Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 161 - 180 dari 682 ayat untuk penderitaan (0.000 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.29) (Rat 3:33) (full: TIDAK DENGAN RELA HATI IA MENINDAS. )

Nas : Rat 3:33

Allah tidak senang menghukum orang karena dosa-dosa mereka; Ia menghukum karena Ia harus memelihara ketertiban moral di dunia ini. Harapan Allah yang terakhir ialah agar penderitaan membuat orang berbalik kembali kepada-Nya (lih. Yeh 18:23,32; Hos 11:8; 2Pet 3:9).

(0.29) (Yeh 39:9) (full: TUJUH TAHUN. )

Nas : Yeh 39:9

"Tujuh tahun" di sini (juga lih. ayat Yeh 39:12) mungkin tujuh tahun yang sungguhan, atau mungkin sebuah angka simbolik yang menunjukkan kesempurnaan kebinasaan musuh. Bagaimanapun juga, berita pasal ini jelas: umat Allah pada akhirnya akan menang, dan semua kejahatan serta penderitaan akan dihapuskan.

(0.29) (Yoh 19:26) (full: IBU, INILAH, ANAKMU. )

Nas : Yoh 19:26

Bahkan dalam penderitaan menjelang kematian, Yesus memperhatikan kesejahteraan ibu-Nya. Dia menugaskan seseorang yang dikasihi-Nya (kemungkinan besar Yohanes) untuk memeliharanya. Membantu keluarga yang membutuhkan pertolongan merupakan tugas kita sampai mati. Yang ditekankan di sini adalah tanggung jawab anak terhadap orang tua yang memerlukan bantuan mereka.

(0.29) (Yoh 19:30) (full: SUDAH SELESAI. )

Nas : Yoh 19:30

Penderitaan Yesus dalam menyediakan penebusan bagi umat manusia yang jatuh kini sudah berakhir dan karya penebusan sudah selesai. Dia telah menanggung hukuman bagi dosa kita sambil membuka jalan keselamatan untuk semua orang

(lihat cat. --> Mat 27:50;

lihat cat. --> Luk 23:46).

[atau ref. Mat 27:50; Luk 23:46]

(0.29) (1Kor 4:8) (full: KAMU TELAH KENYANG, KAMU TELAH MENJADI KAYA. )

Nas : 1Kor 4:8

Beberapa anggota jemaat Korintus bermegah karena hikmat mereka, pengetahuan yang lebih tinggi, dan karunia rohani. Paulus menunjukkan kepada mereka bahwa kehidupan yang sesungguhnya dari seorang percaya yang setia adalah jalan salib dan bahwa penderitaan harus mendahului kemuliaan (bd. Rom 8:17).

(0.29) (Gal 4:19) (full: MENDERITA SAKIT BERSALIN. )

Nas : Gal 4:19

"Sakit bersalin" (Yun. _odino_) melukiskan dukacita, penderitaan batin, dan kerinduan Paulus agar orang Galatia yang telah terpisah dari Kristus dan telah "hidup di luar kasih karunia" (Gal 5:4) dapat diselamatkan. Dia mengatakan bahwa mereka memerlukan kelahiran rohani yang kedua kalinya dan selaku ibu dia menderita kembali sakit bersalin supaya Kristus dapat dibentuk lagi di dalam diri mereka.

(0.29) (Ibr 5:9) (full: KESELAMATAN ... BAGI SEMUA ORANG YANG TAAT KEPADA-NYA. )

Nas : Ibr 5:9

Keselamatan abadi yang diperoleh melalui penderitaan Yesus (ayat Ibr 5:8) tersedia hanya bagi mereka yang taat kepada-Nya melalui iman. Iman yang menyelamatkan adalah iman yang taat (Yoh 8:31; Rom 1:5; 16:26; Yak 2:17-26).

(0.29) (Why 12:12) (full: IBLIS ... DALAM GERAMNYA YANG DAHSYAT. )

Nas : Wahy 12:12

Iblis, setelah menyadari bahwa ia akan dibinasakan dan dalam waktu yang sangat singkat akan dikalahkan, hanya memiliki kuasa di bumi. Waktu yang singkat menunjuk kepada masa kesengsaraan. Geramnya yang dahsyat mengakibatkan penderitaan bagi orang kudus di mana-mana (ayat Wahy 12:11).

(0.29) (Yes 53:11) (jerusalem: Sesudah....) Tuhan sendiri kembali angkat bicara menjelaskan rahasia penderitaan yang menimpa hambaNya, orang benar itu: ia tidak menderita oleh karena kesalahannya sendiri, tetapi kepadanya ditanggungkan dosa orang lain dan Hamba Tuhan menjadi perantara bagi mereka
(0.29) (Ibr 2:9) (jerusalem: oleh karena penderitaan maut) Kristus dimuliakan justru oleh karena menderita dan kemuliaanNya itu menyatakan nilai kematianNya sebagai penebusan
(0.29) (Ul 16:1) (sh: Kilas balik karya besar Allah (Senin, 19 Mei 2003))
Kilas balik karya besar Allah

Perayaan agama sangat berarti bagi pembaruan iman umat. Itulah sebabnya Allah selalu meminta umat-Nya untuk senantiasa merayakan perayaan agama (ayat 1). Tiap-tiap perayaan memiliki keunikan makna masing-masing, namun sama bertujuan agar umat menyadari semua kebaikan Tuhan dan hidup mengasihi Tuhan.

Khususnya perayaan Paskah bermaksud untuk mengingatkan kembali peristiwa keluaran dari Mesir. Dalam perayaan ini umat harus melakukan kegiatan-kegiatan ritual seperti mempersembahkan korban hewan (ayat 2), sebagai tindakan simbolis dari penyerahan diri umat kepada Allah Israel satu-satunya. Uniknya, kegiatan ini harus dilakukan di tempat yang dipilih Allah (ayat 2,6,7). Pemusatan ibadah di tempat yang dipilih Allah ini bertujuan agar, [1] umat tidak memiliki hati dan sikap yang bercabang. Melalui merayakan Paskah itu hati, pikiran dan jiwa umat ditujukan kepada Allah saja yang telah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. [2] Umat diingatkan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan jalan Tuhan, sesuai dengan berbagai ketetapan, peraturan dan hukum yang relevan pada waktu itu seperti yang terdapat dalam Ulangan 12-26.

Kesukaan dan penderitaan merupakan pengalaman bukan saja umat Israel tetapi juga pengalaman umat Allah masa kini. Keunikan perayaan umat Kristen adalah bahwa perayaan-perayaan itu terjadi karena penderitaan: Penderitaan Allah di dalam Kristus yang rela menjadi manusia dan mati untuk menebus dosa. Terkadang Allah mengizinkan kita menderita. Apabila kita menderita karena kebenaran, kita patut bersyukur atas hak istimewa itu.

Renungkan: Apabila kita tidak paham mengapa kita menderita, setidaknya penderitaan Kristus dapat menjadi sumber penghiburan dan pengharapan bagi sesuatu yang indah yang belum kita lihat kini.

(0.29) (Ayb 4:1) (sh: Takut akan Allah, sandaranmu (Senin, 29 November 2004))
Takut akan Allah, sandaranmu

Suasana kitab Ayub berubah. Sampai menjelang akhir kitab ini, yang akan kita baca dan renungkan bukan lagi kisah hidup dan penderitaan Ayub tetapi percakapan antara teman-teman Ayub dan Ayub. Percakapan itu bersifat teguran, anjuran, bantahan, dan berbagai perenungan teologis tentang penderitaan dan realitas hidup. Umumnya, teman-teman Ayub menegaskan bahwa penderitaan adalah hukuman Allah atas dosa, karena itu Ayub harus bertobat. Ayub membantah hal itu sambil menunjuk kepada fakta kesalehannya.

Dari semua teguran para sahabat Ayub, teguran dari Elifas cenderung paling lembut. Elifas mengakui fakta dampak positif hidup Ayub pada banyak orang. Nasihat dan teladan hidup Ayub telah membangun kehidupan banyak orang, bahkan mereka yang sedang terpuruk sekali pun (ayat 3-4). Elifas juga mengakui fakta bahwa sebelum ini, kesalehan Ayub dan takutnya akan Allah adalah dasar Ayub memiliki kehidupan yang penuh pengharapan (ayat 6). Secara lembut Elifas menjadikan fakta-fakta tadi teguran agar Ayub berpegang teguh pada prinsip-prinsip hidup yang sudah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang itu dan bersabar dalam penderitaan yang sedang dialaminya.

Berdasarkan ilham adikodrati yang didapatkannya dalam perenungan (ayat 12-16), Elifas mengingatkan Ayub bahwa tidak ada makhluk ciptaan Allah yang dapat mengklaim dirinya benar di hadapan Allah (ayat 17). Argumen Elifas ini meloncat dari hal moral ke hal perbedaan sifat hakiki. Malaikat yang kudus saja pun tidak benar di hadapan Allah, apalagi manusia (argumen moral). Malaikat yang di surga bersama Allah saja pun tidak benar di hadapan Allah, apalagi makhluk fana seperti manusia yang di bumi ini (argumen perbedaan hakikat). Teguran, pandangan benar, peneguhan, hiburan, atau apakah yang diperlukan Ayub saat itu? Apakah pengetahuan kita akan kebenaran firman Tuhan akan dengan sendirinya membangun hidup orang lain? Apa yang membuat orang tertolong melalui kita?

Doa: Tuhan, buatku peka untuk membedakan sikap dan kebenaran apa yang orang lain butuhkan dariku.

(0.29) (Ayb 9:1) (sh: Allah bebas bertindak, tetapi tidak pernah salah bertindak (Selasa, 23 Juli 2002))
Allah bebas bertindak, tetapi tidak pernah salah bertindak

Di dalam bukunya, The Lion, the Witch, and the Wardrobe, C. S. Lewis menggunakan figur singa sebagai perlambangan Tuhan. Lewis menggambarkan kemahakuasaan Tuhan sebagai sesuatu yang mendebarkan, namun meneduhkan. Mendebarkan karena kita tidak dapat mengatur Tuhan; meneduhkan sebab Ia baik.

Sebenarnya Ayub sudah memiliki pemahaman yang benar tentang Tuhan. Ia sadar bahwa Tuhan bebas berkehendak dan tidak ada seorang pun yang dapat atau berhak menggugat keputusan-Nya. Bahkan Ayub tidak membantah pernyataan bahwa Allah itu adil dan berkuasa. Namun, di dalam kesengsaraannya, Ayub menggugat dan mempertanyakan ketetapan-Nya. Ia merasa tidak selayaknya menderita seperti ini. Bagi Ayub, Tuhan telah bertindak tidak adil. Ada kalanya kita pun menggugat Tuhan bahwa Ia tidak adil. Kita marah karena yang kita dapatkan tidak seperti yang kita harapkan, sebab bukankah kita telah hidup dengan benar di hadapan Tuhan?

Bila kita perhatikan, jawaban-jawaban yang diungkapkan Ayub selain menyatakan betapa berdaulatnya Allah, juga mengungkapkan betapa lemahnya manusia. Betapa berkuasanya Pencipta atas ciptaan-Nya. Ayub sungguh menyadari siapa dia yang sesungguhnya di hadapan Allah. Ia tidak mampu melawan kehendak-Nya meski dengan kekuatan penuh. Kesadaran Ayub ini membuatnya mampu menghadapi dan mengatasi penderitaan yang dialaminya.

Kadang mengikut Tuhan membuat kita berdebar penuh keragu-raguan karena kita tidak tahu apa yang akan Ia perbuat kemudian. Keragu-raguan ini yang kerap menimbulkan kesulitan dalam diri kita untuk menyadari bahwa kuasa Allah hadir dalam penderitaan tiap-tiap orang. Seandainya tiap-tiap orang memiliki kesadaran bahwa Dialah Tuhan, Dialah yang menetapkan segalanya, maka penderitaan yang berat sekalipun akan mampu dihadapi.

Renungkan: Jika Tuhan mengizinkan kita mengalami penderitaan, yakinlah bahwa Dia pasti akan memberikan pertolongan-Nya kepada kita untuk kita menemukan kekuatan-Nya.

(0.29) (Ayb 11:1) (sh: Zofar berusaha `membela' Allah (Senin, 6 Desember 2004))
Zofar berusaha `membela' Allah

Zofar menyatakan penyebab penderitaan Ayub adalah kesalahan dan dosanya. Menurut Anda benarkah demikian?

"Dapatkah engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa?"(ayat 7). Zofar menyatakan pertanyaan teologis yang sulit dijawab, bukan hanya oleh Ayub, melainkan oleh siapa pun juga. Allah memang tidak terpahami dalam hakekat-Nya, siapakah yang dapat mengerti Allah? Zofar mengatakan bahwa Allah tidak dapat dibandingkan dengan kehebatan alam ciptaan mana pun, sebab Allah jauh melampaui semua buatan tangan-Nya (ayat 8-9). Zofar juga menyatakan bahwa kedaulatan Allah yang dikaitkan dengan ke-Mahatahuan-Nya tidak dapat dibantah oleh manusia (ayat 10-11). Oleh karena itu, Zofar menganjurkan agar dalam hatinya Ayub bersedia berbalik kepada Allah serta menjauhkan diri dari semua kejahatannya (ayat 13-15). Dengan berlaku demikian, Ayub hidup sebagai orang benar dengan memperoleh ganjarannya yaitu bahwa orang benar akan merasa aman, tenteram, dan berpengharapan (ayat 18).

Pada masa kini, ujaran Zofar ini mewakili orang Kristen yang "main hakim" sendiri dengan menyatakan hal yang sama. Yaitu langsung memvonis bahwa penyebab anak Tuhan menderita adalah dosa yang dibuatnya. Benarkah demikian adanya? Melalui ucapan Zofar, terlihat bahwa ia menyepelekan penderitaan yang sedang Ayub alami. Zofar tidak peka untuk menempatkan dirinya pada posisi sahabatnya. Alangkah berat tanggungan derita Ayub di tambah oleh tekanan `penghakiman' Zofar ini. Zofar, sahabat yang seharusnya mengerti dan bersimpati terhadap penderitaan Ayub, kini malah tampil menjadi seorang hakim yang menambah dan memperberat pencobaan Ayub. Memang sulit bagi kita untuk sungguh bersimpati kepada orang-orang yang menderita jika kita sendiri tidak berada dalam keadaan itu. Terlebih lagi jika kita belum pernah mengalami penderitaan serupa.

Camkankanlah: Jangan menjadi "Zofar masa kini". Bersikaplah kaya anugerah terhadap sesama yang sedang menderita. Itulah tanda dari orang yang hidup dalam anugerah Tuhan.

(0.29) (Ayb 14:1) (sh: Jangan takut datang kepada-Nya (Sabtu, 27 Juli 2002))
Jangan takut datang kepada-Nya

Dalam sebuah percakapan konseling dengan seseorang yang sedang menderita, kadang percakapan menjadi meluas hingga akhirnya terlontar pertanyaan seperti ini, "Mengapa Tuhan begitu kejam?" Sudah tentu pertanyaan ini keluar dari hati yang penuh kepedihan, kekecewaan dan kebingungan, bukan dari hati yang ingin menghujat Allah. Ada kalanya pertanyaan ini keluar karena cawan yang kita harus minum itu terlalu pahit dan kita merasa tidak sanggup lagi untuk meminumnya.

Nama Ayub pun mungkin lebih cocok dipanggil Mara, karena hidupnya sekarang menjadi sangat pahit. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, ia mengetahui bahwa Tuhan mempunyai kuasa absolut atas hidupnya, dan bahwa penderitaannya tidak dapat dilepaskan dari tangan Tuhan. Bagi Ayub, tangan Tuhanlah yang sedang memukulnya dengan murka. Itu sebabnya ia datang kembali kepada Tuhan dan meminta Tuhan untuk "menyembunyikanku di dalam dunia orang mati … sampai murkaMu surut."(ayat 14:13). Di dalam kesedihan dan kekalutan, akhirnya Ayub berpikir bahwa musibah yang dialaminya merupakan ungkapan kemarahan Tuhan terhadapnya. Ayub keliru dan kita pun sering kali keliru sewaktu menghubung-hubungkan penderitaan yang kita alami dengan kemarahan Tuhan.

Benar bahwa kita adalah makhluk yang rasional dan kita ingin menemukan jawaban untuk setiap hal yang terjadi dalam hidup kita. Tetapi, itu bukanlah alasan untuk mulai mereka-reka alasan mengapa musibah menimpa karena jawaban yang paling logis dan paling mudah untuk meredam kemarahan dan kekecewaan ialah, Tuhan marah kepada kita.

Penderitaan acap kali merupakan bagian dari rencana Tuhan yang tidak kita mengerti. Tetapi, ada hal yang terpenting untuk kita pahami dan imani dalam kehidupan kita, yaitu bahwa penderitaan tidak dapat memisahkan kita dari kasih sayang Tuhan.

Renungkan: Dalam menghadapi penderitaan, datanglah kepada-Nya bukan dengan ketakutan terhadap kemarahan-Nya. Datanglah kepada-Nya sebagai Bapa yang menyayangi anak-anak-Nya.

(0.29) (Ayb 14:1) (sh: Kerapuhan manusia (Kamis, 9 Desember 2004))
Kerapuhan manusia

Pada nas ini Ayub menguraikan keberadaan manusia dibandingkan ciptaan Allah yang lain. Siapakah manusia itu sehingga Allah mau menghadapinya? Ayub melukiskan kerapuhan manusia yang terbatas dalam hitungan waktu (ayat 5). Itu sebabnya, Ayub tidak mengerti jika Allah menambahkan penderitaan dalam hidup manusia yang singkat. Dan jika hidup manusia memang ada dalam penetapan Tuhan, hendaklah Tuhan mengalihkan pandangan-Nya dari menekan manusia (ayat 6). Maka Ayub mengajukan argumennya di hadapan Tuhan "Masakan Tuhan hendak mengadili manusia yang rapuh dan fana?" (ayat 3). Di sini Ayub sulit untuk menerima Allah mengadili orang yang tertindas. Ayub juga menyadari bahwa tidak mungkin dari manusia (yang najis) dapat menghasilkan kekudusan.

Ayub secara tidak langsung mengakui bahwa dia pun manusia yang bercela. Akibatnya Ayub melihat Allah sebagai hakim dan jenis murka yang dinyatakan-Nya bukan sebagai berkat dan rahmat. Karena itu, Ayub membandingkan hidup manusia sebagai ciptaan Allah yang tak lebih berpengharapan daripada ciptaan-Nya yang lain (ayat 7-9). Perbandingan ini didasarkan fakta bahwa setelah manusia mati maka ia tidak diingat lagi (ayat 10-12, 18-22). Meskipun demikian, Ayub yakin bahwa Tuhan akan mengingat dirinya dalam dunia orang mati. Hal ini karena Ayub berharap kepada Tuhan selama dia hidup, dan menyebut hari kematian sebagai panggilan rindu Tuhan akan ciptaan-Nya (ayat 15).

Penderitaan dapat menyadarkan seseorang tentang betapa rapuhnya manusia. Penderitaan mampu meningkatkan kesadaran kita bahwa waktu manusia terbatas. Akan tetapi, dalam kasus Ayub, benarkah Allah memang sedang menghakimi Ayub kala dia menderita, atau itu hanyalah anggapan seseorang yang dalam penderitaannya mengaitkan pengalaman hidup tersebut dengan penghakiman Allah? Sekali lagi, dalam penderitaan cara kita melihat Tuhan bisa berubah!

Renungkan: Apakah yang terjadi pada kerohanian Anda ketika hidup Anda menderita? Menambah harapan kepada Allah? Atau putus asa dan berpikiran negatif tentang Allah?

(0.29) (Ayb 21:1) (sh: Kenyataan hidup ini rumit adanya (Jumat, 2 Agustus 2002))
Kenyataan hidup ini rumit adanya

Sebenarnya yang dapat menolong orang yang sedang dalam penderitaan adalah sahabat yang sedia sama menanggung dan mendengarkan, bukan mengecam dan menghakimi (ayat 2).

Dengan terus terang Ayub menyatakan bahwa hatinya "terhenyak" oleh ketiadaan empati para sahabatnya itu (ayat 5). Karena inti kecaman para sahabatnya berkisar di dua hal: bahwa penderitaan Ayub adalah akibat dosa dan bahwa penderitaan itu berasal dari Tuhan yang menghukum, kini Ayub mengajukan gigih bantahannya di sekitar dua hal itu pula. Pertanyaan Ayub adalah kebalikan dari argumen-argumen Zofar, dan dua sahabatnya lainnya, Bildad dan Elifas. Sebaliknya dari mendukung kesimpulan bahwa Allah menghukum orang berdosa, Ayub kini mengajukan fakta-fakta tentang orang berdosa yang justru tidak sedikit pun memperlihatkan adanya hukuman Tuhan atas hidup mereka (ayat 9b). Berlawanan dari pendapat Zofar yang mengatakan bahwa orang berdosa akan mati muda (ayat 20:11), ternyata mereka panjang umur bahkan semakin uzur semakin bertambah kuat (ayat 7). Keturunan mereka bukannya menderita (ayat 20:10), tetapi bertambah-tambah dan berhasil (ayat 8). Mereka tidak merana miskin, tetapi ternak mereka berkembang biak dan membuat mereka semakin kaya (ayat 10-11). Bahkan sebaliknya dari mengalami penderitaan dan ketidakbahagiaan, hidup mereka penuh dengan keceriaan perayaan (ayat 12-13). Tuhan bahkan tidak berbuat apa pun dalam kenyataan dunia sementara ini, bahkan terhadap orang-orang yang membuang Dia (ayat 14-16).

Ayub mengajukan fakta-fakta ini tidak untuk meragukan keadilan Tuhan, tetapi ia berpendapat bahwa tidak selalu Tuhan langsung menghukum di dunia ini secara langsung (ayat 17-21). Keadilan Allah atas orang fasik dan atas orang benar mungkin sekali baru terjadi pada penghakiman kekal di akhir zaman nanti (ayat 30).

Renungkan: Banyak masalah dan pergumulan iman kita tidak dapat dijawab dengan pikiran dan ide yang sempit dan pendek. Masalah pelik harus disoroti dari perspektif kekal dan lingkup kebenaran menyeluruh. Bila tidak, bukan hiburan, tetapi ocehan hampa makna yang orang akan dapatkan.

(0.29) (Mzm 119:145) (sh: Tuhan penolong satu-satunya (Selasa, 4 Juni 2002))
Tuhan penolong satu-satunya

Seperti halnya orang-orang yang berusaha melakukan segala sesuatu dengan tulus dan jujur mengalami berbagai tekanan, agaknya pemazmur pun mengalami hal yang sama. Penderitaan pemazmur karena melakukan yang benar, makin berat dan memuncak. Tetapi, keadaan ini tidak membuatnya menjauhi Allah, justru dengan konsentrasi penuh, dan dengan segala kekuatan yang ada padanya, ia berteriak minta tolong kepada Allah (ayat 145). Ia tidak menyisakan lagi tenaga dan pikirannya ketika berseru kepada Allah. Hal itu dilakukan bukan karena Tuhan tuli atau tidak mau mendengarkan seruannya, tetapi karena kepasrahan yang utuh dan penuh kepada Tuhan.

Kita melihat dua hal penting dalam sikap pemazmur ini. Pertama, ia sadar bahwa tiada sesuatu pun di dunia yang dapat menolongnya dari penderitaan ini, kecuali Tuhan. Kedua, ia juga tahu bahwa melepaskan dan melupakan Taurat hanyalah menambah beban penderitaannya, dan itu bukan jalan keluar sebab jalan keluar hanya ada pada Allah sebagai satu-satunya sumber kebaikan.

Semakin beratnya beban penderitaan pemazmur disebabkan semakin banyak orang-orang yang menjauhkan diri dari Taurat Tuhan yang mengejar pemazmur dengan maksud jahat (ayat 150). Namun, ia mengetahui cara untuk dapat bertahan, yaitu dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Ia yakin bahwa Tuhannya tidak pernah menjauhkan diri dari orang-orang yang mencintai Dia dan Taurat-Nya (ayat 147,148). Dari pemazmur kita belajar hal penting tentang kedekatan hubungannya dengan Allah, yaitu pemazmur merasa bahwa di dalam Taurat-Nya ia berjumpa dengan perkataan Allah yang menguatkan iman.

Renungkan: Banyak orang menjauhkan diri dari Allah karena menganggap bahwa Allah juga menjauhkan diri darinya sebab penderitaan yang dialaminya. Anggapan ini sangat salah karena Allah tidak pernah menjauhkan diri dari manusia. Bahkan ketika manusia kehilangan harapan karena pemberontakannya sendiri, karena dosa, Tuhanlah yang berinisiatif datang dan menebus manusia melalui Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal.

(0.29) (Yes 25:1) (sh: Derita ada akhirnya. (Minggu, 15 November 1998))
Derita ada akhirnya.

Zaman sekarang begitu banyak orang yang memalingkan muka, menutup mata bila melihat atau mendengar kisah penderitaan yang tak kunjung berakhir. Mengapa? Selama ini banyak orang termasuk Kristen tidak mampu memahami penderitaan yang terjadi di tengah-tengah dunia ini. Penderitaan yang timbul karena peperangan dan kelaparan sebagai wujud keegoisan manusia; bencana alam sebagai wujud murka alam, dlsb. Namun untuk orang beriman, penderitaan merupakan demonstrasi Allah menempa, mengajar dan membina umat-Nya guna mempersiapkan umat mencapai puncak pengharapan bagi perwujudan keadilan dan kedamaian. Dalam pengharapan itu semua tekanan, serangan angin ribut, badai topan yang menghancurkan dan menyengsarakan manusia akan berhenti, kegagahan dan kesombongan ditiadakan, panas terik yang tidak membawa kenyamanan, ketenangan, dan kesejukan akan disingkirkan dari jalan hidup orang percaya. Itulah saat dimana Allah kembali memproklamirkan tindakan kasih dan kemurahan-Nya.

Bersyukur: hakikat hidup. Banyak orang percaya dewasa ini tidak mampu mengimbangi tindakan-tindakan atraktif Allah yang membebaskan itu. Padahal dalam setiap tindakan tersebut Allah melepaskan umat dari cengkeraman tangan musuh, membungkamkan semarak sorak-sorai musuh. Bahkan di zaman Perjanjian Baru ini, Allah menghancurleburkan gempita kemenangan dosa lewat pengorbanan Yesus Kristus. Tidak cukupkah semua ini membuat hati tergerak? Lihatlah rasa syukur umat karena kelepasan yang dari Allah. Allah yang tidak pernah melepaskan atribut kekekalan-Nya. Allah yang telah berlaku setia sebelum umat meresponi kesetiaan-Nya. Bersyukurlah untuk semua yang telah, sedang dan akan Allah lakukan dalam hidup ini.

Anugerah Allah adalah sumber kelepasan. Peristiwa demi peristiwa dalam sejarah umat Allah, telah membuktikan bahwa anugerah Allah dinyatakan bukan hanya pada saat manusia lemah, dan tak berdaya membebaskan dirinya, tetapi anugerah yang tetap ada dalam kelemahan manusia, anugerah yang memampukan manusia bertahan dalam kelemahan, anugerah yang menyatakan keajaiban rencana Allah bagi orang percaya. Inilah hakikat hidup sebenarnya sebagai dasar syukur umat percaya dan itu berlangsung terus hingga saat ini.

Doa: Terima kasih Tuhan untuk pembebasan dan penyelamatan dari tekanan kesengsaraan sebagai belenggu dosa.



TIP #20: Untuk penyelidikan lebih dalam, silakan baca artikel-artikel terkait melalui Tab Artikel. [SEMUA]
dibuat dalam 0.05 detik
dipersembahkan oleh YLSA