Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 161 - 180 dari 9361 ayat untuk tidak membayar tebusan apa-apa (0.005 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.14) (Why 4:1) (sh: Liturgi surgawi (ayat 1) (Selasa, 9 Agustus 2005))

Orang yang ingin tekun mengikuti Kristus harus tangguh menghadapi ancaman maupun prinsip hidup yang berbeda. Hal apa yang membuat para martir Kristen mampu meninggalkan kesaksian sangat mulia dalam jurang derita terkeji sekalipun? Mengapa para martir masa kini tekun mewujudkan nilai-nilai imannya dalam panggilan hidup mereka, meski harus tersingkirkan dan menjadi kurang sukses?

Penglihatan akan Kristus dalam kemuliaan-Nya, yakni: Gereja kini dan kelak dalam pemuliaan dan nasib dunia sesungguhnya, menjadi kekuatan orang Kristen tekun dan menang dalam kesulitan. Sesudah melihat Kristus, orang Kristen diajak melihat suasana surga. Di pusat terdalam surga terdapat Allah yang bertakhta dan dari pemerintahan-Nya yang mulia itu terpancar anugerah. Warna-warni yang terpancar dari berbagai batu permata itu bagaikan pelangi yang menunjuk kepada pelangi kasih Allah pada zaman Nuh (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">3). Oleh kemurahan-Nya, tercipta suatu umat yang telah dikuduskan dan dimuliakan. Umat tebusan itu secara simbolis digambarkan oleh dua puluh empat tua-tua yang menunjuk kepada dua belas suku Israel dan dua belas rasul.

Kedaulatan Allah juga terpancar dari takhta-Nya. Ia akan membuat laut sumber kekacauan itu takluk hening bagaikan kristal kaca (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">6). Terhadap mereka yang tidak tunduk, Allah adalah kilat dan guruh yang dahsyat. Ia akan menghakimi semua yang menolak kemurahan-Nya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">5). Di hadapan Allah yang Maha Mulia, penuh Kasih, Berdaulat, dan Maha Kudus itu, seluruh isi ciptaan tunduk mengumandangkan liturgi surgawi (6b-9). Hal itu menjadi simfoni utuh saat seluruh umat tebusan-Nya ikut dalam liturgi itu (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">10-11).

Apabila hati kita serasi dengan senandung liturgi surgawi tentang kedaulatan dan pemeliharaan Allah, kita akan beroleh kekuatan moral dan spiritual untuk tekun meninggikan Dia dalam hidup kita tiap hari.

Responsku: __________________________________________________________________________________________

(0.14) (Mat 22:15) (sh: Tidak bercela (Selasa, 1 Maret 2005))
Tidak bercela


Permusuhan para pemuka agama terhadap Tuhan Yesus semakin menjadi-jadi. Mereka menggunakan segala cara untuk menghentikan Dia. Orang Farisi yang anti penjajah Romawi, kini berkomplot dengan orang Herodian sahabat Herodes, boneka kaisar. Mereka bersatu untuk menjebak Tuhan Yesus (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">15-16). Mereka ingin menggiring Yesus ke jalan buntu (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">15). Bila Yesus mengatakan tidak perlu membayar pajak, orang Herodian akan menuduh Yesus memberontak terhadap pemerintahan Romawi. Sebaliknya, bila Yesus setuju, Ia akan kehilangan popularitas di mata rakyat.

Yesus tidak langsung menjawab, tetapi balik bertanya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">19-20). Pertanyaan itu memaksa mereka mengakui kenyataan tentang kekuasaan Kaisar, juga bahwa mereka sendiri tunduk kepadanya. Semua orang Israel waktu itu pastilah menggunakan mata uang itu untuk kegiatan hidup mereka sehari-hari. Pantaslah mereka membayar pajak kepada pemerintah Romawi. Tidak berhenti di situ, Yesus kemudian menyatakan bahwa ada kuasa lain yang semua manusia harus perhitungkan, yaitu kuasa Allah. Kuasa kaisar terbatas, maka ketundukan kepadanya pun terbatas; kuasa Allah mutlak, maka ketundukan kepada-Nya pun tanpa syarat (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">21b). Jawaban Tuhan Yesus ini mencengangkan semua lawannya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">22). Ia mendesak mereka mengakui kekuasaan terbatas pemerintah sambil taat penuh kepada Allah.

Dalam hidup sehari-hari tidak jarang kita diperhadapkan dengan situasi pelik yang membuat kita serba salah. Beriman kepada Yesus memang berisiko tinggi. Dunia yang tidak tunduk kepada Allah penuh dengan lika-liku kebiasaan yang perlu disikapi dengan tepat. Hikmat dan integritas Tuhan Yesus mengalahkan segala kelicikan lawan-lawan-Nya. Teladanilah Yesus dan kalahkan mereka!

Renungkan: Hidup Kristen harusnya memiliki ciri hidup kualitas Yesus: berintegritas tinggi dan tak terkalahkan lawan sebab Yesus memerintah dan menjadi panutan dalam hidup orang Kristen.

(0.14) (Luk 23:1) (sh: Di hadapan Pilatus (Rabu, 7 April 2004))
Di hadapan Pilatus

Mahkamah Sanhedrin memutuskan untuk menghukum mati Yesus. Tetapi mereka tidak memiliki kekuatan hukum untuk melakukannya. Hukuman mati adalah hak pemerintah. Inilah alasannya mengapa mereka membawa Yesus ke pada Pilatus. Tetapi apa tuduhannya? Jika tuduhan teologis tentu Pilatus tidak mau campur tangan. Akhirnya, pemimpin agama Yahudi membawa Yesus ke hadapan Pilatus dengan tiga tuduhan: Pertama, menyesatkan bangsa Yahudi. Dengan tuduhan ini pemimpin agama Yahudi melaporkan kepada Pilatus bahwa telah terjadi kekacauan dan ketidakpastian di tengah masyarakat. Mereka melaporkan adanya kegelisahan masyarakat. Masalah agama sedikit banyak berpengaruh pada stabilitas politik.

Kedua, melarang membayar pajak pada kaisar Tiberius. Tuduhan ini berkaitan dengan relasi Yesus dan negara. Menurut mereka Yesus mengajarkan masyarakat untuk tidak membayar pajak. Tugas utama Pilatus sebagai wakil kaisar adalah memungut pajak dan menyerahkan pada pemerintah Romawi. Relasi Pilatus dan kaisar Tiberius diekspresikan melalui pajak. Semakin banyak pajak disetor, semakin tinggi loyalitas pada kaisar. Tetapi tuduhan ini tidak benar. Dalam tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">20:25 Yesus tidak menolak pembayaran pajak kepada kaisar.

Ketiga, pengakuan Yesus bahwa Dia adalah Raja (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">2). Tuduhan ini berhubungan dengan relasi Yesus dan Pilatus. Tuduhan politis ini dilontarkan agar Pilatus merasa terancam sehingga bersedia menjatuhkan hukuman mati pada Yesus. Sebenarnya tuduhan ketiga ini terlalu mengada-ada karena Pilatus tidak menerima laporan tentang munculnya pemberontakan. Meski demikian Pilatus perlu mengkonfirmasi Yesus apakah benar Ia Raja Yahudi (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">3). Pada akhirnya Pilatus menyimpulkan bahwa ketiga tuduhan itu tidak dapat dibuktikan kebenarannya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">4).

Renungkan: Kebencian agama sering diplintir menjadi masalah politik.

(0.14) (Ayb 1:13) (sh: Tetap saleh (Kamis, 25 November 2004))
Tetap saleh

Babakan berikut dalam kehidupan Ayub lebih lagi membuat kita tidak percaya bahwa ia bisa demikian. Bukan saja saleh dan takut akan Allah bisa seiring terjadi dengan menjadi kaya dan berhasil; saleh dan tetap memuliakan Allah pun bisa seiring terjadi ketika Ayub tidak lagi punya apa-apa. Padahal bila sedikit saja kesulitan muncul dalam hidup orang lain, entah sudah bagaimana reaksi mereka terhadap Tuhan? Protes, sungutan, ancaman, atau apa lagikah biasanya reaksi Anda terhadap Tuhan ketika susah menyapa Anda?

Satu per satu milik Ayub dirampas Iblis darinya dengan menggunakan alat-alat seperti perampokan (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">14-15), kecelakaan (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">16), dan bencana alam (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">18-19). Menurut sang penutur kisah ini, malapetaka-malapetaka itu dan pelaporannya kepada Ayub tidak terjadi dalam selang waktu yang lama tetapi berturut-turut dalam waktu hampir bersamaan. Jika itu terjadi pada kita, kemungkinan besar kita akan mengalami lumpuh perasaan dan gelap pikiran. Bahkan, jika hanya oleh kesulitan kecil saja kita sudah mencak-mencak di hadapan Allah, kemalangan dahsyat seperti yang Ayub alami ini mungkin sekali akan membuat kita murtad.

Betapa menakjubkan gambaran tentang reaksi Ayub dalam penderitaannya itu. Ayub tidak protes, tidak bersungut, tidak menantang Allah, tetapi mengucapkan suatu pengakuan iman dan pujian yang sangat dalam kebenarannya. "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">21). Bagaimana mungkin terjadi pengakuan dan pujian demikian dalam kemalangan, seandainya Ayub menganggap harta dan anak-anaknya itu adalah miliknya? Bagaimana ia dapat tetap benar merespons kemalangan andaikata ia selama ini menjalani hidup yang tidak benar? Bagaimana mungkin ia bersyukur dalam kesulitan apabila ia tidak pernah mensyukuri kebaikan Allah sepanjang hidupnya? Bagaimana semua ini mungkin bila ia tidak terus menerus belajar meninggikan Tuhan dan tahu diri di hadapan-Nya?

Renungkan: Jangan kaitkan kerohanian dengan kondisi tertentu. Jadikan Allah pusat hidup entah bagaimana pun kondisi Anda.

(0.14) (Luk 16:19) (sh: Hati yang beku (Rabu, 10 Maret 2004))
Hati yang beku

Masalah orang kaya di dalam perumpamaan ini adalah hati yang beku, sama sekali tidak peka akan kebutuhan orang di sekelilingnya. Hati beku itu hanya mungkin dimiliki oleh orang yang seluruh hidupnya dikuasai oleh diri sendiri dan kesenangannya, yaitu hidup mementingkan diri sendiri.

Orang kaya ini hidup berkelimpahan (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">19). Sementara berpesta pora tidak sedikit pun ia peduli akan seorang pengemis yang hadir setiap hari di dekat pintu rumahnya. Pengemis yang begitu tidak memiliki apa-apa bahkan untuk makan saja menantikan remah atau sisa dari meja orang kaya tersebut. Bahkan pengemis itu dinajiskan oleh anjing-anjing yang menjilat boroknya. Yang lebih mengerikan lagi dari si orang kaya itu, adalah sebenarnya ia mengenal nama si pengemis itu, Lazarus (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">24). Berarti ketidakpedulian orang kaya itu bukan karena ia tidak pernah melihat atau bertemu dengan Lazarus melainkan karena ia mengeraskan hati untuk tidak mempedulikannya.

Kesempatan di dunia ini ada batasnya, demikian juga dengan penderitaannya. Lazarus mati dan diangkat malaikat untuk menikmati apa yang tidak pernah dinikmatinya sebelumnya di dunia ini, yaitu kasih dan perhatian, kepedulian terhadap nasibnya. Orang kaya itu mati juga dan sekarang dalam keadaan menderita luar biasa. Sekarang orang kaya itu merasakan bagaimana penderitaan yang dialami Lazarus dahulu, bahkan saya percaya lebih lagi daripada yang dirasakan Lazarus. Sekarang orang kaya itu merasakan betapa sengsaranya tidak dipedulikan Allah! Bukan untuk sementara, tetapi untuk selamanya. Tidak ada yang dapat mencairkan kebekuan hati, kalau itu adalah pilihan yang disengaja! Tidak juga kalau mukjizat kebangkitan orang mati terjadi di depan mata (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">31).

Camkanlah: Hanya hati yang masih mau mendengar suara Tuhan akan mampu mendengar jeritan orang lain. Jangan sampai hatimu beku!

(0.14) (2Raj 4:1) (sh: Pelayanan yang mengentaskan kemiskinan (Kamis, 18 Mei 2000))
Pelayanan yang mengentaskan kemiskinan

Tentunya masih segar dalam ingatan kita, ketika kris-mon melanda Indonesia. Gereja-gereja sibuk membagikan atau menjual murah sembako kepada masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pelayanan ini masih berlanjut hingga sekarang. Harus diakui bahwa pelayanan ini memang dapat membantu meringankan penderitaan masyarakat kelas bawah. Namun dampaknya hanya bersifat sementara. Pelayanan demikian tidak mampu mengentaskan mereka dari kondisi sosial yang terpuruk. Yang lebih mengkuatirkan adalah pelayanan demikian justru akan melanggengkan kemiskinan mereka. Mungkin dalam pikiran mereka akan tumbuh suatu prinsip bahwa 'kerja keras tidak perlu karena pada akhirnya akan ada yang mengulurkan bantuan'.

Elisa yang dalam pelayanannya banyak berhadapan dengan orang-orang kecil dan masyarakat biasa, memberikan teladan yang baik tentang sebuah pelayanan yang mengentaskan. Ketika seorang janda yang anak-anaknya harus dijual sebagai budak untuk membayar hutang-hutangnya datang minta pertolongan kepadanya, maka Elisa menyambut dengan penuh empati dan peduli, menyatakan siap membantunya. Namun, sang janda harus bekerja bersama anak-anaknya meminjam buli-buli sebanyak-banyaknya, menuangkan minyak ke dalamnya, dan kemudian dijual. Dari hasil usaha, yang dibantu oleh mukjizat Allah, sang janda berhasil membayar hutang dan mempunyai uang untuk hidup selanjutnya. Artinya, hidupnya tidak lagi bergantung pada bantuan orang lain.

Apa yang bisa kita simpulkan tentang bantuan yang diberikan Elisa? Bantuan itu tidak hanya membuat orang rajin bekerja tetapi juga makin mengokohkan kesatuan keluarga dengan memberdayakan keluarga tersebut, dapat menanggung permasalahan bersama-sama. Bantuan itu mengentaskan mereka dari permasalahan secara tuntas. Bahkan juga mengangkat derajat sosial mereka dari calon budak menjadi orang merdeka. Dengan bantuan ini pun mereka hidup mandiri.

Renungkan: Pelayanan Elisa di antara rakyat kecil memberikan gambaran kepada Kristen masa kini, bagaimana seharusnya menolong rakyat kecil yang dalam kesulitan ekonomi, agar nantinya pertolongan yang diberikan itu tidak menjadi bumerang bagi si penolong dan tidak menjadi racun bagi yang ditolong.

(0.14) (2Raj 5:15) (sh: Iman, aman, atau serakah? (Minggu, 8 Mei 2005))
Iman, aman, atau serakah?


Respons yang tepat atas anugerah Allah seharusnya iman yang disertai pengucapan syukur. Hal itu terjadi karena menyadari diri telah menerima apa yang bukan haknya dan yang tidak layak diterimanya.

Sepertinya Naaman percaya pada Tuhan karena Dia telah menyembuhkan penyakitnya. Ia merasa perlu membayar sebagai ungkapan terima kasih (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">15). Oleh karena hamba-Nya tidak bersedia dibayar dengan harta maka Naaman akan membayar dengan cara menyembah Tuhan orang Israel di negerinya sendiri (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">17). Namun, ia akan tetap menyembah dewa bangsanya karena risiko jabatan (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">18). Sikap Naaman ini bukan sikap iman, tetapi sikap mencari aman. Di mata Naaman, Tuhan dan Elisa hanyalah sarana untuk memberikan kesembuhan dari penyakitnya. Naaman menetapkan nilai kesembuhannya itu sepuluh talenta perak dan enam ribu syikal emas plus sepuluh potong pakaian atau sekitar Rp 10 Miliar (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">6). Sikap Gehazi tidak berbeda dari sikap Naaman. Gehazi melihat uang dan kekayaan sebagai segala-galanya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">20-23). Gehazi bagaikan pengusaha Kristen yang melihat pelayanan tidak lebih dari bisnis jasa yang ujung-ujungnya keuntungan. Oleh sebab itu, Gehazi rela mencoreng ketulusan Elisa demi mendapatkan harta tersebut. Harta ia dapatkan, namun kusta Naaman hinggap padanya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">26-27).

Sungguh menyedihkan melihat orang menjual imannya demi rasa aman karena diterima di lingkungannya, atau orang yang menjajakan imannya demi harta yang fana. Gereja yang cepat mengkompromikan nilai-nilai kebenaran agar diterima masyarakat, atau gereja yang memanipulasi pelayanan untuk memperkaya kantong-kantong segelintir orang adalah gereja palsu. Sikap seperti Elisalah yang harus diteladani. Ia melakukan mukjizat bukan untuk keuntungan pribadi melainkan karena dirinya adalah hamba Allah (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">16).

Camkan: Kalau kesalehan kita tidak lebih daripada kebutuhan rasa aman atau hanya untuk meraup keuntungan duniawi, kita tidak layak menyebut diri anak-anak Tuhan!

(0.14) (Kis 12:18) (sh: Akhir kehidupan seorang diktator (Kamis, 10 Juli 2003))
Akhir kehidupan seorang diktator

Kekuasaan ada batasnya. Selama hidup Herodes telah banyak menyebarkan ketakutan dan bencana ketimbang ketentraman dan kedamaian di dalam kerajaannya. Nyawa manusia begitu murah tidak ada harganya apa-apa. Pengawal-pengawal yang menjaga Petrus dibunuh karena Petrus lolos dari penjara. Semua orang harus takluk dan taat kepada sang raja. Bahkan ia diangkat ke atas melampaui tahta yang di dudukinya, karena rakyat menganggap bahwa suara Herodes adalah suara Allah. Tekanan bertubi-tubi membuat manusia tidak lagi mengenal batas. Membuat manusia tidak lagi peka membedakan kekuasaan Allah dan kekuasaan manusia, sehingga tidak lagi memiliki kesadaran tentang hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal tidak boleh dilakukan. Kekuasaan dan sanjungan bertubi-tubi juga membuat manusia berada di tempat yang paling rawan. Herodes menjadi tidak hormat dan tunduk pada Allah. Justru ia ingin merebut wilayah dan kekuasan Allah. Apa yang terjadi? Seketika itu juga malaikat Tuhan menamparnya, dan akhirnya mati dimakan cacing-cacing. Itulah akhir kehidupan seorang diktator.

Besarnya kekuasaan atau pengaruh seseorang dalam gereja tidak akan pernah dapat membatasi kehadiran Allah. Herodes bisa mati, kebesaran manusia harus berakhir, tetapi firman Allah tetap tersebar dan bertumbuh di segala tempat. Firman Allah tidak akan berakhir. Kebesaran dan kejayaan manusia bisa berakhir. Tetapi kejayaan dan kekuasaan firman Allah akan terus bertumbuh, selalu baru, dan aktual.

Renungkan: Ketika Herodes menyebarkan bencana dan ketakutan, maka firman Allah menyebarkan damai dan cinta kasih kemana-mana tempat. Itulah sebuah kebenaran yang memberikan ketenangan hati bagi setiap orang yang di cengkeram oleh tirani dan kesewenangan.

(0.14) (Luk 24:13) (sh: Jangan  hanya jadi pengamat dan reporter. (Senin, 24 April 2000))
Jangan  hanya jadi pengamat dan reporter.

Di Indonesia sekarang ini banyak muncul pengamat-pengamat baik politik,    ekonomi, dan reporter mediamasa. Para pengamat bukanlah orang    sembarangan, mereka mempunyai kemampuan untuk menguraikan dan    menganalisa permasalahan secara tajam. Para reporter pun tidak    kalah hebatnya, sebab mampu untuk memburu sumber berita yang    otentik untuk disajikan kepada masyarakat secara lengkap dan    menarik. Pada umumnya mereka itu kebanyakan adalah penonton yang    berada di luar gelanggang. Mereka tidak ikut merasakan yang    mereka analisa dan laporkan, dan hidup mereka juga tidak    terpengaruh.

Inilah gambaran dari dua orang murid Yesus yang menuju ke    Emaus. Mereka membicarakan dan menganalisa seluruh peristiwa    yang berhubungan dengan Yesus hingga kebangkitan-Nya. Waktu yang    dipergu-nakan untuk diskusi ini cukup panjang mengingat jarak    Emaus ke Yerusalem adalah 7 mil dan ditempuh dengan berjalan    kaki. Bahkan mereka bisa melaporkan peristiwa kebangkitan    Kristus secara lengkap kepada "Yesus" yang tidak mereka kenali.    Namun apa yang mereka bicarakan, diskusikan dan laporkan    ternyata tidak mempunyai makna apa-apa bagi kehidupan mereka.    Mereka masih berduka (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">17). Seolah-olah mereka hanya sebagai    penonton (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">17). Mengapa demikian?

Mereka mempunyai pengharapan yang salah terhadap misi Yesus    (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">21). Mereka hanya terpusat kepada kebutuhan fisik. Mereka tidak    memahami sifat dari 'peperangan' yang sedang dimasuki oleh    Kristus. Karena itu apa yang Yesus alami merupakan kehancuran    dari pengharapan mereka. Mereka pun tidak mempunyai pemahaman    yang menyeluruh atas kebenaran firman Tuhan yang tertulis (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">27).    Pemahaman mereka hanya sepotong-sepotong. Sesungguhnya jika    mereka mempunyai pemahaman firman Tuhan tertulis secara benar    dan menyeluruh, maka apa yang mereka analisa dan laporkan sudah    cukup membawa mereka pada pemahaman siapakah Yesus. Dengan    demikian apa yang Ia alami akan memberikan dampak positif bagi    kehidupan mereka.

Renungkan: Sudah berapa kali Anda memperingati hari    Kebangkitan-Nya? Apakah selama ini Anda hanya cakap sebagai    pengamat dan reporter ataukah kebangkitan-Nya membawa    pengharapan bagi kehidupan Anda?

(0.14) (1Raj 20:23) (sh: Bukan sekadar kesempatan. (Sabtu, 11 Maret 2000))
Bukan sekadar kesempatan.

Mungkin kita pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk memperbaiki tingkah lakunya    sebelum menghukumnya. Seringkali kita tidak bertindak apa-apa    agar bawahan mendapat pengetahuan lebih baik, sehingga ia    tidak membuat kesalahan yang sama.

Allah Israel tidaklah demikian. Ia telah memberikan    kesempatan 3 kali kepada Ahab agar ia berbalik kepada-Nya.    Setiap kesempatan yang diberikan-Nya pasti diikuti penyataan    luar biasa kepada Ahab yang makin lama makin menunjukkan    kekuasaan dan kebesaran-Nya. Misalnya: peristiwa di Gunung    Karmel menyatakan bahwa Allah adalah Penguasa alam semesta.    Keterlibatan Allah dalam peristiwa penyerangan bangsa Aram    pun demi kepentingan umat-Nya, bahkan Allah akhirnya    memberikan kemenangan yang gilang-gemilang kepada Israel (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">28)    dan bangsa Aram dihancurkan total. Kemenangan yang terakhir    ini membuktikan bahwa Allah Sang Penguasa alam semesta tidak    dibatasi oleh daerah pegunungan atau daerah datar. Ia benar-    benar Allah TUHAN Penguasa Tunggal alam semesta dan sejarah    manusia. Peristiwa yang terakhir ini merupakan penyataan    "puncak" Allah kepada Ahab agar ia mau berbalik kepada-Nya.

Namun respons Ahab sangat mengecewakan dan tidak ada    perubahan dalam diri Ahab. Ia tidak memberikan korban syukur    atas kemenangan tersebut atau mengakui bahwa Allahlah TUHAN    seperti yang pernah dinyatakan rakyat Israel di Gunung Karmel    (19:39). Sebaliknya, ia tetap melanggar perintah Allah dengan    membiarkan Benhadad hidup bahkan membuat perjanjian    persekutuan dengannya. Ia melakukan tindakan itu tanpa    berkonsultasi dengan Allah. Ahab bertindak seolah-olah    kemenangan yang ia peroleh disebabkan kemampuan dan    kekuatannya. Tindakannya menyatakan bahwa ialah yang memegang    kendali hingga ia pun berhak memberikan pengampunan kepada    Benhadad. Ia tetap tidak mengakui bahwa Allahlah TUHAN.    Baginya, ia sendirilah TUHAN. Ahab telah menyia-nyiakan    kesempatan anugerah begitu besar yang diberikan Allah.

Renungkan: Pengenalan kita akan Allah yang panjang sabar    seringkali membuat kita menyia-nyiakan kesempatan anugerah yang    telah disediakan-Nya. Penyesalan senantiasa terlambat dan    tiada guna.

(0.14) (2Raj 25:22) (sh: Dihancurkan untuk dipulihkan (Minggu, 17 Juli 2005))
Dihancurkan untuk dipulihkan

Seorang koruptor muda divonis 20 tahun masuk penjara. Harta hasil korupsi disita negara. Istri dan anak-anaknya meninggalkannya. Selesai menjalani masa hukuman, ia tidak mempunyai apa-apa lagi. Namun, di penjara ia telah bertobat. Ia keluar dari penjara dengan pengharapan, yaitu memulai hidup baru bersama Tuhan.

Bangsa Yehuda dalam keadaan krisis. Sebagian besar penduduk telah dibawa ke tanah Babel sebagai tawanan. Penduduk yang ditinggalkan di tanah Yehuda tidak mengalami nasib yang lebih baik. Penduduk yang tersisa di tanah Yehuda hanyalah kelompok kecil yang tidak berarti. Akan tetapi, dari yang tersisa ini pun masih ada yang tidak mau tunduk kepada Babel. Mereka memberontak terhadap Babel dan membunuh Gedalya, pemimpin yang diangkat Nebukadnezar untuk memimpin Yehuda. Lalu, kelompok ini lari ke Mesir (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">22-26).

Tampaknya Yehuda sudah tidak memiliki masa depan. Namun, penulis 2Raja menutup kisah sejarah Israel dengan suatu pengharapan pada bagian akhir tulisannya. Yoyakhin mendapat belas kasih Raja Ewil-Merodakh dengan dibebaskan dari penjara dan dipelihara hidupnya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">27-30). Hal ini merupakan pernyataan keyakinan penulis 2Raja bahwa Allah masih mengasihi Yehuda. Setelah Allah menghukum secara dahsyat, Ia akan kembali mengampuni dan memulihkan mereka (Yer. 32:28-41).

Tuhan tidak memberikan hukuman untuk memusnahkan umat-Nya. Ia menggunakan hukuman tersebut sebagai alat supaya umat-Nya bertobat. Pertobatan yang terjadi akan menghasilkan hidup baru. Oleh sebab itu, jangan sia-siakan kesempatan yang Ia berikan. Bertobatlah dan mulailah hidup baru Anda dengan setia mengikut Dia.

Doaku: Aku bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan karena Engkau sudi menghajarku agar aku bertobat dan dipulihkan kembali. Terima kasih karena kasih setia-Mu jauh melampaui segala kejahatanku.

(0.14) (Mat 19:13) (sh: Bagaimana masuk sorga? (Minggu, 22 Maret 1998))
Bagaimana masuk sorga?

Masuk sorga itu berat syaratnya. Hanya seorang yang menjadi seperti anak kecil yang memiliki Kerajaan Sorga. Apa artinya? Seperti seorang anak kecil yang tidak punya apa-apa untuk diandalkan melainkan sepenuhnya bergantung pada kasih sayang orangtua atau orang dewasa lain, demikianlah orang yang ingin masuk sorga harus sepenuhnya bergantung pada kemurahan Allah saja. Perbuatan baik dan kekayaan bisa membuat orang memiliki keyakinan diri yang kuat, rasa terhormat. Sampai di situ tidak salah. Tetapi bila kebaikan dan kekayaan dijadikan modal untuk menuntut hak masuk sorga, jelas salah besar!

Melepas segala sesuatu. Di dalam dunia ini banyak hal dapat diatur atau diperoleh dengan uang. Bahkan kebenaran dan keadilan pun dapat diputarbalikkan hanya karena uang. Kenyataan seperti itu bisa menggoda orang berpikir bahwa keselamatan dan Kerajaan Sorga pun dapat diperoleh dengan uang, atau Tuhan dapat disogok dengan uang. Ketika Tuhan menuntut orang muda yang kaya itu untuk memberikan semua hartanya kepada orang miskin, tidak berarti bahwa sorga dapat dibeli dengan perbuatan baik. Tidak juga berarti bahwa sorga hanya untuk orang miskin. Perintah itu bertujuan menyadarkan dan melepaskan orang itu dati keterikatannya akan harta.

Bukan memperoleh isi dunia. Tiga kali para murid Yesus dikejutkan, dicengangkan Yesus. Masuk sorga adalah mustahil bagi manusia, tetapi tidak bagi karunia Allah. Jika untuk mengikut Yesus dan masuk sorga orang harus kehilangan segala sesuatu, bukankah itu berarti rugi besar? Tidak! Sebaliknya, orang yang menerima karunia hidup kekal dari Tuhan Yesus akan mengalami berkat-berkat dunia ini dalam perspektif dan nilai yang kekal.

Renungkan: Tuntutan Injil sedemikian berat karena Tuhan ingin memberi kita harta dan kebahagiaan sejati di dalam Dia saja.

Doa: Aku ingin beserah penuh padaMu, Tuhan. Ajarku rela melepas segala hal demi Kau menjadi segalanya bagiku.

(0.14) (1Kor 13:1) (sh: Kasihlah yang terutama! (Rabu, 24 September 2003))
Kasihlah yang terutama!

Di balik setiap tindakan yang manusia lakukan, pasti ada motivasi. Tentu saja masing-masing orang bertindak dengan motivasi yang berbeda-beda. Namun, dalam kehidupan kekristenan, setiap tindakan orang harus didasari oleh motivasi yang sama, yaitu kasih. Mengapa? Paulus menjelaskan bahwa dalam kehidupan orang Kristen kasih bukan sekadar identitas atau ciri kekristenan tetapi jiwa dan jati diri Kristen dan kekristenan. Dengan demikian, kasih adalah sesuatu yang mutlak ada dalam kehidupan orang Kristen. Penjelasan Paulus tidak berhenti sampai di situ. Selanjutnya ia mengatakan bahwa semua karunia yang orang Kristen miliki, tidak berarti apa-apa jika tidak didasari oleh kasih. Paulus memberikan suatu pengajaran yang sangat keras kepada orang Kristen karena menyangkut keberadaan mereka sebagai milik Kristus, dan hidup di dalam Kristus.

Penekanan Paulus tentang kasih sebagai jiwa dan jati diri kekristenan kepada orang-orang Kristen di Korintus saat itu merupakan salah satu bentuk ungkapan yang memprihatinkan dirinya. Jemaat Korintus yang merasa dirinya memiliki karunia dari Tuhan, menjadi sombong dan mulai menganggap bahwa diri mereka lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan jemaat yang tidak memiliki karunia tersebut. Karena itu Paulus memberikan ketegasan bahwa kepandaian berbicara, bernubuat, memiliki hikmat dan pengetahuan manusia jika tidak disertai kasih hanya akan menciptakan kegaduhan, dan membuat dirinya tidak berharga (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">1,2,3). Penekanan Paulus ini memberikan pelajaran penting untuk kita, orang-orang Kristen masa kini, yaitu bahwa kita adalah orang yang dihidupkan oleh Kristus dan bagi Kristus. Karena itu kitalah orang-orang yang akan memiliki dan menyatakan kasih Kristus itu dalam segala aspek kehidupan kita.

Renungkan: Lakukan dan landasilah segala aktivitas hidup kekristenan Anda dengan kasih yang dari Kristus asalnya.

(0.14) (1Tes 1:1) (sh: Jemaat yang pantas diteladani (Kamis, 23 Oktober 2003))
Jemaat yang pantas diteladani

Kebanggaan Paulus terhadap jemaat di Tesalonika terlihat jelas. Di jemaat ini ada iman, kasih, dan pengharapan (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">3). Inilah jemaat yang terbuka menerima Injil dengan penuh sukacita, justru di saat-saat penindasan (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">6). Sukacita dan nilai-nilai Injil yang luhur tidak dinikmati sendiri, tetapi tumpah dan memancar keluar sehingga dikenal dan dinikmati banyak orang. Inilah jemaat yang misioner, kota yang di atas bukit sehingga banyak orang mengenal dan memuliakan Tuhan karena mereka. Injil memancar di seluruh wilayah Makedonia dan Akhaya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">8-9).

Paulus memuji jemaat Tesalonika. Namun, pujian Paulus ini tidak mutlak ditujukan kepada jemaat, untuk kemuliaan jemaat, karena tujuan pujian itu untuk kemuliaan nama Tuhan. Segala ucapan syukur hanya tertuju kepada Allah (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">1). Sikap Paulus ini memberikan pelajaran penting bagi kita: [1] Paulus menunjukkan sikap seorang hamba Tuhan yang begitu memperhatikan perkembangan jemaat Tuhan; [2] kita diajak untuk mengakui bahwa sedikit sekali pemimpin jemaat yang memberikan pujian kepada jemaat yang diasuhnya. Kita lebih sering mendengar kritikan tajam dan kecaman pedas, analisis semua kekurangan dan kelemahan secara gamblang.

Tidak dapat disangkal bahwa tidak ada jemaat sempurna. Tetapi masih banyak potensi positif yang dimiliki oleh gereja sebagai tubuh Kristus. Tuhan telah mempergunakan gereja sebagai alat-Nya dan begitu banyak orang yang telah menikmati hasil karya gereja. Begitu banyak orang yang telah menikmati ketenangan dan kedamaian hati; menemukan oase di tengah-tengah padang pasir yang kering. Dengan tidak menutup mata terhadap semua kekurangan, adalah berdosa terhadap Roh Kudus kalau kita mengatakan sampai hari ini gereja tidak pernah berbuat apa-apa.

Renungkan: Kelebihan gereja bukan terletak pada orang yang ada di dalamnya tetapi terletak pada Kristus kepala gereja. Oleh sebab itu sebagai pujian jemaat akhirnya harus bermuara kepada Tuhan.

(0.13) (Kel 10:21) (sh: Allah mengendalikan segala sesuatu (Selasa, 12 April 2005))
Allah mengendalikan segala sesuatu


Tulah-tulah yang ada di dalam kisah-kisah ini merupakan pernyataan kemahakuasaan Tuhan atas ketidakmampuan manusia. Tulah-tulah yang diberikan meningkat semakin berat beranjak dari yang pertama hingga yang terakhir.

Bagi Israel tulah gelap gulita mengingatkan mereka akan penciptaan. Kejadian 1:1-2 membeberkan keberadaan dunia pada awalnya dan "gelap gulita" menjadi ciri dunia yang belum berbentuk. Gelap gulita menjadi lambang dari keadaan dunia yang kacau sebelum penciptaan.

Di dalam tulah yang kesembilan ini, gelap gulita ini begitu dahsyat berlangsung selama tiga hari tanpa jeda, baik pada waktu pagi maupun siang (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">22). Ketika tulah belalang datang, Mesir juga mengalami kegelapan (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">5,15). Namun, gelap gulita pada tulah kesembilan ini jauh lebih pekat sehingga membuat seseorang tidak bisa melihat apa-apa yang ada di sekitarnya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">23). Yang luar biasa adalah kegelapan tidak meliputi pemukiman Israel. Ini adalah anugerah Allah bagi umat-Nya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">23).

Tulah ini merupakan puncak dari tulah-tulah alami sebelumnya. Gelap gulita yang melambangkan kekacauan ini ternyata dikendalikan oleh Allah. Seharusnya Firaun sadar bahwa dewa terang/matahari yang mereka sembah justru tunduk kepada kuasa kendali Allah. Ia seharusnya sadar bahwa ia tidak bisa menahan lagi kehendak Allah agar orang Israel keluar dari Mesir. Memang, sesaat Firaun merespons dengan mengizinkan mereka pergi, tetapi disertai dengan syarat-syarat yang tidak masuk akal. Firaun tidak pernah berubah, ia tetap mengeraskan hati (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">24-27).

Tuhan berdaulat atas semua kekacauan di dunia ini. Ia dapat memakai kekacauan itu untuk menghukum orang-orang yang mengeraskan hati tetap tinggal di dalam dosa, tetapi Ia juga dapat melindungi anak-anak-Nya yang berserah penuh pada-Nya dari kekacauan itu.

Peringatan: Jangan keraskan hati kita melawan kekuatan Allah. Tunduk dan bertobatlah sebelum Allah menghancurkan kita.

(0.13) (Im 24:10) (sh: Menganggap dosa sebagai ... dosa! (Jumat, 27 September 2002))
Menganggap dosa sebagai ... dosa!

Nas ini mungkin terasa mengerikan bagi kita pembaca masa kini. Karena itu, baiklah dipahami bahwa zaman sudah berubah dan cara-cara seperti yang kita lihat pada nas ini (pelemparan batu, dlsb.) tidak diberlakukan lagi karena anugerah Kristus dan konteks zaman sekarang ini. Tetapi, prinsip terhadap dosa yang mendasari peristiwa itu tetap berlaku dan sah bagi kita di masa kini. Prinsip itu, dapat kita sebut sebagai menganggap dosa sebagai dosa.

Seringkali manusia modern menganggap dosa sebagai sesuatu yang lain. Misalnya “Ah, sekali saja enggak apa-apa” (dosa= perbuatan iseng yang tak berbahaya dan bias berhenti dilakukan kapan saja). Atau, “Biasa saja lah, enggak usah terlalu diributkan” (dosa= sesuatu yang biasa terjadi/dilakukan dan tidak perlu dipermasalahkan).

Nas yang kita baca hari ini menegaskan pandangan-pandangan alkitabiah untuk melihat dosa sebagai dosa. Pertama, tindakan pelemparan batu terhadap sang penghujat lebih merupakan tindakan untuk menjadi kekudusan umat (bdk. 14). Penumpangan tangan jemaat (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">14) atas kepala orang itu merupakan symbol pengembalian dosa karena mendengar hujatan-hujatan itu kembali kepada orang yang mengucapkan hujatan tersebut. Makna dari kisah ini adalah, bahwa umat Israel harus menjaga dengan sungguh-sungguh kekudusan mereka di hadapan Allah, dan tidak menolerir dosa apa pun di antara mereka.

Kedua, dalam hubungan antara manusia, dosa menuntut penggantian yang setimpal; tidak berlebihan (bdk. Lamekh dalam Kej. 4:23-24), tidak juga kurang konsep. Konsep keseriusan dosa ini pula yang menjadi jembatan bagi kita untuk dapat mengerti besarnya pengorbanan Yesus di salib untuk menebus dosa manusia di kayu salib. Dosa manusia yang begitu besar itu hanya dapat ditebus oleh Sang Anak Allah sendiri.

Renungkan: Kristen sejati berani menyebut dosa sebagai dosa, di saat semua yang lain menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa, bahkan patut dilakukan.

(0.13) (Mzm 42:1) (sh: Merindukan Allah (Minggu, 12 Agustus 2001))
Merindukan Allah

Pernahkah Anda merasakan kegalauan rasa rindu yang tak terbendung ketika terpisah dari orang-orang yang Anda cintai? Hasrat seperti inilah yang dirasakan pemazmur.

Pemazmur merindukan Tuhan dengan hasrat yang sedemikian besar, tak tertahankan lagi dan harus segera mendapat pemenuhannya (ayat 1- 3). Ia haus, gundah gulana, tertekan, dan gelisah ketika menyadari keberadaan dirinya yang telah jauh dari Allah (ayat 3, 5, 6, 7, 12). Ia memenuhi hari-harinya dengan air mata karena celaan lawannya yang menikam tulang-tulangnya: "Di manakah Allahmu?" (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">4, 11). Ia sedemikian takut terpisah dari Allah sehingga berseru: "Mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh?" (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">10). Kerinduannya yang sedemikian dalam ini tidak terobati oleh album kenangan yang dipenuhi dengan memori indah. Ingatannya tentang sorak-sorai, nyanyian syukur, dan perayaan yang pernah dinikmatinya di rumah Allah, maupun kenangan manis yang menjadi sejarah tidaklah memuaskan hasratnya, tetapi sebaliknya justru membawanya semakin tenggelam dalam ketakutan, keputusasaan, dan kegelisahan hati (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">5-6, 7-8). Harapan satu-satunya, yang memungkinkannya untuk kembali bersyukur hanyalah ditemukan di dalam Tuhan.

Getaran rasa rindu yang sedemikian besar terhadap Tuhan seringkali tidak kita miliki. Hal ini dapat terjadi karena kita tidak menyadari bahwa kebutuhan kita yang terdalam, tidak lain adalah Allah yang hidup, sumber kehidupan kita (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">3, 9). Dialah sumber pertolongan yang melindungi dan memerintahkan kasih setia-Nya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">6, 9, 12).

Renungkan: Apakah kita menyadari bahwa diri kita tidaklah mungkin dapat terpisah dari Allah karena kita tidak dapat hidup tanpa Dia? Dialah kebutuhan kita yang paling mendasar, dan tanpa Dia keberadaan kita tidaklah berarti apa-apa.

Bacaan untuk Minggu ke-10 sesudah Pentakosta

II Raja-raja 4:42-44

Efesus 4:1-6, 11-16

Yohanes 6:1-15

Mazmur 145

Lagu: Kidung Jemaat 402

Pa 6 Mazmur 40

Mazmur ini merupakan cerminan hati Daud tentang hasratnya yang sedemikian kuat kepada Tuhan. Hasrat ini terus bertumbuh seiring dengan pertumbuhan keyakinan dan harapannya yang tidak pudar melintasi berbagai problematika kehidupan. Hasrat ini bukanlah dibangun di atas harapan yang semu ataupun keyakinan yang tidak beralasan, melainkan dibangun di atas dasar kasih setia Tuhan yang dapat dipercaya.

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Pada ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">2-6 Daud memuji Tuhan atas apa yang sudah Tuhan kerjakan baginya. Bagaimanakah Daud menggambarkan pertolongan Tuhan kepadanya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">2b-4a)? Apakah hubungan antara karya Tuhan ini dengan hasratnya kepada Tuhan (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">2a)? Dampak apakah yang dihasilkan oleh pertolongan Tuhan tersebut (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">4b)? Bagaimanakah hal ini mempengaruhi cara pandang Daud tentang Tuhan dan orang yang berbahagia (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">5, 6)?

2. Mengapakah Daud memohon agar Tuhan tidak menahan rakhmat-Nya melainkan segera menolongnya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">12, 14)? Kesadaran tentang faktor-faktor eksternal (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">13a) dan internal (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">13b) apakah yang mendorongnya berdoa seperti ini? Apakah hasratnya kepada Tuhan menjadi luntur dalam situasi seperti ini (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">14b)?

3. Apakah yang menjadi harapan Daud bagi musuh-musuhnya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">15) dan orang-orang yang mencari Tuhan dan mencintai keselamatan daripada-Nya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">17)? Apakah dasar bagi harapan-harapannya?

4. Apakah dampak dari pertolongan Allah yang pernah dialaminya (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">2-11) terhadap pergumulan yang sedang dihadapinya (ayat 12- 14)? Bagaimana hal itu juga berpengaruh terhadap harapannya untuk masa yang akan datang (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" vsf="TB" ver="">15-17)?

5. Bagaimana dengan kita? Bagaimanakah kita dapat menemukan keyakinan pada masa kesesakan dan harapan untuk masa yang akan datang? Apakah dasar bagi keyakinan kita akan pertolongan Tuhan?

6. Di tengah-tengah pergumulan kita sehari-hari, apakah kita memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan menunjukkan kasih setia-Nya untuk masa kini dan masa yang akan datang, sama seperti pada masa yang lampau? Hal-hal apakah yang menghambat proses ini?

(0.13) (Yeh 36:22) (sh: Dilarang Ge-eR (Rabu, 14 November 2001))
Dilarang Ge-eR

Merasa layak menerima sesuatu kadang diperlukan. Orang minder tak pernah merasa berhak mendapatkan apa-apa -- ini tidak sehat. Sayangnya, ada pula orang yang terlalu merasa diri layak. Siapa yang suka mengajak makan orang yang selalu merasa dirinya harus ditraktir?

Bagian kedua pasal tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">36 ini memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai motivasi Allah untuk kembali memberikan pengharapan kepada bangsa Israel: bukan karena Israel pada dirinya sendiri layak mendapatkan pemulihan, tidak pula karena Israel telah berbuat baik, tetapi semata-mata karena Allah ingin menguduskan nama-Nya kembali.

Ketika bangsa Israel dihukum, maka Allah dianggap tidak menepati perjanjian-Nya dengan Daud. Sikap ingkar janji bertentangan dengan kekudusan Allah karena di dalam kekudusan hanya ada kesempurnaan, kebaikan, dan kesetiaan. Ini menjelaskan mengapa cemoohan bangsa-bangsa kafir merupakan pencemaran nama Allah yang kudus.

Kini Allah ingin menunjukkan bahwa diri-Nya tetap kudus. Ia menghukum bangsa Israel dan seakan-akan mengingkari janji- Nya, justru karena Ia kudus. Namun demikian, Ia tidak mungkin diam ketika bangsa-bangsa lain salah menafsirkan hukuman Allah sebagai tanda ketidaksempurnaan-Nya. Ia kembali menyelamatkan Israel dengan kekuasaan-Nya. Nama Yahweh harus ditinggikan oleh segala bangsa!

Keselamatan yang diberikan kepada bangsa Israel menyeluruh sifatnya: bukan hanya secara fisik dengan pemulihan ekonomi, sosial, politis, budaya, tetapi juga pemulihan hati atau religi (ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">25-27). Tanpa pemulihan dari dalam, pemulihan dari luar akan segera sirna kembali. Ini berarti ketaatan dan kemampuan menuruti kehendak Allah pun merupakan suatu anugerah. Bangsa Israel harus merasa malu akan dosa mereka dan bersyukur pada Tuhan yang tidak pernah melalaikan perjanjian-Nya.

Renungkan: Kehidupan orang percaya berasal dari anugerah dan ditopang sepenuhnya oleh anugerah. Ketika kita mulai merasa mampu mengasihi Dia dengan kekuatan kita sendiri, bukalah Roma 11:36!

(0.13) (Mat 14:1) (sh: Dikejar bayang-bayang ketakutan (Jumat, 9 Februari 2001))
Dikejar bayang-bayang ketakutan

Kesalahan besar sampai meniadakan nyawa orang lain akan menjadi bayang-bayang ketakutan seumur hidup. Seorang ayah yang begitu kasar dan kejam tak dapat menahan emosinya ketika untuk kesekian kalinya seorang putranya yang masih kecil menanyakan mengapa ayahnya jarang di rumah. Dalam keadaan mabuk, ia segera mengambil pisau dan menghujamkannya ke tubuh putranya. Selama hidupnya, ayah ini selalu dikejar bayang-bayang ketakutan karena telah membunuh anaknya yang tidak bersalah.

Demikian pula dengan raja Herodes Antipas. Ketika ia mendengar ada Seorang yang telah melakukan banyak mukjizat segera ia teringat Yohanes Pembaptis, maka seluruh peristiwa yang mengakibatkan kematian Yohanes Pembaptis kembali segar diingatannya. Sebenarnya apa yang dilakukan Yesus berbeda dengan Yohanes karena ia tidak pernah membuat tanda atau mukjizat (Yoh. 10:41). Namun karena pada zaman itu Yohanes terkenal sebagai nabi, maka Herodes langsung menghubungkan Yesus dengan Yohanes (ayat 2). Peristiwanya berawal dari kebencian Herodes karena Yohanes pernah memperingatkannya ketika mengambil Herodias, bekas istri saudara tirinya, menjadi istrinya. Kelumpuhan nati nurani membuat Herodes tidak mau mendengar peringatan Yohanes, bahkan ia telah menyuruh menangkap, membelenggu, dan memenjarakan Yohanes. Keinginannya untuk membunuh Yohanes ditangguhkan karena takut kepada orang banyak. Namun keinginan ini akhirnya terpaksa terlaksana karena sumpahnya sendiri kepada anak perempuan Herodias di hari ulang tahunnya. Demikianlah ia telah membunuh seorang nabi yang tidak bersalah, karena kelumpuhan hati nuraninya terhadap dosa.

Manusia berdosa cenderung menolak segala peringatan yang mencegahnya menikmati hidup dalam dosa, sehingga mengalami kelumpuhan hati nurani. Kenikmatan dalam dosa membuat manusia hidup dalam bayang-bayang ketakutan yang terselubung, yang sebenarnya ada namun berusaha ditutupi dengan pernyataan: "hanya sekali tidak apa-apa", "semua orang juga melakukannya", "pengampunan tersedia bagi yang memohon", "demi kebaikan bersama", "Tuhan tahu maksud kita baik", dll.

Renungkan: Terlebih indah membereskan bayang-bayang ketakutan di hadapan-Nya dan jangan biarkan kelumpuhan hati nurani menyerang Anda.

(0.13) (Luk 6:17) (sh: Kebahagiaan vs nestapa (Sabtu, 17 Januari 2004))
Kebahagiaan vs nestapa

Yesus datang untuk membawa kebahagiaan sejati kepada umat-Nya. Namun, kebahagiaan macam apa yang Yesus berikan? Orang banyak yang melihat kehebatan Yesus dalam hal menyembuhkan sakit penyakit, mengusir roh jahat, datang untuk mendapatkan kebahagiaan hidup. Namun, Yesus menunjukkan kepada mereka hal yang lebih fundamental.

Yesus mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada kesehatan, kelepasan dari tekanan mental, atau pun kelepasan dari berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Kebahagiaan sejati adalah mengenal Allah dan kehendak-Nya, serta hidup di dalam ketaatan melakukan kehendak-Nya. Itu bisa disimpulkan dari ayat tidak+membayar+tebusan+apa-apa&tab=notes" ver="">20-23. Kemiskinan, kelaparan, dukacita karena dibenci dan ditolak, dan disalahmengerti, bahkan sampai kematian sekali pun tidak dapat menghilangkan sukacita kita karena mengetahui bahwa kita dikasihi Tuhan.

Sebaliknya, seseorang boleh saja memiliki kekayaan, perut yang kenyang dan bisa tertawa puas karena puji-pujian palsu. Semua itu tidak akan menjadikannya berbahagia. Sesungguhnya, Tuhan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang nestapa, karena mereka tidak akan bisa menikmati kekayaannya, mereka akan kelaparan, berduka dan menangis dan mendapatkan pujian hampa yang tidak memberi mereka apa-apa.

Kebahagiaan yang sejati adalah ketika seseorang dapat menikmati hidup yang Tuhan berikan saat ini dengan suatu antisipasi pasti untuk hidup yang kelak jauh lebih baik. Kebahagiaan itu terjadi bukan karena hidup sekarang sudah tidak ada penderitaannya lagi, tetapi karena kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidup sekarang ini.

Renungkan: Apakah Anda bahagia? Apakah Anda yakin bahwa hidup Anda sekarang ini adalah hidup di dalam kehendak Tuhan, dan bahwa Tuhan hadir serta menyertai Anda?



TIP #16: Tampilan Pasal untuk mengeksplorasi pasal; Tampilan Ayat untuk menganalisa ayat; Multi Ayat/Kutipan untuk menampilkan daftar ayat. [SEMUA]
dibuat dalam 0.08 detik
dipersembahkan oleh YLSA