allah lakukan, maka ajaran-ajaran palsu yang mengguncang iman jemaat dapat dipatahkan pengaruhnya.

(0.44) (Ibr 12:1) (sh: Resep sukses dalam perlombaan (Minggu, 7 Mei 2000))
Resep sukses dalam perlombaan

Konsentrasi, pikiran-pikiran, dan perspektif yang dimiliki oleh seseorang merupakan resep meraih keberhasilan. Seseorang yang ingin meraih gelar kesarjanaannya, ia harus berkonsentrasi dalam studinya, dan mempunyai perspektif yang benar. Penulis Ibrani pun meyakini resep ini. Karena itulah ia menasihati jemaat penerima suratnya untuk menerapkan resep ini dalam konteks kristen. Ia menggambarkan kehidupan kristen bagai sebuah perlombaan lari jarak jauh. Ia ingin menekankan bahwa kehidupan kristen bukan kehidupan yang sembarangan, tetapi sebuah kehidupan yang mempunyai tujuan mewujudnyatakan panggilan hidupnya di dunia, walau penuh dengan rintangan dan tantangan. Karena tidak mungkin mengontrol secara penuh faktor dari luar, maka Kristen harus mengontrol yang ada di dalam dirinya. Ia harus menanggalkan dosa dan bertekun dalam perlombaan itu.

Dua tindakan yang harus terjadi dalam waktu yang sama, mempunyai tujuan yang sama yaitu agar dapat mencapai garis finis, namun mempunyai pengertian yang jauh berbeda. Dosa merintangi dan melemahkan Kristen, sedangkan ketekunan memampukan Kristen bertahan. Kristen harus berfokus kepada Kristus, karena Dialah tujuan hidup Kristen (Flp. 3:8). Dialah yang telah berjuang di dalam 'perlombaan-Nya' dan telah dimuliakan (2). Lalu Kristen harus selalu mengisi pikirannya dengan penderitaan yang pernah Kristus alami (3), agar menyadar-kan Kristen bahwa penderitaan bukan alasan untuk menyerah. Karena perjuangan Kristen dalam melawan dosa belum apa-apa bila dibandingkan dengan Kristus (4). Kristen pun harus mempunyai perspektif yang benar dalam memandang penderitaan-penderitaan yang dialaminya (5-6).

Renungkan: Kekuatan konsentrasi, pikiran-pikiran, dan perspektif yang benar akan memampukan Kristen untuk memanifestasikan kekuatan dinamika iman kristen.

(0.44) (Yak 5:7) (sh: Kunci sukses menghadapi penderitaan adalah kesabaran (Selasa, 12 Juni 2001))
Kunci sukses menghadapi penderitaan adalah kesabaran

Tidak seorang pun di dunia ini yang menyukai penderitaan. Kalau pun penderitaan itu tetap teralami, seringkali kita bersikap marah, kecewa, bahkan menuduh orang lain, atau mungkin menuduh Allah sebagai penyebab timbulnya penderitaan. Karena itu segala usaha pasti akan kita lakukan asal terhindar dari penderitaan. Mungkinkah kita menghindari penderitaan? Penderitaan itu bukan untuk dihindari tetapi dihadapi, karena bagaimana pun penderitaan itu berguna bagi pertumbuhan iman kita. Bahkan Yakobus dalam perikop awal menjelaskan bahwa penderitaan adalah ujian iman. Karena itu untuk sampai pada maksud akhir dari penderitaan yang kita alami, kita harus bersabar ketika menghadapi penderitaan. Bagaimana caranya?

Pertama-tama Yakobus menasihati orang-orang miskin yang berada dalam penderitaan, karena tekanan-tekanan dari orang-orang kaya, untuk bersabar menghadapi penderitaan yang mereka alami, dan mengajak mereka untuk melihat dan menempatkan penderitaan itu dalam sudut pandang (perspektif) Allah. Sebab hanya melalui cara pandang itulah manusia dapat melihat tujuan akhir dari penderitaan. Mereka diminta bersabar sampai Tuhan datang kedua kali. Pengharapan akan kedatangan Tuhan yang kedua kali inilah yang menguatkan mereka dalam menanggung penderitaan.

Ajakan Yakobus ini juga berlaku bagi kita. Seperti halnya jemaat saat itu dikuatkan untuk bersabar menanggung penderitaan, kita pun diingatkan akan hal yang sama. Kedatangan Tuhan yang kedua kali selain merupakan pengharapan yang memampukan dan menguatkan Kristen menghadapi dan menanggung penderitaan dengan sabar, juga membuka mata hati kita untuk melihat bahwa Allah Sang Hakim Maha Adil itu akan bertindak. Bagi orang-orang jahat, yang menyebabkan penderitaan pada sesama, keadilan Allah akan menghukum mereka. Sebaliknya bagi orang-orang benar, yang sabar dan tekun menghadapi penderitaan yang dialaminya, keadilan Allah mendatangkan ketenteraman dan keselamatan bagi mereka.

Renungkan: Kesabaran dan pengharapan akan datangnya Hakim yang Adil, yang menegakkan kebenaran dan menghukum kejahatan, memberikan kekuatan bagi Kristen menghadapi penderitaan.

(0.44) (1Ptr 1:22) (sh: Mempertahankan hidup kudus (Jumat, 15 Oktober 2004))
Mempertahankan hidup kudus

Sejak Sutinah dibaptis, ia dengan setia bersaat teduh, berdoa dan membaca Alkitab setiap hari. Menurutnya firman Tuhan memberinya petunjuk tentang apa yang harus dilakukannya setiap hari. Sutinah diubahkan Tuhan dalam kebiasaan jelek mengumpat dan merajuk. Ia tidak lagi berbohong dan memfitnah. Hidupnya berubah menjadi kudus!

Hidup kudus adalah anugerah Tuhan. Hidup kudus merupakan akibat perubahan status dari orang belum percaya menjadi anak Tuhan dan menjadi dasar hidup orang percaya. Orang percaya ialah orang yang sudah dilahirkan baru dengan benih kekal, yaitu firman Tuhan yang menguduskannya (ayat 1:23). Namun, kekudusan ini bisa dinodai dengan perbuatan dosa yang sewaktu-waktu dilakukan! Setelah seseorang menjadi anak Tuhan, ia masih bisa jatuh ke dalam dosa karena tidak taat atau tidak waspada. Itu sebabnya, Petrus menasihati umat Tuhan agar mereka lebih bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan sepenuh hati. Kasih Tuhan akan mencegah kita untuk memanfaatkan orang lain demi kepentingan, kepuasan, dan egosentrisme. Kasih Tuhan seharusnya mendorong kita untuk dengan tegas membuang segala dosa yang menyakiti hati Tuhan maupun sesama (ayat 2:1). Sumber kekuatan untuk dapat tetap hidup kudus adalah firman Tuhan. Firman Tuhan itu kekal sampai selama-lamanya, tidak berubah dan sekaligus menjadi sumber yang tidak habis-habisnya mengisi kehidupan orang-orang percaya (ayat 24-25).

Menjadikan firman Tuhan sebagai "minuman rohani" seperti bayi yang membutuhkan susu adalah cara untuk tetap memelihara kemurnian iman dan menumbuhkan kekuatan rohani kita (ayat 2:2). Dengan cara demikian, kita mampu menghadapi segala kejahatan, tipu muslihat, kedengkian dan fitnah (ayat 1). Anak Tuhan yang telah mengecap kebaikan Tuhan pasti memiliki dorongan kuat untuk terus menikmati dan melakukan firman Tuhan sepanjang hidupnya (ayat 3).

Ingat: Jika kasih Yesus dan firman kebenaran Tuhan sungguh mendiami hati kita, kita akan bertumbuh menyerupai Yesus.

(0.44) (1Ptr 2:18) (sh: Penderitaan Kristiani (Senin, 18 Oktober 2004))
Penderitaan Kristiani

Toni diperlakukan tidak adil oleh majikannya. Ia disuruh bekerja lembur tanpa mendapatkan uang lembur yang sesuai dengan peraturan perusahaan. Ia juga mendapat tekanan dari karyawan lainnya bahkan pernah difitnah mencuri barang-barang milik perusahaan. Semua itu terjadi karena ia orang Kristen. Apa yang akan Anda lakukan jika Anda berada di posisi Toni?

Dalam nas ini, pada waktu itu agama Kristen telah menyentuh semua lapisan masyarakat termasuk para budak. Sebagai budak hak mereka sering diabaikan dan "diperlakukan tidak manusiawi" oleh majikannya. Apalagi bila budaknya itu Kristen, majikan yang bukan Kristen sering memperlakukan budak Kristen dengan lebih kejam, seakan-akan menjadi Kristen itu adalah sebuah kesalahan. Bagaimana Petrus menasihati budak Kristen yang menderita karena imannya itu? Pertama, tetap tunduk dan taat walaupun majikannya itu seorang yang kejam (ayat 18). Dasarnya adalah menderita oleh karena kehendak Allah merupakan kasih karunia (ayat 19). Kedua, menyadari bahwa di dalam tekanan majikannya itu ia sedang meneladani penderitaan Kristus yang walaupun tidak berdosa namun diperlakukan tidak adil bahkan sampai dihukum mati (ayat 21-23). Kristus rela diperlakukan tidak adil dan tidak membalas, karena Ia mau menyelamatkan manusia dari hukuman dosa. Seharusnya kita juga memiliki motivasi yang serupa, rela diperlakukan tidak adil oleh majikan supaya mereka boleh mengenal keselamatan dari Kristus.

Dalam kisah di atas Toni akhirnya mengundurkan diri dari perusahaan itu. Namun, yang pasti Toni tidak dendam apalagi mengancam akan membalas perbuatan majikan atau teman-temannya. Toni juga mengundurkan diri bukan karena berbuat kesalahan sebagaimana yang difitnahkan kepadanya. Sehingga, beberapa karyawan yang simpati kepada Toni justru akhirnya menjadi Kristen oleh kesaksiannya.

Renungkan: Pribadi seorang Kristen sejati tidak dipengaruhi oleh situasi. Bahkan ketika ia diperlakukan tidak adil, ia bukan hanya tidak membalas melainkan mengampuni dan berbuat kebajikan.

(0.44) (1Ptr 4:7) (sh: Semakin giat dalam melayani (Sabtu, 23 Oktober 2004))
Semakin giat dalam melayani

Hidup melayani Tuhan tanpa pengharapan dalam iman adalah hidup yang kurang bergairah. Dengan adanya pengharapan dalam iman ini, kita hidup dengan tujuan yang jelas yaitu pengharapan menantikan kedatangan Kristus yang kedua kalinya.

Seruan Petrus ini mengadopsi tradisi orang Yahudi. Orang Yahudi memiliki pemahaman bahwa kesudahan dari segala sesuatu diawali dengan periode penderitaan yang hebat, dan kesengsaraan yang tiada akhir. Oleh karena itu, Petrus menasihati jemaat untuk senantiasa tenang dan berdoa (ayat 7). Petrus mendorong supaya jemaat tetap siap sedia menantikan kedatangan Tuhan. Kedatangan Tuhan kedua kali yang digambarkan "dekat" bukan berarti kita hanya tinggal menanti dan tidak melakukan kegiatan apa pun baik pelayanan maupun pekerjaan sehari-hari. Sebaliknya, justru Petrus mendorong jemaat untuk: Pertama, tetap memiliki kasih yang "bertumbuh" baik kepada Tuhan maupun kepada sesama manusia (ayat 8). Kedua, memberikan tumpangan kepada orang lain dengan tidak bersungut-sungut (ayat 9). Kedua hal ini sulit dilakukan karena memberikan tumpangan kepada orang lain bukanlah suatu hal yang lazim pada saat itu. Tumpangan hanya berlaku untuk sanak saudara saja. Demikian juga kasih secara manusiawi terbatas hanya pada orang dan dalam hubungan khusus. Namun, kasih Tuhan membuat jemaat menjadi satu keluarga sehingga bisa memberikan tumpangan kepada orang lain yang bukan saudara. Ketiga, agar jemaat saling melayani satu sama lain sesuai dengan karunia yang mereka miliki sehingga Tuhan dimuliakan (ayat 10-11).

Kesadaran atau pengharapan tentang kedatangan Tuhan Yesus kedua kali memang akan berdampak konkret pada kehidupan dan pelayanan kita. Kerinduan berjumpa Dia dalam keadaan layak mendorong kita mengusahakan yang terbaik dalam segala hal.

Renungkan: Menantikan kedatangan Tuhan yang kedua kali seharusnya membuat kita semakin giat melayani bukannya memudar.

(0.44) (1Ptr 5:8) (sh: Anugerah Allah dalam penderitaan (Selasa, 26 Oktober 2004))
Anugerah Allah dalam penderitaan

Seseorang yang sedang menderita biasanya merasa bahwa ia sendirian, menganggap tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya. Ia menjauhkan diri dari persekutuan dengan Tuhan dan sesama. Kondisi seperti ini sangatlah berbahaya bagi hidup orang percaya karena ia merupakan "makanan empuk" bagi Iblis.

Ketika kita sedang mengalami penderitaan, itulah saatnya kita harus lebih waspada dan siaga terhadap serangan Iblis. Karena Iblis akan menyerang kita ibarat singa sedang mengincar dan siap menerkam serta memangsa kita ketika kita lengah (ayat 8). Bisa terbayangkan betapa bahayanya kondisi ini. Bila kondisi kita seperti demikian, maka hidup kita dapat diumpamakan seperti dalam sebuah pertandingan tinju yaitu kita atau Iblis yang kalah (ayat 9). Iblis menginginkan orang percaya yang sedang menderita menyangkali Tuhan, meragukan janji firman-Nya, dan tidak lagi menaati perintah Tuhan. Firman ini menegaskan bahwa peperangan rohani boleh dahsyat, iman boleh menerima serangan sengit, tetapi tidak ada alasan bagi kita untuk kalah. Kita dapat kuat dalam iman karena yang kita hadapi juga dihadapi oleh semua orang beriman (ayat 9b, bdk. 1Kor. 10:13). Kita boleh lemah, tetapi iman tidak boleh lemah, sebab iman tidak bertumpu pada sumber-sumber kodrati, tetapi pada Allah dalam Yesus Kristus (ayat 10-11,12b).

Petrus bukan sekadar menasihati kita untuk menjadikan anugerah Tuhan sebagai perisai tatkala penderitaan menghadang, tetapi ia juga menerapkannya. Hal ini dibuktikannya saat ia mati sebagai martir karena imannya tak tergoyahkan kepada Tuhan (menurut cerita tradisi di kalangan orang percaya zaman gereja mula-mula ia disalibkan dalam posisi tubuh terbalik). Sudahkah Anda menang atas penderitaan dengan iman yang tak goyah? Banyak kesaksian mengokohkan ajaran firman bahwa justru penderitaan bukan melemahkan, tetapi menguatkan dan memurnikan iman. Itu sebabnya Tuhan mengizinkan hal ini dalam pengalaman hidup anak-anak-Nya.

Renungkan: Tidak ada zona damai dan aman dalam dunia ini, kecuali dalam lindungan anugerah Tuhan.

(0.37) (Mzm 2:1) (full: MENGAPA RUSUH BANGSA-BANGSA. )

Nas : Mazm 2:1-12

Mazmur ini terdiri atas empat pemandangan yang berbeda.

  1. 1) Pemazmur mulai dengan membicarakan bangsa-bangsa dan raja-raja dunia yang menentang Yang Diurapi Allah (ayat Mazm 2:1-3; bd. Kis 4:25-27;

    lihat cat. --> Mazm 2:2 berikutnya)

    [atau ref. Mazm 2:2]

    -- suatu gambaran menyedihkan mengenai pemberontakan congkak umat manusia terhadap Allah, hukum-Nya, penebusan-Nya, Mesias-Nya, dan ajaran moral penyataan-Nya. Para penulis PB juga melihat dunia sedang menentang Kristus, orang percaya, dan iman alkitabiah (Yoh 15:19; Ef 6:12).
  2. 2) Allah menanggapi mereka dengan mencemooh usaha bodoh dari dunia yang berusaha menyingkirkan Dia (ayat Mazm 2:4-6). Saatnya akan tiba ketika Ia akan mengakhiri pemberontakan manusia dan menegakkan kerajaan-Nya di atas muka bumi ini (lih. Rom 1:18; 1Tes 5:1-11; 2Tes 2:8; Wahy 19:11-21).
  3. 3) Allah Bapa berjanji untuk mengutus Anak yang dikasihi-Nya (ayat Mazm 2:7-9), puncak warisan bangsa-bangsa (lih. Kis 13:33; Ibr 1:5; Ibr 5:5; bd. Mat 3:17; 17:5; 2Pet 1:17), untuk mengalahkan semua pihak yang menentang pemerintahan-Nya. Jadi, janji ini akan digenapi ketika Kristus datang ke dunia pada akhir zaman dan membinasakan semua musuh Allah (lih. Wahy 12:5; 19:15). Ketika itu semua orang percaya yang setia akan ikut memerintah bangsa-bangsa bersama dengan Dia (Wahy 2:26-27).
  4. 4) Melalui pemazmur, Roh Kudus menasihati umat manusia untuk bersikap bijaksana di hadapan Allah Yang Mahakuasa dan berlindung pada-Nya sebelum hari penghakiman yang dahsyat itu tiba (ayat Mazm 2:10-12; Ibr 3:7-19).
(0.37) (1Tes 5:6) (full: BAIKLAH ... KITA ... BERJAGA-JAGA. )

Nas : 1Tes 5:6

Berjaga-jaga (Yun. _gregoreo_) berarti "tetap sadar dan waspada". Konteks (ayat 1Tes 5:4-9) menunjukkan bahwa Paulus tidak menasihati para pembacanya agar "berjaga-jaga" untuk "hari Tuhan" (ayat 1Tes 5:2), tetapi sebaliknya untuk bersiap secara rohani supaya luput dari murka pada hari itu, (bd. 1Tes 2:11-12; Luk 21:34-36).

  1. 1) Jikalau kita ingin luput dari murka Allah (ayat 1Tes 5:3), maka kita harus tinggal bangun dan sadar secara rohani dan terus hidup dalam iman, kasih, dan harapan keselamatan (ayat 1Tes 5:8-9;

    lihat cat. --> Luk 21:36;

    lihat cat. --> Ef 6:11).

    [atau ref. Luk 21:36; Ef 6:11]

  2. 2) Karena mereka yang setia akan terlindung dari murka Allah

    (lihat cat. --> 1Tes 5:2;

    [atau ref. 1Tes 5:2]

    lihat art. KEANGKATAN GEREJA),

    mereka tidak perlu takut hari Tuhan tetapi harus "menantikan kedatangan Anak-Nya dari sorga ... Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang" (1Tes 1:10).
(0.37) (Ayb 15:1) (sh: Nasihat atau tuduhan? (Jumat, 10 Desember 2004))
Nasihat atau tuduhan?

Acapkali orang memaksakan pandangannya tentang kebenaran pada orang lain tanpa mempertimbangkan perasaan orang tersebut. Padahal, belum tentu pandangan si penasihat itu yang paling benar. Tidak jarang nasihat kebenaran menjadi sindiran yang kasar serta membabi buta yang jelas-jelas berlawanan dengan kebenaran sesungguhnya.

Seperti itulah nasihat Elifas. Ia mengajukan pertanyaan retoris (ayat 2-3, 7-9, 11-14) dan kata-kata kasar serta tajam (ayat 4-6, 16). Rupanya Elifas tersinggung dengan pernyataan Ayub (ayat 12:3; 13:2). Itu sebabnya Elifas membalas Ayub dengan menggunakan kata-kata Ayub sendiri (ayat 9). Pertanyaan-pertanyaan retoris Elifas sebenarnya bermaksud menyindir Ayub yang mengaku diri berhikmat (ayat 2), memiliki pengetahuan ilahi (ayat 7-8) dan merasa diri benar (ayat 14-16) padahal bodoh dan berdosa. Sedangkan kata-kata kasar serta tajam Ayub, hanya menyamakannya dengan orang fasik. Perhatikan, misalnya "kesalahanmulah yang menghajar mulutmu, dan bahasa yang licik yang kaupilih" (ayat 5), juga "lebih-lebih lagi orang yang keji dan bejat, yang menghirup kecurangan seperti air" (ayat 16).

Mulai ayat 20-35 Elifas kemudian menguraikan panjang lebar tentang nasib orang fasik. Orang fasik sepanjang hidupnya akan menderita, ketakutan (ayat 20-24, 28-30), dan akhirnya binasa (ayat 31-35) oleh karena hidup mereka yang menentang Allah (ayat 25-27). Ucapan Elifas ini menciptakan `tembok pemisah' antara Ayub dengan ketiga temannya (ayat 10). Perkataan Elifas ini mempertajam suasana yang tidak enak menjadi konflik terbuka. Yang ada bukan nasihat lemah lembut, tetapi tuduhan yang penuh kemarahan. Sikap menghukum menggantikan kasih.

Memang kita harus berhati-hati dalam menasihati orang lain. Jangan gegabah memutlakkan pandangan kebenaran kita. Jangan pula menuduh tanpa bukti-bukti yang jelas, apalagi dengan kata-kata keras dan kasar. Bila nasihat disampaikan dengan kesombongan, hasilnya adalah pertengkaran, kemarahan, dan sakit hati. Kebenaran harus disampaikan dalam kasih.

Camkan: Nasihat yang baik membawa kebangunan dan transformasi. Tuduhan hanya menjatuhkan dan menghancurkan.

(0.37) (Luk 6:21) (sh: Tindakan selaras dengan kehidupan rohani (Senin, 10 Januari 2000))
Tindakan selaras dengan kehidupan rohani

Tolstoy adalah seorang yang sangat terkenal karena ceramah-ceramahnya yang menyentuh kehidupan masyarakat di bidang etika. Salah satu topik ceramahnya yang sangat terkenal adalah "Bagaimana kita mencintai dan diocintai?" Namun suatu saat masyarakat dikejutkan oleh pernyataan istrinya dalam suatu jumpa pers: "Tolstoy adalah seorang suami yang tidak tahu bagaimana mencintai istrinya. Ia tidak mampu mempraktekkan isi ceramahnya kepada istrinya sendiri!" Betapa ironisnya kejadian ini. Lebih mudah mengajar dan menasihati orang lain daripada pengajaran yang diajarkan tersebut mengajar dirinya sendiri. Ini adalah salah satu kejadian dari sekian banyak kejadian yang terjadi di sekitar kita.

Ada satu pengecualian, yakni Yesus yang selalu menjadi teladan dari apa yang dikatakan dan diajarkan-Nya. Secara rinci, Yesus mengajarkan bagaimana sikap Kristen terhadap musuh atau orang yang membenci kita. Membalas kejahatan dengan kebaikan, mengasihi orang yang tidak mengasihi, mendoakan orang yang mencaci, menyatakan perbuatan baik tanpa mengharapkan balas jasa, dan murah hati seperti Bapa di sorga. Semuanya ini bukan hanya sekadar pelajaran moral biasa yang mampu dilakukan siapa saja. Karakter ini hanya mungkin dimunculkan dalam diri seorang yang memiliki kehidupan rohani yang baik. Apa yang ada di dalam mempengaruhi tindakan yang tampak.

Guru Agung Yesus Kristus memiliki hidup yang selaras antara kehidupan di dalam dan di luar. Kasih-Nya sungguh nyata melalui sikap dan tindakan-Nya. Kepada siapa pun Ia menyatakan perhatian, pertolongan, pengajaran, dan kasih-Nya. Demikianlah hendaknya murid-murid-Nya memiliki kehidupan yang dapat menjadi berkat bagi orang lain. Dalam mengemban misi-Nya, murid-murid-Nya pun akan mengalami penolakan dan sikap yang menyakitkan seperti yang dialami-Nya. Maka mereka harus terlebih dahulu memiliki kehidupan rohani yang baik.

Renungkan: Kecenderungan kita adalah melakukan yang baik kepada yang yang melakukan kebaikan dan menuntut orang melakukan kebaikan terlebih dahulu kepada kita. Kristen harus bersikap sebaliknya, berinisiatif berbuat baik dan tetap melakukannya sekalipun kepada yang melakukan kejahatan. Sikap ini hanya bisa dimiliki seorang yang telah mengalami kasih Kristus dan tahu bagaimana mengasihi sesamanya.



TIP #06: Pada Tampilan Alkitab, Tampilan Daftar Ayat dan Bacaan Ayat Harian, seret panel kuning untuk menyesuaikan layar Anda. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA