Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 161 - 180 dari 304 ayat untuk (68-27) Dalam AND book:18 (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Selanjutnya
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.87) (Ayb 34:37) (full: IA MENAMBAHKAN DOSANYA DENGAN PELANGGARAN. )

Nas : Ayub 34:37

Elihu berpendapat bahwa pertanyaan dan keluhan Ayub terhadap Allah (Ayub 19:6; 27:2) menunjukkan pemberontakan langsung terhadap Allah. Walaupun mungkin benar bahwa Ayub bersalah besar dengan mengeluh kepada Allah, hatinya tetap berpaut kepada Allah sebagai Tuhannya (Ayub 19:25-27; Ayub 23:8-12; 27:1-6). Dalam semangatnya untuk membenarkan Allah, Elihu gagal untuk memahami sepenuhnya kebutuhan Ayub untuk mengungkapkan seluruh perasaannya yang paling dalam kepada Allah (bd. Mazm 42:10; 43:2).

(0.87) (Ayb 42:6) (full: DENGAN MENYESAL AKU DUDUK DALAM DEBU DAN ABU. )

Nas : Ayub 42:6

Sebagai tanggapan kepada penyataan Allah, Ayub merendahkan diri dalam penyesalan. Kata "menyesal" berarti bahwa Ayub memandang dirinya dan bahkan kebenaran moralnya hanya seperti "debu dan abu" di hadapan Allah yang kudus (bd. pasal Yes 6:1-13). Ayub tidak menarik kembali apa yang dikatakannya mengenai hidupnya yang benar dan integritas moralnya, tetapi dia mengakui bahwa tuduhan dan keluhannya terhadap Allah tidaklah pantas diungkapkan seorang manusia fana, dan ia menyesal (bd. Kej 18:27).

(0.87) (Ayb 9:14) (jerusalem: membantah Dia) Artinya: membela dirinya dalam pengadilan Allah. Di hadapan Allah Mahakuasa yang baik Hakim maupun pihak yang berperkara, Ayub tidak dapat menempuh jalan penghakiman yang lazim di antara manusia (ada nas-nas lain dalam Ayub yang mengungkapkan kerinduan bahwa Ayub dibenarkan sesuai dengan hukum). Ayub mulai ragu-ragu mengenai ketidaksalahannya sendiri, Ayu 9:20-21. Ayub tidak memperhatikan kebijaksanaan keputusan-keputusan Allah yang melampaui jangkauan manusia (ini ditekankan Sofar, bab 11), tetapi ia hanya melihat keputusan-keputusan Allah yang rupanya dijatuhkan semau-maunya saja. Maka Ayub tampil untuk "membantah Dia" angkat bicara sebagai saksi yang membela terdakwa.
(0.87) (Ayb 26:1) (sh: Hati nurani yang bersih (Selasa, 6 Agustus 2002))
Hati nurani yang bersih

Hati nurani yang bersih. Bacaan hari ini terdiri dari tiga bagian, pertama respons keras Ayub terhadap Bildad (ayat 1-4), kedua perenungan menakjubkan dari Ayub tentang kuasa Allah atas semua ciptaan (ayat 5-15), dan ketiga pernyataan Ayub bahwa dengan hati nurani bersih ia tidak seperti yang dituduhkan (ayat Dalam+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">27:1-10).

Dalam perenungan Ayub, yang dalam dan mencengangkan ini, kita melihat pengakuan Ayub bahwa kekuasaan Allah mengatasi semua unsur dan zat dan makhluk. Bumi, air, awan, angkasa, seluruhnya tunduk ke bawah pengaturan Allah. Kedaulatan dan pemerintahan Allah tidak saja mencakup makhluk-makhluk surgawi yang bersifat terang, tetapi juga "roh-roh" di bawah (maksudnya dunia kegelapan) dan dunia orang mati tempat kebinasaan. Demikian pun penyebutan nama-nama seperti utara (Sapon - ayat Dalam+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">7), tiang-tiang langit (ayat 11), Rahab (ayat 12), dan ular (ayat 13) menunjuk pada dongeng-dongeng purba tentang anasir-anasir dalam alam yang dilihat menyebabkan kekacauan di bumi. Semua itu bukan saja ada di bawah kendali Allah, tetapi hanya merupakan sisi tampak dari misteri tak terselami kedalaman diri Allah, demikian tegas Ayub (ayat 14).

Dalam bagian ketiga, kembali Ayub membuat pernyataan mengejutkan. Di hadapan tuduhan para sahabatnya kini Ayub mengajukan banding kepada Allah sendiri. Namun, Allah disebutnya sebagai "Allah yang hidup, yang tidak memberi keadilan kepadaku," dan "yang memedihkan hatiku" (ayat Dalam+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">27:2). Kalimat ini bukan merupakan acungan tinju menantang Tuhan, melainkan teriakan iman yang bertanya dari dalam pergumulan untuk memahami mengapa penderitaan harus terjadi menimpa dirinya. Ucapan ini adalah suatu klaim menuntut keadilan dari kenyataan hidup yang dirasakan tidak adil. Klaim ini serasi terus dengan klaim satunya lagi bahwa ia benar di hadapan Allah dan dalam hati nurani yang murni akan terus hidup dalam kebenaran tersebut (ayat Dalam+AND+book%3A18&tab=notes" ver="">27:4-6).

Renungkan: Beda orang yang sungguh benar dari yang merasa benar adalah yang satu berseru kepada Allah dalam segala keadaan, yang lain berceloteh tentang Allah tanpa hubungan doa yang hidup dengan Allah.

(0.87) (Ayb 3:15) (ende)

Penguasa2 disini adalah penguasa2 jang sudah mati dan karena itu sama sadja dengan semua orang mati, kendati kekuasaannja dan kekajaannja didunia ini. Orang2 mati dalam pratala dianggap sebagai bajang2 jang tidak bergerak atau mengalami barang sesuatu atau dapat berbuat sesuatu. Mereka ada, tetapi tidak hidup benar2 (aj. Ayu 17-19).

(0.87) (Ayb 10:13) (ende)

Allah mentjiptakan Ijob dengan teliti dalam kandung ibunja. Tetapi rupa2nja Ia bermaksud djahat sadja. Ijob rasa dirinja tergantung sama sekali pada Allah jang memperlakukannja se-wenang2nja. Manusia harus bertanggungdjawab tentang segala perbuatannja, tetapi rupa2nja semuanja selalu djahat dan salah sadja didepan Allah, malahan kedjudjurannja.

(0.87) (Ayb 14:22) (ende)

Ajat ini sukar untuk dimengerti dan untuk diterdjemahkan. Rupa2nja maknanja: Selama orang masih hidup ia mengalami deritanja dan didalam pratala tidak. Atau adakah Ijob disini menjerang anggapan, bahwa orang dapat dihukum dalam keturunannja, sedangkan Ijob sendiri mempertahankan, bahwa orang sendiri harus dihukum karena kedjahatannja waktu ia masih hidup?

(0.87) (Ayb 19:6) (ende: menjesatkan daku)

Terdjemahan ini tiada pasti. Sering kali diterdjemahkan: menekan atau: menindas aku. Dalam terdjemahan kami maknanja: Ijob tidak sadar akan suatu dosa. Bila ia toh salah, maka Allah sendiri menjebabkan itu, bukan Ijob, hingga Allah sendiripun harus bertanggungjawab, sebab Ia menipu Ijob.

(0.87) (Ayb 4:1) (full: BERBICARALAH ELIFAS, ORANG TEMAN. )

Nas : Ayub 4:1

Pasal Ayub 4:1-21 mengawali yang pertama dari tiga rangkaian utama dialog Elifas, Bildad, dan Zofar dengan Ayub. Ketika membaca dialog ini, perhatikan yang berikut:

  1. 1) Sekalipun perkataan ketiga teman Ayub tercatat dalam Alkitab, belum tentu semua yang mereka katakan itu benar. Roh Kudus mencatat kata-kata mereka, tetapi tidak mengilhaminya. Pada akhir kitab ini, Allah sendiri menyatakan bahwa sebagian besar dari apa yang mereka katakan itu tidak benar (Ayub 42:7-8).
  2. 2) Beberapa pernyataan mereka memang benar dan dinyatakan kembali di dalam PB (mis. sebagian ucapan Elifas dalam Ayub 5:13 terdapat dalam 1Kor 3:19).
  3. 3) Teologi dan pandangan mendasar para penasihat ini salah. Mereka percaya
    1. (a) bahwa orang yang sungguh benar akan senantiasa makmur sedangkan orang berdosa selalu menderita, dan
    2. (b) sebaliknya, kemiskinan dan penderitaan senantiasa menunjukkan keadaan berdosa, sedangkan kemakmuran dan keberhasilan menunjukkan kebenaran. Allah kemudian menyatakan bahwa sikap ini salah dan pandangan yang mereka kemukakan ini "tidak benar tentang Aku" (Ayub 42:7-9).
(0.87) (Ayb 32:8) (full: ROH YANG DI DALAM MANUSIA. )

Nas : Ayub 32:8

Meskipun Elihu menyatakan bahwa ia telah menerima wawasan rohani dari Allah (bd. Ayub 33:4), pernyataan-pernyataan dan pandangan teologisnya tidak tanpa kesalahan. Beberapa di antaranya penuh wawasan, lainnya kurang daripada penyataan alkitabiah.

(0.87) (Ayb 42:1) (full: MAKA JAWAB AYUB. )

Nas : Ayub 42:1

Jawaban akhir Ayub kepada Allah penuh kerendahan hati dan ketundukan kepada penyataan Allah. Ayub mengaku bahwa

  1. (1) Allah melakukan segala sesuatu dengan baik;
  2. (2) bahwa segala sesuatu yang diizinkan Allah untuk terjadi itu dilaksanakan dalam hikmat dan dengan tujuan; dan
  3. (3) bahkan penderitaan orang benar mempunyi makna dan tujuan ilahi.
(0.87) (Ayb 1:1) (jerusalem)

KITAB AYUB

PENGANTAR

Karya sastera paling unggul yang dihasilkan gerakan kebijaksanaan di Israel ialah kitab Ayub. Kitab ini dimulai dengan sebuah ceritera dalam prosa. Sekali peristiwa mengizinkan Ayub dicobai Iblis untuk melihat, kalau-kalau juga dalam kemalangan ia tetap setia. Mula-mula Ayub kehilangan seluruh harta-bendanya dan anak-anaknya. Kenyataan ini diterimanya juga, sebab dengan jalan itu Allah hanya mengambil apa yang diberikannya dahulu. Lalu Ayub didatangi penyakit yang menjijikkan dan sangat memayakan. Inipun tetap diterima Ayub, yang tidak menurut desakan isterinya untuk mengutuki Allah. Kemudian datanglan tiga orang sahabat Ayub, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar. Mereka datang melawat untuk mengucapkan belasungkawa danmenghibur Ayub, Ayb 1-2. Sesudah bagian pendahuluan ini, ceritera berubah menjadi dialog bersajak. Ini merupakan bagian pokok kitab Ayub. Dialog tersebut berlangsung antaraempat orang. Dalam tiga rangkaian percakapan, Ayb 3-14, 15-21, 22-27, ayub serta teman-temannya berutut-turut mengemukakan pendapatnya masing-masing tentang keadilan Allah. Jalan pikiran dengan agak bebas berkembang maju, tegasnya: dalil-dalil yang mula-mula dikemukakan berulang-ulang ditegaskan kembali oleh masing-masing pembicara. Elifas berbicara dengan tenang, sesuai dengan umurnya yang sudah lanjut, tetapi juga dengan keras berdasarkan pengalamannya yang lama tentang manusia. Sebaliknya, sesuai dengan umur mudanya Zofar berkata dengan panas: Bildad ternyata gemar akan banyak kata dan uraian panjang: ia menempuh jalan tengah. Tetapi ketiga sahabat Ayub semua mempertahankan pendirian tradisional tentang pembalasan di bumi, yaitu: Jikalau Ayub menderita maka sebabnya ialah: ia berdosa. Mungkin ia menganggap dirinya orang benar, tetapi tidak mungkin ia orang benar di hadapan Allah. Ayub tetap mempertahankan bahwa tidak bersalah, tetapi ketiga sahabatnya semakin kuat berpegang pada pendiriannya semula. Dalam pembelaannya Ayub melawankan pertimbangan-pertimbangan sahabat-sahabatnya dengan pengalamannya yang penuh kepedihan serta dengan ketidak-adilan yang bersimaharajalela di bumi. Berkali- kali Ayub mengulang pendapatnya, tetapi terus-menerus ia terbentur pada rahasia Allah yang memang adil, namun menimpakan kemalangan pada orang benar. Ayub tidak dapat memecahkan masalah itu dan meraba-raba dalam kegelapan. Dalam kebingungan Ayub sekali memberontak, sekali tunduk, sama seperti dalam kesakitan badannya, ia kadang-kadang mengalami krisis dan di lain waktu merasa lega. Kedua sikap hati Ayub yang berlain-lain itu mencapai puncaknya masing-masing dalam ucapan kepercayaan, bab 19, dan pernyataan bahwa tidak berdosa, bab 31. Maka tampillah seorang tokoh yang baru, yaitu Elihu. Dengan berpidato panjang lebar Elihu menyalahkan baik Ayub maupun sahabat-sahabatnya, bab 32-37, dan ia berusaha membenarkan Allah. Lalu Yahwe sendiri menyela pidato Elihu. "Dari dalam badai", yang mengingatkan penampakan-penampakan Allah di zaman dahulu, Tuhan menjawab Ayub. Tegasnya, Yahwe enggan menjawab, sebab manusia memang tidak berhak menghadapi Allah yang mahabijaksana dan mahakuasa kepada pengadilannya. Maka Ayub mengakui, bahwa ia telah berbicara tanpa pengertian Ayb 38:1-42:6. Kitab Ayub diakhiri dengan bagian penutup yang ditulis dalam prosa dan menyimpulkan isinya: Yahwe menegur ketiga sahabat Ayub dan menganugerahi Ayub dengan putera- puteri dan melipatgandakan harta-bendanya, Ayb 42:7-17.

Pelaku utama drama itu ialah Ayub. Ia adalah seorang pahlawan di zaman dahulu, Yeh 14:14,20, dan bertempat tinggal di daerah yang orang bijaksana termasyur, Yer 49:7; Bar 3:22-23; Ob 8. Dari daerah itu juga datang ketiga sahabat Ayub. Tradisi menganggap Ayub sebagai seseorang yang sungguh-sungguh benar, bdk Yeh 14, yang tetap setia kepada Allah, walaupun tertimpa musibah yanghebat. Pengarang kitab Ayub mempergunakan sebuah cerita kuno sebagai rangka kitabnya sendiri. Meskipun gaya bahasa dan nadanya berbeda-beda, namun dialog bersajak tidak dapat dibayangkan tanpa adanya ceritera berprosa, yang berperan sebagai pembukaan dan bagian penutup.

Beberapa bagian dari dialog itu diragu-ragu keasliannya. Syair tentang Hikmat bab 28, tak mungkin diucapkan Ayub, sebab di dalamnya terdapat suatu pengertian, tentang Hikmat yang tidak ada pada Ayub atau sahabat-sahabatnya. Sebaliknya, syair itu ada persamaannya dengan wejangan Yahwe, bab 38-39. Namun demikian syair itu tidak berasal dari kalangan yang sama, yang menghasilkan bagian-bagian kitab Ayub yang lain. Syair itu digubah tanpa hubungan dengan kitab Ayub. Tidak diketahui mengapa syair itu disisipkan ke dalam kitab Ayub tepat pada tempatnya sekarang. Bagian ini memang tidak sesuai dengan konteksnya. Wejangan-wejangan Yahwe, bab 38-41, jiga diperkirakan berasal dari sebuah sajak yang lebih tua dari kitab Ayub. Tetapi dugaan semacam itu tidak secukupnya memperhatikan mana arti kitab Ayub. Memang wejangan-wejangan Yahwe itu tidak mengindahkan perdebatan antara Ayub dengan sahabat-sahabatnya dan tidak pula menyinggung keadaan Ayub: wejangan-wejangan itu memindahkan diskusi dari tingkat manusiawi ke tingkat ilahi melulu. Tetapi justru dengan jalan itulah wejangan-wejangan itu memecahkan masalah dengan suatu cara yang samar-samar dirasakan pengarang kitab, yakbi: Tindakan-tindakan Allah senantiasa penuh rahasia. Dalam wejangan-wejangan Yahwe itu sementara ahli mau mencoret sebagai tidak aseli, setidak-tidaknya bagian tentang burung unta, Ayb 39:16-21, dan uraian-uraian panjang tentang kuda nil dan buaya, Ayb 40:10-41:25. Kalau bagian-bagian mengenai binatang- binatang ganjil itu dihilangkan, maka hampir tidak ada lagi yang sisa dari wejangan Yahwe yang kedua. Kita kiranya sampai kepada kesimpulan bahwa mula- mulanya hanya ada satu wejangan Yahwe yang kemudian ditambah, lalu dibagi menjadi dua dengan disisipkan jawaban pendek pertama yang diberikan Ayub, Ayb 39:34-38. Hipotesa ini sangat menarik. Namun tidak ada satu buktipun yang dapat meyakinkan. Selebihnya, masalah itu sama sekali tidak penting. Dalam rangkaian pembicaraan yang ketiga, bab 24-27, ada kekacauan. Ini dapat dijelaskan dengan mengandaikan bahwa naskah-naskah kitab Ayub mengalami kerusakan atau dengan menerima bahwa penggubah kitab mengacaukan bahannya.

Yang sunggu-sungguh dapat diragukan keasliannya ialah uraian Elihu, bab: 32- 37. Tiba-tiba tokoh ini muncul dengan tidak disebut terlebih dahulu. Yahwe yang memotong pidato Elihu sekali-kali tidak menghiraukan apa yang sudah dikatakan olehnya. Ini semakin mengherankan mengingat bahwa Elihu terlebih dahulu mengatakan apa yang akan difirmankan Tuhan. Wejangan Elihu malahan seolah-olah mau melengkapi keterangan-keterangan Tuhan. Di lain pihak Elihu hanya mengulangi apa yang dikatakan ketiga sahabat Ayub dengan tidak ada kemajuan pikiran. Akhirnya perbendaharaan kata dan gaya bahasa pidato Elihu berbeda dengan kosakata dan gaya bahasa yang dipakai bagian-bagian kitab Ayub yang lain. Pengaruh bahasa Aram dalam uraian Elihu lebih terasa pada dalam bagian-bagian lain. Maka nampaknya bab-bab ini (32-37) ditambahkan pada kitab Ayub oleh seorang pengarang lain. Namun bab-bab inipun menyumbangkan ajaran yang khas.

Pengarang kitab Ayub hanya kita kenal melalui karya unggul yang dihasilkannya. Ia pasti seorang Israel yang sering merenungkan tulisan para nabi dan ajaran para bijaksana. Mungkin sekali ia bertempat tinggal di Palestina. Tetapi pasti membuat perjalanan-perjalanan atau malahan tinggal di luar negeri, khususnya di negeri Mesir. Kita hanya dapat menerka-nerka di zaman mana pengarang hidup. Bagian-bagian berprosa sangat serupa dengan ceritera-ceritera mengenai para bapa bangsa. Kesamaan itu menyebabkan orang di zaman dahulu yakin, bahwa kitab Ayub sama seperti kitab Kejadian ditulis oleh Musa. Tetapi dugaan itu paling-paling berlaku untuk rangka kitab Ayub saja. tetapi warna dan nada ceritera berprosa itu juga dapat diterangkan sebagai warisan tradisi atau sebagai kesusateraan yang dibuat-buat saja. Kitab Ayub pasti dikarang sesudah zaman nabi Yeremia dan Yehezkiel. Sebab di dalamnya terdapat persamaan ungkapan dan gagasan dengan nabi-nabi itu. Bahasa yang dipakai kitab sehabis masa pembuangan. waktu nasib bangsa kurang memikat hati Israel, sedangkan nasib manusia perorangan merepotkan. Tanggal dikarangnya kitab Ayub yang paling sesuai ialah awal abad ke-5 seb. Mas., tetapi kepastian tidak ada.

Pengarang Ayub merenungkan nasib orang benar yang menderita. Menurut pendapat tentang pembalasan di bumi yang beredar di kalangan umum, nasib semacam itu tidak masuk akal. Menurut pendapat umum itu manusia di bumi sudah memperoleh ganjaran berupa berkat atau hukuman atas perbuatan-perbuatabnya. Di tingkat kolektip pendapat itu paling jelas terungkap dalam dua nas Perjanjian Lama, yaitu Ul 28 dan Im 26. Kitab Hakim-hakim dan kedua kitab Raja-raja menguraikan pengetrapan prinsip itu dalam perkembangan sejarah. Arajan para nabi juga terus-menerus mengandaikan prinsip itu. Pengertian tentang tanggungjawab pribadi dengan samar-samar sudah terasa dalam Ul 24:16; Yer 31:29-30; 2Raj 14:6, tetapi secara jelas baru diuraikan dalam Yer 18. hanya Yehezkiel sendiri masih terikat pada ajaran mengenai pembalaan di bumi. Tetapi kenyataan dan kejadian-kejadian tegas menyangkal ajaran nabi. Ditinjau dari segi solidaritas dapat diterima, bahwa manusia perorangan terkena oleh dosa kelompok, sehingga juga orang benar turut dihukum bersama-sama dengan orang fasik. Tetapi kalau setiap orang harus diperlakukan sesuai dengan perbuatan-perbuatannya sendiri, bagaimana gerangan mungkin orang benar menderita? Sebab memang ada orang benar yang menderita, bahkan menderita dengan kejam. Buktinya Ayub. Tentu saja pembaca kitab Ayub tahu dari bagian pendahuluan bahwa kemalangan Ayub disebabkan Iblis, bukan Allah. Penderitaan Ayub juga hanya ujian kesetiaannya. Tetapi baik Ayub maupun sahabat-sahabatnya tidak mengetahuinya. Sahabat-sahabat itu memberi keterangan yang lazim: kebahagiaan orang fasik hanya berlangsung sebentar saja, bdk Mzm 37 dan 73, dan kemalangan orang benar hanya menguji kebenarannya, bdk Kej 22:12; ataupun kemalangannya berupa hukuman atas kesalahan yang dilakukan karena kurang tahu atau karena kelemahan saja, bdk Mzm 19:13; 25:7. Begitulah pendirian sahabat-sahabat selama masih yakin bahwa Ayub seorang yang kurang lebih benar. Tetapi jeritannya karena sengsara dan kedurhakaannya terhadap Allah akhirnya meyakinkan sahabat-sahabat itu bahwa pada Ayub ada kefasikan yang lebih mendalam. Maka kemalangan yang mendatangi Ayub menyatakan, bahwa ia seorang yang berbuat dosa berat. Kalau Elihu ia memperdalam pendirian ketiga sahabat itu: jikalau Allah membiarkan seseorang, yang nampaknya benar, menderita, maka tujuannya ialah, supaya ia mendapat kesempatan memulihkan dosa-dosa kelalaian atau kesalahan yang tida disengaha, atau - dan inilah sumbangan khas yang disampaikan Elihu dalam bab 32-37 - supaya orang benar disembuhkan dari kesombongannya. Namun sama seperti sengsara dan dosa pribadi, walaupun Elihu kurang keras dalam ucapannya.

Berdasarkan keyakinannya bahwa tidak bersalah, Ayub keras-keras menolah hubungan antara dosa pribadi dan penderitaannya. Ayub tidak menyangkal adanya pembalasan di bumi, sebaliknya ia justru mengharapkannya. Allah akhirnya juga memperlakukan Ayub sesuai dengan keyakinannya itu, sebagaimana kita mengetahuinya dari bagian penutup kitab. Tetapi Ayub durhaka dan tidak mau menerima bahwa ganjaran-ganjaran atas perbuatan-perbuatannya yang benar tidak diperolehnya sekarang juga. Dengan percuma saja Ayub mencari-cari makna penderitaannya sekarang. Dengan nekad ia berjuang untuk menemukan Allah yang sedang bersembunyi, walaupun Ayub tetap yakin bahwa Allah adalah baik. Ketika Allah akhirnya turun tangan, maka Ia hanya membuka tabir transendensiNya dan transendensi rencanaNya dan mendiamkan Ayub. Maka pelajaran kitab Ayub adalah sebagai berikut: Manusia harus tetap teguh iman dan kepercayaannya, walaupun akal budinya tidak memahami apa-apa. Pada tahap Wahyu ini pengarang kitab Ayub tidak dapat melangkah lebih jauh. Untuk menerangkan rahasia sengsara orang benar, masih perlu keyakinan tentang pembalasan di alam baka serta pengertian mengenai nilai penderitaan manusia yang telah dipersatukan dengan penderitaan Kristus. Masalah yang memberati Ayub dipecahkan dua nas Paulus: "Penderitaa zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita", Rom 8:18, dan: "AKu menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuhNya, yaitu jemaat", Kol 1:24.

(0.87) (Ayb 3:8) (jerusalem: para pengutuk hari) Ini dapat diartikan dengan berbagai cara. Boleh jadi para pengutuk hari itu ialah mereka yang membenci cahaya hari siang dan yang suka bekerja dalam kegelapan, bdk Ayu 24:13 dst; Ayu 38:15; atau: mereka yang sama seperti Ayub mengutuk hari kelahirannya; ataupun: para ahli jampi dan tukang serapah yang menurut kepercayaan merubah hari yang baik menjadi hari sial, atau menyebabkan gerhana, apabila untuk sementara waktu Lewiatan menelan matahari
(0.87) (Ayb 5:8) (jerusalem: Tetapi aku) Rupanya Elifas sekarang memperlawankan dirinya (dan mereka yang sama pikirannya) dengan mereka yang meminta perantaraan malaikat-malaikat, Ayu 5:1+. Elifas berani langsung menghadap Allah. Dengan jalan itu Elifas mengajak Ayub supaya merobah sikapnya terhadap Allah dan menjadi lebih jujur dan tulus ikhlas dalam kelakuannya terhadap Allah.
(0.87) (Ayb 6:14) (jerusalem: Siapa menahan) Ini menurut beberapa naskah Ibrani. Dalam naskah-naskah lain tertulis: Siapa melebur
(0.87) (Ayb 9:6) (jerusalem: tiangnya bergoyang-goyang) Keping bumi dipikirkan berdasarkan tiang-tiang, bdk Maz 104:2+; Maz 75:4; Ayu 38:6; 1Sa 2:8. Ayu 8:4-5 mengingatkan gambaran yang lazim dipakai dalam melukiskan akhir zaman, Ams 8:9+.
(0.87) (Ayb 10:5) (jerusalem: tahun-tahunMu....) Allah menyelami hati sanubari manusia: karena itu Ia tidak perlu menyiksa Ayub untuk mengetahui ketidaksalahannya, Ayu 9:4; bdk Ayu 9:6-7; Allahpun tidak terkurung dalam waktu, sehingga Ia tidak perlu serta-merta membalas segala sesuatunya; Ia dapat berpanjang hati, Ayu 9:5; bdk Ayu 9:7.
(0.87) (Ayb 13:18) (jerusalem: menyiapkan perkaraku) Ayub membayangkan bahwa ada perkara antara dirinya dengan Allah. Kali ini ia lupa saja bahwa tidak ada wasit yang melebihi kedua pihak yang berperkara, Ayu 9:32-33. Hakimnya, Allah kali ini hanya dipandang sebagai lawan dalam pengadilan. Bdk Ayu 9:14+.
(0.87) (Ayb 16:8) (jerusalem: kekurusanku) Begitu memang tertulis dalam naskah Ibrani yang maksudnya tidak jelas sama sekali (Ayu 16:7-8 sangat sukar dimengerti dan setiap terjemahan kiraan belaka). Ada yang memperbaiki "kekurusanku" menjadi "pemfitnahku", Siapa pelaku Ayu 16:7-8 tidak jelas.
(0.87) (Ayb 17:8) (jerusalem: tercengang karena hal itu) Memang dalam Alkitab sering kali dikatakan bahwa orang benar "tercengang" menyaksikan hukuman dari Allah yang mendatangi orang fasik, lalu mereka bertambah takwa. Begitulah sahabat-sahabat Ayub: menyaksikan kemalangan yang menimpa Ayub mereka tercengang, mengagumi keadilan Allah dan tambah takwa, serta "naik pitam" terhadap Ayub yang menurut penilaian mereka haruslah orang fasik.


TIP #10: Klik ikon untuk merubah tampilan teks alkitab menjadi per baris atau paragraf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA