Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1 - 20 dari 31 ayat untuk ke antara AND book:[1 TO 39] AND book:18 (0.003 detik)
Pindah ke halaman: 1 2 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(1.00) (Ayb 29:10) (jerusalem: langit-langitnya) Ada yang menyisipkan Ayu 29:21-25 antara Ayu 29:21-25 antara Ayu 29:10 dan Ayu 11. Dan memanglah Ayu 29:21-25 merupakan lanjutan Ayu 29:2-10 dan sesuai benar. Kebetulan saja dalam menyalin naskah para penulis memindahkan bagian ini ke tempatnya sekarang.
(0.85) (Ayb 23:1) (sh: Di manakah Allah pembelaku? (Sabtu, 18 Desember 2004))
Di manakah Allah pembelaku?

Seorang anak diejek teman-temannya sebagai anak haram. Ia pulang ke rumah sambil menangis. Ia bertanya kepada ibunya. Sang ibu menjawab, "Nak, ucapan teman-temanmu tidak benar. Ayahmu memang telah tiada tetapi ibu ada di sisimu."

Pada pasal ini, perasaan Ayub mirip dengan perasaan anak tersebut yaitu membutuhkan kepastian. Ayub sepertinya tidak tahu harus bagaimana lagi menjawab dakwaan Elifas. Ia merasa tidak ada gunanya berbantah-bantah lagi dengan sahabatnya itu, yang tidak lagi mendukungnya. Oleh karena itu, Ayub mengarahkan pengharapannya kepada Allah. Ayub mengharapkan Allah bersedia mendengarkan pembelaan dirinya, bahkan berkenan pula menjawabnya (ayat 3-7). Ayub yakin bahwa ia tidak bersalah. Ayub juga yakin kalau Allah memeriksanya, maka Allah pun akan menemukan demikian (ayat 10-12). Persoalan yang muncul di sini adalah adanya perbedaan kepastian antara Ayub dengan anak tersebut. Kalau anak itu mendapatkan jawaban pasti dan langsung dari kata penghiburan ibunya, maka Ayub meragukan dapatkah ia bertemu dengan Allah (ayat 8-9)? Apakah Allah mau menerima semua pertanyaannya? Kalau Allah memang sudah menetapkan bahwa ia patut menerima dan mengalami penderitaan itu. Apakah mungkin Allah mau berubah pikiran (ayat 13-17)? Mungkinkah Allah menjadi pembelanya? Berbagai pikiran dan harapan itu berkecamuk menyedot Ayub ke dalam pusaran kecemasan.

Bergumul dengan penderitaan baik secara fisik maupun rohani memang tidak mudah. Penderitaan ini bertambah berat kalau orang-orang terdekat tidak bersimpati dengan penderitaan kita, malahan melontarkan berbagai gosip dan fitnah yang salah. Apalagi kalau yang tidak bersimpati itu adalah keluarga sendiri. Saat Anda merasa sendiri di tengah penderitaan, lebih baik Anda mencari Allah sebagai pembela. Meskipun mungkin Anda sempat meragukan kesediaan Allah membela, ingatlah bahwa Allah tidak pernah meninggalkan Anda.

Bersyukur: Syukur kepada Allah, sebagai anak Tuhan kita memiliki Yesus yang akan membela perkara kita di hadapan Allah.

(0.84) (Ayb 4:1) (sh: Takut akan Allah, sandaranmu (Senin, 29 November 2004))
Takut akan Allah, sandaranmu

Suasana kitab Ayub berubah. Sampai menjelang akhir kitab ini, yang akan kita baca dan renungkan bukan lagi kisah hidup dan penderitaan Ayub tetapi percakapan antara teman-teman Ayub dan Ayub. Percakapan itu bersifat teguran, anjuran, bantahan, dan berbagai perenungan teologis tentang penderitaan dan realitas hidup. Umumnya, teman-teman Ayub menegaskan bahwa penderitaan adalah hukuman Allah atas dosa, karena itu Ayub harus bertobat. Ayub membantah hal itu sambil menunjuk kepada fakta kesalehannya.

Dari semua teguran para sahabat Ayub, teguran dari Elifas cenderung paling lembut. Elifas mengakui fakta dampak positif hidup Ayub pada banyak orang. Nasihat dan teladan hidup Ayub telah membangun kehidupan banyak orang, bahkan mereka yang sedang terpuruk sekali pun (ayat 3-4). Elifas juga mengakui fakta bahwa sebelum ini, kesalehan Ayub dan takutnya akan Allah adalah dasar Ayub memiliki kehidupan yang penuh pengharapan (ayat 6). Secara lembut Elifas menjadikan fakta-fakta tadi teguran agar Ayub berpegang teguh pada prinsip-prinsip hidup yang sudah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang itu dan bersabar dalam penderitaan yang sedang dialaminya.

Berdasarkan ilham adikodrati yang didapatkannya dalam perenungan (ayat 12-16), Elifas mengingatkan Ayub bahwa tidak ada makhluk ciptaan Allah yang dapat mengklaim dirinya benar di hadapan Allah (ayat 17). Argumen Elifas ini meloncat dari hal moral ke hal perbedaan sifat hakiki. Malaikat yang kudus saja pun tidak benar di hadapan Allah, apalagi manusia (argumen moral). Malaikat yang di surga bersama Allah saja pun tidak benar di hadapan Allah, apalagi makhluk fana seperti manusia yang di bumi ini (argumen perbedaan hakikat). Teguran, pandangan benar, peneguhan, hiburan, atau apakah yang diperlukan Ayub saat itu? Apakah pengetahuan kita akan kebenaran firman Tuhan akan dengan sendirinya membangun hidup orang lain? Apa yang membuat orang tertolong melalui kita?

Doa: Tuhan, buatku peka untuk membedakan sikap dan kebenaran apa yang orang lain butuhkan dariku.

(0.84) (Ayb 27:11) (sh: Pengajaran Ayub (Rabu, 7 Agustus 2002))
Pengajaran Ayub

Mulai ayat 11 ini, berbalik Ayub menempat-kan dirinya sebagai pengajar. Pasal 28 banyak dianggap sebagai ucapan Zofar atau Bildad kembali. Namun, mengingat nada pasal ini teduh dan tidak berapi-api, anggapan tersebut kurang tepat. Andaikan pasal 28 bukan ucapan Ayub, paling tidak idenya yang berbicara tentang hikmat masih merupakan kelanjutan dari bagian kedua pasal 27 ini.

Sekilas tidak ada perbedaan antara yang Ayub ucapkan tentang nasib orang fasik dari apa yang teman-temannya telah ucapkan sebelum ini. Beberapa bagian seolah bertolak belakang dengan apa yang Ayub nyatakan sebelumnya (ayat 14, bdk. 21:7-9). Bedanya terletak dalam dua hal. Pertama, Ayub kini tidak sedang berbicara tentang orang fasik pada umumnya, tetapi tentang ketiga sahabatnya itu sendiri yang karena telah menuduh Ayub sembarangan tanpa belas kasihan, telah berbuat jahat. Kemungkinan kedua, Ayub memfokuskan penghakiman Allah bukan pada fakta-fakta kemalangan materialistis seperti yang dipikirkan ketiga sahabatnya. Menurut Ayub penghakiman itu akan berbentuk "milik pusaka" orang-orang lalim (ayat 13b). Ayub berpikir secara eskatologis tentang penghakiman akhir dari Allah terhadap orang fasik.

Pasal 28 seolah adalah persiapan bagi kebenaran-kebenaran yang kelak akan Allah sendiri nyatakan kepada Ayub. Sesudah menjawab para sahabatnya tentang penghakiman Allah atas orang fasik, kini Ayub masuk lebih dalam ke pertanyaan soal hikmat. Intinya jelas, para sahabatnya tahu banyak konsep tetapi tidak berhikmat. Jadi, "di manakah hikmat boleh didapatkan?" (ayat 12,20).

Keahlian, ilmu, teknologi seperti yang dikenal pada zaman Ayub memungkinkan manusia menggali potensi-potensi bumi dan membangun dunia (ayat 28:1-11). Namun, hikmat tidak bisa didapat kan melalui kepandaian tersebut. Hikmat tidak pula dapat dibeli atau didapatkan di mana pun, sebab pada hakikatnya hikmat bukan berasal dari dunia ini (ayat 12-19).

Renungkan: "Tetapi kepada manusia Ia berfirman: Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi" (ayat 28).

(0.79) (Ayb 22:14) (bis: batas antara langit dan bumi)

batas antara langit dan bumi: Di masa lalu kaki langit dianggap sebagai bulatan besar di mana bumi dan langit bertemu, dan di mana Allah berjalan mengelilinginya untuk memeriksa bumi.

(0.79) (Ayb 25:2) (jerusalem: tempatNya yang tinggi) Allah mengadakan perdamaian di antara para malaikat, bdk Wah 12:7-12, dan di perbintangan, bdk Yes 24:21; 40:26; Sir 43:10.
(0.77) (Ayb 13:18) (jerusalem: menyiapkan perkaraku) Ayub membayangkan bahwa ada perkara antara dirinya dengan Allah. Kali ini ia lupa saja bahwa tidak ada wasit yang melebihi kedua pihak yang berperkara, Ayu 9:32-33. Hakimnya, Allah kali ini hanya dipandang sebagai lawan dalam pengadilan. Bdk Ayu 9:14+.
(0.77) (Ayb 24:11) (jerusalem: dua petak kebun) Naskah Ibrani diperbaiki sedikit. Kebun-kebun berpagar tembok. Orang miskin tinggal di antara dua kebun berpagar, oleh sebab tidak memiliki kebunnya sendiri. Kata Ibrani yang di sini diterjemahkan dengan "membuat minyak" tidak jelas artinya. Mungkin berarti: tinggal di waktu siang (lawannya: bermalam)
(0.75) (Ayb 1:8) (full: APAKAH ENGKAU MEMPERHATIKAN HAMBA-KU AYUB? )

Nas : Ayub 1:8

Di sini kitab ini memperkenalkan pergumulan di antara Allah dengan musuh besar-Nya, Iblis. Allah menantang Iblis untuk memperhatikan dalam Ayub kemenangan kasih karunia dan penebusan ilahi. Dalam kehidupan hamba-Nya yang setia ini, Allah memperlihatkan bahwa rencana-Nya untuk menebus umat manusia dari dosa dan kejahatan dapat tercapai.

(0.75) (Ayb 9:33) (full: WASIT DI ANTARA KAMI. )

Nas : Ayub 9:33

Ayub melihat perlunya seorang pengantara yang dapat memegang tangannya dan dengan tangan lainnya berpegang kepada Allah serta mendamaikan kedua pihak. Yesus Kristus menjadi pengantara seperti itu, karena oleh kematian dan kebangkitan-Nya Ia memulihkan persekutuan kita dengan Allah (1Tim 2:5; Ibr 9:15).

(0.74) (Ayb 9:1) (sh: Tidak ada wasit di antara manusia dan Allah (Sabtu, 4 Desember 2004))
Tidak ada wasit di antara manusia dan Allah

Agak sulit untuk kita menentukan apakah ucapan-ucapan Ayub dalam pasal ini tentang Allah bernada positif atau negatif. Itu terkait dengan pertanyaan apakah ucapan-ucapan itu ditujukannya untuk dilihat dari sudut pendengarnya (para sahabatnya), atau dari sudut dirinya sendiri, atau dari sudut Allah. Mungkin yang paling baik adalah menempatkan perikop ini dalam kaitan dengan ucapan Bildad yang mendakwa Ayub

Pertanyaan Ayub bukan, "bagaimana orang berdosa dapat dibenarkan di hadapan Allah," atau "bagaimana orang yang serba terbatas dapat benar di hadapan Allah." Pertanyaan Ayub yang yakin bahwa dirinya tidak bersalah: "Bagaimana orang yang tidak bersalah, dapat dinyatakan demikian oleh Allah?" Menurutnya, tidak mungkin. Mengapa? Pertama, karena alasan keberadaan. Realitas Allah melampaui realitas manusia. Ia tidak terbatas dalam kebijakan, kekuatan, kemampuan, sebab Ia Pencipta segala sesuatu (ayat 4-10). Kedua, karena alasan posisi Allah sebagai Allah dan manusia sebagai manusia. Allah tidak di posisi harus mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan-Nya kepada manusia. Manusialah yang wajib bertanggungjawab kepada Allah (ayat 3, 11-18). Jika Ia menjelaskan sesuatu pun, belum tentu manusia menyadari atau memahami suara Allah. Oleh karena kebebasan Allah itu, maka di dalam keterbatasannya manusia mustahil dapat memahami Dia secara tepat dan benar. Nah, sampai di sini ucapan Ayub ini jelas mengritik Bildad dan masih menjunjung Allah.

Namun, mulai ayat 29 seolah muncul keraguan Ayub terhadap Allah. Jika Allah mutlak dan bebas di luar pemahaman manusia dan tidak harus menjawab manusia dan tidak mungkin dipahami manusia, bukankah kesimpulannya sangat negatif? Apa gunanya kudus, apa gunanya lagi berusaha mempertahankan hidup benar? Bagaimana mungkin mendapatkan wasit yang adil antara manusia dan Allah? Ini memang pergumulan serius sekali.

Renungkan: Siapakah dapat menjadi pengantara yang mendamaikan manusia dengan Allah dan membuat kehendak Allah terselami, terpahami, terjalani oleh manusia? Yesuslah jawabannya.

(0.74) (Ayb 29:1) (sh: Mengingat: Antara Syukur dan Kesesakan (Kamis, 8 Agustus 2002))
Mengingat: Antara Syukur dan Kesesakan

Debat telah berakhir. Ayub kini berbicara sendirian (ps. 29-31), seakan-akan tak berharap didengar lagi oleh siapa pun (kecuali dalam 30:20-23, Ayub ingin didengar Allah). Dalam ps. 29, Ayub meratapi kehilangan statusnya yang mula-mula ketika ia hidup seperti "seorang raja di antara rakyatnya" (ayat 25).

Pertama-tama, Ayub berusaha menarik simpati Allah dengan melontarkan ucapan-ucapan tentang bagaimana Allah telah menjadi sahabatnya yang memelihara dan memberinya berkat Ilahi yang berkelimpahan (disimbolkan dengan "terang" dalam ayat 3). Kebahagiaannya sempurna dengan keluarga dan kekayaan yang melimpah. Lebih dari itu, Ayub adalah orang yang bergaul akrab dengan Allah. Selain kemakmuran, Ayub juga memiliki kehormatan (ayat 7-11). Ayub kaya baik secara materiil maupun secara sosial. Ia memiliki status tinggi bangsawan.

Ayub dihormati bukan hanya karena rakyat takut, tetapi karena kebijakan-kebijakannya yang dikagumi (ayat 11-17). Ayub menampilkan ciri penguasa yang benar, yang membela kaum tertindas dan tak berdaya. Ini adalah gambaran pemimpin yang ideal dalam konteks Timur Dekat purba.

Kembali Ayub berbicara tentang kemakmuran (ayat 18-20). Ia berharap dengan modal kehidupannya yang begitu bersih, ia akan kembali mendapatkan kemuliaannya. "Bersama dengan sarangku … binasa" mungkin menunjukkan "kematian yang baik", kematian yang dikelilingi oleh keluarga tercinta. Ia juga berharap menjadi seperti burung feniks, yang zaman itu dianggap mampu memperbaharui hidupnya setelah mengalami kematian.

Menutup pasal ini, Ayub kembali berbicara tentang kehormatan (ayat 21-25). Ayub memiliki hikmat dan katakatanya bagaikan kesegaran yang menyirami tanah kering-kerontang. Ayub juga menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin kala ia tersenyum kepada orang-orang yang tidak mau mempercayai katakatanya. Mereka hanya mau menerima berkat dari Ayub.

Renungkan: Mengingat masa lalu bisa membahagiakan, bisa menyesakkan. Lihatlah kehilangan Anda dalam kacamata Ilahi.

(0.74) (Ayb 12:5) (full: PENGHINAAN BAGI ORANG CELAKA. )

Nas : Ayub 12:5

Ayub menyalahkan cara orang kaya sering berpikir. Mereka memandang rendah kaum miskin dan kekurangan serta membenarkan sikap kurang simpatik mereka dengan beranggapan bahwa orang malang itu sendiri telah mendatangkan kesengsaraan atas dirinya. Pada saat bersamaan, mereka yang kaya itu "hidup aman" dengan gaya hidup mereka karena percaya bahwa Allah telah mengganjar mereka karena iman dan kebenaran mereka. Kedua anggapan ini salah, karena ada sangat banyak perkecualian di antara warga negara kerajaan Allah.

(0.74) (Ayb 9:14) (jerusalem: membantah Dia) Artinya: membela dirinya dalam pengadilan Allah. Di hadapan Allah Mahakuasa yang baik Hakim maupun pihak yang berperkara, Ayub tidak dapat menempuh jalan penghakiman yang lazim di antara manusia (ada nas-nas lain dalam Ayub yang mengungkapkan kerinduan bahwa Ayub dibenarkan sesuai dengan hukum). Ayub mulai ragu-ragu mengenai ketidaksalahannya sendiri, Ayu 9:20-21. Ayub tidak memperhatikan kebijaksanaan keputusan-keputusan Allah yang melampaui jangkauan manusia (ini ditekankan Sofar, bab 11), tetapi ia hanya melihat keputusan-keputusan Allah yang rupanya dijatuhkan semau-maunya saja. Maka Ayub tampil untuk "membantah Dia" angkat bicara sebagai saksi yang membela terdakwa.
(0.73) (Ayb 38:1) (full: TUHAN MENJAWAB AYUB. )

Nas : Ayub 38:1

Allah sendirilah yang menyapa Ayub. Ia menyatakan ketidaktahuan Ayub akan peranan ilahi di dalam segala kejadian itu. Ia merendahkan Ayub dengan mengungkapkan betapa sedikitnya pemahaman dan pengetahuan manusia tentang Yang Mahakuasa. Akan tetapi, melalui tanggapan Allah Ayub menerima penyataan langsung dari Allah mengenai kehadiran, kemurahan, dan kasih-Nya.

  1. 1) Doa Ayub yang terus-menerus dan kerinduannya yang mendalam untuk mendapatkan Allah akhirnya terjawab

    (lihat cat. --> Ayub 23:3;

    lihat cat. --> Ayub 29:2),

    [atau ref. Ayub 23:3; 29:2]

    yang menegaskan bahwa segala sesuatu di antara Tuhan dengan Ayub masih beres.
  2. 2) Tanggapan Tuhan kepada hamba-Nya Ayub melukiskan bahwa pada akhirnya Allah akan mendatangi semua orang yang dengan sungguh-sungguh dan tabah berseru kepada-Nya; bahkan jikalau doa kita bersumber dari hati yang bingung, ragu-ragu, kecewa, atau marah, Allah akhirnya akan menanggapi dengan kehadiran, hiburan, dan firman-Nya.
  3. 3) Aspek terpenting dalam hubungan kita dengan Allah bukanlah pemahaman intelektual mengenai semua jalan Allah, tetapi pengalaman dan realitas kehadiran-Nya ilahi serta keyakinan bahwa segala sesuatu beres di antara kita dengan Allah. Dalam persekutuan dengan Allah kita dapat menanggung pencobaan apa saja yang harus kita alami.
(0.72) (Ayb 2:6) (full: IA DALAM KUASAMU. )

Nas : Ayub 2:6

Allah mengizinkan Iblis mendatangkan penderitaan lagi atas Ayub sebab baik komitmen Ayub sepenuhnya kepada Allah tidak dapat dibuktikan ataupun usaha Allah untuk menebusnya dari dosa tidak dapat ditunjukkan dengan efektif tanpa penderitaan yang tidak semestinya dialamai.

  1. 1) Ujian iman seorang benar melalui penderitaan semacam ini bermakna besar, karena yang dipertaruhkan adalah nama Allah di dalam pergumulan rohani terbesar sepanjang zaman, yaitu pertentangan di antara Allah dengan Iblis.
  2. 2) Rasul Petrus, yang menulis dari perspektif PB, mengatakan, "... kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu -- yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya" (1Pet 1:6-7).
(0.72) (Ayb 19:11) (full: MENGANGGAP AKU SEBAGAI LAWAN-NYA. )

Nas : Ayub 19:11

Ayub kini hidup dengan salah paham yang serius bahwa Allah langsung menyebabkan penderitaannya (bd. ayat Ayub 19:8-13).

  1. 1) Ia percaya bahwa Allah telah menjadi musuh yang senang menyiksa dan mendukakan jiwanya. Ayub tidak sadar bahwa Iblislah yang menjadi sumber musibah yang tanpa akhir itu. Sekalipun Allah yang mengizinkan Iblis menyiksa Ayub, tetap Iblislah yang melakukannya.
  2. 2) Orang percaya harus berhati-hati agar tidak menyalahkan Allah atas apa yang hanya diizinkan oleh-Nya. Di dalam dunia ini terjadi banyak hal jahat; Allah tidak senang menyaksikannya. Musibah-musibah terjadi di antara anak-anak-Nya, yang diizinkan-Nya dengan sedih dan penuh iba

    (lihat cat. --> 1Tim 2:4;

    [atau ref. 1Tim 2:4]

    lihat art. KEHENDAK ALLAH).

(0.72) (Ayb 38:3) (full: BERSIAPLAH ENGKAU SEBAGAI LAKI-LAKI! )

Nas : Ayub 38:3

Kata-kata Allah kepada Ayub itu luar biasa baik karena apa yang dikatakan maupun yang tidak dikatakannya.

  1. 1) Sungguh mengherankan bahwa Ayub tidak pernah diberi tahu mengapa dirinya menderita. Ayub tidak pernah mengetahui bahwa penderitaannya mencakup masalah-masalah berat seperti integritas dan pembuktian pekerjaan penebusan Allah di antara umat manusia yang terjatuh

    (lihat cat. --> Ayub 1:8;

    lihat cat. --> Ayub 1:9).

    [atau ref. Ayub 1:8-9]

    Diamnya Allah mengenai hal ini menunjukkan bahwa alasan penderitaan Ayub bukanlah soal terpenting dalam kasus ini.
  2. 2) Allah juga tidak pernah mengacu kepada berbagai pernyataan Ayub yang sembrono dan keterlaluan dalam pembicaraannya. Allah tidak menegur Ayub dengan keras atau menuntut Ayub karena kebebalannya. Dia memahami dan bersimpati dengan penderitaan Ayub serta menimbang kata-kata dan perasaan Ayub dengan belas kasihan.
(0.72) (Ayb 32:8) (jerusalem: Yang Mahakuasa) Bdk Ayu 5:17+. Elihu memperlawankan hikmat yang diperoleh manusia dengan daya upayanya sendiri dengan hikmat yang bersifat karismatis, yang diberikan roh ilahi. Hikmat ketimuran yang disiarkan oleh para bijak di Israel memang selalu mengutamakan hikmat ilahi, Ams 21:30; para bijak juga menyadari hubungan antara hikmat dan agama sejati, Ams 1:7+; Ams 10:31; 15:33; Maz 119:98-100 ada keyakinan bahwa hikmat dikurniakan Allah, Ams 2:6; 16:33. Di luar kalangan para berhikmat dikenal suatu hikmat "rohani", bdk Yes 11:2; Kej 41:38-39. Hikmat dan roh Allah mulai disamakan dalam Dan 5:11,14; kesamaan itu lebih jauh diperkembangkan dalam Wis 1:5-7; 7:22-23; 9:17, dan perkembangan itu memuncak dalam Perjanjian Baru, 1Ko 2:1-16.
(0.72) (Ayb 13:1) (sh: Hidup benar (Jumat, 26 Juli 2002))
Hidup benar

Berapa banyak di antara kita yang berani berkata seperti Ayub, "Berapa besar (atau dalam terjemahan lain, berapa banyak) kesalahan dan dosaku?" (ayat 13:23). Kita hanya berani mengatakan hal seperti ini kepada sesama kita manusia. Namun, kepada Tuhan? Tidak ada di antara kita yang berani menantang Tuhan untuk menunjukkan berapa banyak dosa yang telah kita perbuat. Kita tidak berani sebab kita menyadari bahwa kita memang telah melakukan banyak dosa.

Ayub berani mengatakan hal seperti itu kepada Tuhan karena memang Ayub telah hidup benar dan saleh di hadapan-Nya. Ia tidak sedang membanggakan diri atau membual sebab itulah yang Alkitab katakan tentang kehidupan Ayub (ayat 1:1). Tidak heran Ayub akhirnya menjadi marah kepada ketiga temannya yang terus memojokkannya dan menuduhnya telah melakukan dosa yang tersembunyi. Ayub berani mempertanggungjawabkan hidupnya secara terbuka di hadapan Allah. Bagaimana dengan kita? Kehidupan yang bersih diawali dengan hati yang bersih. Kita mesti menjaga hati kita agar tetap bersih dari dosa. Kita bisa memperlihatkan perilaku yang bersih, namun itu sendiri bukan jaminan bahwa kita memiliki hati yang bersih (bdk. Ams. 16:2).

Kadang, demi kepentingan pribadi, kita membersih-bersihkan atau membenarkan tindakan kita. Sebaliknya, jika orang lain yang melakukannya, kita menuduhnya berdosa. Betapa mudahnya kita terjebak dalam standar ganda dan mengabaikan standar Tuhan. Ada dua pertanyaan yang dapat kita ajukan untuk menjaga agar hidup kita tetap bersih. Pertama, apakah saya berani mengakui perbuatan saya di hadapan orang lain? Dengan kata lain, apa pun yang kita lakukan, beranikah kita mengakuinya kepada orang lain? Kedua, beranikah kita mengundang kehadiran Tuhan pada saat kita melakukan perbuatan itu? Kita harus percaya bahwa kedua pertanyaan ini dapat mengingatkan dan menolong kita untuk hidup terbuka di hadapan Allah.

Renungkan: Terang membawa dua dampak pada ruangan kehidupan kita: memalukan dan membanggakan. Memalukan, jika ruangan itu kotor; membanggakan, bila ruangan itu bersih.



TIP #17: Gunakan Pencarian Universal untuk mencari pasal, ayat, referensi, kata atau nomor strong. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA