Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 181 - 200 dari 265 ayat untuk adanya (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.18) (Yes 45:14) (sh: Hasil karya Allah (Kamis, 4 Agustus 2005))
Hasil karya Allah

Seperti halnya rencana dan cara Allah itu mengejutkan, demikian pula dengan hasil karya-Nya. Allah tidak saja membebaskan Israel, Ia juga membuat bangsa-bangsa adidaya dalam perspektif zaman itu berubah sikap. Mesir, Etiopia, dan Syeba akan mengakui keunggulan Israel yang memiliki Allah sejati (ayat 14). Ketika Allah bertindak, semua penyembah dan penganjur berhala akan dipermalukan (ayat 15, 16). Allah tidak akan membiarkan kesesatan terus berlangsung. Ia sendiri akan meninggikan diri-Nya.

Tindakan Allah membuktikan kesejatian-Nya. Allah Israel adalah Allah sejati sebab Ia yang mencipta (ayat 18), yang menyatakan diri (ayat 19), satu-satunya yang menyelamatkan (ayat 20-22), dan yang memenuhi segala kebutuhan terdalam manusia (ayat 23-25). Semua tindakan Allah ini juga menegaskan bahwa Allah benar, maksud-maksud-Nya baik, patut dipercaya dan disembah (ayat 19). Semua firman-Nya, yang bersifat perintah, larangan, atau undangan benar adanya dan pasti terjadi (ayat 19b, 23). Semua hal mengenai Allah ini membuat nyata kebohongan berhala.

Keselamatan yang Allah karuniakan kepada Israel menjadi gambaran keselamatan kekal yang akan Allah kerjakan bagi seisi dunia. Seperti halnya penyelamatan Israel membuat bangsa-bangsa penyembah berhala menyadari kebenaran Allah, keselamatan yang akan Allah genapi dalam era Perjanjian Baru pun akan berdampak sama (ayat 20-21). Allah mengundang semua orang, segala bangsa yang hidup dalam kegelapan untuk datang dan membuka diri kepada-Nya (ayat 20a, 21a, 22a). Hanya dengan pertobatan, dampak kegelapan akibat memercayai yang palsu dapat dipatahkan. Dengan bertobat, seseorang menyambut uluran tangan penyelamatan Allah. Di dalam Dia, kebutuhan terdalam manusia akhirnya akan terpenuhi (ayat 24a). Kini menjadi tugas kita untuk menghayati dan menyaksikan karya Allah ini kepada sesama kita.

Responsku: ___________________________________________________________________________________________

(0.18) (Yes 46:1) (sh: Untung Allah tidak lentur sikap! (Jumat, 5 Agustus 2005))
Untung Allah tidak lentur sikap!

Kecenderungan berpaling kepada berhala mengancam umat Allah dahulu juga sekarang. Wujud berhala tidak harus patung dan dewa dewi sesembahan. Penyembahan berhala sudah terjadi ketika hati menolak tunduk kepada Allah sejati. Orang cenderung memberhalakan apa saja sebab berhala dapat dicocokkan sesuai selera, sedangkan Allah tidak. Allah tidak lentur, tetapi teguh setia pada diri-Nya dan bukan pada selera serta keinginan manusia. Ia kudus dan benar adanya, berbeda tajam dari berhala yang justru menyuburkan praktik-praktik tidak bermoral. Allah berdaulat dan berkuasa, sedangkan berhala tidak berdaya.

Firman Allah ini membongkar kebodohan dan kejahatan dosa penyembahan berhala. Bel dan Nebo ternyata patung-patung yang tidak berdaya. Berhala-berhala itu bukan menjadi penolong melainkan beban (ayat 1-2). Betapa bodoh menyembah berhala! Bagi umat Israel yang dikasihi Allah dan yang mengalami kesetiaan serta keperkasaan-Nya, tindakan menyembah berhala bukan saja kebodohan melainkan suatu kejahatan (ayat 3-4)! Allah tidak layak dibandingkan dengan dewa dewi dan berhala apa pun (ayat 5-7).

Untunglah Allah teguh setia kepada diri-Nya, tidak lentur seperti berhala yang memenuhi keinginan dosa manusia. Allah tidak berubah dalam sifat-sifat-Nya, juga tidak berubah dalam komitmen-Nya kepada umat pilihan-Nya (ayat 10-11). Karena itu, Ia yang setia kepada perjanjian kekal-Nya itu bertindak menyelamatkan umat-Nya. Keselamatan bukan kompromi Allah dengan kedurhakaan manusia. Keselamatan adalah ketegasan Allah membebaskan umat-Nya dari dosa dan kesesatan. Karena itu, Allah menuntut umat-Nya sadar dan malu lalu bertobat (ayat 8). Keselamatan berarti seseorang sepenuhnya menempatkan Dia sebagai Allah sehingga ia mengalami kebenaran dan kesejatian hidup.

Komitmenku: __________________________________________________________________________________________

(0.18) (Yer 7:1) (sh: Bukan simbol tapi kekudusan (Kamis, 7 September 2000))
Bukan simbol tapi kekudusan

Allah memerintahkan Yeremia untuk berkhotbah di pintu gerbang rumah Tuhan kepada bangsa Yehuda yang datang ke rumah itu untuk beribadah kepada-Nya. Mereka harus bertobat dari pola kehidupan yang kacau dan amburadul. Hidup mereka mempunyai 2 sisi yang tak terpisahkan. Sisi pertama adalah hidup beribadah kepada Allah dengan datang ke bait-Nya. Sisi kedua adalah hidup melakukan ketidakadilan, penindasan, penyalahgunaan kekuasaan, perzinahan, dan penyembahan berhala (3, 5-10). Pola hidup demikian didasarkan pada keyakinan bahwa bait Allah adalah lambang kehadiran Allah, dan datang ke bait-Nya memberikan jaminan bahwa Allah tetap bersama dan memelihara mereka, tidak peduli apa pun dosa-dosa yang telah mereka lakukan (10). Bangsa Yehuda bukan lagi beriman kepada Allah yang berpribadi ketika mereka menjalankan ibadahnya, namun mereka beriman kepada sistem, simbol-simbol, tradisi, maupun tata cara ibadah mereka sendiri (8-10). Bagi kelangsungan hidupnya mereka mengandalkan dan bergantung kepada sistem dan tata cara ibadah yang dibuat oleh manusia. Relasi telah diganti dengan sistem dan seremoni manusia.

Allah menentang itu semua. Bukankah Silo dimana Tabut Perjanjian Allah ditempatkan juga sudah dihancurkan dan Tabut Perjanjian Allah dirampas oleh orang Filistin? Karena bangsa Israel mengira bahwa dengan adanya Tabut Perjanjian maka hidup mereka akan tetap penuh damai sejahtera, walaupun hidup mereka telah menyimpang dari firman-Nya.

Apa arti khotbah Yeremia bagi misi dan peran Kristen di Indonesia? Hanya menjadikan bangsa Indonesia beragama Kristen saja tidak cukup. Allah menuntut kekudusan hidup bukan sekadar hidup beragama. Kekristenan tanpa kekudusan adalah sia-sia. Kekristenan yang demikian hanya akan mendatangkan penghukuman Allah. Namun kesalahan ini sering terjadi di dalam gereja Tuhan. Aktivis gereja menyangka bahwa dengan ber-PI secara gencar untuk Tuhan akan membebaskannya dari tanggung jawab moral.

Renungkan: Kristen harus memaparkan kebenaran. Namun pemaparan kebenaran tanpa kekudusan adalah penghujatan dan pelecehan kepada Allah yang Maha Kudus

(0.18) (Yer 44:15) (sh: Bahaya pragmatisme (Rabu, 16 Mei 2001))
Bahaya pragmatisme

Pragmatisme adalah sebuah pendekatan terhadap masalah hidup apa adanya dan secara praktis, bukan teoritis atau ideal, hasilnya dapat dimanfaatkan. Kaum pragmatis berpendapat bahwa yang baik adalah yang dapat dilaksanakan serta mendatangkan hal positif dan kemajuan hidup. Karena itu bagi mereka baik-buruknya perilaku dan cara hidup dinilai atas dasar praktisnya, hasilnya, dampak positifnya, manfaatnya bagi yang bersangkutan, dan dunia sekitarnya. Pendirian pragmatis dapat lahir sebagai tanggapan kecewa terhadap kenyataan hidup yang ada.

Pendekatan ini pun dianut oleh kaum Yehuda yang mengungsi ke Mesir. Apa gunanya percaya dan taat kepada Yahweh bila mereka tidak menjadi lebih baik? Percaya kepada Allah, hidup dalam kekuasaan Babel; percaya kepada ratu sorga, hidup bebas dan berkelimpahan di Mesir (18). Karena itu walaupun mereka mengakui dengan sadar bahwa berita yang disampaikan oleh Yeremia berasal dari Allah, mereka memilih untuk tetap menyembah ratu sorga karena memberikan manfaat yang langsung dapat dirasakan bagi mereka maupun komunitas Yehuda di Mesir (16-17).

Paham ini jelas menentang Allah sebagai Allah yang berkuasa dan mengontrol seluruh alam semesta. Bagi mereka ratu sorgalah yang berkuasa. Karena itulah Yeremia berusaha mengembalikan fokus mereka kepada keyakinan bahwa menyembah allah lain adalah dosa (20-23) dan bahwa Allah tidak hanya berkuasa atas kehidupan Yehuda namun juga Mesir (30). Ia juga menegaskan bahwa Allah tidak dapat mentolerir pragmatisme (26-29).

Renungkan: Karena itu waspadalah selalu, sebab kita mungkin tetap rajin ke gereja, memberikan persembahan, ataupun aktif dalam pelayanan, namun tanpa kita sadari kita sudah menjadi Kristen yang pragmatis. Mengapa demikian? Sebab kesulitan ekonomi, persaingan dalam usaha, tuntutan karier, dan kondisi sosial dan politik yang tidak stabil yang terjadi di tanah air kita, tidak selalu dapat diselesaikan dengan tetap mempertahankan ketaatan kepada firman-Nya. Seringkali justru sebaliknya, semakin mempertahankan iman kristen, kita semakin terpuruk dan ‘mandeg’ dalam karier. Oleh sebab itu kita harus senantiasa mengarahkan mata dan hati kita pada kebenaran bahwa Allah berada di balik semua kesuksesan dan kegagalan.

(0.18) (Yeh 12:1) (sh: Berlakon untuk orang buta (Jumat, 27 Juli 2001))
Berlakon untuk orang buta

Yehezkiel terus diperintahkan untuk memberitakan firman Tuhan tentang penghukuman bangsa Yehuda kepada mereka yang ada dalam pembuangan. Untuk menjalankan tugas ini, Yehezkiel harus mempunyai keuletan, kesabaran, dan tidak mengenal lelah, sebab target utama pelayanan Yehezkiel adalah orang-orang yang buta dan tuli (ayat 2). Mereka sebetulnya dapat melihat dan mendengar namun mereka menyangkali apa yang mereka lihat dan dengar. Sebagai contoh: mereka tahu bahwa raja sah mereka Yoyakhin -- ikut dalam pembuangan, sementara itu yang ada di Yehuda -- Zedekia -- bukanlah raja yang sah. Namun mereka tetap berkeyakinan bahwa dengan tetap adanya seorang raja di Yehuda berarti kemarahan Allah telah reda dan kini berpihak kepada mereka (ayat 12-14). Karena itulah mereka disebut pemberontak (ayat 3).

Tujuan utama pelayanan pemberitaan adalah mereka yang mendengar pemberitaan itu menjadi insaf. Karena itulah Yehezkiel diperintahkan untuk memberitakan firman Tuhan dengan cara melakonkannya di depan mata mereka (ayat 4-7, 17-20). Ini berfungsi untuk memancing perhatian serta memberikan kesan yang mendalam di hati dan pikiran mereka (ayat 8). Setelah itu penjelasan secara lisan diberikan dengan menekankan Allah sebagai Sutradara tunggal. Namun Yehezkiel juga diminta untuk jangan berharap terlalu banyak sebab meskipun banyak cara dan usaha sudah dilakukan ada kalanya mereka tetap bersikeras menyangkal kebenaran pemberitaan penghukuman itu dengan berbagai argumentasi yang secara logika seringkali dapat dipahami, sebagai contoh waktu penundaan (ayat 21-22, 26). Sekalipun demikian Yehezkiel tidak boleh putus asa, sebaliknya ia tetap harus memberitakan dan semakin menegaskannya sebab apa yang sudah difirmankan Allah pasti terjadi, entah kapan waktunya.

Renungkan: Situasi Yehezkiel sama dengan situasi kita masa kini. Berita penghakiman atas dunia sudah dikumandangkan dalam terang kematian dan kebangkitan Yesus. Namun itu sudah dimulai beribu-ribu tahun lalu sehingga kadang-kadang membuat kita bertanya-tanya apakah Yesus akan datang untuk menghakimi dunia. Namun Allah sebagai Sutradara tunggal akan menggenapi firman-Nya. Marilah kita saling menguatkan untuk tetap bertahan dan tekun menanti hari itu.

(0.18) (Yeh 22:17) (sh: Runtuhnya sebuah komunitas (Minggu, 9 September 2001))
Runtuhnya sebuah komunitas

Setelah Allah membeberkan tingkah laku umat-Nya seperti karat logam (ayat 18) yang layak dimasukkan ke dalam peleburan, maka kini Tuhan merujuk kepada cacat cela para pemimpinnya. Imam-imam sebagai pemimpin rohani umat itu memakai jabatan mereka untuk keuntungan pribadi serta menyerahkan diri kepada pemuasan nafsu dosa (ayat 25-27). Dari para imam, pemuka, sampai kepada nabi- nabinya tidak ada seorang pun yang berlaku benar. Sebagai akibat dari pengapuran oleh nabi-nabi, umat itu tidak lagi takut akan Allah atau hukuman-Nya, mereka justru tetap berkanjang di dalam rawa dosa (ayat 28-29).

Di zaman kita ada hamba Tuhan yang menghibur jemaat dalam dosa mereka dengan argumentasi bahwa: [1] semua orang berdosa; [2] kita hidup di dalam arus zaman yang penuh dosa, sehingga mustahil kita luput dari perbuatan dosa; [3] kita hanya manusia lemah yang tak sanggup menuruti kriteria kekudusan Allah; [4] Allah mengasihi kita sebagaimana adanya kita; [5] Allah memaklumi kedagingan kita yang lemah.

Ketidakbenaran melanda para pemimpin (ayat 25-28) dan umat-Nya (ayat 29), sehingga Allah tidak menemukan seorang pun yang akan berusaha menuntun umat-Nya kepada pertobatan. Adalah tragedi yang memilukan, apabila ada gereja yang begitu dikuasai oleh dosa, sehingga Allah tidak dapat menemukan seorang pun di dalam jemaat itu yang hidup benar.

Renungkan: Kebenaran firman-Nya hari ini mengingatkan para pemimpin agar tidak terlena dengan pandangan zaman kini bahwa dosa itu wajar, dapat dimaklumi, dan dilakukan oleh semua orang. Menganggap bahwa prinsip hidup kudus telah usang berakibat hancurnya sebuah komunitas.

Bacaan untuk Minggu ke-14 sesudah Pentakosta

Yosua 24:14-18

Efesus 5:21-33

Yohanes 6:60-69

Mazmur 34:15-22

Lagu: Kidung Jemaat 28

PA 1 Yehezkiel 18

Pembuangan yang dialami oleh bangsa Israel memang bukan akibat dosa satu generasi bangsa Israel, namun akibat dari ketidaktaatan mereka dari generasi ke generasi (ayat 2Raj. 21:15). Oleh sebab itu mereka yang mengalami pembuangan mempertanyakan keadilan Allah dengan mengutip sindiran yang sangat lazim di kalangan mereka (Yer. 31:29). Apakah benar Allah tidak adil? Apakah benar mereka tidak sepantasnya menerima hukuman ini?

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Sindiran apa yang diucapkan oleh bangsa Israel (ayat 2)? Pemahaman apa yang mereka miliki tentang pembuangan yang mereka alami sehingga mereka mengeluarkan sindiran seperti itu? Kebenaran apa yang ditekankan oleh Allah dalam meresponi sindiran mereka (ayat 3-5)?

2. Ada 3 ilustrasi yang digunakan Allah untuk memperjelas kebenaran yang ditekankan-Nya. Persamaan apa yang ada dalam masing-masing ilustrasi (ayat 5-9, 10-13, 14-18)? Inti kebenaran apa yang ingin diungkapkan oleh ketiga ilustrasi tersebut (ayat 19-20)? Mengapa Allah mampu melakukan hal itu (ayat 4)? Bagaimanakah karakter Allah diungkapkan dalam kasus ini?

3. Apakah kebenaran di atas memanifestasikan bahwa Allah adalah Allah yang senang melihat kematian orang fasik (ayat 21-23)? Jelaskan! Bagaimanakah Anda melihat penghukuman yang akan diterima oleh manusia dengan pilihan yang dapat ia buat (ayat 21-24)? Bagaimanakah pendapat Anda tentang respons bangsa Israel yang menyalahkan Allah (ayat 25-29)?

4. Apakah penghukuman yang dialami oleh bangsa Israel merupakan akhir dari kehidupan mereka (ayat 30-32)? Apa yang Anda pahami tentang Allah, berdasarkan ketegasan-Nya dalam menghukum dosa manusia dan kemurahan hati-Nya yang senantiasa mengundang umat-Nya untuk bertobat?

5. Berdasarkan kebenaran di atas tentang tanggung jawab individu, seberapa pentingkah pendidikan agama kristen dalam keluarga? Jelaskan! Apa yang dapat Anda lakukan untuk menyelenggarakan pendidikan agama kristen di keluarga, gereja, maupun masyarakat?

(0.18) (Yeh 33:1) (sh: Meragukan keraguan (Sabtu, 10 November 2001))
Meragukan keraguan

Kemampuan meragukan sesuatu bisa merupakan anugerah sekaligus kutuk. Karena ragu-ragu, kita dapat semakin dekat atau malah semakin jauh dari kebenaran.

Ketidakpercayaan Israel terhadap berita Yehezkiel merupakan suatu wujud keraguan. Mereka mencemooh Yehezkiel dan berita yang disiarkannya. Pasal 33 menunjuk pasal 24 yang berbicara tentang jatuhnya Yerusalem setelah Yehezkiel melayani enam setengah tahun (ayat 21).

Peristiwa tersebut merupakan titik balik di dalam pelayanan Yehezkiel. Ia kembali mendapatkan suaranya yang hilang setelah istrinya meninggal (ayat 24:27). Tuhan menyuruhnya berbicara lagi. Namun, sebelumnya, ia disadarkan akan panggilannya kembali sebagai "pelihat" bagi Israel (ayat 1- 9). Ini penting untuk memberikan keyakinan akan status dirinya dan kebenaran beritanya di tengah bangsa yang tegar tengkuk.

Ada 2 pesan yang ingin disampaikan oleh Tuhan melalui Yehezkiel di sini. Pertama, Tuhan telah memberikan kesempatan pemulihan kepada bangsa Israel yang berada di Yerusalem bila mereka bertobat (ayat 10-16). Namun, mereka menolak tawaran itu dan tetap berkeras hati, bahkan menyalahkan Tuhan (ayat 17-20). Mereka sombong karena menganggap bahwa mereka akan memiliki tanah Yerusalem selama-lamanya (ayat 24), padahal mereka telah melakukan kekejian yang dahsyat (ayat 25-29). Mereka tidak hanya mencemoohkan ancaman Tuhan, tetapi juga pengharapan yang Tuhan berikan. Ini membawa kita pada pesan yang kedua, yaitu suatu peralihan kesempatan. Tuhan kini memberikan hak pemulihan bukan kepada mereka yang berada di Yerusalem, tetapi kepada mereka yang berada di pembuangan. Hanya orang-orang yang pada akhirnya sungguh-sungguh kembali pada Tuhan yang akan diberikan pemulihan. Tuhan tidak menyukai orang yang menganggap remeh firman-Nya (ayat 30-33). Pertobatan sejati terjadi bukan hanya dengan kesenangan mendengar firman Allah, namun dengan adanya perubahan hidup.

Renungkan: Seorang pahlawan berani memberitakan imannya sampai orang lain meragukan keraguannya. Belajarlah untuk mengimani dan mewartakan janji Allah, meskipun situasi tidak mendukung.

(0.18) (Yeh 37:15) (sh: Kuasa anugerah Tuhan yang mempersatukan (Jumat, 16 November 2001))
Kuasa anugerah Tuhan yang mempersatukan

Racun dosa yang menyebar ke seluruh kehidupan umat Allah tidaklah berdampak tunggal. Kuasanya merembes ke dalam setiap aspek kehidupan manusia dan menghasilkan berbagai kerusakan. Kerusakan yang diakibatkan oleh pengaruh dosa bagi Israel bukan hanya berdampak pada hancurnya harapan mereka sebagai suatu bangsa (ayat 37:1-14), melainkan terlebih dahulu telah menghancurkan sendi-sendi relasi yang membangun kesatuan umat Tuhan. Kehadiran dosa di tengah-tengah Israel telah merusak hubungan mereka dengan Tuhan dan menceraikan kerajaan mereka menjadi kerajaan Utara dan Selatan.

Berita restorasi yang dikumandangkan Yehezkiel pada bagian ini mendengungkan dua janji pemulihan, yakni: [1] Janji bahwa Tuhan akan memulihkan hubungan antara Diri-Nya dengan Israel, yang diikat oleh perjanjian kekal Allah yang akan terus berlangsung selama-lamanya (ayat 21, 23-28); dan [2] Janji bahwa Israel akan kembali menjadi satu bangsa yang akan digembalakan oleh satu raja, sebagai satu umat di tangan Tuhan (ayat 17, 19, 22, 24). Di dalam kedua janji ini terkandung suatu penegasan bahwa kekuatan kuasa dosa yang menceraikan akan dikalahkan oleh kuasa Tuhan yang mempersatukan.

Penggenapan janji pemulihan dalam nubuat Yehezkiel ini belum seutuhnya dialami oleh Israel. Hingga pada tahun-tahun penulisan Perjanjian Baru, orang-orang Yahudi tetap tidak bergaul dengan orang Samaria yang merupakan keturunan campuran dari kerajaan Utara (Yoh. 4:9). Melalui berita ini, Israel ditantang untuk melihat ke depan dan menantikan kuasa pemulihan Tuhan. Para penulis Perjanjian Baru menegaskan dan mengaitkan penggenapan janji ini dengan misi kedatangan Kristus ke dalam dunia, yang mempersatukan umat manusia di dalam Diri-Nya (Ef. 2:14-18). Kita semua yang telah tercerai- berai telah dihimpun sebagai satu kawanan domba dengan satu gembala (Yoh. 10:16).

Renungkan: Pemulihan hubungan yang rusak merupakan bagian yang menyatu dengan agenda kekal Allah untuk merestorasi umat-Nya, dan seruan untuk "menjadi satu" merupakan tema penting yang menandai adanya restorasi itu.

(0.18) (Yeh 43:13) (sh: Ukuran dan pentahbisan mezbah (Senin, 26 November 2001))
Ukuran dan pentahbisan mezbah

Kemuliaan Allah telah hadir kembali di Bait Suci. Yang penting sekarang adalah bagaimana ibadah pada Allah diwujudkan. Salah satu unsur penting adalah mezbah karena mezbah merupakan tempat ibadah manusia dinyatakan dan perkenanan Allah pada manusia diungkapkan. Mezbah (ayat 13- 17) adalah tempat kasih dan pengampunan Allah dinyatakan pada manusia. Ayat 18-27 menguraikan upacara pentahbisan mezbah. Yang boleh mempersembahkan kurban bakaran kepada Allah di atas mezbah ini adalah imam-imam Lewi keturunan Zadok (ayat 19). Sebelum mezbah digunakan untuk upacara kurban bakaran, harus dilakukan dahulu upacara penyucian mezbah (ayat 18b- 20). Upacara ini dilakukan selama tujuh hari berturut-turut, dengan mengurbankan seekor lembu jantan muda, seekor kambing jantan yang tidak bercela, dan seekor domba jantan yang tidak bercela, sebagai kurban penghapus dosa. Setelah itu, mulai hari kedelapan, para imam dapat menjalankan tugasnya mempersembahkan kurban bakaran dan kurban keselamatan dari umat.

Persembahan kurban bisa memiliki fungsi penyucian dosa, yaitu memperdamaikan orang berdosa dengan Allah yang suci, sebelum ia dapat menghampiri Allah dan berkenan kepada-Nya. Fungsi berikutnya adalah untuk menyatakan syukur atas anugerah pengampunan dan atas segala berkat yang diterima orang tersebut. Ketiga, persembahan kurban adalah suatu persekutuan umat dengan Allah, persekutuan yang dimungkinkan karena adanya pengampunan dan respons ucapan syukur. Kita patut bersyukur karena Kristus sudah menggenapkan ritual Taurat ini melalui pengurbanan-Nya di kayu salib. Dia sudah menjadi kurban penghapus dosa dan kurban pendamaian. Melalui Dia juga kita menaikkan syukur, dan dipersekutukan dengan Allah Bapa.

Renungkan: (a) Mezbah melambangkan sukacita Allah menerima ibadah umat- Nya. Ia kembali ke Bait-Nya untuk bersekutu dengan manusia, (b) Allah sendiri membuka jalan dan menyediakan sarana untuk ibadah manusia yang berkenan kepada-Nya. Manusia berdosa tidak dapat menghampiri Allah dengan usahanya sendiri. Ibadah yang diperkenan Allah dimungkinkan oleh pengurbanan Kristus.

(0.18) (Mat 6:16) (sh: Rahasia Kristen (Senin, 15 Januari 2001))
Rahasia Kristen

Dalam perikop-perikop ini Matius menekankan kerahasiaan dalam melakukan kewajiban agama serta ibadah, dan hanya Allah Bapa yang ada di tempat tersembunyi yang melihat dan membalasnya. Apakah pengajaran ini tidak bertentangan dengan pengajaran sebelumnya tentang garam dan terang dunia? Bukankah telah diajarkan bahwa terang kita harus bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatan kita yang baik dan memuliakan Allah di surga?

Yesus menegaskan bahwa hakikat hubungan Kristen dengan Allah adalah hubungan yang dekat, rahasia, dan pribadi. Karena itulah setiap kewajiban yang timbul dari hubungan itu bukanlah suatu tindakan pamer. Banyak contoh di masyarakat dimana memberi bantuan dipakai sebagai sarana untuk mengejar prestise dan popularitas. Penghargaan ini penting bagi manusia karena akan menaikkan pamor mereka di mata masyarakat dan memberikan dampak positif bagi karier mereka. Kristen harus bebas dari praktik demikian, karena Kristen justru harus memberi dengan motivasi menaati Allah dan berbelaskasihan kepada sesama.

Ibadah juga bisa bertujuan pamer, seperti berpuasa (ayat 16-18). Yesus tidak mengkritik puasa yang mereka laksanakan namun Ia mengkritik mereka yang memamerkan bahwa mereka sedang berpuasa. Banyak Kristen pergi ke gereja dan aktif dalam berbagai kegiatan pelayanan hanya untuk memamerkan dan memberikan kesan bahwa dirinya adalah seorang yang taat beribadah. Namun ia sendiri tidak mempunyai persekutuan pribadi dan khusus dengan Allah. Yesus menekankan bahwa sebagai warga negara Kerajaan Allah, Kristen harus mempunyai hubungan dengan Allah secara nyata dan pribadi, bukan hubungan yang bersifat sandiwara. Apa pun yang Kristen lakukan bagi Allah, harus ditujukan kepada Allah dan bukan kepada manusia.

Renungkan: Pengajaran ini tidak bertentangan tetapi justru melengkapi ajaran tentang garam dan terang dunia, karena untuk menjadi garam dan terang dunia, berbuat baik saja belum memadai. Masih ada sikap lain yang dituntut yang tidak dilihat orang lain dan inilah yang disebut rahasia Kristen. Bagaimanakah rahasia Kristen yang ada pada diri Anda selama ini ketika Anda memberi bantuan kepada orang lain, bantuan pembangunan gereja, atau melayani sebagai majelis, pengurus, atau aktivis dalam gereja? Hanya Allah dan Anda yang tahu.

(0.18) (Mat 7:1) (sh: Jadilah saudara, bukan hakim sesamamu! (Kamis, 13 Januari 2005))
Jadilah saudara, bukan hakim sesamamu!

Tuhan Yesus tidak saja mengajar para pengikut-Nya tentang relasi dengan Allah dan sikap terhadap harta. Ia ingin para murid-Nya memiliki relasi yang benar dengan sesamanya.

Tuhan Yesus melarang kita menghakimi (ayat 1). Maksud Tuhan bukan berarti kita tidak usah memedulikan kesalahan orang lain dan membiarkan ia hidup dalam kesalahan. Ia juga tidak bermaksud bahwa Allah melarang adanya lembaga peradilan. Maksud Tuhan, kita tidak boleh menghakimi dengan menggunakan ukuran yang keras dan tidak bertujuan untuk memulihkan. Ia juga melarang kita menghakimi dengan standar ganda: ukuran yang lunak dan rendah untuk diri sendiri, ukuran yang keras dan terlalu tinggi untuk orang lain (ayat 3-4). Ayat 5 jelas menunjukkan bahwa kita perlu menggunakan kapasitas penilaian kita dengan baik, asal tidak munafik.

Tuhan Yesus juga realistis tentang keinginan baik kita dalam membangun relasi dengan sesama. Bila tadi Ia menentang orang yang terlalu membesarkan masalah orang akibat mengenakan standar terlalu berat, kini Ia menentang orang yang terlalu menganggap enteng masalah sebab menggunakan ukuran yang terlalu rendah. Tuhan keras sekali menyebut bahwa ada orang yang bagaikan anjing atau babi (ayat 6) keduanya menekankan kondisi najis dan bebal yang tidak responsif kepada-Nya.

Penggunaan standar ganda sering kita jumpai masa kini, baik dalam masyarakat luas maupun dalam kalangan gereja. Entah kita cenderung meringankan kesalahan diri sendiri dan memberatkan kesalahan orang lain, atau kita menilai orang dengan memandang kedudukannya. Keduanya tidak Tuhan perkenan atau izinkan. Tuhan Yesus ingin agar kita bertindak sebagai saudara terhadap sesama kita, bukan menjadi hakim apalagi algojo.

Responsku: Aku harus menjadikan sifat dan sikap Allah mengujud penuh dalam sikapku terhadap sesamaku.

(0.18) (Mat 7:13) (sh: Hanya dua kemungkinan (Sabtu, 15 Januari 2005))
Hanya dua kemungkinan

Ucapan Tuhan Yesus ini sangat mengejutkan, terutama untuk kebanyakan pendengar-Nya yaitu orang Yahudi. Ada semacam anggapan dasar pada mereka bahwa karena mereka keturunan Abraham, mereka pasti umat Allah, milik Allah (band. 3:9-10). Untuk sebagian kita pun mengejutkan, tetapi karena alasan yang berbeda. Karena pengaruh pola pikir modern dan pluralitas agama-agama Timur, ada anggapan bahwa banyak jalan menuju ke Tuhan. Kepercayaan dan kehidupan yang seperti apa pun, akhirnya akan membawa orang ke surga. Tuhan Yesus menentang keras anggapan sesat itu.

Hidup diumpamakan-Nya seperti memasuki gerbang (ayat 13), menjalani jalan (ayat 14), mengeluarkan buah (ayat 17), dan mengalaskan bangunan (ayat 24-27). Hanya ada dua kemungkinan perjalanan dan akhir hidup manusia dalam evaluasi ilahi. Pintu, jalan, buah, dasar yang bagaimana yang kita putuskan untuk menjadi sifat hidup kita kini, akan menentukan nasib kekal kita. Sayangnya yang banyak diminati orang adalah jalan lebar menuju kebinasaan (ayat 13). Orang lebih suka disesatkan dan menyesatkan daripada tunduk kepada kebenaran Allah. Jalan menuju ke kebinasaan memang mudah sebab tinggal mengikuti saja arus dunia yang didorong oleh dosa.

Aktif dalam kegiatan rohani, melakukan banyak pelayanan termasuk membuat mukjizat, fasih melantunkan kalimat-kalimat teologis dan pujian kepada Tuhan bukan jaminan seseorang sungguh di pihak Tuhan. Tanda satu-satunya yang menjamin bahwa kita terhisab ke dalam Kerajaan Surga adalah kita tidak dievaluasi Tuhan sebagai "pembuat kejahatan" (ayat 23). Dengan kata lain, bila hidup kita menunjukkan adanya perjuangan konsisten untuk hidup kudus dengan pertolongan anugerah-Nya, barulah kita memiliki jaminan sah keselamatan kita.

Renungkan: Keselamatan bukan hasil usaha tetapi akibat kita sungguh mengizinkan anugerah-Nya membebaskan kita dari pola hidup berdosa.

(0.18) (Mat 11:2) (sh: Siapakah Mesias itu? (Senin, 29 Januari 2001))
Siapakah Mesias itu?

Kekecewaan dan oposisi terhadap Kerajaan Allah yang diberitakan oleh Yesus melalui pelayanan-Nya semakin meningkat sebab Yesus menampilkan Diri sebagai Mesias yang berbeda dengan yang diharapkan oleh masyarakat.

Yohanes Pembaptis sendiri sebagai perintis jalan bagi Kristus sudah mulai putus asa dan meragukan Kemesiasan Yesus. Mengapa? Dalam khotbahnya, Yohanes selalu menekankan kesegeraan dari berkat dan penghakiman yang dibawa oleh Mesias (ayat 3:11- 12). Yesus memang mencurahkan berbagai berkat melalui mukjizat dan pengajaran-Nya. Namun dimanakah penghakiman-Nya atas orang-orang jahat, seperti Herodes yang memenjarakannya. Penghakiman oleh Yesus atas orang berdosa belum dilaksanakan. Yohanes melihat adanya perbedaan antara yang ia harapkan dengan pelayanan Yesus (ayat 4-5). Inilah yang membuat Yohanes ragu dan putus asa. Karena itu Yesus menantang (ayat 6) baik Yohanes maupun orang percaya setelah zamannya, untuk mengevaluasi ulang pengharapan mereka tentang Mesias, dalam terang pelayanan Yesus dan penggenapan firman Tuhan yang Ia kerjakan dan kemudian menyelaraskan pengharapan dan iman mereka kepada Dia.

Meskipun demikian, Yesus masih memuji Yohanes sebagai nabi terbesar sebab dari semua nabi yang pernah ada, khotbah Yohaneslah yang paling jelas berbicara tentang Mesias. Lalu banyak nabi berbicara tentang pelayanan Yesus. Yohanes tidak hanya mewartakan tentang kedatangan-Nya, namun juga melihat dan menunjuk secara langsung (Yoh. 1:34). Lalu mengapa Yohanes masih kalah besar dengan mereka yang terkecil dalam Kerajaan Allah (ayat 11)? Sebab setelah kebangkitan Kristus, orang percaya yang paling sederhana dapat memahami lebih jelas daripada Yohanes tentang makna kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Nya bagi manusia.

Renungkan: Pernahkah Anda kecewa kepada Yesus dan putus asa karena Anda senantiasa dirundung duka? Siapa pun Mesias bagi Anda; apa yang Anda harapkan dari Dia haruslah diterangi oleh Yesus dan pelayanan-Nya, sehingga kita tidak seperti generasi yang ditegur oleh Yesus karena ketidakpuasan mereka (ayat 16-19). Mereka tidak pernah puas karena mereka selalu menggunakan standar pengharapan mereka sendiri, pengharapan yang diwarnai dosa dan nafsu.

(0.18) (Mat 13:1) (sh: Keluar dari hati. (Minggu, 01 Maret 1998))
Keluar dari hati.

Hati adalah tempat kita mempertimbangkan pilihan, mengambil keputusan, mereka-reka kebaikan atau kejahatan. Hati adalah cerminan keberadaan diri kita secara sederhana. Dalam satu kesempatan hati adalah tempat untuk iman, tetapi dalam kesempatan lainnya hati juga dapat meniadakan Tuhan. Sedemikian pentingnya hati, sampai-sampai firman Tuhan memerintahkan kita untuk memeliharanya lebih dari harta karun.

Tak ada lagi kebaikan. Kesimpulan Daud yaitu bahwa tak ada yang berbuat baik, sungguh mengejutkan. Mustahil kalau di dunia ini sudah tidak ada lagi yang dapat berbuat baik. Bagaimana dengan orang yang bermental terpuji? Memang benar, Pemazmur tidak menyangkal adanya orang-orang yang berbudi luhur, namun ternyata perhatian Pemazmur lebih mendasar. Dua hal yang Pemazmur soroti tajam. Pertama, kebanggaan dan keinginan membangkitkan kemurtadan; Kedua, dalam hal mencari Allah, tak seorang pun memiliki dorongan tulus murni. Betapa parah dan bobroknya kondisi iman manusia dalam dosa.

Fatal akibatnya. Kemurtadan mendatangkan akibat fatal. Daud menggambarkan bahwa kejatuhan yang mengenaskan dialami oleh orang yang melakukan kejahatan. Orang yang membiarkan dirinya hidup tanpa Allah, akan mengalami kemerosotan drastis dan tragis secara mental dan spiritual. Karena itu bukan lagi hal yang luar biasa bila kini masih menyaksikan banyak orang terserang goncangan jiwa yang menghancurkan kehidupannya. Hal demikian tidak akan dialami oleh orang beriman. Kehidupan mereka dipenuhi oleh sorak-sorai dan damai sejahtera.

Renungkan: Ibadah pada hakikatnya ialah memperkokoh sikap iman kepada Allah, meneguhkan hati dan merayakan kemuliaan Allah bersama umat-Nya. Periksa kembali semangat ibadah kita, sungguhkan kita beribadah dalam sikap hati berkenan pada-Nya?

(0.18) (Mat 13:24) (sh: Mengapa kejahatan tidak berkurang? (Rabu, 2 Februari 2005))
Mengapa kejahatan tidak berkurang?

Yesus memberitakan kedatangan Kerajaan Surga. Tetapi mengapa kejahatan tidak berkurang, malah semakin merajalela? Inilah yang Yesus jelaskan melalui perumpamaan lalang dan gandum. Di sini kita menjumpai tiga pokok ajaran.

Pertama, penaburan benih baik. Ketika Anak Manusia berada di dunia, Ia menabur benih yang baik yaitu anak-anak Kerajaan Surga. Kedua, penaburan benih jahat. Musuh menabur benih jahat yakni anak-anak si jahat (ayat 38). Ketiga, benih baik dan benih jahat dibiarkan tumbuh bersama. Namun, pertumbuhan keduanya memiliki batas. Ada waktu penuaian, saat keduanya akan dipisahkan. Penuai-penuai yakni malaikat akan memisahkan gandum dan lalang pada akhir zaman. Gandum bersama Anak Manusia, sementara lalang dikumpulkan untuk dibakar dalam api (ayat 40-43).

Jelas terlihat bahwa Kerajaan Surga tidak mungkin terdiri dari dua jenis manusia yang bertolak belakang, manusia jahat dan manusia baik. Perumpamaan ini mengajarkan adanya tahapan-tahapan karya Allah dalam mewujudkan kerajaan-Nya. Tahapan-tahapan itu terkait dengan tindakan Allah dalam sejarah manusia. Pada awalnya benih kerajaan itu ditaburkan melalui hidup serta karya Yesus. Sementara benih Kerajaan Surga tumbuh, tumbuh juga benih kejahatan yang dilakukan si musuh (ayat 28). Meski demikian, pada saat penghakiman kelak keduanya akan dipisahkan. Pada saat itulah kejahatan akan dimusnahkan, dan benih kerajaan yang sudah matang akan dituai. Jadi, sampai kedatangan Yesus kelak, benih Kerajaan Surga masih harus bertahan di tengah-tengah berbagai manifestasi jahat si musuh. Gereja Tuhan yang hidup di tengah-tengah dunia berdosa, menghadapi tantangan dan godaan besar untuk kompromi bahkan kehilangan iman. Syukur kepada Tuhan saatnya akan tiba, kejahatan akan dimusnahkan.

Ingat: Hari penghakiman pasti akan tiba. Jangan frustrasi oleh fakta merajalelanya kejahatan. Bertekunlah dalam kebenaran sampai pembenaran kita dinyatakan di Hari itu.

(0.18) (Mat 17:14) (sh: Bukan besar atau kecil, tapi ada atau tidak ada (Minggu, 18 Februari 2001))
Bukan besar atau kecil, tapi ada atau tidak ada

Yesus memakai ilustrasi biji sesawi untuk menggambarkan iman, karena biji sesawi adalah biji yang paling kecil di antara biji-biji lainnya. Dapat dikatakan bahwa Yesus tidak sedang membicarakan besar atau kecilnya iman, tetapi ada atau tidak adanya iman.

Pada saat Yesus kembali ke kerumunan orang banyak, datanglah seorang bapak menemui-Nya dengan sikap menyembah. Ia memohon belas kasihan Yesus atas anaknya yang sangat menderita karena sakit ayan. Ia mengadukan bahwa murid-murid-Nya tidak dapat menyembuhkan anaknya. Yesus menegur keras semua orang: murid-murid, orang banyak, dan semua angkatan yang tidak percaya dan sesat. Kepada mereka semua, Yesus mengajukan 2 pertanyaan: (ayat 1) berapa lama lagi Ia harus tinggal di antara mereka, dan (ayat 2) berapa lama lagi Ia harus sabar terhadap mereka. Ia tidak selamanya ada bersama mereka, tetapi selama Ia ada bersama mereka, mereka dapat mendengar pengajaran-Nya, melihat perbuatan-Nya, dan mengenal-Nya, tetapi mereka tetap tidak percaya kepada Mesias sejati. Hal ini menegaskan bahwa waktu-Nya di dunia terbatas. Setelah mengajukan pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban, Ia meminta anak yang sakit itu dibawa kepada-Nya. Ia mengusir setan dan anak itu sembuh. Kemesiasan-Nya mengalahkan segala kuasa.

Kemudian murid-murid menanyakan mengapa mereka gagal mengusir setan. Hanya satu alasannya karena mereka tidak memiliki iman. Mereka mengandalkan kekuasaan manusia dan bukan kekuasaan Allah.

Renungkan: Seringkali kegagalan kita bukan saja akibat tantangan dan ancaman dari luar tetapi ketiadaan iman yang membiarkan kita mengandalkan kemampuan, potensi, dan kebiasaan kita. Masalahnya bukan besar atau kecilnya iman, tetapi ada atau tidak ada iman.

Bacaan untuk Minggu Epifania 7

Yesaya 43:18-25

II Korintus 1:18-22

Markus 2:1-12

Mazmur 41

Lagu: Kidung Jemaat 309

PA 7 Matius 16:21-28

Komitmen mengikut Kristus bukanlah pilihan yang mudah, justru penuh risiko dan pergumulan. Mengapa? Karena menjadi pengikut-Nya berarti bersedia untuk dimusuhi dunia. Seringkali Kristen salah memahami arti menjadi pengikut Kristus: bahagia dan hidup bebas hambatan, sehingga ketika badai kehidupan datang bertubi-tubi menerpa hidupnya, Kristen `protes' kepada Allah. Kristen mulai goncang, putus asa, dan kehilangan pengharapan karena tidak pernah membayangkan bahwa jalannya memang tidak mudah.

Bagaimanakah sesungguhnya menjadi pengikut Kristus seperti yang Yesus teladankan? Prinsip-prinsip apa saja yang harus kita terapkan? Kita akan mempelajarinya melalui perikop ini!

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Apa yang ingin dijelaskan Matius dengan penunjuk waktu: "Sejak waktu itu.."? Mengapa Yesus baru menyatakan penderitaan-Nya setelah murid-murid-Nya mengenal-Nya sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup (ayat 12-20)? Dari pihak siapa sajakah penderitaan itu? Apakah mereka adalah orang-orang yang mengerti arti Mesias yang dijanjikan? Mengapa justru mereka yang membuat-Nya menderita?

2. Apakah fokus pernyataan Yesus hanya penderitaan-Nya saja (ayat 21)? Jika demikian mengapa Petrus menegur Yesus (ayat 22)? Apakah yang sedang dipikirkan Petrus saat itu? Apakah hal ini bertentangan dengan rencana Allah bagi keselamatan manusia? Jelaskan! Mengapa Iblis selalu berusaha merintangi bahkan menggagalkan rencana Allah?

3. Apakah arti perkataan Yesus di ayat 24? Apakah setiap orang yang mengikut-Nya harus memiliki komitmen demikian? Bagaimana kaitannya dengan pernyataan selanjutnya (ayat 25)? Perhatikan kata `mau' (ayat 24, 25) dan jelaskan maknanya? Manakah yang merupakan pilihan dan manakah yang merupakan konsekuensi (ayat 25)? Apakah dampak pilihan ini bernilai kekal? Mengapa demikian?

4. Bagaimana pemahaman Anda tentang Mesias yang mati dan bangkit, dan sejauh mana pengaruhnya dalam hidup Anda? Bagaimanakah pilihan hidup Anda sebagai pengikut-Nya dan apa konsekuensi konkritnya? Apakah Anda tetap meyakini bahwa pilihan Anda tidak salah? Mengapa demikian?

(0.18) (Mat 18:1) (sh: Terbesar vs terkecil (Selasa, 15 Februari 2005))
Terbesar vs terkecil

Kalau bisa kita ingin menjadi yang terbesar dalam jabatan, harta, prestasi, kehormatan, kepintaran, dlsb, namun menghindari menjadi yang terkecil. Murid-murid Tuhan pun tidak luput dari ambisi ingin posisi tertinggi dalam Kerajaan Surga.

Mereka menganggap Kerajaan Surga suatu kerajaan yang dipimpin oleh Tuhan Yesus sebagai raja. Maka sebagai pengikut-Nya, murid-murid pasti mendapat jabatan (ayat 1). Pertanyaan tentang siapakah murid Tuhan yang akan menduduki posisi tertinggi di antara mereka memenuhi pikiran mereka. Jawaban Tuhan Yesus di luar dugaan. Ia menjadikan seorang anak kecil sebagai contoh. Apa syarat yang Tuhan ajukan bagi murid yang mau jadi yang terbesar? Pertama, harus mengalami pertobatan sejati (ayat 3). Pertobatan sejati adalah syarat utama untuk memasuki Kerajaan Surga. Tanpanya, seseorang tidak mampu mengerti kebenaran ilahi. Itu membuktikan ia belum mengalami kelahiran kembali dalam Roh (lih. Yoh. 3:3).

Kedua, harus bersedia merendahkan diri (ayat 4). Merendahkan diri guna memberitakan Injil hendaknya dijadikan dasar pelayanan. Artinya, menanggalkan prinsip "Siapa kamu? Siapa aku?" Tidak mungkin menjangkau "mereka yang terhilang" tanpa penanggalan kesombongan diri. Kerelaan pergi memberitakan Injil kepada "mereka yang terhilang" ini diumpamakan Tuhan dengan mencari satu domba yang tersesat (ayat 12-14). Hanya orang yang sedia menjadi "kecil" saja yang tahu menghargai arti satu jiwa tersesat dibandingkan sembilan puluh sembilan yang tidak. Ketiga, orang yang sudah diterima Tuhan apa adanya harus menerima "mereka yang terhilang" (ayat 5, 10-11). Hendaklah kita mengulurkan tangan dan menyambut dengan tulus setiap orang agar mereka datang ke persekutuan umat Tuhan tanpa membeda-bedakan status sosial, kekayaan, dan kemampuannya.

Ingatlah: Orang besar adalah orang yang rela menjadi kecil dan tajam melihat arti dari hal-hal kecil.

(0.18) (Mat 19:1) (sh: Menikah atau selibat? (Kamis, 17 Februari 2005))
Menikah atau selibat?

Pertanyaan jebakan orang Farisi kepada Yesus menyiratkan bahwa perceraian telah juga menjadi suatu dilema pada masa itu (ayat 3). Di antara masyarakat Yahudi ada yang menyetujui perceraian karena Musa, nabi besar Israel, mengizinkannya (ayat 7). Lalu, bagaimana pandangan Tuhan Yesus tentang perceraian? Pertama, jawaban Tuhan Yesus menyiratkan ketidaksetujuan atas dasar tujuan Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Juga Ia menekankan bahwa Allah merestui adanya lembaga pernikahan (ayat 5-7). Kedua, Tuhan Yesus menyatakan bahwa suami atau istri yang telah bercerai kemudian menikah kembali dianggap telah melakukan perzinaan (ayat 9). Hanya pernikahan kedua kali karena alasan kematian salah satu pasangan yang diperbolehkan.

Bagi murid-murid, syarat Tuhan Yesus itu terlalu berat, sehingga kemungkinan selibat pun terpikirkan (ayat 10). Selibat berarti tidak menikah yang disebabkan beragam motivasi, seperti: ingin melayani Tuhan, pernah merasakan patah hati, takut terhadap perceraian, dsb. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa hidup selibat itu hanya berlaku bagi sebagian orang saja, yakni mereka yang dikaruniai (ayat 11-12). Konsep Kristen tentang pernikahan jelas, yaitu apa yang telah dipersatukan oleh Allah tidak bisa dipisahkan oleh manusia, hanya kematianlah yang menceraikan suami-istri.

Itulah sebabnya, orang Kristen tidak boleh gegabah memilih pasangan hidup. Pertimbangan duniawi harus kita singkirkan. Pertimbangan lahiriah, material dlsb. jangan menjadi prioritas. Pertimbangkan juga segi kesamaan iman dalam Yesus Kristus, kedewasaan iman dan kesamaan visi kehidupan. Menikah atau selibat adalah pilihan. Keduanya mengandung resiko yang berbeda. Menikah berarti siap membagi waktu, kepentingan, prioritas dan diri kita dengan keluarga.

Ingatlah: Pernikahan adalah komitmen bersatu dalam Tuhan. Perceraian bagaikan pisau yang mencabik kesatuan nikah di hadapan Tuhan.

(0.18) (Mat 25:14) (sh: Mempertanggungjawabkan hidup (Minggu, 19 April 1998))
Mempertanggungjawabkan hidup

Hidup ini sangat berharga. Ada banyak alasan untuk kita tiba pada kesimpulan tersebut. Pertama, karena hidup ini adalah karunia Tuhan. Kedua, apa yang berasal dari Tuhan pastilah baik dan istimewa. Hidup ini berpotensi untuk kita isi dan jalani bersama Tuhan sehingga di dalamnya Tuhan hadir memancarkan sifat-sifat-Nya melalui kita. Ketiga, hanya satu kali kita bisa memiliki hidup ini. Kesempatan yang telah lalu tak akan bisa kembali. Hanya kita yang memiliki hidup kita. Kita tidak bisa merasakan atau menjalani hidup orang lain, demikian juga orang lain tidak dapat merasakan atau menjalani hidup kita. Jadi hidup kita bukan saja berharga tetapi juga unik. Keunikan kita ialah bahwa kita diciptakan sebagai makhluk moral yang diberi kemungkinan untuk memilih hidup bermakna atau hidup sia-sia. Sifat sedemikian mulia itulah yang membuat tiap orang berkewajiban mempertanggungjawabkan hidupnya di hadapan Tuhan.

Konsekuensi kekal. Apa yang kita lakukan terhadap dan di dalam hidup yang fana ini ternyata berkonsekuensi kekal. Hal masuk tidaknya seseorang ke dalam Kerajaan Allah, ditentukan oleh bagaimana ia meresponi karunia Tuhan. Tuhan Yesus tidak memperjelas apa yang dimaksud-Nya dengan talenta. Mungkin berarti kesempatan, potensi, waktu, intelektualitas, kondisi emosional, dlsb. Tentu bukan maksudnya bahwa usaha memajukan potensi intelektual dan kondisi moral membuat kita layak masuk surga. Orang tidak selamat karena perbuatan-Nya, bukan? Tetapi penghakiman yang menentukan apakah kita layak ambil bagian dalam Kerajaan Bahagia Kekal Tuhan itu ialah apakah kita memperlihatkan sifat yang bertanggungjawab terhadap hidup karunia Tuhan ini. Hidup yang bertanggungjawab itulah bukti adanya iman yang melahirkan perbuatan berkonsekuensi kekal.

Renungkan: Bukan saja orang yang merasa dirinya hebat susah masuk surga, orang yang merasa dirinya tak berarti pun terhalang masuk surga.

Doa: Tolong kami menghargai karunia InjilMu dengan mengungkapkan hidup penuh syukur bagi kemuliaanMu.



TIP #16: Tampilan Pasal untuk mengeksplorasi pasal; Tampilan Ayat untuk menganalisa ayat; Multi Ayat/Kutipan untuk menampilkan daftar ayat. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA