(0.82) |
(Yer
43:1)
|
(sh: Bodoh, takut, sombong, dan tidak taat (Senin, 14 Mei 2001)) Bodoh, takut, sombong, dan tidak taat
Bodoh, takut, sombong, dan tidak taat.
Kebodohan dan ketakutan dapat membuat seseorang sombong
dan tidak taat kepada Allah. Pernyataan ini nampaknya
salah sebab bukankah kepandaian dan keberanian yang
membuat orang sombong dan tidak taat? Penolakan
rakyat Yehuda terhadap Yeremia (2-3) merupakan bentuk
ketidaktaatan dan kesombongan mereka karena kebodohan
dan ketakutannya. Siapakah orang bodoh? Orang bodoh
adalah orang yang menarik kesimpulan berdasarkan premis
yang salah atau orang yang tidak mampu mengolah fakta
menjadi kebenaran. Orang Yehuda menyimpulkan bahwa
Yeremia tidak diutus Allah karena pemberitaannya tidak
sesuai dengan keinginannya. Keinginannya merupakan
tolok ukur. Premis mereka adalah: keinginan mereka
adalah benar dan tepat untuk mereka. Mereka juga
mempunyai premis bahwa Allah memberikan apa yang benar
dan tepat untuk mereka. Karena itu keinginan mereka
sama dengan keinginan Allah. Betapa bodoh sekaligus
sombongnya mereka. Siapakah mereka yang menyamakan
dirinya dengan Allah? Lebih lagi fakta membuktikan
bahwa nubuat yang pernah diucapkan oleh Yeremia telah
menjadi kenyataan, tidak dapatkah mereka menarik
kebenaran siapakah Yeremia dari fakta itu?
Di samping itu mereka pun sedang ketakutan menghadapi
Babel (3). Ketakutan mereka sebetulnya bersumber dari
kebodohan mereka. Bukankah firman-Nya sudah menjamin
bahwa mereka akan mendapat belaskasihan dari Babel?
Allah rindu agar mereka memahami firman-Nya maka Ia
mengutus lagi Yeremia untuk menegaskan firman-Nya
dengan alat peraga, bahwa yang harus mereka takuti
bukanlah Babel tapi Allah yang berdaulat atas semua
kerajaan di dunia (8-13). Namun mereka tetap bodoh dan
sombong.
Renungkan:
Melihat gambaran diri mereka, kita mungkin
mentertawainya. Tapi sebenarnya bukankah itu juga
gambaran kebodohan, kesombongan, ketakutan kita yang
seringkali memimpin kita kepada ketidaktaatan? Berapa
sering kebenaran firman Tuhan kita langgar, kekudusan
hidup tidak kita jaga, dan standar moral kita turunkan
hanya karena alasan ekonomi keluarga dan demi karier?
Apa premis kita tentang ekonomi keluarga dan karier?
Dari situ akan terungkap betapa bodoh, penakut, dan
sombongnya kita.
|