Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati,<x id="w" /> secara rohani<n id="1" />,<x id="x" /> bukan secara hurufiah.<x id="y" /> Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.<x id="z" />

Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya<n id="1" />.

Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah.<x id="v" />

Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah,<x id="x" /> tetapi sebagai haknya.

Sebab kamu tidak akan dikuasai<x id="u" /> lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat,<x id="v" /> tetapi di bawah kasih karunia.<x id="w" />

Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa<n id="1" />, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia?<x id="x" /> Sekali-kali tidak!

Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku.<x id="t" />

Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang,<x id="h" /> oleh Dia yang telah mengasihi<x id="i" /> kita.

dan juga tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: "Yang berasal dari Ishak yang akan disebut keturunanmu.<x id="g" />"

Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak,<x id="k" /> bapa leluhur kita.

Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati<x id="s" /> Allah.

yaitu kita, yang telah dipanggil-Nya<x id="g" /> bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain,<x id="h" />

Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat<x id="w" /> untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.

Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati<x id="u" /> kita.

Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan<x id="f" /> hukum Tauratlah yang akan dibenarkan<n id="1" />.

Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah?<x id="p" /> Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman!

Dalam keadaan manakah hal itu diperhitungkan? Sebelum atau sesudah ia disunat? Bukan sesudah disunat, tetapi sebelumnya.

Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan<x id="n" /> kita<n id="1" />, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan,<x id="o" />

Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya.<x id="f" />