Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 20 dari 84 ayat untuk kedua perempuan itu AND book:[1 TO 39] AND book:21 (0.003 detik)
Pindah ke halaman: 1 2 3 4 5 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (Pkh 7:23) (sh: Di luar jangkauan manusia. (Senin, 15 Juni 1998))
Di luar jangkauan manusia.

Manusia banyak memiliki potensi. Tuhan sendiri menanamkan potensi-potensi itu sebagai bagian dari rencana-Nya menciptakan manusia menurut gambar-Nya sendiri. Dengan demikian kemampuan seni, kemampuan berpikir, kehidupan emosional dan sosial, berbagai keahlian kreatif dalam diri kita sedikit banyak mencerminkan keajaiban diri Allah sendiri. Namun manusia tetap ciptaan yang fana, apalagi dosa telah menodai dan menyimpangkan potensi-potensi itu ke hal-hal yang tidak benar. Bila demikian mungkinkah manusia mencapai hikmat sejati dengan upaya sendiri?

Mencari manusia jujur. Sulit memang mencari manusia yang benar, jujur, terpuji di hadapan Allah dan manusia. Pendapat pengkhotbah tentang perempuan (ayat kedua+perempuan+itu+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D+AND+book%3A21&tab=notes" ver="">26) tentu dilandasi oleh pengamatan terhadap kenyataan seperti yang pernah dialami oleh Yusuf dengan istri Potifar, misalnya. Jadi tidak boleh dilihat sebagai kesimpulan umum. Ternyata bukan saja di antara perempuan sulit menemukan kebenaran, di antara pria pun hanya satu dari seribu. Kenyataan ini tidak usah membuat kita putus asa. Apa yang manusia tidak mungkin capai sendiri, tersedia di dalam karya penyelamatan Yesus Kristus.

Renungkan: Selama masalah dosa belum diselesaikan oleh Yesus, hati kita akan tetap lumpuh tak mampu beroleh hikmat.

Doa: Tuhan Yesus, berikan hikmat ilahiMu dalam hatiku

(0.99) (Pkh 7:23) (full: HENDAK MEMPEROLEH HIKMAT, TETAPI HIKMAT ITU JAUH DARIPADAKU. )

Nas : Pengkh 7:23-28

Orang yang berusaha mendapatkan hikmat dengan usaha dan pikiran sendiri tidak akan menemukannya. Halangan itu datang dari si "perempuan" (ayat Pengkh 7:26), yang merupakan perwujudan dari godaan kebejatan dan kefasikan. Dialah lawannya wanita yang diwujudkan sebagai hikmat dalam Ams 8:1-4. Orang berdosa tidak dapat menemukan hikmat karena mereka terjerat oleh kefasikan, tetapi orang yang berkenan kepada Allah karena iman dan ketaatan menerima hikmat Allah dan lolos dari hidup di dalam dosa.

(0.96) (Pkh 7:8) (jerusalem) Bagian ini berbicara tentang pembalasan. Hukum Taurat sudah merumuskan prinsip pembalasan kolektip: kalau umat Israel setia pada Allah, maka ia menjadi bahagia; kalau tidak setia, umat didatangi kemalangan, bdk Ula 7:12 dst; Ula 11:26-28; 28:1-68; Ima 26. Prinsip kolektip itu oleh para berhikmat dialihkan kepada nasib masing-masing orang secara perorangan. Allah membalas setiap orang sesuai dengan perbuatan-perbuatannya, Maz 62:12+. Mereka menyimpulkan bahwa nasib manusia di dunia sini sesuai dengan kelakuannya, baik atau buruk. Kalau dikatakan bahwa kesimpulan itu tidak sesuai dengan pengalaman, maka para berhikmat menjawab: Kebahagiaan dan kesejahteraan orang fasik hanya semu saja, sedangkan kemalangan orang benar hanya sebentar. Penderitaan ini a.l. terungkap dalam Maz 37 dan dianut oleh ketiga sahabat Ayub. Pengkhotbah tidak menyetujui ajaran itu. Jawaban tradisionil atas masalah kesejahteraan orang fasik, Pengk 7:8, ditanggapi dengan keraguan, Pengk 7:9-12. Sebaik-baiknya orang menerima saja nasib seada-adanya tanpa mau menjelaskannya Pengk 7:13-15. Kalau bahkan hidup dan mati terbagi-bagi dengan kurang tepat, Pengk 7:15, maka tidak ada gunanya berdaya-upaya melampaui batas, Pengk 7:16-18. Nama baikpun tidak berdasar, Pengk 7:19-22. Kenyataan tidak dapat dipahami dan merupakan sebuah rahasia tak terselami, Pengk 7:23 dst (Pengk 7:26-28 adalah sebuah sisipan yang mengungkapkan rasa curiga terhadap perempuan). Orang tidak dapat meluputkan diri dari nasibnya (raja juga tidak terluput)Pengk 8:1-9. Dan mini membuat manusia merasa jemu, Pengk 8:10-14. Maka kesimpulannya: nikmatilah hidup sedapat-dapatnya, Pengk 8:15; bdk Pengk 2:24+.
(0.80) (Pkh 5:7) (sh: Sikap yang mendatangkan hukuman Allah (Minggu, 3 Oktober 2004))
Sikap yang mendatangkan hukuman Allah

Orang mudah mengucapkan sumpah dalam percakapan, pengadilan, janji setia, bahkan ada orang Kristen yang berani bersumpah demi nama Tuhan untuk menutupi kebohongannya atau memperoleh keinginannya.

Sebenarnya, sumpah yang mudah diucapkan berasal dari perkataan berlebihan seperti: ujaran "kotor", sombong, sembrono, fitnah, dll. Kata serupa ini tidak layak diucapkan oleh anak Tuhan sebab mendatangkan hukuman Tuhan (Mat. 12:36-37). Sumpah yang diucapkan dengan menyalahgunakan nama Tuhan demi kepentingan diri menyatakan sikap tidak menghormati Tuhan (Pkh. 5:1-3). Sikap ini dimulai dari hati yang tidak tertuju kepada-Nya (ayat kedua+perempuan+itu+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D+AND+book%3A21&tab=notes" vsf="TB" ver="">4:17). Pernahkah Anda membaca tanda peringatan "Awas! Ada anjing galak!" Tanda ini diberikan agar tamu yang berkunjung hati-hati saat masuk rumah itu sebab penghuni rumah memelihara seekor anjing. Cara aman untuk memasuki rumah itu adalah dengan berjalan di samping tuan rumah. Kita pun memerlukan peringatan serupa agar tidak menimbulkan dosa (ayat kedua+perempuan+itu+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D+AND+book%3A21&tab=notes" vsf="TB" ver="">5:5). Apabila kita sadar bahwa kita berjalan bersama dengan Tuhan maka kita akan menjadi lebih berhati-hati dengan sumpah, perkataan berlebihan dan semua tindakan (ayat kedua+perempuan+itu+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D+AND+book%3A21&tab=notes" vsf="TB" ver="">5:6).

Cara untuk menjaga perkataan dan tindakan kita memperkenan Tuhan adalah berjalan bersama Tuhan. Hiduplah dengan kesadaran penuh bahwa Tuhan melihat dan mengawasi perkataan dan perbuatan kita meskipun Ia tidak hadir secara fisik.

Ingat: Alasi tiap perkataan dan tindakan atas pertimbangan yang cermat.

(0.80) (Pkh 10:1) (sh: Hikmat dalam praktek nyata. (Kamis, 18 Juni 1998))
Hikmat dalam praktek nyata.

Hal berhikmat itu tidak teoretis tetapi praktis. Berhikmat atau tidak akan terpancar ke dalam sikap dan perbuatan sehari-hari. Hikmat akan membuat orang tahu bagaimana berespons terhadap penguasa yang marah (ayat kedua+perempuan+itu+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D+AND+book%3A21&tab=notes" ver="">4). Jika pemimpin tidak berhikmat ia akan menimbulkan kesalahan besar dalam salah menempatkan orang dalam posisi penting. Secara ironis pengkhotbah menyindir pemimpin yang tidak berhikmat (ayat kedua+perempuan+itu+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D+AND+book%3A21&tab=notes" ver="">6-8). Bahkan dalam kerja sehari-hari pun nyata betapa pentingnya hikmat (ayat kedua+perempuan+itu+AND+book%3A%5B1+TO+39%5D+AND+book%3A21&tab=notes" ver="">9-11).

Hal yang patut. Hikmat berhubungan dengan sikap dan tindakan yang patut. Pertama, pengkhotbah menyinggung soal perkataan. Kata-kata orang berhikmat pasti membangun, hati-hati, bermanfaat; yang sebaliknya adalah kata-kata orang bodoh dan bebal. Kedua, para pemimpin maupun rakyat harus mengisi waktu dengan baik dan bertanggungjawab, bukan bermabuk-mabukan, bukan pula bermalas-malasan, bukan pula mengutuki orang.

Renungkan: Sikap dan perbuatan orang yang tanpa Tuhan di hati memerintah, bukan saja bodoh tetapi juga merusak hidup sendiri dan membahayakan hidup orang lain.

Doa: Betapa banyak orang tak berhikmat merusakkan dunia ini. Tolong GerejaMu agar mewujudnyatakan hikmatMu dalam perilaku kami sehari-hari, o Tuhan Yesus.

(0.80) (Pkh 11:1) (sh: Falsafah hidup orang beriman. (Sabtu, 19 Juni 1998))
Falsafah hidup orang beriman.

Orang beriman menyadari bahwa hidup ini adalah kasih karunia Allah semata. Ia telah menciptakan dan memelihara. Ia telah memberi Yesus Kristus, agar di dalam-Nya kita beroleh pengampunan dan jaminan hidup kekal. Jelasnya setiap orang beriman berhutang nyawa kepada Allah. Tak satu pun yang dimilikinya (kesehatan, harta, kesempatan, kerohanian, dlsb.) yang berasal dari kemampuannya sendiri. Karena itu wajarlah bila orang beriman menunjukkan sikap hidup bersyukur kepada Allah dan bermurah hati kepada sesamanya.

Menikmati hidup dalam Tuhan. Hidup ini bisa dijalani dalam dua macam sikap. Pertama, sikap berpusatkan manusia, yang akan menghasilkan sikap pesimis atau sikap keras dalam melihat hidup yang penuh berbagai masalah. Kedua, sikap yang berpusatkan Allah, yang menghasilkan sikap optimis dan penuh syukur, yang memandang bahwa anugerah Allah membuat hidup sarat dengan hal indah. Akibatnya, seperti halnya tiap pagi kita menyongsong fajar baru dengan penuh semangat, demikianlah orang beriman menyongsong kejutan-kejutan anugerah Allah setiap hari.

Renungkan: Karena hidup ada di tangan Tuhan, tangan kita dapat bekerja dan membuat berbagai karya nyata dalam kuat kuasa-Nya.

(0.74) (Pkh 6:11) (ende)

Ber-soal2 itu tiada gunanja.

(0.74) (Pkh 10:4) (ende: mendjauhkan banjak dosa)

jakni pada penguasa itu.

(0.72) (Pkh 9:9) (jerusalem) Sehubungan dengan penceraian itu Pengkhotbah tidak mampu menghibur manusia.
(0.72) (Pkh 9:7) (ende: karena perbuatan2mu ... dst)

Menikmati kehidupan itu dianugerahkan Allah kepada manusia. Djadi itu berkenaan kepadaNja.

(0.71) (Pkh 5:10) (ende)

Biasanja kekajaan itu dan harta benda dianggap sebagai gandjaran keutamaan. Tapi si Pengchotbah mengalami, pun kekajaan itu sia2 dan sering hilang sadja. Sebab itu tak mungkin kekajaan itu dapat membenarkan hidup manusia dan tak dapat dianggap sebagai gandjaran lajak bagi keutamaan. Mengapa manusia akan bersusah-pajah dalam hidup jang baik untuk menerima gandjaran fana dan rapuh seperti kekajaan dan harta benda?

(0.71) (Pkh 12:6) (jerusalem: rantai perak) Yaitu rantai yang padanya pelita bergantung. Pelita itu melambangkan hidup.
(0.70) (Pkh 5:6) (ende: berdosa terhadap dirimu sendiri)

jakni dengan melalaikan kaul, hingga ditimpa hukuman.

(0.70) (Pkh 10:10) (ende)

Mengasah mata kapak itu memudahkan pekerdjaan dan adalah kelakuan bidjak. Dan ini berlaku dalam segala hal. Kelakuan bidjak memudahkan semuanja.

(0.70) (Pkh 12:1) (jerusalem) Sajak yang indah ini merenungkan masa tua manusia dengan perasaan mendalam dan menyesal sedikit. Sajak ini memakai bahasa kiasan yang maksudnya acap kali kurang jelas. Dengan menuruti beberapa rabi Yahudi sementara ahli berpendapat bahwa kiasan-kiasan itu menyinggung anggota-anggota badan, satu per satu (terutama Pengk 12:3; lengan, gigi, mata). Tetapi sejumlah penafsir menganggap tafsir ini kurang tepat. Mungkin kiasan-kiasan itu membandingkan masa tua dengan musim dingin. Hanya musim dingin itu tidak disusul musim semi.
(0.70) (Pkh 2:26) (ende)

Kutipan adjaran biasa, jang ditolak pengarang itu, sebab tak mentjukupi. Djuga orang2 djudjur harus menjerahkan sadja semuanja kepada orang2 lain.

(0.70) (Pkh 11:9) (jerusalem: tetapi ketahuilah) Mungkin Pengkhotbah mengutip sebuah peribahasa tentang masa muda, Pengk 9. Tetapi ia menambah suatu peringatan: jangan lupa betapa pendek masa muda itu, Pengk 11:9.
(0.69) (Pkh 1:3) (jerusalem: jerih payah) Kata Ibrani (amal) biasanya menyangkut pekerjaan berat, seperti misalnya pekerjaan para budak, Ula 26:7. Lalu kata itu menyangkut kesusahan dan penderitaan. Kata itu kerap kali dipakai oleh Pengkhotbah; sebagai kata benda sampai 20 kali dan sebagai kata kerja dipakai sampai 30 kali.
(0.69) (Pkh 3:11) (jerusalem: kekekalan) Yang dimaksud bukannya "hidup kekal" seperti yang diajarkan agama Kristen. Kekekalan itu artinya: Allah memberi hati manusia kemampuan untuk dengan pikirannya mencakup seluruh waktu yang tersedia; ia dapat memikirkan waktu dan kelanjutan yang ada pada kejadian-kejadian. Dan karenanyapun ia dapat memahami saat sekarang. Tetapi pemikiran yang merangkum seluruh waktu juga sangat mengecewakan, sebab tidak mampu menemukan dan menyingkapkan makna semuanya itu.
(0.69) (Pkh 1:12) (ende)

Pengarang itu berbitjara se-akan2 radja Sulaiman hendak menjatakan, bahwa malahan kebidjaksanaan jang tersohor, seperti pada Sulaiman, tidak sanggup mengerti dan menerangkan soal alam dan hidup manusia.

Bahwasanja ia bukan Sulaiman njatalah dari perkataan: "Aku telah mendjadi Radja".



TIP #16: Tampilan Pasal untuk mengeksplorasi pasal; Tampilan Ayat untuk menganalisa ayat; Multi Ayat/Kutipan untuk menampilkan daftar ayat. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA