Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 1601 - 1620 dari 2892 ayat untuk diri (0.004 detik)
Pindah ke halaman: Pertama Sebelumnya 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.17500212727273) (Ayb 5:1) (sh: Belajar menerima hajaran Tuhan (Selasa, 30 November 2004))
Belajar menerima hajaran Tuhan

Belajar menerima hajaran Tuhan. Tuhan seumpama bapak atau guru yang baik. Ia membimbing anak-anak-Nya ke sasaran-sasaran yang mulia melalui proses belajar yang panjang dan berat. Pelajaran yang ingin Ia tanamkan dalam kehidupan anak-anak-Nya ialah bahwa tidak ada sumber andal lain di luar Allah yang darinya orang boleh mendapatkan pertolongan (ayat 1). Ia menginginkan agar anak-anak-Nya berhikmat dan bukan bertindak bodoh (ayat 3). Ia ingin anak-anak-Nya belajar memilih Dia dan merangkul jalan serta kehendak-Nya menjadi harta berharga hidup mereka (ayat 8-16). Ajaran Tuhan itu sewaktu-waktu bisa berbentuk hajaran yang melukai dan berbagai kesukaran hidup lainnya. Namun, Ia baik adanya. Ia menghajar bukan untuk meremukkan tetapi untuk memulihkan dan menyempurnakan (ayat 18).

Kira-kira demikianlah wejangan Elifas untuk Ayub. Tentu saja semua wejangan itu benar dan bukan barang baru bagi Ayub. Lebih lagi, kebenaran isi wejangan itu pun bukan teori lagi bagi Ayub, sebab ia saat itu justru sedang mengalaminya. Tidak salah bahwa Elifas mengingatkan orang seperti Ayub, kebenaran dan prinsip-prinsip hidup yang sudah diketahuinya bahkan sedang dijalaninya. Juga tidak salah mengingatkan kembali kepada orang yang sedang menanggung penderitaan, janji-janji pemulihan dari Tuhan. Orang yang hampir sempurna seperti Ayub pun, memang tidak sempurna, masih perlu diingatkan, ditegur, diteguhkan.

Ironis bahwa Elifas kini seolah mengambil posisi Sang Guru sejati. Ia terlalu cepat ingin mengajar orang lain padahal diri sendiri belum tentu sepenuhnya sudah menerima ajaran itu dan memahami secara mendalam. Hanya orang yang sepenuhnya menyatu dengan kebenaran yang berhak mengajarkan kebenaran. Kesalahan kedua adalah memutarbalikkan yang umum dengan yang khusus. Prinsip umum harus juga memperhitungkan konteks dan kekecualian seperti yang firman sendiri ajarkan. Demikian pun pengalaman khusus tidak dapat begitu saja boleh diangkat menjadi prinsip umum.

Camkan: Dengar dan terimalah dulu hajaran Tuhan buat diri sendiri sebelum bicara mengajar orang lain!

(0.17500212727273) (Ayb 19:1) (sh: Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa (Rabu, 31 Juli 2002))
Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa

Teman tak berkuasa, Tuhan berkuasa. Ayub tidak hanya kehilangan harta benda, anak-anak, dan kesehatannya. Ia juga kehilangan teman dan respek. Ayub meratap bahwa ia sekarang dikucilkan oleh saudara, kenalan, kaum kerabat, dan kawan-kawannya. Tidak berhenti di situ, ia pun diasingkan oleh anak semang dan budaknya (ayat 13-16) dan bahkan oleh istrinya sendiri (ayat 17). Ejekan tidak saja diterimanya dari teman karibnya, tetapi juga dari anak-anak kecil (ayat 18-19). Tidak heran pada akhirnya dengan memelas Ayub memohon kepada ketiga sahabatnya itu, "Kasihanilah aku, kasihanilah aku, hai sahabat-sahabatku."

Dalam penderitaan, kita membutuhkan dukungan dari orang-orang yang mengasihi kita. Seberat apa pun permasalahan yang kita hadapi, kalau kita masih mendapatkan kepercayaan dan kekuatan dari mereka, kita akan lebih sanggup menghadapinya. Namun, ironisnya, dalam kesusahan kita cenderung memilih untuk sendirian, mengucilkan diri dari keramaian. Kita menangis sendirian dan kita menderita sendirian, sepi dari sapaan teman dan kerabat.

Namun, meskipun Ayub bergumul sendirian, ia menghampiri Tuhan. Itu sebabnya ia tetap berkata dengan yakin, "Tetapi aku tahu: Penebusku hidup dan Ia akan bangkit di atas debu." (ayat 25). Ayub datang kepada Pribadi yang tepat: Tuhan sendiri. Ia membawa ketidakmengertian dan kekecewaannya kepada Tuhan. Sekarang Ayub tidak sendirian lagi. Meski sahabat-sahabatnya tidak memahami keadaannya, Tuhan mengerti.

Ada masalah yang dapat kita bagikan dan ceritakan kepada teman. Namun, ada juga masalah yang tidak bisa kita ceritakan kepada siapa pun. Akhirnya kita hanya dapat datang kepada Tuhan yang mengerti kepedihan kita bahkan sebelum kita mengucapkan sepatah kata pun.

Renungkan: Teman mengerti sebagian tentang diri kita, tetapi Tuhan mengerti seluruhnya. Teman mengasihi, memperhatikan kita, tetapi Tuhan mengurbankan nyawa-Nya buat kita. Dialah satu-satunya tempat kita mendapatkan kasih sayang dan pertolongan.

(0.17500212727273) (Ayb 27:1) (sh: Memperjuangkan kebenaran (Rabu, 22 Desember 2004))
Memperjuangkan kebenaran

Memperjuangkan kebenaran. Tidak sedikit para tokoh iman kristiani, seperti: Paulus, Petrus, Yohanes, Stevanus, Galileo Galilei, Marthin Luther King, dll. yang divonis hukuman mati atau dibunuh akibat kesalahan yang tidak dilakukannya.

Pada nas ini, Ayub memperjuangkan kebenarannya yaitu menyatakan dirinya tak bersalah (ayat 5). Meskipun, para sahabatnya telah bersepakat menyatakan penderitaan Ayub adalah karena ia telah berdosa. Untuk memperjuangkan kebenarannya itu, Ayub membuat suatu pernyataan yang mencengangkan. Ia mengajukan permohonan naik banding kepada Allah. Pernyataan Ayub di ayat 2 tentang Allah yang hidup, "yang tidak memberi keadilan kepadaku, yang memedihkan hatiku", bukanlah merupakan pernyataan menantang Allah. Sebaliknya ia menyerukan pernyataan keprihatinannya yang mempertanyakan kebijaksanaan Allah, berkaitan dengan penderitaan yang menimpa dirinya.

Melalui ucapan ini sebenarnya Ayub ingin mengungkapkan dua hal: Pertama, Ayub merasakan kenyataan bahwa hidup telah berlaku tidak adil terhadapnya. Hal ini diukur Ayub dari kehidupan orang fasik yang akan memperoleh nasib sial karena telah ditetapkan Allah (ayat 13-19). Akan tetapi, Ayub bukanlah orang fasik. Namun, mengapa hidupnya diperlakukan Allah sama seperti hidup orang fasik? Kedua, Ayub menyatakan bahwa ia benar di hadapan Allah. Dan sekalipun Ayub harus menanggung penderitaan, Ayub tetap mengikrarkan keteguhan imannya, Ayub bertekad akan tetap hidup dalam kebenaran Allah seraya menjaga kemurnian hatinya (ayat 6).

Setiap orang berhak untuk memperjuangkan kebenaran bagi dirinya sendiri. Akan tetapi, sebelum Anda melakukan hal itu, instrospeksi diri dulu bahwa Anda tidak melakukan kesalahan yang dituduhkan. Jauh lebih baik, jika bukan kebenaran diri saja yang diperjuangkan. Melainkan hendaknya kita juga berani menyatakan kebenaran firman Allah yang dituangkan dalam perbuatan, perkataan, dan pemikiran kita.

Ingatlah: Jangan gentar untuk memperjuangkan kebenaran, apalagi yang bersumber dari firman Allah karena Ia di pihak kita.

(0.17500212727273) (Ayb 35:1) (sh: Nyanyian di waktu malam (Rabu, 14 Agustus 2002))
Nyanyian di waktu malam

Nyanyian di waktu malam. Elihu berusaha meyakinkan bah-wa Ayub tidak memiliki hak menuntut agar Allah menjawab keluhannya karena [1] tidak ada keharusan bagi Allah untuk menjawab, (ayat 3-8), [2] Allah tidak akan menjawab keluhan pembuat kejahatan (ayat 9-13), dan keluhan Ayub bahwa Allah tidak pernah menghukum orang jahat adalah omong kosong (ayat 14-16).

Elihu melihat kata-kata Ayub yang saling bertentangan (ayat 2b-3). Di satu sisi Ayub menyatakan meminta keadilan Allah, di sisi lain menganggap Allah tidak peduli akan kesusahannya. Pada ayat 5-8 Elihu menyatakan tentang jarak tak terhingga antara Allah dan manusia. Jadi, kesalahan atau ketidakbersalahan Ayub tak dapat mempengaruhi Allah. Tindakan manusia hanya berpengaruh terhadap manusia lainnya.

Di ayat 9-13, Elihu nampaknya menyatakan bahwa ketika orang-orang menderita, mereka tidak berseru kepada Tuhan untuk pertolongan. Inilah sebabnya Allah tidak menolong mereka. Ratapan mereka hanyalah teriakan kosong dari sifat yang egois, bukan dari kepercayaan kepada Allah. Mereka mengabaikan pengajaran Allah dari alam. Padahal Allah yang memberikan mereka nyanyian-nyanyian di waktu malam dan mengajar mereka melalui binatang-binatang (bdk. 12:7). Nyanyian di waktu malam mungkin adalah nyanyian bintang-bintang dan makhluk-makhluk surgawi lainnya yang bersukacita kala bumi dijadikan (ayat 38:7). Kaum tertindas harus mengingat pencipta mereka, dan berseru kepada-Nya, bukan kepada manusia.

Elihu menyimpulkan kasus Ayub dengan mengatakan: pernyataan Ayub bahwa Allah belum menampakkan diri-Nya adalah bodoh. Allah telah menyatakan diri melalui keajaiban alam (ayat 14). Ayub juga dianggap salah karena mengatakan bahwa Allah tidak menghukum dosa. Kalau kelihatannya demikian, tentu adalah karena orang yang tertindas belum datang kepada Allah dengan memohon secara tulus.

Renungkan: Dalam kesusahan Anda, pandanglah bintang dan hiruplah udara segar. Allah mengasihi Anda. Berserulah kepada-Nya!

(0.17500212727273) (Mzm 3:1) (sh: Tuhan Perisaiku (Selasa, 7 Januari 2003))
Tuhan Perisaiku

Tuhan Perisaiku. Di mana di bumi ini yang aman dari bahaya? Di jalan? Teror, perampok, bom, dan kecelakaan menghantui. Di rumah? Sewaktu- waktu kebakaran, ledakan bom, banjir bisa menimpanya. Perisai macam apa yang bisa kita pakai untuk melindungi diri dari ancaman bahaya?

Pemazmur juga melihat di sekelilingnya penuh bahaya. Musuh mengepung dirinya, bukan hanya puluhan atau ratusan, melainkan puluhan ribu (ayat 7). Ini adalah suasana perang yang dilukiskan dalam mazmur ini. Pemazmur (mungkin raja Daud) sedang terjepit dari segala pihak. Menurut judul mazmur ini, Daud sedang menghadapi makar putranya sendiri, Absalom yang berhasil menghasut hampir seluruh rakyat dan pahlawan untuk menyingkirkan Daud. Namun, bahaya itu ia hadapi dengan berharap kepada Tuhan. Berbagai senjata pencabut nyawa boleh mengancamnya. Memang tidak ada perisai buatan manusia yang dapat melindunginya seratus persen. Tetapi, Tuhan adalah perisai, bukan hanya melindungi pemazmur (ayat 4), melainkan juga akan balik menghantam semua musuh sampai hancur (ayat 8). Ajaib, pemazmur merasa tenang dan tidak khawatir lagi, bahkan mampu tidur dengan nyenyak karena perlindungan Tuhan pasti adanya (ayat 6).

Sejarah mengajarkan bahwa kita tidak dapat mempercayakan kesejahteraan kita sepenuhnya pada sesuatu yang bukan Allah. Terali tidak dapat melindungi nyawa kita. Pengawal pribadi tidak mungkin memberi kebebasan. Jikalau Anda termasuk orang yang mengandalkan uang, senjata, kepandaian, dlsb., segeralah bertobat dan bergantung kepada Tuhan saja. Bahkan andaikan diri kita terancam sekali pun, di dalam Tuhan nasib kekal nyawa kita terjamin sempurna.

Renungkan: Jaminan sejati tidak datang dari dunia ini, tetapi dari surga. Jaminan apa pun dari dunia ini apabila melebihi kedudukan Tuhan, malah bisa berubah menjadi jerat pembantai hidup kita.

(0.17500212727273) (Mzm 4:1) (sh: Tahu berbicara dan berdiam diri (Rabu, 8 Januari 2003))
Tahu berbicara dan berdiam diri

Tahu berbicara dan berdiam diri. Mazmur ini adalah mazmur ratapan yang lebih tepat disebut mazmur keyakinan iman di dalam kesesakan. Beberapa bagian dari mazmur ini menunjukkan ungkapan bersifat pribadi (ayat 2-4), beberapa lagi seolah menunjukkan ungkapan ajaran imam kepada umat tentang pokok kesesakan (ayat 5-6). Sebagian besar mazmur ini adalah ungkapan orang beriman kepada Allah, sementara bagian lainnya adalah ungkapan yang ditujukan kepada pihak yang menjadi sumber kesesakan itu (ayat 3-4). Di bagian akhir barulah keyakinan iman itu terungkap dari pengalaman kesesakan (ayat 7-9).

Pihak pertama kepada siapa kita harus berbicara adalah Tuhan. Allah saja satu-satunya yang benar yang pasti akan membenarkan dan yang mampu memberikan kelegaan orang yang tersesak demi kebenaran (ayat 2b). Secara teoretis kita tahu ini, sebab Allah saja pertolongan terpercaya. Namun, mazmur ini mengejutkan kita sebab ungkapan di dalamnya terasa sangat mendesak, memakai bentuk perintah kepada Allah. "Tuhan, jawablah aku, benarkan aku, kasihani aku, dengarkan doaku!" Ini bukan sikap kurang ajar, tetapi justru sikap wajar orang yang sungguh serius tentang realitas Tuhan dalam segala pengalaman hidupnya.

Pihak kedua kepada siapa kita harus berbicara adalah orang-orang yang menyebabkan kesesakan. Ungkapan "berapa lama lagi" kini tidak ditujukan kepada Allah, tetapi kepada orang yang menyebabkan penderitaan orang beriman. Ucapan ini diikuti oleh klaim bahwa orang beriman dipilih, dikasihi, dan pasti akan dibela oleh Allah (ayat 4). Dengan demikian, "berapa lama lagi" ini merupakan peringatan keras agar mereka tidak berlama-lama berdosa melawan Allah dan umat-Nya.

Renungkan: Di dalam kesesakan, orang beriman tidak harus merasa terpojok, melainkan sanggup bersikap pemenang di dalam Tuhan.

(0.17500212727273) (Mzm 6:1) (sh: Beriman dalam pergumulan (Sabtu, 15 Februari 2003))
Beriman dalam pergumulan

Beriman dalam pergumulan. Frasa bahasa Inggris berikut meringkaskan pandangan umum tentang bagaimana beriman di tengah pergumulan yang berat: "to keep a stiff upper lip". Arti bebasnya, menjaga bagian atas bibir tetap kaku pada saat apa pun, karena bibir bagian atas kita selalu bergerak dan berubah bentuk, bila sang empunya bibir atas sedang ada dalam keadaan emosional, senang atau sedih. Pendeknya, jika dalam pergumulan, tetaplah tegar, kendalikan diri, dan jangan salahkan Allah.

Pemazmur gagal total untuk melakukan itu. Jangankan menjaga bibir atasnya tetap kaku, ranjangnya pun digenangi oleh air matanya (ayat 7b). Tulang-tulangnya gemetar (ayat 4) dan matanya sembab (ayat 8). Ia mengeluh merana (ayat 3a,7a) dan bertanya, "berapa lama lagi?" (ayat 4b). Setelah itu semua, baru kemudian pemazmur menyambungnya dengan pernyataan keyakinan bahwa Allah akan menolong dan membelanya (ayat 9-11).

Mazmur ini memberikan wawasan yang sehat tentang bagaimana beriman dalam pergumulan. Darinya kita menyimpulkan suatu sikap iman terhadap pergumulan yang seimbang. Pengalaman iman kita mengizinkan kita untuk berduka, meratap, dan bahkan mengeluh. Bahkan, seperti teladan pemazmur, semua ratap dan keluhan itu ditujukan langsung kepada Allah. Ini bukan kekurang-ajaran, bukan pula ketidakpercayaan, tetapi hak dari seorang anak untuk mengeluh kepada Bapanya. Ini juga berarti memberikan kesempatan bagi Allah untuk menjawab keluhan kita dan menolong kita. Kita belajar bahwa dasar yang teguh bagi Kristen untuk menghadapi pergumulan bukanlah iman terhadap konsep, tetapi kepada Allah yang hidup, yang mendengarkan dan menjawab doa-doa kita.

Renungkan: Doa bukanlah topeng religius untuk menutupi kelemahan kita dengan tindakan rohani, tetapi ekspresi atas hubungan yang akrab dengan Allah dalam kejujuran dan penyerahan diri.

(0.17500212727273) (Mzm 8:1) (sh: Mengapa gereja terus bertengkar? (Sabtu, 6 Januari 2001))
Mengapa gereja terus bertengkar?

Mengapa gereja terus bertengkar? Apa penyebab utama perselisihan dan perpecahan gereja sampai saat ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah kesombongan yang masih menguasai hati Kristen. Pada hakikatnya kesombongan adalah salah satu bentuk manifestasi mempertuhankan diri sendiri. Karena itu kesombongan harus dihancurkan. Bagaimana caranya? Kita dapat meneladani pemazmur.

Melalui ayat pertama dan ayat terakhir dari Mazmur ini, pemazmur melantunkan nyanyian kekagumannya yang indah kepada Tuhan dimana di dalamnya nama Allah yang mulia ditinggikan. Kekaguman kepada Allah ini sulit diekspresikan sehingga pemazmur hanya dapat mengungkapkan dengan kata-kata 'Ya TUHAN, Tuhan kami`. Kita tidak perlu kaget karena memang tidak ada akal yang dapat mengukur dan tidak ada lidah yang dapat menyatakan, walaupun hanya setengah dari kebesaran Tuhan.

Mengapa pemazmur begitu terkagum-kagum akan kebesaran Allah? Sebab kebesaran Allah tidak hanya dapat dilihat dari apa yang di langit di atas namun juga yang di bumi di bawah, khususnya dari makhluk yang dianggap paling lemah yaitu bayi-bayi dan anak- anak yang menyusu. Pemeliharaan Allah yang luar biasa kepada mereka terlihat ketika Allah mengubah darah seorang ibu menjadi air susu dan memberikan kemampuan bayi-bayi untuk menyusu. Melalui itu semua Allah memelihara dan menumbuhkan.

Pengenalan yang benar akan kebesaran Allah, menuntun manusia kepada kesadaran akan ketidakberdayaan dan ketidaklayakan dirinya (ayat 4-5). Pengenalan akan kebesaran Allah akan menuntun manusia untuk menemukan jati diri yang sebenarnya di hadapan Allah dan di antara makhluk ciptaan lainnya. Jika sekarang manusia mempunyai kemampuan, otoritas, dan kedudukan yang tinggi di dunia, semua itu semata-mata anugerah Allah (ayat 6-9).

Renungkan: Berdasarkan pemahaman di atas, adakah alasan yang membenarkan manusia untuk menjadi sombong, sehingga merendahkan dan melecehkan orang lain? Jika pemazmur membuka dan menutup mazmur ini dengan pujian kekaguman sebagai manifestasi dari pengakuan kebesaran Allah dan kehinaan dirinya, hal-hal lain apakah yang dapat Anda lakukan sebagai manifestasi dari pengakuan kebesaran Allah dan kehinaan kita dihadapan-Nya?

(0.17500212727273) (Mzm 14:1) (sh: Siapa yang benar? (Selasa, 18 Februari 2003))
Siapa yang benar?

Siapa yang benar? Kata orang, tidak sulit mencari orang baik. Stok orang baik di dunia masih tersedia banyak. Yang sulit adalah mencari orang yang benar, orang yang memperjuangkan kebenaran, dan yang menegakkan kebenaran. Keadaan inilah yang paling tidak sedang kita rasakan sekarang ini di Indonesia. Orang baik, yang suka menyumbang, yang dermawan, yang suka menolong orang lain memang banyak, tetapi kebanyakan juga sarat dengan tujuan/muatan politis kepentingan diri/kelompoknya alias tidak tulus. Pemazmur pun melihat sekeliling dirinya dan menemukan betapa sedikitnya, atau -- di luar dirinya dan orang percaya -- tidak ada orang benar. Tanda-tanda orang benar tidak ada pada dunia ini, yaitu mengakui Allah dalam hati dan perbuatan mereka (ayat 1), berakal budi dan mencari Allah (ayat 2), hidup setia, bermoral dan berbuat baik (ayat 3), berbuat yang benar dan tidak menindas umat Tuhan (ayat 4) serta tidak menghina orang yang tertindas (ayat 6). Namun, pemazmur tidak pesimis melihat semuanya ini karena ia mengetahui bahwa Allah beserta dengan orang benar, betapa pun jumlah mereka sedikit, dan hukuman akan menimpa orang bebal (julukan bagi orang yang 'tidak benar') dengan kejutan yang besar (ayat 5). Juga, Tuhan akan memulihkan umat Tuhan yang tertindas, dan mendatangkan keselamatan bagi mereka (ayat 7).

Mazmur ini menuturkan kepada kita bahwa kebebalan menjadi dosa asal segala kejahatan dan penindasan oleh yang berkuasa dan kuat atas yang lemah dan miskin, penyangkalan atas kekuasaan Tuhan dan kehadiran-Nya yang menuntut dan mengadili perbuatan kita. Oleh sebab itu, apabila kita menganggap diri kita "tuan", maka dengan segera akan terjadi penindasan terhadap sesama kita.

Renungkan: "Apakah yang kuat dan berkuasa akan terus menindas yang lemah dan miskin?" Tidak, karena Allah menyertai angkatan "orang benar". Jawaban Allah ini tidak akan menumbuhkan iman kita apabila kita terlibat dalam permainan penindasan ini.

(0.17500212727273) (Mzm 24:1) (sh: Ya Raja Kemuliaan, datanglah! (Senin, 24 Februari 2003))
Ya Raja Kemuliaan, datanglah!

Ya Raja Kemuliaan, datanglah! Tujuan Allah menitipkan alam kepada manusia adalah agar manusia dapat menjaga keseimbangan dan integritas alam ciptaan-Nya. Namun, keadaan yang terjadi justru sebaliknya. Manusia lebih cocok disebut penghancur bumi daripada pemelihara bumi. Apakah Allah akan bertindak terhadap para penghancur bumi ciptaan-Nya?

Mazmur ini memberikan jawaban kepada kita. Bahwa Dia, sang Pencipta langit dan bumi, yang menguasai alam semesta, dan yang bertakhta atas dunia ini (ayat 1-2) suatu saat akan datang dan mengklaim milik-Nya. Maka, celakalah mereka yang tidak layak bila saatnya tiba. Siapakah yang layak menghampiri gunung-Nya yang kudus, berdiri di hadapan takhta kudus-Nya? Hanya mereka yang menjaga diri dari kenajisan hidup, yang bersih dan integritas dirinya utuh (ayat 4), serta selalu mencari dan melakukan apa yang berkenan kepada-Nya (ayat 6) yang akan menerima berkat Tuhan dan keselamatan dari-Nya (ayat 5). Dia akan datang, dan sungguh kedatangan-Nya akan membuat kubu-kubu yang tertutup dengan rapat menjadi terbuka, tiada yang dapat bertahan di hadapan Raja Kemuliaan (ayat 7-9). Tidak satu pintu pun yang tinggal tertutup dapat bertahan di hadapan Pemilik alam semesta.

Manusia boleh mencoba menolak Raja Kemuliaan sebagaimana dulu kedatangan-Nya yang pertama telah ditolak (Yoh. 1:11), bahkan mereka menyalibkan Dia (Mat. 17:22, 23). Tetapi, kali ini Dia akan datang sebagai Raja Kemuliaan yang berdaulat dan berkuasa penuh. Dia akan meminta tanggung jawab dan kesiapan kita. Siapakah yang dapat bertahan di hadapan-Nya?

Renungkan: Tujuan kedatangan-Nya yang pertama adalah untuk menjadi juruselamat dunia. Tujuan kedatangan yang kedua adalah untuk menyatakan kerajaan-Nya yang mulia. Waspadalah dan persiapkan diri Anda. Jangan sampai Anda ditolak-Nya karena kedapatan tidak siap!

(0.17500212727273) (Mzm 26:1) (sh: Bila orang benar difitnah (Rabu, 26 Februari 2003))
Bila orang benar difitnah

Bila orang benar difitnah. Mazmur ini dilatarbelakangi oleh peristiwa pengadilan suci, sebagaimana berlaku pada zaman raja-raja. Jika seseorang dituduh bahwa ia telah melakukan kesalahan yang besar dan tak dapat ia buktikan bahwa tuduhan itu tidak beralasan, maka orang itu naik banding kepada Tuhan sebagai Hakim tertinggi. Si tertuduh wajib mengangkat sumpah dengan mengutuk dirinya sendiri jika ternyata tuduhan tersebut benar. Selanjutnya ia harus pergi ke Bait Suci dan mengulang sumpahnya di situ dan Tuhan sendiri bertindak mengadili hamba-Nya dan menyatakan dia bersalah atau tidak, sesuai dengan kenyataan yang diketahui Tuhan sendiri.Pemazmur yang menjadi terdakwa, berpaling kepada Tuhan untuk meminta pembelaan bagi dirinya (ayat 1). Baginya Tuhan adalah sumber keadilan yang akan dapat menyatakan benar tidaknya dirinya (ayat 2). Pemazmur meyakini diri tidak bercela karena selalu berpedomankan Tuhan (ayat 3), menjauhi pergaulan dengan orang- orang tidak benar (ayat 4-5), ataupun melakukan perbuatan- perbuatan yang jahat (ayat 9-10), dan hidup dalam ketulusan (ayat 11). Pemazmur memelihara kehidupan ibadah yang baik (ayat 6), menyatakan perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib (ayat 7), dan selalu mencari perkenanan dalam hadirat-Nya (ayat 8). Hati nurani si pemazmur menyatakan dirinya bersih sehingga ia berani menyatakan kedekatannya dengan Tuhan di tengah jemaat (ayat 12).

Adakah pembelaan yang lebih meyakinkan selain pembelaan Tuhan kepada anak-anak-Nya? Adakah bukti yang lebih meyakinkan daripada kesaksian hidup yang tidak bercela? Itu semua yang diyakini si pemazmur. Tuhan adalah pembelanya, dan kesaksian hidupnya adalah bukti dirinya benar.

Renungkan: Apakah Anda sudah menyatakan diri sebagai orang yang sudah dibenarkan? Bila belum, bagaimana berharap Tuhan akan menyatakan Anda benar?

(0.17500212727273) (Mzm 31:1) (sh: Doa, sebuah tindakan refleks Kristen (Minggu, 25 Maret 2001))
Doa, sebuah tindakan refleks Kristen

Doa, sebuah tindakan refleks Kristen. Jika secara tidak sengaja kita menyentuh bara api, maka secara refleks tangan kita akan bergerak menjauhi bara api itu. Itulah gerakan refleks yang dikaruniakan Allah kepada setiap manusia dalam menghadapi bahaya maupun serangan atas dirinya. Menjalani kehidupan di dalam masyarakat kita akhir-akhir ini, Kristen harus memperlengkapi diri dengan gerakan refleks yang lain, bukan sekadar menghindar dari bara api yang akan menyengat tangan namun juga mempertahankan diri agar tidak hangus terbakar api pergolakan zaman.

Ketika menulis mazmur ini, Daud dikejar-kejar oleh Saul untuk dibunuh. Kondisinya waktu itu sangat genting karena hampir tidak ada celah bagi Daud untuk mempertahankan atau menyelamatkan dirinya (1Sam. 23:13). Apa yang ia lakukan? la segera berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah, sebelum melakukan apa pun (2-6). Tidak ada hal yang terlalu genting bagi Daud sehingga doa harus ditunda atau dilewatkan. Bagi Daud doa tetap harus dinomorsatukan dalam situasi dan kondisi apa pun. Doa sudah menjadi gerakan refleks baginya. Mengapa demikian? Sebab ia memang telah menyerahkan hidupnya secara penuh ke dalam tangan Tuhan. Ia mengenal siapa Allah, karena itu ia tidak ragu sedikit pun untuk mengandalkan Dia dalam segala keadaan. Bahkan ia mempercayakan kepada Allah miliknya yang paling berharga yaitu nyawanya (6). Tidak itu saja, walaupun masih harus menghadapi ancaman maut, ia dapat tetap bersukacita dan tegar karena Allah adalah setia maka Ia akan tetap menolongnya seperti yang pernah Ia lakukan sebelumnya (8-9).

Renungkan: Seperti bagi Daud, bagi kita pun doa harus merupakan tindakan refleks untuk mempertahankan dan menyelamatkan keberadaan kita. Apakah ini sudah berlaku bagi Anda? Jika belum apa penyebabnya?

Bacaan untuk Minggu Sengsara 5

Yeremia 31:31-34

Ibrani 5:7-10

Yohanes 12:20-33

Mazmur 51:10-16

Lagu: Kidung Jemaat 446

(0.17500212727273) (Mzm 34:1) (sh: Ketidakwarasan pembebasan (Senin, 26 Mei 2003))
Ketidakwarasan pembebasan

Ketidakwarasan pembebasan. Kita lebih suka menganggap diri kita sebagai orang-orang Kristen yang terhormat, yang waras baik tubuh maupun pikiran. Begitu kuatnya pola ideal ini, kita lupa bahwa karya sejarah keselamatan melibatkan apa yang bagi dunia adalah suatu bentuk "ketidakwarasan". Bukan pura-pura tidak waras untuk menyelamatkan diri (ayat 1), tetapi karena berbeda dengan dunia. Yeremia disindir sebagai nabi gila (Yer. 29:26-27). Yesus dianggap tidak waras oleh keluarga-Nya (Mrk. 3:21). Festus menganggap Paulus gila karena pemberitaan Injilnya (Kis. 26:24), dan banyak contoh lain dari Alkitab. Mereka dianggap gila, karena kehendak Allah bertentangan dengan "akal sehat" mayoritas orang yang tidak mengenal kehendak Allah.

Dimana letak "kegilaan" dari karya perlindungan Allah? Ada suatu pepatah Perancis yang mengatakan: "Tuhan berpihak kepada armada yang besar, dan melawan armada yang kecil." Inilah prinsip ketentaraan, dan bagi sebagian orang, prinsip hidup yang "waras". Allah pemazmur justru berpihak yang lemah. Mereka yang rendah hati (ayat 3), tertindas (ayat 7), yang menjaga dirinya dari kejahatan (ayat 14-15), benar (ayat 16-18), patah hati dan malang (ayat 19-21), mereka inilah yang menerima perlindungan Allah. Mereka menjadi lemah, karena seperti pemazmur, mereka bermegah karena dan berseru kepada Tuhan. Tetapi mereka menjadi kuat, karena Allah berpihak kepada mereka, "orang-orang benar itu" (ayat 18).

Yang kita pelajari bukanlah teladan Daud yang berpura-pura gila, tetapi hikmat yang timbul dari pengalamannya itu: betapa berbahagia ada dalam perlindungan Tuhan, Sang Allah yang punya prinsip berkarya yang berbeda dengan dunia yang berdosa.

Renungkan: Kapan terakhir kali Anda dianggap gila, bukan karena lelucon kita yang tidak biasa, atau ambisi dan rencana hidup kita, tetapi karena keputusan kita untuk berharap kepada Allah dan menaati-Nya?

(0.17500212727273) (Mzm 39:1) (sh: Allah adalah pihak yang paling tepat (Rabu, 4 Juni 2003))
Allah adalah pihak yang paling tepat

Allah adalah pihak yang paling tepat. Benarkah sikap Daud ini ketika ia menghadapi orang-orang jahat? Jika kita di tempat Daud, apa yang biasanya kita lakukan? Duduk dan berdiam diri atau meluapkan kemarahan? Marah terhadap sesuatu yang salah adalah wajar, tetapi jika permasalahan dihadapi dengan sikap diam, bukankah itu hanya akan menambah penderitaan? Akibat dari diam atau mendiamkan bisa membuat kita hidup dalam tekanan -- depressi dan stress.

Dalam pikirannya semula, Daud menyatakan keinginannya untuk tutup mulut, sebagai jalan "paling aman" menurut Daud. Keputusan Daud ini didasarkan pada dua hal: [1] ia tidak mau kedapatan menuduh Allah berlaku tidak adil atau berbuat kesalahan; [2] ia tidak mau memberikan kesempatan kepada orang fasik untuk menyerang dia atau menghina Allah karena ucapannya. Tetapi keputusan tersebut ternyata justru memperberat penderitaannya. Akhirnya Daud menyadari bahwa menutup mulut itu bukan saja tidak tepat, tetapi juga tidak sehat.

Dari keputusan Daud ini kita belajar bahwa menahan amarah hanya akan menyebabkan kita stress, tetapi melampiaskan amarah dalam kata- kata keras menyakitkan pun tidak menyelesaikan masalah. Daud menolong kita menemukan pilihan yang tepat dan sehat: membicarakannya dengan Tuhan. Menarik bukan? Kapan terakhir kali kita membicarakan permasalahan kita dengan Tuhan?

Pergumulan seperti yang Daud alami pun dialami oleh orang beriman. Tetapi, kita tidak dapat menanggungnya sendiri jika hanya berdiam diri, atau dengan membalas berbuat jahat. Segala pergumulan itu perlu untuk diarahkan secara benar kepada Tuhan sebagai pihak yang paling tepat, yang mampu mendukung kita.

Renungkan: Siapa lagi yang dapat memberi kita jiwa yang sehat kalau bukan Dia yang dalam Roh-Nya kini mendampingi kita sebagai Penasihat dan Penghibur?

(0.17500212727273) (Mzm 40:1) (sh: Penantian belum berakhir (Kamis, 5 Juni 2003))
Penantian belum berakhir

Penantian belum berakhir. Bagi sebagian orang, menanti adalah pekerjaan yang sulit dan membosankan karena menuntut kesabaran dan disiplin diri yang besar. Bagi orang beriman menanti berhubungan erat dengan kedewasaan mental spiritual. Sehubungan dengan "menanti", umat Tuhan dikenal sebagai orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan. Orang beriman yang belajar menanti, tidak akan diperbudak oleh hal-hal yang mendesak sebab tahu apa yang hakiki dan penting. Iman, harap, dan kasihlah yang membuat kita mampu menempatkan semua hal dalam hidup ini dalam nilai dan perspektif ilahi.

Dalam Mazmur ini, pemazmur melukiskan pengalaman hidupnya ketika ia jatuh ke dalam jerat dosa, dan menanti-nantikan Tuhan. Bagi pemazmur dosa seumpama lumpur hidup yang menghisap orang yang jatuh ke dalamnya untuk mati terbenam hidup-hidup. Semakin keras orang itu meronta berusaha melepaskan diri, semakin ia akan tersedot oleh lumpur itu. Hanya jika ada pertolongan dari luar sajalah, orang itu dapat diselamatkan. Inilah penantian yang sekaligus menunjukkan bahwa usaha manusia jelas tak mampu menyelesaikan masalah dosa. Allah tidak hanya mendengar teriakan pemazmur minta tolong. Ia bahkan menjenguk dan mengangkat si pemazmur dari lubang kebinasaan.

Banyak sekali kebaikan dan perbuatan Allah untuk kita, orang beriman. Kebaikan Allah mencapai klimaksnya pada kedatangan pertama sang Juruselamat. Ini menunjukkan bahwa Allah menggenapi janji keselamatan yang dinantikan manusia. Penggenapan janji Allah ini tidak berhenti sampai di sini, karena penggenapan pertama ini justru memasukkan kita pada penantian yang terbesar yaitu kedatangan-Nya yang kedua kali.

Renungkan: Belajarlah hidup dalam penantian kedatangan Tuhan sebab itu akan membuat kita mengutamakan kasih, kesucian, keadilan dan kebenaran.

(0.17500212727273) (Mzm 49:1) (sh: Kebahagiaan yang sia-sia (Jumat, 13 Februari 2004))
Kebahagiaan yang sia-sia

Kebahagiaan yang sia-sia. Seringkali kita sebagai orang Kristen merasa rendah diri di hadapan orang yang kaya, atau yang memiliki kuasa, sehingga kita tidak berani memberitakan Injil kepada orang-orang sedemikian. Padahal kita sama-sama manusia ciptaan Allah, yang tidak memiliki apa-apapun yang dapat dibanggakan di hadapan Allah. Lebih lagi kita sebagai anak-anak Tuhan, dengan tetap rendah hati dapat mengatakan bahwa kita memiliki kebahagiaan sejati. Jangan lupa, orang-orang kaya dan atau berkuasa kalau tidak memiliki Kristus di dalam hati, belum tentu bahagia. Kebahagiaan mereka kalaupun ada tidak hakiki.

Pemazmur di dalam hikmat Tuhan mengajak kita merenungkan kembali kebenaran ini: kekayaan, hikmat dan kuasa tidak dapat membeli kehidupan. Semua hal tersebut yang menjadi pegangan selama ini tidak dapat menolong mencegah kematian datang (ayat 6-15).

Persoalannya adalah banyak orang tertipu oleh apa yang di tangannya. Mereka merasa yakin bahwa dengan apa yang mereka miliki, kekayaan, hikmat, ataupun kekuasaan dapat menyelamatkan dirinya, pemazmur mengajar di dalam “hikmat Ilahi” bahwa hanya Tuhan saja yang mampu membebaskan seseorang dari kebinasaan. Paling tidak itulah pengalaman si pemazmur (ayat 16).

Maka sekarang ia mengajak kita semua untuk tidak usah minder terhadap mereka yang membanggakan kekayaannya, atau hikmatnya, atau kekuasaannya (ayat 17). Kita memiliki sesuatu yang lebih daripada semua hal tersebut. Kita dimiliki Allah pemilik hidup. Maka dari itu, justru kita harus berani untuk berkata-kata, menegur dalam kasih orang-orang yang terlalu percaya diri tersebut. Mereka akan binasa bila hanya mengandalkan apa yang mereka miliki. Mereka harus menjadi milik Allah. Tugas kita adalah memberitakan kebenaran itu.

Renungkan: Kapan terakhir kali Anda berkata kepada orang kaya, bahwa mereka membutuhkan Kristus untuk keselamatan mereka?

(0.17500212727273) (Mzm 58:1) (sh: Masih adakah keadilan? (Sabtu, 12 Juni 2004))
Masih adakah keadilan?

Masih adakah keadilan? Bukan hanya di zaman ini, tetapi bahkan sejak zaman di mana pemazmur hidup, ketidakadilan telah merajalela. Para penguasa dan para hakim bertindak semena-mena. Melihat keadaan ini, pemazmur tidak tinggal diam. Mazmur 58 ini merupakan suatu seruan yang menuntut agar keadilan ditegakkan.

Sambil membandingkan situasi itu dengan situasi zaman Daud pemazmur mempertanyakan integritas para penguasa tersebut (ayat 1) dan menyingkapkan kejahatan mereka (ayat 2-6). Mereka adalah orang-orang yang menggunakan otoritas dan kekuasaannya untuk menindas dan melakukan kejahatan (ayat 3). Perhatikan prinsip penting pemazmur menghubungkan kejahatan mereka ini dengan hakikat mereka sejak dilahirkan dan bahkan sejak di dalam kandungan (ayat 4).

Kejahatan mereka semakin menegaskan keberadaan mereka yang fasik dan sesat di hadapan Tuhan. Mereka bahkan tidak menghiraukan peringatan-peringatan yang ditujukan kepada mereka (ayat 5). Karena itu, pemazmur memohon agar Allah menghukum mereka dengan menghancurkan kekuatan mereka (ayat 7) dan menghilangkan pengaruh mereka untuk seterusnya (ayat 8-10).

Akhirnya, hanya ketika Allah menyatakan keadilan-Nya terhadap para penguasa/hakim yang lalim inilah orang benar dapat bersukacita (ayat 10-11). Memang terkadang Allah sepertinya berdiam diri ketika ketidakadilan terjadi. Tetapi hal itu tidak menjadikan pemazmur kehilangan pengharapannya. Ia percaya bahwa suatu saat Allah akan memberi pahala bagi orang benar yang setia berharap kepada Dia, dan Ia pasti menghakimi mereka yang tidak adil (ayat 10), karena Dialah satu-satunya Hakim yang ADIL, Sumber segala keadilan.

Renungkan: Ketika kita diperlakukan secara tidak adil, adakah kita berusaha menghakimi dengan cara kita sendiri ataukah kita rela mempercayakan diri kita kepada Tuhan, Hakim yang Adil, dan menantikan Dia dengan setia?

(0.17500212727273) (Mzm 70:1) (sh: Penawar Kepedihan (Jumat, 15 November 2019))
Penawar Kepedihan

Ketika kita menghadapi kesedihan dan kepedihan ada baiknya kita memiliki "amunisi" yang dapat digunakan berulang-ulang untuk mengingatkan kita agar tetap kuat menghadapi masalah.

Raja Daud menulis sebuah mazmur pujian pada waktu mempersembahkan kurban peringatan (2). Mazmur ini merupakan pengulangan dari lima ayat terakhir dalam Mazmur 40. Para penafsir Alkitab menjelaskan bahwa mazmur ini dapat disebut sebagai sebuah doa pendek. Doa pendek ini ditulis sebagai sebuah peringatan dan dimaksudkan untuk dinyanyikan berulang-ulang sebagai penawar kepedihan bagi Daud atau pun bagi umat yang menyanyikannya. Isi doanya ialah supaya Allah berkenan mengirimkan pertolongan.

Kemiskinan dan kebutuhan adalah alasan pemazmur berseru kepada Allah (2, 6). Ia berdoa agar Allah memenuhi wajah musuh-musuhnya dengan aib, malu, dan noda (3-4). Pemazmur juga berdoa agar Allah berkenan melimpahkan hati orang yang memuji Allah dengan sukacita.

Mazmur ini bisa menjadi contoh "amunisi" dalam mengatasi kepedihan hidup ketika menghadapi musuh yang memandang rendah dan terus-menerus ingin menjatuhkan kita. Kata "amunisi" di sini jangan dipahami sebagai mesiu atau peluru, melainkan doa yang dinaikkan berulang-ulang untuk mengingatkan kita agar senantiasa mendekatkan diri kepada Allah.

Lagi pula, orang-orang yang menimbulkan kepedihan di hati kita akan menerima balasannya. Bukan berarti kita boleh berdoa dengan penuh kebencian, sebaliknya sebagaimana yang diajarkan Yesus, kita harus mampu mengasihi dan mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Balasan adalah bagian Allah. Bagian kita adalah berdoa dengan kasih. Dan pemazmur sadar bahwa orang-orang yang berharap dan memuji-Nya akan mendapat kebaikan. Kita juga dapat memohon Allah segera menolong kita.

Doa: Tuhan, ingatkan kami untuk terus berharap kepada-Mu tanpa henti dan tidak kenal menyerah. [PC]

(0.17500212727273) (Mzm 71:1) (sh: Walau tua tetap semangat (Senin, 1 November 2004))
Walau tua tetap semangat

Walau tua tetap semangat. Apa benar orang yang sudah tua bisa ditinggalkan Tuhan? Apakah Tuhan melupakan kita saat rambut memutih?

Mazmur 71 memuat pergumulan pemazmur sebagai orang yang sudah tua. Dulu pemazmur pernah mengalami masa muda yang penuh sukacita. Pengalaman ini penuh sukacita karena Tuhan sendiri menopang kehidupannya (ayat 5-6). Masa muda pemazmur ini, menjadi kesaksian bagi banyak orang tentang perbuatan ajaib tangan Tuhan yang memeliharanya (ayat 7-8). Kini pemazmur merasakan kekuatan fisiknya menurun dan memudar sehingga rasa percaya diri pun luntur. Hal ini berbeda saat tubuh masih sehat, tenaga besar, tiada rintangan fisik, mental maupun hambatan para musuh yang dapat menghalangi gerak pemazmur.

Beragam perubahan ini menghantarkan pemazmur pada puncak keraguan yakni jangan-jangan Tuhan pun sudah meninggalkan dia (ayat 9). Apalagi tekanan para musuhnya bertambah sehingga perasaan ditinggalkan Tuhan makin kuat (ayat 10-11). Dalam kemunduran fisik dan tekanan masalah, iman menatap ke luar kondisi diri yaitu kepada Yahweh, Allah Israel yang setia. Kerinduan pemazmur adalah ia tetap boleh melayani Tuhan pada masa tuanya. Pemazmur bangkit dalam sikap semakin rindu menyaksikan berbagai perbuatan Tuhan (ayat 12-16). Pengalaman masa muda bersama Tuhan mendukung keyakinannya bahwa Tuhan tidak akan meninggalkannya. Pengalaman penyertaan Tuhan pada masa lampau itu menjadi pegangan bagi pemazmur dan memantapkan tekadnya untuk tetap melayani Tuhan di usia senja (ayat 17-18; 21-24).

Jangan kaitkan kemunduran fisik dengan perubahan kasih setia dan pemeliharaan Tuhan. Ia tidak pernah berubah. Tuhan tidak bosan memakai kita untuk melayani-Nya. Oleh karena itu, jadikan masa tua kita sebagai contoh bagi orang di sekitar kita untuk melihat usia lansia bukan penghalang melayani Tuhan dengan setia dan benar.

Camkan: Fisik boleh menurun, tetapi semakin matang usia, semakin iman, pujian, dan semangat melayani Tuhan harus terus meningkat.

(0.17500212727273) (Mzm 73:1) (sh: Fokus dan orientasi hidup yang tertuju pada kekekalan (Minggu, 21 Oktober 2001))
Fokus dan orientasi hidup yang tertuju pada kekekalan

Fokus dan orientasi hidup yang tertuju pada kekekalan. Mazmur ini merupakan pengajaran berharga bagi Kristen agar memiliki orientasi hidup yang tertuju pada kekekalan. Mazmur ini digali dari kehidupan seseorang yang memiliki hati yang tulus dan bersih (ayat 1), namun nyaris tergelincir dan terpeleset oleh keirihatian terhadap kelimpahan dan kesenangan hidup orang fasik (ayat 2-3, 4-12).

Mazmur ini adalah pelajaran dari krisis iman yang dihadapinya. Ia menyadari bahwa Allah itu baik bagi mereka yang tulus dan bersih hatinya (ayat 1), tetapi ia tidak dapat mengerti mengapa Allah seakan-akan memberkati orang fasik, sedangkan dirinya harus mengalami banyak kesukaran. Ia sedikit pun tidak ingin menyangkali kesetiaannya kepada Tuhan, namun ia melihat bahwa semua upayanya untuk mempertahankan hati yang bersih merupakan kesia-siaan (ayat 13, 15, 16). Fokus dan orientasi hidup yang tidak benar membuatnya merasa bahwa kebaikan Tuhan yang sudah diterimanya belum cukup dibandingkan kemujuran dan kesuksesan orang fasik.

Namun pada puncak krisisnya, ia menemukan fokus dan orientasi hidup yang tepat. Ia menyadari bahwa dalam perspektif kekekalan, akhir hidup orang fasik adalah sia-sia (ayat 17-19), sehingga ia menyadari bahwa keberhasilan sementara di bumi bukanlah kebutuhannya yang utama. Kebutuhannya yang terutama adalah Tuhan sendiri, warisan yang tidak akan pernah diambil daripadanya (ayat 25-26). Melalui pembaharuan orientasi hidup yang tertuju pada kekekalan ini, pemazmur menantang kita untuk memiliki iman yang dewasa di tengah dunia yang penuh luka, iri hati, dan kejahatan.

Renungkan: Milikilah orientasi hidup dan cara pandang pemazmur agar dapat menghadapi pergumulan hidup dari kacamata kekekalan.

PA 7 Mazmur 72

Tuhan sebagai Raja yang Ilahi adalah sumber dari segala keadilan dan kebenaran, dan seorang raja hanya dapat memiliki sifat-sifat seperti ini jikalau menerimanya dari Tuhan (ayat 1). Jabatan untuk menjadi seorang raja ini dipahami oleh bangsa Israel sebagai suatu panggilan ilahi yang bertujuan untuk memperhatikan mereka yang miskin, lemah, dan tertindas (ayat 4). Selain itu seorang raja memegang peranan sebagai titik pusat dari kehidupan sosial umat Tuhan, yang mewakili rakyatnya untuk mewarisi panggilan Allah kepada Abraham, untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain (ayat 17).

Pertanyaan-pertanyaan pengarah:

1. Apakah tanggung jawab raja terhadap mereka yang tidak berdaya dalam masyarakat (ayat 4, 12-14)?

2. Bagaimanakah bangsa Israel melihat keterkaitan antara kehadiran seorang raja dengan tanah perjanjian yang diberikan kepada mereka? Seperti apakah peranannya digambarkan? Bagaimana dampaknya terhadap kesuburan tanah (ayat 6, 16)?

3. Peranan seorang raja bagi bangsa Israel sangatlah penting karena padanya terletak harapan dan berbagai kemungkinan masa depan mereka. Di dalam pengharapannya, bangsa Israel menantikan hadirnya Sang Mesias yang menjadi raja ideal mereka. Bagaimanakah gambaran tentang raja ideal yang diharapkan? Berapa lamakah masa pemerintahannya (ayat 5-7)? Seluas apakah wilayah kekuasaannya (ayat 8)? Bagaimana kekuasaan dan pengaruhnya atas bangsa-bangsa (ayat 8-11)?

4. Bagaimanakah ayat 17 ini berkaitan dengan janji Allah kepada Abraham (Kej. 12:3)? Bagaiamanakah hal ini berkaitan dengan Injil Kristus (Gal. 3:10)? Di dalam diri siapakah pengharapan ini digenapi?

5. Dalam hal apakah 'Mesias yang memberikan keadilan, menolong, melepaskan, mengasihi, menyelamatkan, serta menebus mereka yang tertindas, miskin, dan 'lemah' menjadi penting bagi Anda (ayat 2, 4, 7, 12-14)?

6. Bagaimakah sikap Anda terhadap mereka yang tertindas, miskin, dan lemah? Bagaimana berita tentang Mesias yang terkandung dalam mazmur ini dapat Anda aplikasikan bagi mereka?



TIP #07: Klik ikon untuk mendengarkan pasal yang sedang Anda tampilkan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA