Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 15581 - 15589 dari 15589 ayat untuk bukalah matamu dan melihatlah (0.014 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 770 771 772 773 774 775 776 777 778 779 780
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.01) (Luk 14:25) (sh: Mengikut Yesus sepenuh hati (Jumat, 5 Maret 2004))
Mengikut Yesus sepenuh hati

Setelah krismon melanda Indonesia tahun 1997, kita bisa melihat di mana-mana monumen kegagalan pembangunan. Misalnya, gedung seperempat atau setengah jadi yang ditinggal mangkrak oleh pemiliknya karena dana yang menciut gara-gara dolar membengkak. Ilustrasi seperti ini (lihat 28-30) dipakai oleh Yesus untuk mengajarkan bahwa mengikut Yesus harus penuh perhitungan.

Mengikut Yesus tidak boleh setengah-setengah, harus sepenuh hati. Kata-kata Tuhan Yesus bahwa seorang pengikut Yesus harus membenci orang tua, suami-istri, dan saudara-saudaranya (ayat 26), sebenarnya bermaksud menegaskan prioritas hati lebih kepada Yesus daripada kepada hal-hal lain, termasuk kepada dirinya sendiri.

Untuk itulah Yesus mengajukan dua perumpamaan yang menegaskan kesungguhan hati mengikut Dia. Seorang yang mau membangun menara (mungkin sekali menara pengawas kebun anggur) harus memperhitungkan anggarannya supaya jangan sampai hanya separuh jalan sudah defisit, akhirnya terbengkalai (ayat 28-29). Atau, seorang yang mau pergi berperang harus memperhitungkan kekuatan lawan dengan kekuatan pasukannya untuk memastikan kemenangannya (ayat 30-32). Kedua perumpamaan ini menyimpulkan satu hal, yaitu seseorang harus memperhitungkan sungguh-sungguh harga yang harus dibayar dalam mengikut Tuhan, baru dengan demikian ia layak disebut murid Tuhan (ayat 33).

Mengikut Tuhan kalau separuh hati adalah ibarat garam yang berubah menjadi tidak asin. Garam yang kehilangan rasa asin berarti kehilangan fungsinya. Demikian juga menjadi murid Tuhan yang setengah-setengah sama saja dengan tidak berfungsi apa-apa. Tidak ada gunanya selain dibuang! (ayat 34-35)

Untuk dilakukan: Anda sudah jalan sejauh ini sebagai anak Tuhan. Sekarang waktunya untuk memutuskan mau mengikut Dia sepenuh hati, dengan konsekuensi taat sepenuhnya, atau ...?

(0.01) (Luk 16:1) (sh: Hikmat dalam menggunakan harta duniawi (Senin, 8 Maret 2004))
Hikmat dalam menggunakan harta duniawi

Salah satu kesulitan mengerti perumpamaan ini adalah bagaimana mungkin bendahara yang licik ini bisa menjadi teladan bagi anak-anak Tuhan dalam berbisnis? Apakah kita harus pintar untuk mendapatkan hati pelanggan kita dengan cara merugikan atasan kita, seperti yang dilakukan oleh bendahara tersebut terhadap majikannya?

Ada hal yang menarik untuk kita simak di sini. Majikan si bendahara tidak memujinya oleh karena ketidakjujurannya, melainkan oleh karena kecerdikannya (ayat 8a). Bendahara ini cerdik karena ia membuat orang menjadi berterimakasih kepada dirinya dengan cara memberikan pengurangan utang kepada orang itu (ayat 5-7).

Yesus sendiri berkomentar bahwa anak-anak dunia ini lebih cerdik daripada anak-anak terang (ayat 8b), oleh karena itu Ia menasihati para murid-Nya agar dengan cerdik memanfaatkan kekayaan dunia yang dimilikinya untuk mengikat persahabatan di dalam dunia ini (ayat 9). Lepas dari dunia ini, kekayaan tidak dapat dimanfaatkan lagi.

Apakah orang Kristen dianjurkan untuk bersikap licik, memanfaatkan harta dunia agar diterima oleh orang dunia? Tentu saja tidak! Orang Kristen memiliki motivasi kasih untuk menjadi berkat bagi dunia berdosa yang membutuhkan keselamatan. Orang Kristen justru akan diterima oleh dunia ini bila kasihnya mewujud tidak hanya dalam panggilan pertobatan tetapi kepada kepedulian sosial yang tinggi. Jadi orang Kristen dipanggil untuk cerdik menggunakan harta dunia 'di dalam ketulusan kasihnya' menjangkau orang dunia ini. Orang dunia akan bisa melihat ketulusan Kristen ketika memberi, menolong, dengan menggunakan harta dunia. Demikianlah anak-anak Tuhan harus tulus dan cerdik di dunia ini untuk memenangkan dunia ini bagi Tuhan.

Renungkan: Sudahkah Anda dengan hikmat Allah menjadi berkat untuk orang-orang yang belum mengenal kekristenan?

(0.01) (Luk 18:18) (sh: Sombong vs rendah hati (Selasa, 16 Maret 2004))
Sombong vs rendah hati

Orang yang sombong biasanya mengukur kesuksesan diri sendiri dengan ukuran yang dipakai oleh dunia ini. Misalnya, dia merasa bahwa dirinya sukses di dunia ini karena memiliki kekayaan, atau kuasa, atau kepintaran yang melebihi rekan sekerjanya, atau orang lain. Tidak jarang orang sombong berusaha menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan pengakuan akan kesuksesannya.

Jelas pemimpin yang datang kepada Yesus merasa bahwa dirinya sudah memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai orang yang taat kepada hukum Taurat sehingga ia berani mengajukan pertanyaan: "apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal" (ayat 18). Ia siap untuk merespons jawaban Yesus dengan mengatakan: "Saya sudah melakukan semuanya" (ayat 21). Cara mengajukan pertanyaan pun sudah memperlihatkan sikap menjilatnya. Ia menyebut Yesus sebagai guru yang baik.

Yesus segera menjawab dengan menegur sikap menjilatnya itu. Yesus terus menekan orang tersebut dengan membongkar dasar kesombongannya, yaitu kekayaannya. Ia harus meninggalkan semuanya itu supaya benar-benar dapat mengikut Tuhan, dan dengan demikian dapat masuk ke Kerajaan Allah (ayat 22). Ternyata orang itu tidak siap untuk menanggalkan kekayaannya.

Para murid bersikap sebaliknya. Mereka sudah meninggalkan semua ikatan dunia ini supaya dapat mengikut Yesus. Mereka telah merendahkan hati untuk menyadari bahwa semua prestise dunia tidak dapat membawa mereka kepada Allah. Oleh karena mereka tidak menyandarkan diri kepada sukses ala dunia ini, maka mereka justru dianugerahkan segala sesuatu yang mereka telah tinggalkan (ayat 30). Merekalah yang dapat disebut orang-orang sukses.

Renungkan: Allah siap menganugerahkan segala hal kepada orang yang rendah hati. Kesombongan membawa kepada kejatuhan, kerendahan hati kepada kesuksesan.

(0.01) (Yoh 8:1) (sh: Upaya menjebak Yesus gagal (Rabu, 16 Januari 2002))
Upaya menjebak Yesus gagal

Pemimpin-pemimpin agama tetap menolak untuk percaya kepada Yesus. Tetapi, mereka tidak punya alasan yang kuat untuk menyingkirkan Yesus. Ketika mereka menangkap basah pasangan yang berzinah, mereka segera membawa perempuannya. Tidak dapat dipastikan apakah perempuan ini sudah bersuami atau belum. Kita juga tidak diberi tahu mengapa mereka tidak membawa laki-lakinya. Tetapi, dari ayat 6, jelas sekali bahwa tujuan pemimpin-pemimpin agama bukanlah untuk menghukum pasangan yang berzinah ini, melainkan untuk menjebak Tuhan Yesus.

Mengapa? Jika Yesus menolak untuk melempari perempuan ini dengan batu, maka pemimpin agama dapat menuduh Yesus menentang hukum Musa. Dengan demikian, mereka dapat membawa Yesus ke pengadilan agama Yahudi. Sebaliknya jika Yesus setuju agar perempuan ini dilempari dengan batu hingga mati, maka mereka akan membawanya ke hadapan pemerintah Romawi. Bangsa Yahudi sebagai jajahan Romawi tidak berhak menghukum mati manusia. Hak ini hanya ada pada pemerintah Romawi. Jebakan seperti ini mirip dengan yang dicatat dalam Markus 12:13-17. Bagaimana Tuhan Yesus harus menjawab mereka? Ia mengatakan perempuan ini boleh dilempari batu oleh orang-orang yang tidak berdosa (ayat 7). Tuhan Yesus tidak bermaksud bahwa hakim-hakim yang mengadili di pengadilan harus tanpa dosa. Bila prinsip ini diterapkan maka tidak ada yang dapat menjadi hakim. Tuhan Yesus mengatakan pernyataan yang keras ini karena Ia menuntut agar mereka yang hendak melempari perempuan ini dengan batu jangan pernah terlibat dalam dosa seksual. Mendengar tuntutan ini, mereka yang menuduh perempuan itu pulang meninggalkan perempuan tersebut sebagai tertuduh.

Dalam narasi ini kita mendapatkan dua pelajaran penting. Pertama, semua manusia berdosa, tidak terkecuali bangsa Yahudi yang menganggap diri sebagai umat pilihan Allah. Kedua, Yesus sama sekali tidak berdosa. Ia tidak meremehkan dosa perempuan itu, melainkan Ia memberikan kesempatan kedua kepada perempuan itu. Yesus yang tanpa dosa menampakkan diri sebagai orang yang penuh rahmat dan anugerah.

Renungkan: Jangan sia-siakan jika Tuhan Yesus memberikan kesempatan kedua bagi kita. Segeralah bertobat.

(0.01) (1Kor 15:35) (sh: Kebangkitan tubuh rohani (Jumat, 3 Oktober 2003))
Kebangkitan tubuh rohani

Masih ada orang yang belum memahami tentang arti kebangkitan orang mati. Persoalannya, apa substansi tubuh kebangkitan itu. Andai saja orang mati tenggelam di laut, jatuh dari pesawat terbang, atau terbakar api, bukankah tubuh mereka akan rusak, tak berbentuk bahkan terpecah-pecah? Akankah tubuh mereka dibangkitkan tidak sempurna? Mengerikan! Tetapi 'bodoh' orang yang berandai-andai demikian.

Untuk menjawab kebingungan jemaat tentang kebangkitan, Paulus menjelaskan bahwa kebangkitan orang mati yang adalah kebangkitan tubuh rohaniah dari kematian tubuh alamiah, harus dipandang dari dua sudut yang berbeda. Pertama, Paulus menjelaskan dengan perumpamaan. Kebangkitan tubuh rohaniah diibaratkan seumpama menabur biji, tetapi yang tumbuh adalah tubuh tanaman. Tubuh duniawi, tubuh sorgawi, matahari, bulan, bintang-bintang mempunyai kemuliaan masing-masing yang berbeda. Daging manusia lain dari daging binatang. Kebangkitan orang mati ditabur dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan; ditabur dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan; ditabur dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan; yang ditabur tubuh alamiah, yang dibangkitkan tubuh rohaniah (ayat 35-44). Kedua, Paulus menggunakan analogi. Tubuh alamiah analog dengan Adam pertama yang berasal dari debu tanah, bersifat jasmaniah, menjadi makhluk hidup. Tubuh rohaniah analog dengan Adam terakhir yang berasal dari sorga: bersifat rohaniah, menjadi roh yang menghidupkan. Kita telah memakai rupa dari yang alamiah, kita juga akan memakai rupa dari yang sorgawi, yaitu tubuh rohaniah (ayat 45-49).

Memahami bahwa yang akan binasa, daging dan darah tidak mendapat bagian dalam yang tidak akan binasa yaitu Kerajaan Allah (ayat 50), seyogyanya kita menjadi manusia baru di dalam Kristus Yesus.

Renungkan: Tak perlu takut karena meski tubuh alamiah akan mati, tetapi tubuh sorgawi akan dibangkitkan bersama Kristus.

(0.01) (Ibr 4:1) (sh: Syarat masuk perhentian kekal (Selasa, 25 Oktober 2005))
Syarat masuk perhentian kekal

Sejarah Israel memberitahukan ada banyak orang yang tidak boleh masuk Tanah Perjanjian. Mereka gagal karena tidak percaya kepada Allah yang telah terbukti mencurahkan kasih karunia-Nya. Kekerasan hati mereka yang terus-menerus menolak Tuhan menyebabkan mereka binasa di padang gurun.

Penulis Ibrani mengingatkan para pembacanya yang sedang dicobai imannya untuk meninggalkan Tuhan, agar mereka tetap bertahan supaya jangan akhirnya ditolak oleh Tuhan. Tanah Perjanjian bukanlah perhentian terakhir bagi umat Tuhan (ayat 8). Penulis Ibrani memakainya sebagai lambang bagi perhentian kekal bagi semua umat manusia. Menurut penulis Ibrani, yang paling penting adalah berhasil masuk dalam perhentian kekal yang disediakan Allah bagi umat-Nya setelah menjalani hidup dalam dunia ini (ayat 9-11). Menurutnya, hari ketujuh sesudah rangkaian hari Allah menciptakan dunia menekankan hal tersebut (ayat 4). Dunia yang diciptakan selama enam hari melambangkan kehidupan di dalam dunia yang sementara ini. Oleh karenanya, hidup di dunia milik Allah ini harus dilakukan dengan iman dan ketaatan kepada-Nya. Ketidaktaatan akan rencana Tuhan akan membawa umat-Nya kepada kebinasaan yang lebih mengerikan dibandingkan kegagalan masuk Tanah Perjanjian.

Firman Allah tidak saja berisi undangan yang lembut, tetapi juga bisa menjadi senjata yang mematikan (ayat 12-13). Karena itu, penulis Ibrani mendesak pembacanya untuk berespons benar terhadap undangan Injil dari Roh Allah (ayat 7). Ini berarti setiap orang, termasuk mereka yang mengaku diri Kristen perlu memeriksa adanya kesejatian respons terhadap Injil. Kita perlu menyadari bahwa menunda-nunda keputusan untuk mengikut Yesus, atau mengurangi ketaatan kepada Yesus bisa berarti menutup kesempatan untuk beroleh hidup dari Dia.

Camkan: Orang yang menegarkan hatinya untuk menolak Kristus membuktikan dirinya memang bukan orang pilihan!

(0.01) (Ibr 7:11) (sh: Keunggulan imamat Yesus (Minggu, 30 Oktober 2005))
Keunggulan imamat Yesus

Penulis Ibrani sekarang meneruskan argumentasinya bahwa imamat Melkisedek lebih tinggi daripada imamat Lewi. Secara logika, digantikannya imamat Lewi dengan imamat Melkisedek membuktikan bahwa imamat Lewi tidak sempurna (ayat 11-12).

Secara sejarah, Melkisedek ada lebih dahulu daripada suku Lewi. Berarti, Melkisedek menjadi imam yang member-kati Abraham jauh sebelum Hukum Taurat diberikan pada zaman Musa. Jadi, imamat Melkisedek tidak mengacu kepada peraturan Hukum Taurat maupun terikat kepadanya (ayat 13, Melkisedek bukan keturunan Israel; band. dengan ay. 3 mengenai keunikan silsilah Melkisedek). Sama seperti Melkisedek menjadi imam bukan berdasarkan Hukum Taurat, demikianlah pula dengan Tuhan Yesus. Menurut Taurat seorang imam harus berasal dari suku Lewi sedangkan Yesus berasal dari suku Yehuda (ayat 14). Keimaman Tuhan Yesus bukan berdasarkan peraturan yang dibuat untuk manusia melainkan berdasar kepada keilahian yang ada pada diri Yesus (ayat 16-17).

Secara teologis, Hukum Taurat tidak membawa umat Allah pada kesempurnaan pengampunan dosa (ayat 18-19). Kalau imamat Melkisedek bisa menggantikan imamat Lewi yang diatur oleh Hukum Taurat, itu berarti Hukum Taurat pun bisa diubah. Jadi, Hukum Taurat belum menyelesaikan masalah dosa secara tuntas. Oleh sebab itu, penulis Ibrani mengajak para pembacanya untuk jangan terpaku kepada Hukum Taurat, tetapi melihat ke depan kepada janji pendamaian Allah melalui Imam Besar Yesus Kristus.

Fungsi Hukum Taurat dengan imamat Lewi adalah menolong umat Israel menyadari seriusnya dosa dan mencari pertolongan sungguh-sungguh kepada Allah sendiri. Demi-kian pula kita belajar dari Perjanjian Lama untuk menyadari betapa seriusnya dosa itu sehingga mata kita tertuju kepada Tuhan Yesus, satu-satunya Juruselamat kita.

Doaku: Terimakasih Tuhan karena Perjanjian Lama menunjuk kepada Tuhan Yesus sebagai Juruselamat satu-satunya.

(0.01) (Yoh 1:1) (jerusalem)

INJIL YOHANES

PENGANTAR INJIL YOHANES DAN SURAT-SURAT YOHANES

Injil Yohanes

Kata Penutup pertama, Yoh 20:31, menyatakan termasuk jenis sastra Injil Yohanes dan begitu menempatkannya di dalam keseluruhan Perjanjian Baru. Sama seperti pewartaan yang paling tua demikianpun kitab ini tetap sebuah "Injil", artinya: pewartaan tentang Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah. Pewartaan itu berpangkal pada "tanda-tanda" yang dikerjakan Yesus dan bermaksud mengembangkan iman akan Kristus supaya orang mendapat hidup. Meskipun ciri-cirinya menyatakan bahwa disusun di zaman agak belakangan, namun injil keempat ini berdekatan dengan pemberitaan atau "kerygma" pada awal mula agama Kristen. Tata susunan dan pokok utama injil Yohanes dan pemberitaan semula itu pada pokoknya sama: Yesus ditunjuk sebagai Mesias oleh turunnya Roh Kudus sebagaimana disaksikan Yohanes Pembaptis, 1:31-34; karya dan perkataan Yesus menyatakan "kemuliaanNya", 1:35- 12:50; menyusul kisah tentang wafat, kebangkitan dan beberapa penampakan Kristus, 13:1-20:20; akhirnya pengutusan para rasul yang diberi Roh Kudus dan kekuasaan mengampuni dosa, 20:21-29. Terlebih injil ini terjamin oleh seorang saksi tak bernama ialah "murid yang dikasihi Yesus", yang ikut serta dalam drama sengsara Yesus, 13:23; 19:26, 35; bdk 18:15 dst, melihat makam yang kosong, 20:2 dst, dan Kristus yang dibangkitkan, 21:7,20-24, ia barangkali adalah seorang dari kedua murid yang paling dahulu mengikuti Yesus, 1:35 dst. Kesemuanya itu sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan Kis 1:8+, supaya kesaksiannya itu boleh disebut "rasuli".

Namun demikian karya Yohanes mempunyai beberapa ciri yang merupakan kekhasannya dan jelas membedakannya dengan ketiga injil sinoptik. Rupanya pengarang injil keempat terpengaruh sekali oleh sebuah alam pikiran yang tersebar luas di beberapa kalangan Yahudi dan pengungkapannya baru-baru ini ditemukan dalam naskah-naskah yang berasal dari sekelompok kaum Eseni di zaman itu yang berdiam di Qumran. Dalam naskah-naskah itu diberi perhatian khusus kepada "pengetahuan", dan perbendaharaan-katanya berdekatan dengan perbendaharaan-kata yang lazim dalam aliran dan alam pikiran yang disebut "gnosis"; terdapat di dalamnya semacam perseduaan (dualisme) yang terungkap dalam pertentangan-pertentangan seperti: cahaya-kegelapan, kebenaran-kebohongan, malaikat cahaya-malaikat kegelapan (Beliar namanya); khususnya di Qumran ditekankanlah mistik persatuan dan perlunya kasih persaudaraan sementara orang melayangkan pandangan ke akhir zaman. Segala pokok tersebut ditemukan kembali dalam injil Yohanes dan merupakan milik khas lingkungan Yahudi-kristen, yang kiranya menghasilkan injil itu.

Masih ada hal lain lagi. Lebih dari injil-injil sinoptik, injil keempat ingin menonjolkan manakah makna kehidupan, perbuatan dan perkataan Yesus. Kejadian- kejadian kehidupan Yesus merupakan "tanda"; maknanya tidak segera jelas sehingga baru dipahami setelah Kristus dimuliakan, 2:22; 12:16; 13:7. Banyak perkataan Yesus mengandung makna rohani yang baru kemudian dipahami, bdk 2:19+. Roh Kudus yang berkata atas nama Yesus yang dibangkitkan bertugas memimpin para murid ke dalam seluruh kebenaran dengan mengingatkan dan mengajar mereka akan semua yang telah dikatakan Yesus kepada mereka, bdk 14:26+. Itulah tahap perwahyuan yang tercermin dalam injil Yohanes. Di lain pihak injil keempat lebih banyak terpengaruh oleh ibadat dan sakramen-sakramen Kristen dari pada injil-injil sinoptik. Kehidupan Yesus sendiri diberi kerangka ibadat Yahudi; dalam hubungan dengan hari-hari raya utama dan kerap kali dalam bait Allah Yesus mengerjakan mujizat-mujizat dan menyampaikan wejangan-wejangan yang paling penting; selanjutnya Yesuspun mengajar bahwa Ia sendiri menjadi pusat suatu agama dan ibadat baru "dalam roh dan kebenaran", 4:24; agama dan ibadat baru itu mengungkapkan dan mewujudkan dirinya melalui sakramen-sakramen. Pembicaraan Yesus dengan Nikodemus mengandung segala unsur yang cocok dengan sebuah pengajaran yang menyiapkan atau menyertai baptisan, 3:1-21; dan gagasan bahwa baptisan berupa sebuah penerangan, 9:1-39, atau kebangkitan, 5:1-14; 7:21-24, rupanya memberi latar belakang kepada cerita tentang penyembuhan orang yang lahir buta dan orang lumpuh. Sebuah ringkasan lengkap dari pengajaran mengenai Ekaristi tercantum dalam bab 6. Misteri Paskah Kristen yang mengganti Paskah lama meresap ke dalam seluruh injil itu, 1:29, 36; 2:13; 6:4; 19:36. Upacara pembasuhan Yahudi yang lazim pada perayaan Paskah, 2:6; 3:25, diganti dengan pembersihan jiwa oleh firman, 15:3, dan Roh, 20:22 dst. Dengan demikian maka kehidupan Yesus dihubungkan dengan misteri Kristen yang dihayati dalam ibadat dan sakramen-sakramen jemaat.

Jelaslah injil keempat merupakan karya yang majemuk : berdekatan dengan bentuk pewartaan Kristen yang paling dahulu, tetapi juga menjadi penyelesaian suatu usaha yang dipimpin oleh Roh Kudus untuk mencari pemahaman lebih mendalam dan lebih jernih tentang misteri Yesus.

Setiap penginjil mempunyai suatu pandangan utama mengenai Yesus serta karyaNya. Menurut pandangan Yohanes, maka Yesus adalah Firman yang telah menjadi daging untuk menyampaikan hidup kepada manusia, 1:14. Maka rahasia penjelmaan menguasai seluruh pemikiran Yohanes. Teologi tentang penjelmaan itu terungkap dengan menggunakan gagasan "pengutusan" dan "kesaksian". Yesus ialah Firman yang diutus oleh Bapa ke dunia, lalu setelah karyaNya selesai kembali kepada Allah, bdk 1:1+. Tugas itu tidak lain kecuali memaklumkan kepada manusia misteri-misteri ilahi. Yesus menjadi saksi tentang apa yang dilihat dan didengarNya pada Bapa, bdk 3:11+. Untuk mengesahkan pengutusanNya maka Allah memberi Yesus kekuasaan mengerjakan sejumlah karya ialah "tanda-tanda" yang memang melampaui apa yang mungkin bagi manusia. Maka terbuktilah Yesus benar-benar diutus oleh Allah yang berkarya dalam diri Yesus, bdk 2:11+. Tanda-tanda itu menjadi pernyataan terselubung dari kemuliaan Yesus yang penyingkapan lengkapnya dinantikan pada hari kebangkitan, bdk 1:14+. Sebab sesuai dengan nubuat Yes 52:13 (LXX), Anak Manusia harus "ditinggikan", dan melalui salib kembali kepada Bapa, bdk 12:32+. Lalu ia menemukan kembali kemuliaan yang ada pada Allah "sebelum dunia ada", 17:5+, 24. Kemuliaan itu sudah dinyatakan kepada para nabi dahulu, bdk 5:39, 46; 12:41; 19:37 serta catatan-catatannya. Penyingkapan kemuliaan itu berupa penampakan Allah yang menyempurnakan dan menggenapkan semua penampakan Allah dahulu, penampakanNya dalam penciptaan, 1:1, penampakanNya kepada Abraham, 8:56, Yakub 1:51, Musa 1:17, para nabi. Kemuliaan "Hari Yahwe", bdk, bdk Ams 5:18+, menjadi lengkap pada Hari Yesus, 8:56, khususnya pada "SaatNya", 2:4+, saat "peninggian" dan "pemuliaanNya"; pada saat itu tersingkaplah keluhuran transenden yang menjadi milik "utusan", bdk 8:24+; 10:30+, yang datang ke dunia untuk membawa hidup, bdk 3:35+, kepada mereka yang dengan kepercayaan menyambut kabar keselamatan yang disampaikan olehNya, bdk 3:11+. Dan justru oleh karena seluruh "pengutusan" Anak itu terarah kepada suatu karya keselamatan maka pengutusan itu menjadi penyingkapan kasih Bapa terhadap dunia, yang terakhir dan paling lengkap, bdk 17:6+.

Dalam injil-injil Sinoptik penyingkapan kemuliaan Kristus terutama dihubungkan dengan kembaliNya pada akhir zaman, bdk Mat 16:27 dst. Memanglah dalam injil Yohanespun unsur-unsur utama dari eskatologia tradisionil ditemukan juga: orang menantikan "hari terakhir" 6:39 dst; 11:24; 12:48, hari "kedatangan" Yesus, 14:3; 21:22 dst, dan kebangkitan orang-orang mati, 5, 28 dst; 11:24, serta penghakiman terakhir 5:29, 45; 3:36. Namun demikian mudah saja orang melihat dalam injil keempat suatu tendensi rangkap dua, yakni: mengaktualisasikan dan menginteriorisasikan eskatologia tradisionil. Kedatangan Yesus ke dunia melalui penjelmaan, peninggiannNya di salib dan kembaliNya melalui Roh Kudus dianggap sebagai "kedatangan" Anak Manusia; penghakiman sekarang sudah terjadi di dalam hati orang, hidup kekal (yang dalam injil Yohanes mengganti istilah "Kerajaan" yang digemari para Sinoptisi) sekarang sudah dimiliki oleh karena iman. Maka drama yang dipentaskan di Palestina menjadi inti drama eskatologis. Memang di belakang orang-orang Yahudi yang menolak Yesus itu tampillah sebuah kenyataan yang lebih luas, yakni "dunia", bdk 1:9-10+, atau "kegelapan" bdk 8:12+, yang dikuasai oleh Iblis, "penguasa dunia", bdk 1Yoh 2:13 dst, yang melawan Allah serta MesiasNya. Setiap orang terlibat dalam drama rohani itu: di hadapan Firman yang menjadi daging terlaksanalah "penghakiman dunia", 12:31-32, pengutukan dan kekalahannya, 16:7-11, 33. Kalau Kristus dengan rela menyerahkan nyawaNya, bdk 10:18+, dan kalau "ditinggikan" di kayu salib, maka maksudnya ialah memperoleh kemuliaanNya, bdk 12:32+, yang sejak itu menjadi nyata di hadapan sekalian orang untuk mendatangkan malu kepada dunia yang tidak percaya serta secara definitip mengalahkan Iblis. Kemenangan Allah atas yang jahat dan keselamatan dunia terwujud melalui kebangkitan yang mulia, sehingga kembaliNya Kristus di akhir zaman hanya merupakan penggenapannya.

Agak sukar juga menemukan bagan yang dituruti Yohanes dalam membentangkan misteri Kristus. Terlebih dulu perlu dicatat bahwa urutan peristiwa-peristiwa dalam injil keempat menimbulkan beberapa kesulitan: urutan bab 4, 5, 6, 7:1-24 sukar dimengerti; tidak tepat juga bahwa bab 15-17 menyusul 14:31, tepat Yesus sudah berangkat; kepingan-kepingan seperti 3:31-36 dan 12:44-50 ternyata kurang sesuai dengan konteksnya. Mungkin kekacauan itu disebabkan oleh cara Injil Yohanes digubah dan diterbitkan. Kiranya injil itu merupakan hasil perkembangan yang lambat laun sehingga di dalamnya terdapat unsur-unsur yang berasal dari masa yang berlain-lainan, penyaduran dan tambahan serta penyusunan ajaran yang sama namun dengan cara yang berbeda-beda, sedangkan keseluruhannya akhirnya diterbitkan bukanlah oleh Yohanes sendiri melainkan oleh murid-muridnya setelah Yohanes meninggal dunia, 21:24. Dengan demikian maka murid-murid itu memasukkan ke dalam kerangka injil yang asli berbagai kepingan yang berasal dari Yohanes dan yang oleh para muridnya tidak dibiarkan hilang sama sekali. Tempat kepingan- kepingan itu dalam keseluruhan belum juga ditentukan dengan saksama.

Para ahli sudah mengemukakan beberapa pembagian injil Yohanes. Semua memang mengandung sedikit kebenaran, tetapi sering kali berat sebelah, oleh karena terlalu mau mensistematisasikan injil keempat. Paling baik kiranya orang membiarkan dirinya dibimbing oleh petunjuk-petunjuk jelas yang ditemukan dalam injil sendiri. Di satu pihak jelas, bahwa injil mau menonjolkan hari-hari raya ibadat Yahudi, yang menjadi pedoman kisahnya: tiga kali ada hari raya Paskah, 2:13; 6:4; 11:55, ada sebuah perayaan yang tidak disebut namanya, 5:1, dan sekali ada perayaan Pondok Daun, 7:2, dan hari raya Pentahbisan Bait Allah, 10:22. Di lain pihak pengarang beberapa kali dengan saksama mencatat urutan hari-hari untuk membagikan riwayat hidup Yesus menjadi berkala-kala. Misalnya: minggu pertama karya Yesus di depan umum, 1:19-2:11, pekan perayaan Pondok-Daun, 7:2, 14, 37, pekan sengsara Yesus 12:1, 12; 19:31, 42, yang ditempatkan antara lambang penguburan Yesus, 12:7, dan penguburan yang sesungguhnya, 19:38 dst. Begitu pula perlu diperhatikan disebutkannya perayaan Paskah yang pertama, 4:45, yang jelas menutup bagian-bagian yang mulai dengan 2:13 -25, tempat dikatakan bahwa hari raya Paskah itu sudah dekat. Dengan mempertimbangkan kedua gejala tersebut (catatan mengenai urutan hari-hari dan hari-hari raya Yahudi) maka injil keempat dapat dibagi sebagai berikut:

Prakata, 1:1-18: "Pada mulanya............"

I Karya Yesus :

1. Tata penyelamatan baru diberitakan, 1:19-4:54: Pekan pembukaan
kejadian-kejadian yang berkisar pada Perayaan Paskah yang pertama.
2. Perayaan kedua, pada suatu hari Sabat, di Yerusalem: perlawanan pertama
terhadap pernyataan, 5:1-47.
3. Di Galilea, Paskah yang kedua: perlawanan baru terhadap pernyataan,
6:1-71.
4. Perayaan Pondok-Daun: pernyataan besar tentang Mesias, yang ditolak
mentah-mentah 7:1-10:21.
5. Hari Raya Pentahbisan Bait Allah: keputusan membunuh Yesus, 10:22-
11:54.
6. Akhir karya Yesus dan persiapan untuk Paskah yang terakhir, 11:55-12:50
II Saat Yesus: Paskah Anak Domba Allah (13:1-20:31):
1. Perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridNya, 13:1-17:26
2. Penderitaan, 18-19
3. Cerita-cerita mengenai kebangkitan dan kebahagiaan mereka yang percaya. 20:1-29
4. Penutup injil yang pertama, 20:30-31.
III Kata penutup 21:1-25: Hidup Gereja diberitakan dan kedatangan kembali Yesus diharapkan.

Ada sebuah gagasan yang dapat ditarik dari pembagian tersebut ialah: Yesus mengakhiri lembaga-lembaga keagamaan Yahudi dengan menggenapinya.

Adakah injil keempat berupa sebuah sumber tersendiri dan asli yang menyampaikan informasi khas, di samping ketiga injil sinoptik? Kalau benar demikian, manakah nilai historis injil Yohanes? Sehubungan dengan pertanyaan pertama yang dirumuskan di muka, dengan hati-hati dapat diajukan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

Dalam Injil Yohanes ditemukan banyak petunjuk yang memberi kesan bahwa Yohanes mengenal tradisi yang tercantum dalam ketiga injil lain. Khususnya perlu diperhatikan bahwa injil keempat meninggalkan beberapa hal penting yang tercantum dalam injil sinoptik. Ini hanya dapat dimengerti, kalau Yohanes mengandaikan bahwa sidang pembaca sudah tahu akan hal-hal itu ; di lain pihak ada kalanya Yohanes ternyata mau memperincikan dan melengkapi tradisi para sinoptisi. Namun demikian penyelidikan-penyelidikan modern semakin menonjolkan ciri asli tradisi Yohanes yang tidak tergantung pada tradisi sinoptik. Bahkan dalam menceritakan kejadian-kejadian yang sama Yohanes nampak begitu asli, sehingga tak mungkin ia bergantung pada sinoptisi. Pengarang injil keempat mengenal kejadian-kejadian itu melalui jalan lain dari jalan-jalan injil sinoptik. Ia pantas dianggap sebagai sumber tersendiri, saksi asli dari tradisi purba. Memanglah hubungan antara injil Yohanes dan Injil Lukas jauh lebih erat dan boleh jadi Lukas dalam menggubah injilnya mengenal dan menggunakan paling sedikit tradisi-tradisi Yohanes (teristimewanya dalam kisah sengsara dan kisah kebangkitan) yang sudah lama ada, meskipun kiranya tidak mengenal injil keempat seperti sekarang ada. sebaliknya juga mungkin bahwa penggubahan injil Yohanes yang terakhir terpengaruh oleh injil karangan Lukas.

Semakin mengakui bahwa injil keempat tidak tergantung, semakin para ahli mengakui pula nilai historisnya. Sehubungan dengan urutan peristiwa-peristiwa riwayat hidup Yesus, Yohanes kerap kali memerincikan lebih jauh apa yang dikisahkan para sinoptisi: misalnya lamanya karya Yesus dan urutan peristiwa dalam kisah sengsara dalam injil Yohanes nampaknya lebih tepat dari pada apa yang diceritakan injil-injil lain. Sehubungan dengan penyucian Bait Allah injil keempat memuat keterangan mengenai waktunya yang paling tepat di antara semua injil, 2:20, dan yang bersesuaian dengan keterangan yang tercantum dalam Luk 3:1. Demikianpun mengenai keterangan-keterangan mengenai tempat peristiwa- peristiwa terjadi dalam injil keempat lebih terperinci dari pada keterangan- keterangan yang disampaikan oleh injil-injil lain. Penggalian-penggalian modern di Palestina sudah beberapa kali membenarkan keterangan injil Yohanes (bdk kolam yang ada lima serambinya, 5:2). Seluruh injil berisikan petunjuk-petunjuk kongkrit yang terperinci, sehingga jelaslah si pengarang tahu baik-baik akan adat istiadat keagamaan Yahudi, mentalita para rabi, akan caranya para ahli Taurat menafsirkan menterapkan hukum Taurat. Akhirnya diri pribadi Yesus tetap seorang manusia sejati dengan kerendahan hati dan kesederhanaan yang mengharukan, bahkan dalam adegan-adegan yang paling "mulia" di mana Yesus yang dibangkitkan menampakkan diri kepada murid-muridNya. Dan demikian halnya, meskipun pengarang injil keempat memang menonjolkan transendensi Yesus. Selanjutnya karya Yohanes ini sama sekali tidak dapat dipahami, kalau orang menyangkal bahwa Yohanes yakin tentang kenyataan historis kejadian-kejadian yang diceritakannya.

Tetapi orang jangan keliru. Pengertian tentang "sejarah" yang diandaikan injil keempat tentunya sangat berbeda dengan pengertian seorang sejarawan modern. Apa yang paling penting bagi si penginjil ialah: menonjolkan makna sebuah sejarah yang baik ilahi maupun manusiawi; memang sebuah sejarah, tetapi juga sebuah teologi; berlangsung dalam waktu, tetapi berurat-berakar dalam kekekalan. Pengarang injil keempat dengan teliti mau menceritakan dan menyampaikan kepada kepercayaan manusia peristiwa rohani yang terjadi di dunia oleh karena kedatangan Yesus Kristus, ialah penjelmaan Firman demi keselamatan manusia. Karena itulah maka penginjil memilih dan khususnya menonjolkan kejadian-kejadian yang menurut pendapatnya dapat mengandung suatu nilai simbolis; dengan jalan itu pengarang memberi kejadian-kejadian itu suatu kedalaman dan gema baru. Maka mujizat-mujizat yang diceritakan berupa "tanda", yang menyingkapkan kemuliaan Kristus dan melambangkan karunia yang diberikanNya kepada dunia (pembasuhan yang baru, roti hidup, terang, hidup). Pengarang injil sungguh mempunyai bakat untuk menangkap makna rohani yang terkandung dalam kejadian-kejadian dan untuk menemukan di dalamnya rahasia-rahasia ilahi, juga dalam peristiwa-peristiwa yang bukan mujizat (bdk 2:19-21; 9:7; 11:51 dst; 13:30; 19:31-37, dan catatan- catatannya). Pada kejadian-kejadian nyata dan historis ia melihat sebuah dimensi rohani; Yesus ialah terang, yang datang ke dunia; perjuangan Yesus tidak lain kecuali perjuangan terang melawan kegelapan; kematian Yesus ialah penghakiman dunia; seluruh kehidupanNya tidak lain merupakan pemenuhan lambang-lambang Mesias yang terungkap dalam Perjanjian Lama: Dialah Anak Domba Allah. 1:29, Bait Allah yang baru, 2:21, ular penyelamat yang ditinggikan di padang gurun, 3:14, roti hidup yang mengganti Manna, 6:35, Gembala yang baik, 10:11, pokok anggur yang benar, 15:1, dll. Gambaran Yesus yang baik ilahi maupun manusiawi itu memberikan kepada tokoh historis itu segenap dimensinya sebagai Penyelamat dunia. Jadi sehubungan dengan Yohanes tidak bolehlah "simbolis" diperlawankan dengan "historis"; simbolismenya ialah simbolisme kejadian-kejadian sendiri; simbolisme itu berpancar pada sejarah, berurat-berakar di dalamnya serta mengungkapkan makna sejarah itu. Bagi saksi unggul Firman yang menjadi itu simbolisme itu tidak ada artinya, kecuali dengan pra-syaratnya dalam sejarah.

Soal terakhir yang perlu dikupas ialah: siapakah pengarang injil yang begitu berisi dan majemuk itu? Hampir seluruh tradisi Gereja bersehati menjawab: Rasul Yohanes bin Zebedeus. Sudah dalam pertengahan pertama abad II injil keempat dikenal dan dipergunakan oleh beberapa pujangga: Ignatius dari Antiokhia, pengarang "Ode Salomo", Papias, Yustinus; barangkali Klemens dari Roma sudah mengenal dan menggunakan Yohanes. Maka terbuktilah bahwa injil itu sudah mempunyai wibawa rasuli. Saksi pertama yang menyatakan hal itu dengan terang ialah Ireneus di sekitar th. 180. Katanya: "Selanjutnya Yohanes murid Tuhan ialah murid yang bersandar dekat kepadaNya, juga menerbitkan sebuah injil selama tinggal di Efesus". Hampir pada masa yang sama Klemens dari Aleksandria, Tertulianus, Kanon Muratorius dengan jelas menyatakan bahwa injil keempat dikarang oleh rasul Yohanes. Kalau pada peralihan dari abad II ke abad III ada sementara orang yang berpendapat lain, maka mereka mau menentang pengikut- pengikut Montanus yang menyalah-gunakan injil Yohanes untuk mendukung ajaran sendiri. Hanya pendapat lain itu tidak seberapa artinya dan oleh karena berdasarkan pertimbangan teologis tidaklah berakar dalam tradisi.

Dalam injil sendiri tidak terdapat sesuatu yang berlawanan dengan tradisi itu. Sudah dikatakan di muka, bahwa injil itu memperkenalkan diri sebagai kesaksian seorang murid yang dikasihi Tuhan, seorang yang dengan mata kepala sendiri menyaksikan kejadian-kejadian yang dikisahkannya. Bahasa serta gaya bahasanya menyatakan bahwa injil itu berasal dari lingkungan ke-Yahudia-an; ia baik-baik mengenal adat-istiadat Yahudi dan juga keadaan setempat di Palestina di zaman Kristus. Nampaknya ia bersahabat dengan Petrus, 13:23 dst; 18:15; 20:3-10; 21:20-23. Dan Lukas memberitahukan bahwa memanglah demikian halnya dengan Yohanes, Luk 22:8; Kis 3:1-4, 11; 4:13, 19; 8:14. Akhirnya, bagaimana dapat dijelaskan kenyataan bahwa injil keempat sama sekali mendiamkan kedua anak Zebedeus? Keterangan yang paling tepat ialah: seorang di antaranya menuliskan injil itu. "Murid yang dikasihi Yesus... dialah yang menuliskan semuanya", 21:24 ialah murid yang bersama dengan Petrus dan Yakobus diutamakan oleh Yesus, Mrk 5:37; 9:2; 13:3; 14:33. Ada sementara orang yang berkata bahwa tak mungkin rasul Yohanes menulis injil keempat. Sebab ada berita bahwa rasul Yohanes mati sahid lama sebelumnya. Jadi mustahillah ia menulis injil yang dikatakan karangannya. Dan benar juga, ada sebuah tradisi yang mengatakan bahwa Yohanes mati sahid. Hanya adakah tradisi itu lebih berwibawa dari pada tradisi lain yang menyatkaan bahwa Yohanes hidup di kota Efesus sampai usia lanjut? Dan kalau ada tradisi yang berkata tentang Yohanes sebagai martir, namun ia tidak berkata apa-apa tentang kapan itu terjadi. Dari lain pihak sebagaimana sudah dikatakan di atas, tradisi-tradisi Yohanes pasti sudah terbentuk di masa lalu, kalaupun injil baru digubah dan diterbitkan jauh kemudian dari itu dan kiranya oleh murid-murid Yohanes. Dari sebab itu tetap mungkin bahwa injil keempat benar-benar berasal dari Yohanes, juga seandainya rasul itu sendiri mengalami kemartiran.

Surat-surat Yohanes

Di samping injil masih ada tiga surat yang oleh tradisi diperkenalkan sebagia surat-surat Yohanes. Memanglah ditinjau dari segi sastra dan ajaran karangan- karangan itu sangat berdekatan dengan injil keempat, sehingga sukar memisahkannya dari injil serta pengarangnya, ialah rasul Yohanes. Surat kedua dan ketiga tentu menimbulkan kebimbangan dan keraguan, sebagaimana sudah ternyata dalam karya Origenes, Eussebius dari Kaisarea dan Hieronimus; lama sekali kedua surat itu hanya diterima oleh jemaat di Antiokhia dan jemaat-jemaat lain di Siria sebagai Kitab Suci. Tetapi karena cirinya sebagai surat-surat kecil saja yang tidak penting sama sekali untuk ajaran Kristen, maka tidak dapat dipahami bagaimana surat-surat itu akhirnya berhasil diterima, kalau bukan benar-benar karangan Yohanes.

Surat ketiga kiranya surat yang ditulis paling dahulu. Maksud surat itu ialah membereskan suatu pertikaian mengenai kewibawaan yang timbul dalam salah satu jemaat yang termasuk wewenang rasul Yohanes. Surat kedua berupa sebuah peringatan tertuju kepada jemaat lain, supaya hati-hati terhadap propaganda yang dilancarkan oleh sementara pengajar sesat yang menyangkal penjelmaan Kristus yang sesungguhnya. Adapun surat pertama adalah jauh lebih penting. Nampak sebagai macam surat edaran yang tertuju kepada jemaat-jemaat di Asia kecil yang terancam perpecahan akibat bidaah-bidaah pertama. Dalam surat itu Yohanes menyarikan unsur-unsur hakiki pengalaman keagamaan. Dengan bertitik-tolak beberapa pokok sejalan yang susul menyusul (terang, 1:5 dst, "pembenaran", 2:29 dst, kasih, 4:7-8 dst, kebenaran, 5:6 dst) ia mau memperlihatkan hubungan erat yang tidak dapat tidak terjalan antara kita sebagai anak Allah dan akhlak benar, yang tidak lain kecuali kesetiaan rangkap dua pada iman akan Kristus. Anak Allah, dan pada kasih persaudaraan (bdk catatan-catatan pada 1:3, 7). Karena gaya bahasa dan ajarannya maka surat inilah yang paling dekat dengan injil. Maka surat pertama itu dikarang pada masa yang sama, tetapi tidak lagi dapat dipastikan apakah surat mendahului injil atau sebaliknya.

(0.01) (Mzm 59:1) (sh: Allahku, tempat pelarianku pada waktu kesesakan (Jumat, 5 Oktober 2001))
Allahku, tempat pelarianku pada waktu kesesakan

Kita lebih sering mengenal pelarian dalam konotasi negatif, misalnya pelarian politik, pelarian cinta, pelarian arisan, pelarian perjanjian. Tetapi mungkin satu-satunya pelarian yang bermakna positif adalah seperti yang dilakukan oleh Daud. Ia tidak seharusnya dikejar-kejar oleh pasukan pilihan Saul yang memburu dirinya seolah si otak mafia berkaliber dunia.

Dalam seruannya kepada Allah terlihat bahwa tingkah laku musuhnya semakin berbahaya (ayat 2-4). Saul mengirim tim federasi pembunuh untuk mengincar nyawa menantunya sendiri (ayat 1Sam. 19:1; 9-18). Dalam kondisi yang terpuruk ini Daud memohon pembelaan Allah dengan menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah, sebab hanya Tuhanlah Hakim yang adil dan benar (ayat 5-6).

Walaupun pemazmur sedang diawasi dengan ketat, namun matanya tidak kalah cermat. Bahkan ia sempat menguraikan atmosfer yang melingkupi dirinya dengan teliti kepada Allah. Ia menggambarkan musuh-musuhnya seperti gerombolan anjing yang melolong mengelilingi kota (ayat 7-8). Bertolakbelakang dengan keyakinan musuhnya, pemazmur yakin bahwa ia sudah diselamatkan oleh Allah (ayat 9-11). Lukisan tentang musuhnya dilanjutkan setelah ia menyisipkan pujian kepada Allah. Dalam pandangannya, dosa kekejian terbesar seterunya adalah bahwa mulut mereka tidak pernah kenyang dengan sumpah serapah. Mereka tiada henti-hentinya mengaum (ayat 12-16). Di akhir mazmurnya Daud mengkonfirmasikan kepercayaannya kepada Allah. Bahkan di dalam pelariannya, ia mau menyanyikan kekuatan-Nya, bersorak-sorai karena kasih setia Tuhan (ayat 17- 18).

Bila kita mengkaji ulang sikap pemazmur di dalam kesesakan, kita sungguh terhibur karena sebagai Kristen kita diperkenankan untuk berseru kepada Allah. Sekalipun Allah mengendalikan para penganiaya, Dia mungkin menyerahkan kita untuk diuji oleh lawan yang jahat. Oleh karena itu kita harus berseru kepada Allah sepanjang hidup kita.

Renungkan: Doa adalah senjata yang paling ampuh untuk menghadapi tantangan hidup yang seringkali menyesakkan kita dalam ketidakmengertian. Tiada kekuatan lain yang mampu memberikan kepada kita ketenangan, kecuali permohonan di dalam doa kepada Allah. Proses menggumuli kuasa doa inilah yang memberikan ketenangan sejati.



TIP #30: Klik ikon pada popup untuk memperkecil ukuran huruf, ikon pada popup untuk memperbesar ukuran huruf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.12 detik
dipersembahkan oleh YLSA