Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1041 - 1060 dari 1167 ayat untuk kuasa (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.09) (Yoh 12:9) (sh: Sang raja masuk kota Yerusalem (Rabu, 6 Maret 2002))
Sang raja masuk kota Yerusalem

Situasi makin panas karena pemimpin Yahudi merencanakan pembunuhan bukan terhadap Yesus saja, tetapi juga terhadap Lazarus (ayat 10). Orang yang beriman dan mengasihi Tuhan tidak saja menerima berkat dalam bentuk yang disukainya, tetapi juga dalam bentuk berbagai risiko yang tidak enak. Tuhan Yesus tahu rencana pembunuhan tersebut, tetapi kini Ia menampakkan diri tidak lagi di kalangan terbatas, namun di kalangan publik di Yerusalem. Itu dilakukannya pada hari raya Paskah, salah satu hari raya penting ketika orang Yahudi melimpah ruah berdatangan ke Yerusalem. Suasana makin ramai karena banyak orang dari berbagai kota datang ke Yerusalem untuk merayakan Paskah.

Orang banyak segera menyambut Yesus dengan meriah. Seruan mereka mengandung makna pengharapan. “Hosana” secara harfiah berarti selamatkanlah atau “tolong”. Mereka melambai-lambaikan daun palem, menandakan bahwa mereka sedang menyambut raja yang datang dalam kemenangan. Mungkin seruan Hosana dan lambaian daun palem tidak begitu jelas, namun seruan mereka selanjutnya jelas menunjukkan bahwa mereka menyambut Yesus sebagai raja Israel (ayat 13). Seruan orang banyak itu mengacu pada firman Tuhan dalam PL, Mazmur 118:26, yang menunjuk pada kehadiran Mesias yang dijanjikan oleh Allah, yaitu Juruselamat yang diurapi, Raja bagi bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain. Namun demikian, konsep mereka politis sifatnya dan itu berbeda dari maksud Tuhan sesungguhnya.

Ini terlihat dari sikap Yesus memasuki kota Yerusalem dengan menaiki seekor keledai muda. Apabila Yesus datang ke Yerusalem dengan maksud menunjukkan bahwa Ia menginginkan kuasa politis, tentu Ia akan mengendarai kuda. Tidak sulit bagi-Nya mendapatkan seekor kuda untuk maksud itu. Tetapi, kini Yesus sengaja mencari seekor keledai muda. Saat menulis Injil ini, Yohanes menjadi paham bahwa kejadian itu menggenapi Zakharia 9:9. Sungguh Yesus adalah Raja dan datang sebagai penggenap nubuat mesianis. Namun, Ia datang dan menggenapi dengan cara lain, dalam cara yang di mata manusia rendah dan lemah.

Renungkan: Yesus yang bagaimanakah yang kita sambut dan akui sebagai Tuhan kita?

(0.09) (Yoh 12:44) (sh: Firman Tuhan yang menghakimi manusia (Minggu, 10 Maret 2002))
Firman Tuhan yang menghakimi manusia

Sabda Yesus yang sangat tajam disampaikan pada penampilan terakhir-Nya di muka umum. Mulai pasal 13, Ia hanya bertemu dan berbicara eksklusif dengan para murid-Nya. Seluruh ucapan terakhir-Nya ini bukan lagi undangan agar percaya, tetapi peringatan akan penghukuman Ilahi bagi mereka yang menolak Dia. Dalam bagian ini, Yesus menelanjangi dua kelompok orang tidak beriman. Pertama, mereka yang mendengar sabda-Nya, namun tidak menaatinya (ayat 47). Contohnya adalah kelompok yang mengizinkan dorongan untuk beriman dikalahkan oleh dorongan untuk diterima manusia (ayat 42-43). Kedua, mereka yang terus-menerus menolak Yesus dan ajaran-Nya (ayat 48). Mereka akan dihakimi oleh firman Yesus sendiri di akhir zaman.

Janji dan firman yang sama yang mengandung hidup adalah juga peringatan dan hakim bagi mereka yang tidak hidup di dalam-Nya. Ucapan ini sebenarnya bukan saja peringatan keras, tetapi juga menegaskan wibawa Ilahi dan kuasa kekal firman yang Yesus ucapkan. Dengan kata lain, kini penegasan akan ke-Allah-an Yesus dinyatakan di dalam peringatan tentang hukuman ini. Di akhir zaman kelak setiap mulut akan mengaku, setiap lutut akan bertelut bahwa Yesus sungguh Tuhan (Flp. 2:10), entah pengakuan itu lahir dari kesukaan iman atau karena ketakutan orang tanpa iman.

Peringatan ini bukan saja berlaku bagi orang-orang bukan Kristen. Wajib kita memeriksa diri apakah kita sudah sungguh hidup sepenuhnya dalam ketaatan pada firman-Nya.

Renungkan: Kesatuan Kristus dengan Allah membuat-Nya memiliki hak dan wibawa mengucapkan firman yang menuntut pengambilan sikap yang jelas oleh para pendengar-Nya.

Bacaan untuk Minggu Sengsara 5

Yesaya 43:16-21

Filipi 3:8-14

Lukas 22:14-30

Mazmur 28:1-3,6-9

Lagu:

Kidung Jemaat 362

PA 1

Yohanes 12:20-26

Perikop ini adalah kelanjutan dari peristiwa yang menggemparkan saat Yesus masuk kota Yerusalem. Di antara orang-orang yang akan ke Yerusalem untuk beribadah terdapat orang-orang Yunani. Mereka adalah orang-orang non-Yahudi yang sudah memeluk agama Yahudi, percaya kepada Yahweh, Allah yang hidup, dan menaati hukum Taurat. Mereka telah meninggalkan kepercayaannya yang lama, tidak lagi menyembah berhala nenek moyang mereka. Kelompok orang seperti ini dapat ditemui di PB: Kornelius perwira tentara Romawi, yang takut akan Allah (Kis. 10-11) dan Lidia penjual kain ungu yang bertemu rasul Paulus di Filipi (Kis. 16:14). Kelompok orang Yunani ini ingin sekali bertemu dengan Yesus. Mereka tidak berani langsung bertatap muka dengan-Nya. Tetapi, mereka minta pertolongan Filipus karena Filipus adalah nama Yunani. Ternyata harapan mereka tidak salah. Filipus meresponi dan menyampaikan maksud baik itu kepada Andreas. Mereka berdua lalu datang kepada Yesus.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

Siapakah orang-orang Yunani yang ingin bertemu dengan Yesus? Mengapa mereka tidak langsung bertemu dengan Yesus, tetapi harus melalui perantara, yaitu Filipus? Mengapa mereka memilih Filipus untuk menjadi penyambung lidah mereka (ayat 21)?

Bagaimana sikap Yesus terhadap permohonan orang Yunani yang disampaikan oleh Filipus dan Andreas (ayat 23-24)? Apa maksud Yesus dengan ucapan-Nya tentang sebiji gandum yang jatuh ke tanah, mati, dan berbuah banyak (ayat 24)? Apa hubungan ucapan itu dengan keberhasilan dan perluasan misi-Nya? Dengan syarat menjadi murid-Nya?

Dengan memperhatikan peristiwa-peristiwa sebelum ini, mengapa orang banyak tetap tidak paham dan tidak mengakui Yesus? Mengapa Yesus tidak memenuhi keinginan mereka agar Dia bicara lebih jelas? Pelajaran apa yang kita lihat di sini tentang prinsip pertumbuhan rohani? Tentang prinsip menghadapi penyoalan orang terhadap Injil?

Kemuliaan macam apakah yang Yesus terima? Jelaskan konsep kemuliaan dari ucapan Yesus dalam bagian ini! Apa dampak memiliki konsep seperti itu ke dalam hidup kita?

(0.09) (Yoh 18:28) (sh: Penjahat (Rabu, 27 Maret 2002))
Penjahat

Tuhan dianggap penjahat? Begitulah yang terjadi! Bukan karena Dia jahat, tetapi justru karena Dia baik. Orang baik banyak yang masuk ke dalam penjara karena kebaikan mereka. Orang jahat tak senang kepada orang baik karena kehadiran orang baik mengungkap kejahatan mereka. Itulah yang kini terjadi pada Tuhan. Orang banyak itu bahkan adalah orang-orang beragama. Mereka menaati hukum yang mencegah mereka berbuat najis (ayat 28), namun sekaligus malah merencanakan kejahatan terhadap Yesus. Hanya iblis yang bisa menuduh Tuhan jahat. Dengan tuduhan sejahat itu, jelaslah betapa jahatnya iblis dan para pengikutnya.

Raja. “Engkau mengatakan bahwa Aku adalah raja,” kata Yesus kepada Pilatus, sang wakil kaisar Roma untuk jajahannya di Yudea (ayat 37). Penjahat menghakimi dengan ukuran kejahatannya, namun seorang raja yang benar menghakimi dengan keadilan. Yesus datang untuk memberi kesaksian tentang kebenaran. Ia adalah raja yang baik dan sempurna atas kerajaan yang surgawi. Tak heran bila dalam dialog tentang raja dan kerajaan itu, kebodohan dan kegelapan hati dan pikiran Pilatus ditelanjangi. Ia tidak tahu apa itu kebenaran, walaupun ia memegang kuasa untuk menjadi hakim. Yesus yang disengsarakan itu yang akan menghakimi semua orang yang berbuat jahat, termasuk Pilatus. Saat itu pun Yesus telah menghakimi Pilatus. Pilatus seharusnya bijak membuat keputusan. Namun, hatinya yang bercabang membuatnya tak berdaya. Keputusan salah boleh diambil hakim dunia ini, namun di tangan Allah semua keputusan harus tunduk pada rencana dan keputusan Ilahi.

Renungkan: Ketika kejahatan semakin meluas, bahkan juga dilakukan oleh para pemimpin, pengikut Kristus harus berani berkorban demi terungkapnya kejahatan dan terpancarnya kebenaran.

(0.09) (Yoh 18:38) (sh: Tak ada kesalahan (Kamis, 28 Maret 2002))
Tak ada kesalahan

Pilatus tak menemukan kesalahan pada Yesus karena Dia memang tak bersalah (ayat 38). Tetapi, orang Yahudi tetap meminta supaya Dia dihukum mati (ayat 40). Karena untuk Pilatus pertimbangan keamanan dan stabilitas politik jauh lebih utama maka ia rela mengambil keputusan yang bertentangan dengan kebenaran, bahkan menumpas hati nuraninya sendiri. Itulah jahatnya kuasa bila tidak dikontrol oleh kebenaran.

Maka, mulailah penyesahan itu. Yesus dicambuki, dicaci, dipermalukan. Pernahkah Anda dipermalukan dengan cara ini? Pernahkah muka Anda diludahi? Tuhan pernah! Itu semua demi untuk menyelamatkan kita. Itulah pengorbanan-Nya demi kasih-Nya kepada kita. Kita mendapatkan selamat, Tuhan yang menderita. Padahal sebenarnya tak satu pun dari kita layak beroleh kebaikan Tuhan itu. Dia rela berkorban menebus hidup orang-orang jahat seperti kita dengan sengsara-Nya. Dari kerelaan berkorban pada Yesus inilah mengalir keajaiban sikap Kristen yang bersedia berkorban untuk kepentingan dan kebaikan orang lain.

Memilih yang salah. Barabas yang salah dibebaskan, tetapi Yesus yang tidak salah harus disalibkan. Sulit dipahami, mengapa orang lebih suka memilih yang salah daripada yang benar. Tetapi, itulah kenyataan dunia. Yang salah, namun memuaskan diri, lebih disenangi daripada yang benar, tetapi tidak memuaskan nafsu angkara murka. Pilihan yang salah memang mungkin membuat kita senang, cuma kesenangannya hanya sesaat. Setelah itu kehancuran hebat akan segera menyusul. Pilihan untuk memuaskan kebanggaan diri dan pembalasan dendam selalu membawa pada pilihan yang salah.

Tetapi, di sinilah indahnya dan ajaibnya rencana dan karya Allah. Keputusan salah manusia menjadi pelaksanaan dari rencana dan keputusan Ilahi. Bila demikian halnya, apakah pengkhianatan Yudas dan keputusan jahat para pemimpin Israel dan Pilatus menjadi benar karena melalui mereka rencana Allah telah digenapi? Tidak! Rencana Allah berjalan melalui mereka, tetapi mereka sadar ketika melakukan kejahatan itu dan bertanggung jawab atasnya sebab manusia bukan boneka.

Renungkan: Kita harus menyambut rencana Allah secara aktif supaya kita menjalani rencana-Nya di pihak-Nya.

(0.09) (Kis 2:37) (sh: J+1, H+1 dan M+1 (Rabu, 11 Juni 2003))
J+1, H+1 dan M+1

Sebuah topan tidak dapat dikatakan sebuah topan, bila tidak menimbulkan kerusakan apapun pada kota yang dilandanya. Tidak hanya pada saat ia melanda, tetapi juga satu jam, satu hari, bahkan satu minggu setelah topan itu mengamuk, dampaknya masih terasa.

Demikian pula Roh Kudus. Untuk meneruskan penggambaran dengan angin tadi, Roh Kudus bukanlah angin sepoi yang terasa saat ini namun tak diingat lagi kemudian. Kata-kata yang diucapkan Petrus dan rekan-rekannya berdampak nyata, dan Roh Kudus pun juga bekerja di antara para pendengar mereka (ayat 37). Mereka pun memutuskan untuk menerima Injil dan memberi diri dibaptis (ayat 41). Tidak hanya itu, para-para petobat baru inipun dengan tekun bertumbuh dalam pengajaran dan persekutuan (ayat 42). Dalam komunitas mereka, para rasul pun mengerjakan mukjizat dan tanda karena kuasa Roh (ayat 43). Satu dampak penting lain dari kehadiran Roh Kudus dalam hati mereka adalah gaya hidup mereka yang komunal (saling membagi harta milik, ay. 44). Gaya hidup ini bukanlah pola baku yang harus ditiru mentah-mentah, tetapi hanya satu dari banyak alternatif. Yang penting untuk diperhatikan adalah perubahan kehidupan yang terjadi dan menjadi kesaksian bagi orang banyak di sana: kesatuan dan kesehatian antara para petobat baru dan para pengikut Yesus. Berbagi hak milik, apalagi saat jemaat mulai dikucilkan dari masyarakat luas, adalah ekspresi kasih persaudaraan yang dahsyat. Semua ini patut menjadi teladan bagi kehidupan berjemaat kita. Sudah cukup lama kita di Indonesia ini mengaku diri Kristen. Sayangnya, kehidupan dari banyak jemaat tidak menampakkan tanda-tanda dilanda "badai" Roh Kudus: pertobatan dari dosa yang nyata, kasih persaudaraan, kedewasaan iman, dan kesaksian Injil yang hidup.

Renungkan: Kehadiran Roh Kudus dalam suatu jemaat harus terlihat pada kehidupan nyata di antara anggota-anggotanya.

(0.09) (Kis 3:1) (sh: Pemberian terbaik (Kamis, 12 Juni 2003))
Pemberian terbaik

Apa hal terbaik yang pernah Anda berikan kepada orang-orang yang Anda kasihi? Orang paling malang di dunia adalah orang yang menjawab pertanyaan ini dengan serangkaian daftar benda-benda. Padahal, hal-hal yang berkesan biasa justru adalah yang paling berharga, misal teguran penuh kasih, kasih sayang dalam berbagai ekspresinya, dll.

Si orang lumpuh mendapatkan suatu pemberian yang lebih dari yang ia harapkan. Bukan uang sedekah dari Petrus dan Yohanes, tetapi kesembuhan dari kelumpuhannya dalam kuasa Yesus Kristus, dan yang terpenting kesempatan untuk mendengar berita Injil serta memuliakan Allah. Kisah penyembuhan dirinya menjadi satu batu loncatan bagi rangkaian peristiwa berikutnya: pemberitaan Injil dan pertambahan jumlah orang percaya, penghambatan dan peneguhan yang menguatkan dari Allah (Kis. 3:1-4:31). Menjadi bagian dari rangkaian peristiwa ini jelas lebih berharga daripada mendapatkan nafkah sehari.

Beberapa hal yang dilakukan oleh si orang lumpuh patut kita jadikan teladan. Pertama, hal pertama yang ia lakukan adalah memuji-muji Allah bahkan dalam cara yang sangat ekspresif, karena kesembuhan yang ia alami (ayat 8). Kedua, ucapan syukur dan luapan kegembiraan yang diekspresikannya itu dilakukannya di depan banyak orang. Hal ini adalah sesuatu yang positif karena sangat banyak orang menyaksikan ini dan menjadi takjub karenanya (ayat 9-10). Semua ini layak kita teladani, karena kita telah menerima dari Allah sesuatu yang lebih besar, lebih indah, dan lebih membahayakan dari yang dapat kita bayangkan sebelumnya: keselamatan di dalam Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus.

Renungkan: Keselamatan dan panggilan pelayanan kita adalah pemberian Allah paling berharga yang tidak pernah kita harapkan sebelumnya. Nyatakan syukur Anda melalui tindakan selalu bersaksi dan bersaksi.

(0.09) (Kis 3:11) (sh: Bukan "barang" baru (Jumat, 13 Juni 2003))
Bukan "barang" baru

Yesus Kristus sebenarnya bukanlah hal baru bagi orang-orang Yahudi di Yerusalem. Ketika orang banyak heran melihat mukjizat yang dilakukan Petrus, ia menyatakan bahwa hanya kepercayaan kepada Nama Yesus yang telah menyebabkan mukjizat itu terjadi. Bukan karena kuasa dari dirinya sendiri (ayat 12,16-17). Karena itu Petrus menegaskan fakta-fakta berikut. Pertama, Yesus adalah Sang Hamba (ayat 13,26), Sang Mesias (ayat 14,18. "Yang Kudus dan Benar" adalah sebutan lain untuk Mesias, bdk. Mzm. 16:10, Yes. 53:11 dll.), dan kedua, sang nabi (ayat 22-23) yang diutus Allah sendiri sesuai dengan nubuat Musa dan para nabi, pertama- tama kepada Israel (ayat 20,26). Tetapi Israel, bangsa-Nya sendiri, justru menolak dan menyalibkan-Nya (ayat 14). Namun, Yesus dibangkitkan dari kematian (ayat 15) dan tinggal di surga sampai waktu-Nya tiba (ayat 21). Terakhir, Petrus menyerukan kepada bangsanya, yang sebelumnya menolak Yesus karena ketidaktahuan mereka (ayat 17), agar mau bertobat, memberi diri dipimpin Yesus, dan berbalik dari kejahatan mereka (ayat 19- 20,26).

Kepada siapakah kesempatan pertobatan masih terbuka dan ditawarkan? Kecuali hujatan terhadap Roh Kudus (Luk. 12:10), tawaran pertobatan terbuka kepada semua orang, bahkan orang-orang Yahudi yang pernah menolak dan membunuh Tuhan Yesus sendiri! Bertobat berarti berbalik dari sikap penolakan dan tindakan kejahatan mereka semula dan percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Mesias. Seruan pertobatan dan percaya bukan hal baru, karena pintu pertobatan telah Allah sediakan sejak dulu, dan terutama kini melalui Yesus Kristus. Ketiadaan pertobatan sejati pada seseorang, yaitu berbalik dari kehidupan lama dan percaya kepada Kristus, berarti penghukuman (ayat 23).

Renungkan: Bertobat berarti berbalik dari kehidupan lama dan beriman bahwa Kristus adalah Juruselamat dan Pemimpin kepada hidup sejati.

(0.09) (Kis 7:30) (sh: Melepaskan takhta (Rabu, 25 Juni 2003))
Melepaskan takhta

Jika berbicara soal utang, mungkin bangsa Israel berutang paling besar kepada Musa. Tidak ada seorang nabi pun yang pernah mendampingi dan memimpin Israel di padang gurun selama 40 tahun. Bukan waktu yang singkat dan bukan tugas yang mudah. Namun, pada masa hidupnya, Musa tidak menerima penghargaan atas jerih payahnya, ia malah sering menerima ancaman dan celaan dari umatnya. Bukannya kepatuhan, melainkan penolakan yang acapkali diterimanya. Bangsa Israel tidak merasa berutang, baik kepada Musa maupun kepada Tuhan yang telah membebaskan mereka dari penindasan Mesir.

Dari mulut Musalah keluar nubuat tentang kedatangan Mesias, "Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh Tuhan Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan" (Ul. 18:15). Namun, perkataan nabi Tuhan ini seperti angin lalu di telinga orang Israel. Alih-alih mendengarkan nubuat Musa untuk masa yang akan datang, mendengarkan perkataan Musa untuk masa itu saja sudah sulit. Kecenderungan mereka adalah menolak Allah dan kesenangan mereka ialah menyembah dewa-dewa lain.

Mengapakah sukar bagi mereka, mungkin juga bagi kita untuk mematuhi Allah? Kuncinya terletak pada kata "menyembah" yang berarti menundukkan diri di bawah kuasa dan kehendak obyek yang kita sembah. Menyembah mengandung makna mengosongkan diri dan menyerahkan hak atas diri kepada obyek yang kita sembah sehingga pada akhirnya kita berubah menjadi obyek dan Ia menjadi subyek. Kita sering tergoda untuk lebih percaya pada pertimbangan sendiri. Tuhan meminta kita untuk mempercayai-Nya dan menyerahkan takhta hidup kita kembali kepada-Nya. Di sinilah penyembahan menemukan makna sejatinya.

Renungkan: Percaya dan patuh tetap merupakan resep yang tidak pernah usang untuk hidup bahagia dalam Kristus.

(0.09) (Kis 13:1) (sh: Hakikat & ciri gereja yang sehat (Sabtu, 14 Mei 2005))
Hakikat & ciri gereja yang sehat


Suatu hari saya diundang memimpin acara di sebuah gereja. Karena belum begitu mengenal lokasi gereja itu, saya menanyakan petunjuk jalan dan ciri-ciri gereja tersebut. "Bapak masuk ke dalam kompleks itu, belok ke sana dan ke sini. Gereja kami adalah gedung yang terbaru dan terbesar di kompleks itu," demikian jawaban yang saya terima. Untuk menemukan gedung gereja yang saya cari maka petunjuk tersebut sudah tepat. Namun, dapatkah petunjuk itu dipakai untuk menemukan ciri hakiki suatu gereja?

Ciri gereja harus serasi dengan hakikat gereja. Gereja dari asal kata ekklesia (bhs. Yunani) berarti umat Tuhan yang telah dipanggil ke luar dari dunia. Arti ini dapat dilengkapi: gereja juga dipanggil bagi Allah dan rencana-Nya. Inilah ciri gereja di Antiokhia. Oleh karena Allah tidak pilih kasih maka warga dan pemimpin gereja terdiri dari berbagai jenis golongan (ayat 1). Sebagai bagian dari umat Allah, gereja memiliki kehidupan ibadah yang dinamis (ayat 2). Ibadah itu layaknya komunikasi intim yang terdiri dari dialog yang hidup. Dari pihak umat Allah ada ibadah, doa, dan puasa yang berpusat pada Allah. Dari pihak Allah ada penyataan kehendak-Nya agar gereja bergerak bersama-Nya merebut dunia ini. Dalam ketaatan kepada kehendak-Nya dan hakikat gereja itulah, gereja Antiokhia mengutus Paulus dan Barnabas. Dalam kuasa Roh Kudus, Paulus dan Barnabas membongkar tipu daya si musuh (ayat 6-11) dan membebaskan Sergius Paulus bagi Allah (ayat 12).

Gereja yang sehat memiliki berbagai aspek tersebut. Kepemimpinan yang saling melengkapi, ibadah yang dinamis, kepekaan serta ketundukan kepada pimpinan Roh Allah, dan ciri "bergerak" aktif dalam misi harus menjadi ukuran normatif gereja sehat. Ini hanya akan terjadi bila orientasi gereja bukan pada kebanggaan duniawi, tetapi pada kesiagaan mengikuti kehendak Allah apa pun resikonya.

Doaku: Bangunkan, lengkapi, hangatkan, dorong, dan utuslah kami, gereja-Mu ya Tuhan agar Kerajaan-Mu hadir di dunia melalui kami.

(0.09) (Kis 17:10) (sh: Agama yang sejati dan benar (Minggu, 18 Juni 2000))
Agama yang sejati dan benar

Johan Albrecht Bengel pernah mengatakan bahwa 'karakteristik agama yang sejati dan benar adalah agama yang terbuka untuk diteliti dan dianalisa, dan kemudian menuntut suatu hasil keputusan'. Pernyataan ini dibuat oleh Bengel pada tahun 1742. Namun kira-kira 17 abad sebelumnya, prinsip ini sudah diyakini oleh penduduk kota Berea dan Paulus. Firman Tuhan yang mereka terima dari pemberitaan Paulus tidak asal diterima begitu saja namun mereka menyelidiki firman Tuhan sendiri. Kata 'menyelidiki' yang dipakai di sini setara dengan sistem penyelidikan yang dipakai bidang hukum untuk menemukan kebenaran tanpa bias. Mereka bersikap kritis untuk menemukan kebenaran yang utuh. Paulus percaya kepada doktrin namun tidak kepada indok-trinasi (sistem pengajaran yang bersifat sewenang-wenang dan menuntut penerimaan ajaran itu tanpa sikap kritis).

Untuk menjadi Kristen, seseorang haruslah sungguh-sungguh memahami berita Injil dengan keterbukaan dan dengan seluruh kemampuan berpikir kritis untuk 'menguji' seluruh kebenaran Injil, jika ingin mempunyai iman yang berintegritas. Namun seperti yang diyakini oleh iman Kristen bahwa 'iman mendahului pemahaman', maka sikap kritis yang demikian hanya akan memperkaya dan memberikan berkat jika Kristen telah menerima firman Tuhan secara positif. Hanya Kristen satu-satunya agama di dunia yang begitu terbuka dan menyambut setiap pemikiran kritis, baik yang bersifat menguji kevalidannya maupun yang menjatuhkannya. Namun sejarah sudah membuktikan bahwa segala kritik dan serangan untuk menjatuhkannya malah menjadi suatu kesaksian yang menyatakan bahwa Kristen adalah agama yang sejati dan benar.

Renungkan: Sepanjang sejarah manusia kita bisa menemukan banyak ilmuwan, para filsuf, dan pembesar-pembesar yang memeluk agama Kristen, karena telah menemukan kebenaran dan kuasa firman-Nya.

Bacaan untuk Minggu Trinitas:

Yehezkiel 37:1-4 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Yeh/T_Yeh37.htm#37:1 2Korintus 13:5-13 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/2Ko/T_2Ko13.htm#13:5 Matius 28:16-20 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Mat/T_Mat28.htm#28:16 Mazmur 150 http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Maz/T_Maz150.htm

Lagu: Kidung Jemaat 341

(0.09) (Kis 24:10) (sh: Kesempatan di dalam kesempitan (Minggu, 13 Agustus 2000))
Kesempatan di dalam kesempitan

Secara sepintas terlihat bahwa Paulus berhasil 'dikurung dan dibungkam' dalam penjara Kaisarea selama 2 tahun. Namun apakah ini berarti Injil juga dikurung dan dibungkam? Tidak! Justru sebaliknya, berita Injil semakin kuat menyatakan kuasa-Nya. Bagaimana mungkin?

Pembelaan Paulus sangat berbeda dengan Tertulus. Ia tegas menyatakan bahwa ia Kristen (14-16). Ia pun mengungkapkan beberapa fakta yang valid dan kuat untuk menggugurkan dakwaan yang ditujukan kepadanya. Pertama, ia baru tiba di Yerusalem 12 hari yang lalu, bagaimana mungkin ia menjadi pemimpin sekte (11)? Kedua, ketika ditangkap ia sedang sendirian: bagaimana mungkin ia dituduh sebagai pembuat huru-hara (12, 18). Ketiga, alasan ia ke Yerusalem adalah untuk beribadah dan membawa persembahan (17-18). Terakhir, jika Paulus mempunyai kesalahan yang lain, siapa penuduhnya (12)?

Feliks menangguhkan perkara ini dengan alasan menunggu saksi lain (22) dan harapan Paulus akan menyuap dirinya (26). Walau demikian, ia menunjukkan rasa simpati kepada Paulus dan bersikap lunak terhadapnya (23). Keadaan ini membuahkan kesempatan kepada Paulus untuk memperdengarkan Injil kepada Feliks dan istri ketiganya Drusila, seorang Yahudi yang lari dari suaminya untuk menikah dengannya. Mereka mendengar tentang kebenaran, penguasaan diri, dan penghakiman yang akan datang yang adalah dasar utama bagi panggilan pertobatan. Mereka dicelikkan matanya bahwa mereka adalah orang yang berdosa. Kenyataan ini yang membuat Feliks gelisah dan memutuskan untuk menyuruh Paulus pergi.

Renungkan: Dari peristiwa ini, kita dapat melihat bahwa berada di pihak yang benar secara hukum tidak menjamin memperoleh keadilan. Tapi, itu tidak penting bagi Kristen sejauh Kristen tetap memperoleh kesempatan memperdengarkan Injil yang berkuasa.

Bacaan untuk Minggu ke-9 sesudah Pentakosta

2Samuel 7:18-22 Roma 8:18-25 Matius 13:24-35 Mazmur 86:11-17

Lagu: Kidung Jemaat 427

Pemahaman Alkitab 6 -- Amsal 20:1-16

Menjadi orang-tua yang baik adalah dambaan setiap orang-tua. Mereka semua mempunyai satu motto: 'anak-anak mereka harus mempunyai kehidupan yang lebih baik dari kehidupan mereka`. Sebenarnya motto ini sudah ada sejak raja Salomo, kurang lebih 3000 tahun yang lalu: `orang benar yang bersih kelakuannya, berbahagialah keturunannya`. Penulis Amsal memberikan nasihat agar keturunannya berbahagia maka para orang-tua harus mempunyai kelakuan yang bersih. Apa yang harus dilakukan oleh para orang-tua?

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Syarat apa yang harus dipenuhi oleh para orang-tua agar keturunannya berbahagia (7)? Bagaimana Anda mendefinisikan kelakuan yang bersih?

2. Berkelakuan bersih mencakup beberapa bidang kehidupan manusia, beberapa diantaranya dipaparkan oleh Amsal hari ini: a) bidang sosial: bagaimana mempunyai kehidupan yang terhormat di masyarakat (3)? Mengapa masalah kehormatan yang oleh masyarakat dihubungkan dengan harta dan kekayaan, tetapi oleh Amsal dihubungkan dengan menjauhi perbantahan? Hal-hal apalagi yang menyebabkan orang kehilangan kehormatannya (1)? Jika kita bukan pemabuk, apakah ini menjamin bahwa kita bukanlah pencemooh atau peribut? Jelaskan! Apa penyebabnya?

b) bidang usaha: mengapa kita harus meninggalkan sifat malas (4, 13)? Inikah faktor yang seringkali menyebabkan masyarakat tertentu tidak memiliki daya juang memperbaiki taraf hidupnya? Jika kita sebagai penjual, ukuran yang bagaimanakah yang seharusnya kita pakai (10)?

c) bidang politik: raja yang bagaimanakah yang menjadi dambaan bangsanya (8)? Sebagai warganegara, apakah kewajiban kita (2)?

d) bidang agama: adakah kebenaran dalam diri seseorang (6, 9)? Apakah kebutuhan dasar seorang yang menyadari siapa dirinya di hadapan Allah?

3. Setelah Anda memahami bagaimana kehidupan yang berkelakuan bersih, bagaimana respons Anda? Bagaimana pula hal ini diterapkan dalam kehidupan keluarga Anda, sehingga menciptakan keluarga yang bahagia dan keturunannya pun bahagia?

(0.09) (Kis 26:12) (sh: Kemerdekaan Indonesia dan kebangkitan Kristus (Kamis, 17 Agustus 2000))
Kemerdekaan Indonesia dan kebangkitan Kristus

Kemerdekaan Indonesia adalah peristiwa yang sangat menentukan kehidupan bangsa Indonesia. Kemerdekaan memberikan pengharapan. Karena kemerdekaan, bangsa Indonesia memperoleh kesempatan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara hingga mempunyai derajat yang sama dengan bangsa-bangsa lain. Bagi Paulus, kebangkitan Kristus sangat menentukan hidupnya. Karena bertemu dengan Kristus yang bangkit (14-15), jalan kehidupan Paulus berubah secara radikal: dari pembunuh menjadi pewarta kehidupan kekal; dari 'duta' orang-orang yang buta kebenaran menjadi duta Allah untuk memelekkan mata orang-orang yang buta sehingga mereka menemukan kebenaran Illahi (16-18). Pertemuan dengan Kristus yang bangkit ini tidak hanya membuahkan perubahan radikal yang sementara namun Paulus senantiasa setia mengisi hidupnya dengan bakti, daya, dan karya yang sejalan dengan misi yang ia terima dari Kristus yang telah bangkit (19-20). Berita kebenaran yang selalu ia wartakan adalah Kristus yang mati dan bangkit sesuai dengan nubuatan para nabi terdahulu dan kemudian membawa terang kepada semua bangsa.

Seluruh aspek kehidupan Paulus yang beralaskan kebangkitan Kristus, mulai dari masa lalu, masa kini, dan masa depan telah berada dalam terang kebangkitan-Nya, sehingga dapat diberdayakan menjadi alat bagi pemberitaan Injil. Hidup, bakti, dan karyanya menjadi bermakna tidak hanya bagi dirinya namun bagi masyarakat juga. Kebangkitan Kristus dan kemerdekaan Indonesia merupakan 2 peristiwa penting bagi kehidupan Kristen sebagai pribadi dan anggota masyarakat. Sebagai Kristen, kita harus menjadikan terang kebangkitan Kristus sebagai landasan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ini. Terang kebangkitan Kristus yang menjadi pendorong utama terjadinya perubahan yang radikal: dimana ada kebencian, dendam, dan kekerasan, Kristen harus menghadirkan kasih dan kuasa Yesus yang memberi hidup; dimana ada diskriminasi dan perbedaan, Kristen harus menghadirkan Kristus Sang Pemersatu; dimana kebutaan moralitas dan norma-norma sosial merajalela, Kristen harus menghadirkan Kristus yang mampu memimpin kepada terang.

Renungkan: Demikianlah hidup Kristen menjadi bermakna bagi landasan pembangunan bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

(0.09) (Rm 15:14) (sh: Dasar dan buah Pelayanan Paulus. (Minggu, 02 Agustus 1998))
Dasar dan buah Pelayanan Paulus.

Tanpa segan atau ragu Paulus memuji kelebihan dan keistimewaan Jemaat Roma. Mereka penuh dengan segala kebaikan, memiliki banyak pengetahuan dan karunia saling menasihati (ayat 1). Pujian rasul ini tentu sangat menyukakan hati jemaat. Paulus tanpa segan mengingatkan orang Roma tentang panggilannya sebagai rasul bagi orang non-Yahudi. Sebagian orang Kristen Yahudi meremehkan orang non-Yahudi, tetapi Paulus malah bangga boleh dipanggil menjadi rasul bagi mereka yang bukan Yahudi. Dengan girang ia menyaksikan perbuatan Tuhan yang sangat memberkati pelayanannya (ayat 17-19), disertai kuasa dan tanda mukjijat. Pelayanan dalam panggilan dan penyertaan Tuhan memang tidak akan membuat kita kecewa atau menyesal. Sebagai Kristen pelayan Injil, hidup kita tidak luput dari tantangan atau salib. Panggilan yang jelas dan penyertaan Tuhan akan membuat kita kuat berjuang dan pada waktunya 'menuai' penuh sukacita.

Pelayanan yang Orisinil. Apa prinsip pelayananan Paulus? Ia berprinsip melayani Injil di wilayah (bidang) yang belum pernah dijangkau atau dijamah orang lain (ayat 20-21). Paulus rela keluar dari Yerusalem (pusat kehidupan budaya-agama Yahudi) dan melakukan perjalanan misi ke daerah-daerah baru wilayah orang kafir. Kadang tanpa sadar, kita memiliki kebanggaan semu akan status gereja dan pelayanan kita. Kita ingin bertahan di tempat yang di dalamnya kita merasa akrab, aman, bangga, berhasil, dlsb. Namun sungguhkah kita memang dipanggil untuk tetap di tempat itu? Mengapa banyak lulusan STT yang menganggur? Mengapa banyak intelektual Kristen berpotensi tidak punya sumbangsih apa pun di gerejanya? Seandainya mereka mau membekali diri dan memasuki wilayah-wilayah baru, kemungkinan besar tidak akan terjadi demikian.

Renungkan: Anda akan melayani Tuhan secara optimal jika melayani Tuhan pada tempat yang Tuhan mau, pada waktu dan dengan cara Tuhan."

Doa: Tuhan, beranikan kami menyambut tantangan pelayanan baru yang Engkau bukakan.

(0.09) (1Kor 1:1) (sh: Ucapan syukur jemaat dan kesetiaan Allah (Jumat, 29 Agustus 2003))
Ucapan syukur jemaat dan kesetiaan Allah

Apakah sebenarnya yang membuat gereja dapat bertahan sepanjang zaman? Apakah resep bagi langgengnya persekutuan orang percaya?

Sebelum menyampaikan keprihatinannya menjawab persoalan jemaat, Paulus menyampaikan alasan mengapa ia merasa berhak menyampaikan kata pengajaran dan nasihat kepada jemaat (ayat 1,2). Bagian ini penting karena akan menjadi semacam 'dasar hukum' bagi semua yang akan dipaparkannya dalam seluruh suratnya. Tanpa peranannya sebagai rasul Kristus yang ditunjuk oleh Allah sendiri (Kis. 9:1- 19a), ia tidak mempunyai wewenang atau wibawa rohani apapun.

Paulus menekankan adanya hubungan yang khas di antara orang-orang percaya yang dipanggil untuk dikuduskan. Semuanya menjadi bersaudara, saling mendengar karena mereka semua mempunyai satu Bapa (ayat 3), dan ber-Tuhankan Yesus Kristus yang memiliki semua kuasa dari Allah Bapa. Kini landasan relasi antara Paulus dan Sostenes yang datang bersamanya dengan para pembacanya telah diletakkan. Keterikatan di antara mereka semua tercipta karena berada dalam satu rumah tangga rohani, dengan damai sejahtera melingkupinya.

Paulus mengingatkan jemaat bahwa sebagai orang yang berutang kepada Yesus Kristus, karena anugerah keselamatan kekal-Nya, ucapan syukur merupakan hal vital dan tidak boleh terputus dalam kehidupan jemaat. Imbauan Paulus ini didasarkan pada dua hal. [1] jemaat memiliki kemampuan untuk saling bersaksi tentang Kristus. [2], dalam masa penantian kedatangan Kristus kembali iman jemaat tidak akan terombang ambing sehingga jemaat dapat memelihara kehidupan yang bersih dan tidak tercela. Paulus yakin dan optimis karena kesetiaan Allah memungkinkan itu terjadi.

Renungkan: Apakah sumbangan kita untuk menjadikan jemaat yang di dalamnya kita tergabung, suatu persekutuan yang lestari?

(0.09) (1Kor 15:1) (sh: Yang sangat penting. (Minggu, 26 Oktober 1997))
Yang sangat penting.

Apa hal penting yang menduduki peringkat pertama dalam hidup kita pribadi, menentukan jatuh bangunnya gereja, bahkan menentukan nasib kekal manusia? Yang sangat penting itu ialah Injil Yesus Kristus. Banyak hal mendesak yang orang anggap penting untuk segera dibereskan dalam dunia masa kini. Ambillah contoh berikut ini: soal lingkungan hidup, soal perdamaian dunia, kerukunan, pengadaan perumahan rakyat, peningkatan pendidikan, pengadaan lapangan kerja, dlsb. Semuanya itu memang mendesak bahkan penting, namun bukan sangat penting. Hanya Injil Yesus Kristus yang sangat penting sebab Injil menentukan hidup kekal manusia yang akan mempengaruhi total radikal kehidupan setiap manusia baik kelak maupun kini di dunia ini. Gereja yang berdiri teguh ialah gereja yang tidak melupakan fondasinya yaitu Injil Yesus Kristus. Gereja ada karena Injil Yesus diberitakan dan disambut dalam iman. Bila hal yang sangat penting itu dilupakan, gereja dan kehidupan Kristen kita terancam bahaya. Oleh Injil itulah kita diselamatkan. Kematian dan kebangkitan-Nya telah melepaskan kita dari kuasa dosa dan dari murka Allah. Hal-hal mendesak yang tiap hari harus kita hadapi seharusnya kita perhadapkan di bawah terang Injil dan bukan membuat keyakinan kita akan Injil menjadi goyah!

Kasih karunia Allah. Banyak orang meragukan kebenaran Injil. Rupanya hal itu sudah terjadi bahkan sejak zaman Paulus. Benarkah Yesus saja satu-satunya jalan? Benarkah Dia bangkit dari kematian? Banyak lagi pertanyaan orang ajukan terhadap kebenaran Injil, namun yang terutama ialah kebenaran tentang kebangkitan-Nya. Paulus sebenarnya tidak pernah berjumpa Yesus sewaktu Yesus hidup. Untuk apa ia mati-matian menjadi penganjur dari Orang yang tidak pernah dikenalnya bahkan pernah dimusuhinya, bila ia tidak benar-benar pernah mengalami sesuatu dari Yesus ini?

Renungkan: Bersaksi adalah akibat dari fakta bahwa Yesus sungguh hidup dalam diri seseorang.

(0.09) (1Kor 15:1) (sh: Inti pemberitaan Injil (Selasa, 30 September 2003))
Inti pemberitaan Injil

Paulus menganggap penting untuk mengingatkan kembali jemaat Korintus akan Injil yang telah diberitakannya. Jemaat Korintus telah menerima Injil dan hidup di dalamnya. Karena itu tak dapat disangkal bahwa jemaat Korintus telah menerima keselamatan (ayat 1). Namun ada catatan penting yang bukan hanya harus selalu diingat dan dipegang tetapi juga ditambahkan kepada pengetahuan mereka tentang injil (ayat 2).

Pertama, Injil harus dipahami sebagai suatu kesatuan berita tentang kelahiran, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Paulus menekankan bahwa kematian dan kebangkitan-Nya adalah rangkaian peristiwa yang menjadi inti Injil. Ia mati karena dosa-dosa manusia, dikuburkan dan dibangkitkan pada hari yang ketiga sesuai Kitab Suci (ayat 3,4; bdk. Yes. 53:4-6,8,11-12; Hos. 6:2; Yun. 1:17). Fakta kebangkitan-Nya, sebagaimana kesaksian saksi mata, antara lain: Kefas, kedua belas murid, lebih dari lima ratus saudara, Yakobus, semua rasul dan yang paling akhir Paulus sendiri (ayat 5-8), menggagalkan keraguan beberapa orang terhadap kebangkitan orang mati.

Kedua, Injil harus menjadi motivasi pembawa berita. Paulus telah dipilih sebagai saksi kebangkitan Yesus dan dipanggil menjadi rasul -- meskipun ia menganggap dirinya rasul yang paling hina karena ia menganiaya jemaat Allah (ayat 9). Namun, ia menganggap kasih karunia Allah yang telah dianugerahkan kepadanya, yaitu Injil keselamatan menjadi motivasi kuat untuk bekerja lebih keras dari rasul yang lain (ayat 10-11).

Hendaknya gereja tidak melupakan fondasi yang mengokohkannya yaitu Injil Yesus Kristus karena gereja ada karena pemberitaan Injil disambut dalam iman. Bila hal yang sangat penting ini dilupakan, gereja dan kehidupan Kristen kita terancam bahaya. Renungkan: Oleh Injil kita diselamatkan. Oleh Injil kita mengetahui bahwa kematian dan kebangkitan-Nya telah melepaskan kita dari kuasa dosa dan dari murka Allah.

(0.09) (2Kor 7:2) (sh: Allah menyebabkan dukacita? (Minggu, 13 September 1998))
Allah menyebabkan dukacita?

Dukacita, dari Allah atau dari dunia? Mungkin kita bertanya bukankah Allah itu sumber keselamatan? Bukankah keselamatan itu berarti sukacita dan damai sejahtera? Bagaimana mungkin Allah menyebabkan dukacita? Hari ini Alkitab mengajak kita memahamai tempat dukacita dalam kehidupan umat yang ditegur keras oleh hamba Allah. Kalau Paulus menegur mereka dengan keras dalam suratnya pertama tentang berbagai hal yang tidak beres, bukan berarti Paulus mengecilkan mereka. Sebaliknya Paulus tetap bangga akan jemaat satu ini yang jelas adalah hasil pelayanannya juga (ayat 2-4). Sebagai hamba Tuhan sejati, Paulus tak pernah akan melupakan berbagai dukungan yang telah diperlihatkan jemaat ini dalam keterlibatan mereka mendukung pelayanan Paulus (ayat 5-7). Justru karena kasih dan merasa diri akrab itulah Paulus rela menimbulkan kepedihan dan dukacita dalam jemaat itu.

Suka mendukakan orang? Paulus tidak sadis, ketika ia bersuka bahwa jemaat Korintus itu mengalami dukacita yang dalam. Paulus bisa diumpamakan seorang ayah yang bersuka melihat teguran atau hajarannya atas kenakalan anaknya menghasilkan penyesalan yang tulus. Anugerah Tuhan tidak boleh diperlakukan secara obralan. Pengampunan Tuhan bagaikan kesembuhan yang hanya terjadi bila orang melalui proses pengobatan yang pedih, sakit, pahit.

Dalam pelayanan kita ingin segera melihat orang menyambut janji-janji Allah dengan sukacita. Itu tidak benar. Sukacita sejati karena mengalami pengampunan dan pemulihan dari Allah hanya diterima oleh mereka yang mengalami berbagai aspek pertobatan seperti: kesungguhan yang besar, keinginan berubah, kemarahan terhadap dosa, takut akan Allah, semangat yang benar, mengakui dosa sebagaimana adanya (ayat 11).

Renungkan: Kasih sejati tidak lembek, membiarkan orang dalam dosa melainkan tegas menegur, menasihati, menyatakan kesalahan, membimbing dengan kuasa ilahi.

(0.09) (Gal 2:1) (sh: Gereja sejati mendukung PI (Senin, 6 Juni 2005))
Gereja sejati mendukung PI


Misi pengabaran Injil adalah tugas gereja. Itu sebabnya, setiap badan misi harus bekerja sama dengan gereja. Sebaliknya, gereja harus mendukung upaya pribadi-pribadi Kristen dalam menyaksikan Kristus kepada orang lain.

Sejak pertobatannya, Paulus sudah giat mengabarkan Injil, terutama kepada bangsa-bangsa nonyahudi. Ia telah menghasilkan banyak petobat baru dan banyak gereja selama belasan tahun. Namun, Paulus sadar bahwa pengabaran Injil bukan tugas pribadi semata-mata melainkan tugas gereja. Itu sebabnya, ia berkunjung ke Yerusalem untuk mendapatkan dukungan dari gereja dan tokoh-tokoh Kristen di sana, "supaya jangan dengan percuma aku berusaha atau telah berusaha" (ayat 2). Maksudnya agar gereja yang terdiri dari orang-orang nonyahudi (Antiokhia) disambut ke dalam persekutuan dengan gereja Yerusalem. Paulus konsisten dengan tugas pengabaran Injil dan dengan tegas menolak upaya memasukkan unsur-unsur budaya Yahudi yang pada hakikatnya membelenggu kebebasan yang dihasilkan Injil sejati (ayat 4-5). Injil harus kontekstual dengan masyarakat di mana Injil itu diberitakan. Itu sebabnya ia membawa Titus yang tidak bersunat sebagai bukti hasil pelayanannya itu (ayat 3). Reaksi gereja di Yerusalem menggembirakan. Para pemimpin gereja terbuka melihat panggilan pelayanan Paulus kepada bangsa-bangsa nonyahudi sama seperti panggilan pelayanan Petrus untuk bangsa Yahudi (ayat 6-8). Gereja mendukung penuh pengabaran Injil kontekstual Paulus (ayat 9).

Tugas gereja bukan menghalang-halangi, sebaliknya mendukung, memperlengkapi, dan mengutus umat Tuhan untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa di dunia ini. Injil sejati harus diberitakan tanpa embel-embel atau muatan budaya lain yang hanya akan menghambat iman sejati

Doakan: Agar Tuhan menggerakkan gereja-gereja yang belum menjadikan misi sebagai prioritas utama program kerja mereka menjadi agen-agen penyalur kuasa dan kasih Allah kepada dunia ini.

(0.09) (Gal 5:13) (sh: Kasih, hukum, dan kebebasan (Kamis, 16 Juni 2005))
Kasih, hukum, dan kebebasan


Kebebasan tanpa norma sama sekali bukan kebebasan melainkan bencana. Banyak orang Kristen salah memahami dan salah memaknai kemerdekaan yang sejati. Seakan-akan bebas dari dosa berarti bebas untuk berbuat dosa. Mengapa bisa timbul salah pengertian seperti ini?

Kesalahan pertama adalah karena tidak mengerti fungsi hukum Taurat secara tuntas. Karena keselamatan adalah anugerah dan bukan diperoleh dengan menaati hukum Taurat, banyak orang merasa ajaran-ajaran etika di hukum Taurat pun tidak perlu diberlakukan. Akibatnya mereka merasa sah saja melanggar hukum Taurat. Padahal hukum Taurat mengajarkan jalan-jalan yang benar untuk dilakukan anak-anak Tuhan. Tuhan Yesus sudah merangkum hukum Taurat menjadi hukum kasih (ayat 14). Kesalahan kedua adalah karena salah mengerti maksud Tuhan menyelamatkan orang berdosa. Seseorang diselamatkan agar menjalani hidup dalam kasih. Jadi, anak-anak Tuhan dimerdekakan dari perbudakan dosa dan dari kutuk hukum Taurat supaya dapat mempraktikkan kasih ilahi kepada sesamanya. Bagaimana cara mempraktikkan hukum kasih itu dan tidak terjerat kepada keingingan-keingingan daging? Hanya satu cara, yaitu dengan menyerahkan hidup kita dipimpin oleh Roh. Kita harus melawan setiap keinginan daging yang masih mau menguasai kita dengan cara membiarkan Roh Tuhan memimpin hidup kita (ayat 16-18).

Orang yang belum diselamatkan berbuat dosa karena memang dibelenggu oleh kuasa dosa. Namun, anak-anak Tuhan hidup mempraktikkan keadilan, kebenaran, dan kekudusan sebagai pernyataan kasih mereka kepada Kristus dan kepada sesama. Bukti kasih mereka kepada Kristus adalah berupa kerelaan diatur dan dipimpin oleh Roh. Bukti kasih mereka kepada sesama adalah menjadi berkat dan teladan hidup beriman bagi sesama.

Renungkan: Hanya di dalam kasih karunia kita dimampukan mengasihi dengan tulus.

(0.09) (Ef 2:1) (sh: Kedudukan rohani di dalam Kristus (Senin, 3 November 2003))
Kedudukan rohani di dalam Kristus

Setelah menjelaskan kekayaan rohani kita di dalam Kristus, Paulus menjelaskan dua hal: kedudukan rohani jemaat di dalam Kristus dan apa yang Allah perbuat terhadap orang-orang Yahudi dan non Yahudi. Paulus mengungkapkan apa yang telah diperbuat Allah bagi orang berdosa. Ia memaparkan status dan kondisi hidup jemaat Efesus bahkan juga dirinya sebelum menerima Kristus (ayat 3). Paulus ingin agar jemaat makin memahami perbedaan tajam antara akibat dosa dan akibat anugerah. Jemaat yang hidup di luar Kristus memiliki kehidupan rohani yang kosong dan hidup dalam ketidakberdayaan menghadapi dunia. Sebaliknya, jemaat yang hidup di dalam Kristus akan dihidupkan, diperbarui dan dibangkitkan untuk hidup dalam kemuliaan kuasa pemerintahan dan kedaulatan Kristus. Pada bacaan esok,Paulus menjelaskan tentang status dan kondisi orang-orang Yahudi dan non Yahudi yang berseteru, melalui kebangkitan-Nya didamaikan dan dibangun menjadi Bait Allah (ayat 11,22). Keajaiban anugerah Allah telah mengeluarkan kita dari kubangan dosa yang dahsyat dan ditempatkan dalam ruang takhta kemuliaan-Nya. Tepat bila dikatakan bahwa orang yang hidup tanpa Kristus sebenarnya mati. Keberdosaan dan dosa perbuatan mematikan dalam arti mencemarkan hati, menggelapkan pikiran, melumpuhkan kehendak dan akhirnya menjerumuskan orang ke dalam kebinasaan. Hidup dapat berubah radikal hanya oleh dan dalam Kristus. Hanya Dialah yang mampu mengubah seluruh hidup lama kita yang cemar oleh dosa menjadi suatu ciptaan baru berciri kemuliaan ilahi (ayat 10).

Renungkan: Allah tidak dapat bekerja di dalam kita tanpa Ia terlebih dahulu bekerja bagi kita dan tanpa kita percaya kepada Anak-Nya. Melalui firman Allah, doa dan penderitaanlah Allah bekerja dalam kita.



TIP #26: Perkuat kehidupan spiritual harian Anda dengan Bacaan Alkitab Harian. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA