Teks Tafsiran/Catatan Daftar Ayat
 
Hasil pencarian 141 - 160 dari 463 ayat untuk Pertolongan (0.001 detik)
Pindah ke halaman: Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Selanjutnya Terakhir
Urutkan berdasar: Relevansi | Kitab
  Boks Temuan
(0.29) (2Raj 6:24) (sh: Percaya, jangan menghujat! (Selasa, 10 Mei 2005))
Percaya, jangan menghujat!


Iman sejati seseorang akan teruji saat melewati masalah berat. Yaitu, apakah ia akan tetap setia kepada Tuhan atau akan kehilangan iman bahkan menghujat-Nya.

Raja Yoram sudah menerima banyak pertolongan Tuhan melalui hamba-Nya, Elisa. Pengalaman sewaktu diluputkan dari penghadangan musuh seharusnya membawa Yoram percaya pada pemeliharaan Tuhan. Rupanya, iman Yoram hanya sebatas penglihatan fisik saja sebab mata rohaninya tidak tercelik. Tatkala yang dilihatnya adalah pengepungan musuh sekeliling Samaria (ayat 24), bencana kelaparan di antara penduduk kota (ayat 25), dan hilangnya rasa kemanusiaan dalam diri bangsanya (ayat 28-29), Yoram berbalik menghujat Allah (ayat 33) bahkan mengancam membunuh hamba-Nya (ayat 31).

Sikap Raja Yoram itu menunjukkan: Pertama, ia mengelak bertanggung jawab sebagai raja dengan cara mempersalahkan Elisa (ayat 31). Padahal seharusnya ia mengupayakan segala daya untuk menyelamatkan bangsanya. Kedua, ia mengakui bahwa malapetaka yang menimpa Samaria berasal dari Tuhan. Akan tetapi, Yoram tidak mau mencari Dia untuk bertobat dan memohon pertolongan-Nya (ayat 35). Sikap yang serupa juga ditunjukkan oleh seorang perwira ajudan raja. Ia menyepelekan nubuat Elisa bahkan menghujat Tuhan (ayat 7:1-2). Itu sebabnya, ia hanya akan menyaksikan pertolongan Tuhan tanpa dapat menikmatinya. Berbeda dengan Yoram, Elisa tidak menggantungkan imannya pada penglihatan fisiknya melainkan percaya pada pemeliharaan Allah. Itulah sebabnya, Allah menyingkapkan pertolongan apa yang akan dilakukan-Nya bagi umat-Nya.

Iman sejati tidak bergantung pada keadaan melainkan percaya pada janji firman Tuhan. Jadi, semakin berat masalah hidup menimpa, semakin anak-anak Tuhan mendekat kepada-Nya sehingga tidak menanggalkan iman ataupun berbalik mengkhianati-Nya.

Tekadku: Musibah boleh datang menerpa silih berganti, tetapi aku akan tetap percaya pada pemeliharaan Tuhan.

(0.29) (2Raj 16:1) (sh: Ahas berpaling dari Tuhan (Sabtu, 2 Juli 2005))
Ahas berpaling dari Tuhan

Iman sejati selalu mengakui bahwa Tuhanlah sumber pertolongan satu-satunya dan bahwa Tuhan juga dapat menggunakan orang lain sebagai agen pertolongan-Nya. Orang yang memiliki iman seperti itu seharusnya tidak mengandalkan apa pun selain Tuhan.

Sayang sekali, Raja Ahas, putra Yotam, tidak memiliki iman seperti ayah dan leluhurnya (ayat 2). Raja Ahas hidup seperti para raja Israel yang menyembah berhala bahkan ia juga melakukan ritual jahat mereka (ayat 3-4). Namun, karena Ahas keturunan Daud, Tuhan tetap menyatakan anugerah-Nya. Tuhan melepaskan Ahas dari para musuh yang mengepung-nya (ayat 5). Bukannya mengakui pertolongan Tuhan dan menaikkan syukur kepada-Nya, Ahas justru menambah dosa, yaitu bersekutu dengan Asyur. Daftar dosa yang lain adalah mengambil harta milik Bait Allah untuk dijadikan upeti bagi raja Asyur (ayat 7-9); mendirikan mezbah kurban yang meniru bentuk mezbah di Damsyik, untuk mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa yang disembah orang-orang Asyur. Demi menyembah dewa-dewa Asyur ini, ia rela menyingkirkan mezbah ibadah kepada Tuhan (ayat 10-14). Tindakan Ahas ini sangat jahat karena dengan sengaja menolak mengakui kedaulatan Tuhan atas dirinya maupun bangsanya. Dengan bersikap seperti itu ia telah menyangkali Tuhannya.

Banyak orang yang mengaku beriman, namun bertindak sebaliknya. Seperti Ahas, mereka menolak mengakui pertolongan Tuhan atas diri mereka. Mereka justru mengandalkan diri sendiri, orang lain, atau bahkan ilah-ilah dunia seperti harta dan kuasa. Pada akhirnya mereka akan menyingkirkan Tuhan sebagai Pemimpin hidup mereka dan berpaling menyembah Iblis. Tindakan mereka ini bukan hanya mendukacitakan hati Tuhan. Mereka juga dapat menjadi batu sandungan bagi orang-orang yang hendak setia mengikut Tuhan.

Camkan: Barang siapa memilih untuk menyembah uang, harta dan takhta berarti ia telah menolak Tuhan.

(0.29) (Mzm 121:1) (sh: Tuhan Pertolonganku (Rabu, 1 September 1999))
Tuhan Pertolonganku

Dalam dunia yang penuh tantangan dan ancaman, kita memerlukan pertolongan sejati. Pemazmur menyadari ketiadaan pengharapan baik dari dirinya maupun orang lain. Ia mencoba mengarahkan pandangannya ke gunung-gunung, namun di sana pun ia tidak melihat secercah harapan. Akhirnya pemazmur menyadari dan menyatakan dengan tegas bahwa "pertolonganku ialah dari Tuhan". Ialah Pencipta yang Mahakuasa dan Penjaga yang tidak pernah terlelap. Seringkali kita mencari pertolongan pada sesuatu yang tampaknya mampu menolong, namun pada akhirnya kita harus mengakui bahwa tak ada pertolongan lain selain di dalam Tuhan, Penjamin hidup kita.

Tuhan penjagaku. Dalam keadaan bahaya, sangat dibutuhkan penjagaan ketat. Hal ini sangat terasa di sekitar kita yang saat ini banyak ketidakamanan dan ketidaknyamanan. Dalam lingkungan rumah kita, mungkin diberlakukan jadwal siskamling untuk menjaga keamanan. Harus diakui bahwa tak seorang pun mampu berjaga- jaga sepanjang hari tanpa istirahat. Kita berusaha memiliki tempat perlindungan yang senantiasa siaga, yakni Penjaga Israel, Allah kita. Ia bukan saja mampu bertahan menghadapi bahaya, namun secara aktif melindungi umat-Nya. Tak ada Penjaga lain yang sanggup berjaga-jaga seperti Dia.

Doa: Tuhan, Penjagaku, rasa aman hanya kuperoleh dalam-Mu.

(0.29) (Mzm 126:1) (sh: Perbuatan Allah masa lampau dan kini (Senin, 6 September 1999))
Perbuatan Allah masa lampau dan kini

Setelah menghadapi pergumulan panjang, Tuhan memulihkan keadaan. Kemungkinan saat itu Tuhan membawa mereka keluar dari pembuangan di Babilonia. Mimpi menjadi kenyataan! Mereka keluar dari pengalaman pahit. Hati mereka diliputi sukacita dan sorak kegirangan. Ingatan yang kuat akan pertolongan Tuhan di masa lampau mendorong mereka untuk kembali melanjutkan iman percaya kepada Tuhan. Melalui pengharapan itu pula, umat menemukan jaminan akan kebebasan dan keselamatan mereka. Sekalipun Kristen menghadapi pergumulan karena penindasan dan pemasungan hak untuk beribadah, beriman, dan berkarya; tetap ada anugerah Allah yang menguatkan umat untuk berharap dan menikmati kemenangan.

Allah hidup dan dinamis. Allah tidak pernah pasif atau tinggal diam melihat umat-Nya menderita. Seringkali sebelum umat berseru memohon belas kasihan, penyertaan dan pertolongan telah dinyatakan-Nya secara ajaib (ayat 1). Kapan dan bagaimana Allah bertindak tidak semata-mata tergantung pada permohonan dan kebutuhan manusia, karena Ia tahu saat dan cara yang tepat menyatakan pertolongan-Nya. Tetaplah berdoa dan berhentilah untuk "mengatur" saat dan cara Allah bekerja, karena Ia tahu yang terbaik bagi kita.

(0.29) (Mzm 142:1) (sh: Pencurahan hati kepada Allah (Selasa, 21 September 1999))
Pencurahan hati kepada Allah

Teladan Daud dalam menghadapi ancaman adalah mencurahkan segala keluhan kepada Allah. Kita dapat menceritakan kepada-Nya setiap masalah, berbagi pergumulan, dan ketika kita sedang stress. Walau tak seorang pun yang memperhatikan kita di saat sangat dibutuhkan, kita tetap mempunyai Allah yang memperhatikan kita. Dengan mencurahkan segala sesuatu kepada-Nya, berarti kita yakin bahwa Allah tidak hanya mendengar, tetapi juga mampu menolong pada waktu-Nya.

Tuhan tempat perlindungan. Ketika pemazmur berada dalam keadaan tertekan ia berteriak meminta tolong kepada Tuhan. Berseru-seru sama dengan teriakan minta tolong dari seseorang yang mengalami penderitaan yang tidak tertahankan. Dalam keadaan yang menyesakkan seperti itu pemazmur menyadari bahwa pertolongan dan perlindungan tidak ada di tempat lain kecuali kepada Tuhan (ayat 6). Kadang kita cepat tergiur ketika orang mengatakan bahwa ada "orang pintar" di kota "anu" yang pandai dan berkuasa menyembuhkan atau menolong kita. Pertolongan yang segera, cepat, dan manjur sedang dicari kebanyakan orang zaman ini. Tetapi pertolongan sejati adalah dari Tuhan.

Renungkan: Akankah kita menukar iman kepada Allah yang hidup dengan kepintaran manusia atau kekuatan roh jahat?

(0.29) (Yes 31:1) (sh: Jangan salah berharap! (Minggu, 19 September 2004))
Jangan salah berharap!

Setiap orang memerlukan pengharapan. Pengharapan terkait dengan sumber-sumber pertolongan yang ada. Sebenarnya tidak salah berharap pada pertolongan tertentu sepanjang tidak menggantikan kedudukan Tuhan atau melanggar perinsip kebenaran firman-Nya. Kesalahan Israel berharap kepada Mesir ada dua , yaitu: 1) percaya kepada kekuatan Mesir lebih daripada mengandalkan Tuhan, 2) tidak mentaati kehendak Tuhan yang dengan jelas melarang tindakan itu.

Bukannya menolong, yang terjadi justru Mesir dikalahkan Asyur. Mesir hanya kumpulan manusia biasa (ayat 3a). Tuhan memakai Asyur untuk menghukum Mesir agar Israel menyadari hal ini. Sebenarnya, jika Mesir kalah Israel pun akan ikut jatuh dan sama-sama binasa (ayat 3b). Akan tetapi, Tuhan masih mengasihi Israel dan melindunginya dengan kekuatan-Nya yang digambakan bagai singa menjaga mangsanya dan burung menjaga sarangnya (ayat 4-5). Dia memberikan kesempatan lagi kepada Israel untuk berbalik menyembah Tuhan, bertobat dan membuang semua patung-patung berhala yang pernah disembahnya (ayat 6-7). Tindakan Tuhan menghukum Asyur menyatakan kedaulatan Tuhan sendiri (ayat 8-9).

Pada saat ini banyak orang Kristen pergi ke tempat yang salah untuk mencari jalan keluar bagi masalah sehari-hari, misalnya: dukun, ilah lain, manusia, ramalan orang "pintar", dsb. Hanya satu sumber pertolongan yang benar yaitu Tuhan Yesus.

Ingat: Jangan pernah mengganti sumber harapan yang kekal dan andal dengan yang sementara dan palsu.

(0.29) (Yoh 11:1) (sh: Perwujudan kasih (Jumat, 29 Januari 1999))
Perwujudan kasih

Kasih Marta, Maria dan Lazarus, kakak beradik, kepada Yesus Kristus terjalin karena mereka pernah mengalami kasih Tuhan yang besar. Itulah sebabnya ketika Lazarus sakit keras, Marta dan Maria membagikan gumulan hati mereka kepada Tuhan yang mengasihi dan yang berkuasa. Bagi mereka, keyakinan akan kasih Tuhan merupakan sumber kekuatan hati. Namun, mengapa Yesus seolah menunda pertolongan-Nya? Bahkan timbul kesan bahwa Yesus menunggu sampai Lazarus mati. Apa sikap dan tindakan kita pada saat kekelaman? Lebih-lebih bila Tuhan seolah menunda pertolongan-Nya dan mengizinkan kemalangan itu semakin menjadi-jadi?

Bergegaslah datang kepada-Nya. Jangan izinkan kemalangan apa pun membuat kita ragu, apalagi undur dari kasih dan mengasihi Yesus Kristus. Bergegaslah mencari pertolongan pada Tuhan Yesus Kristus! Saat Tuhan Yesus bersama murid-murid-Nya pergi ke Betania untuk melihat Lazarus, murid-murid-Nya mungkin berpikir bahwa saatnya telah tiba bagi mereka untuk mati bersama Yesus, sebab orang-orang Yahudi sudah mencoba merajam Tuhan Yesus. Itulah sebabnya salah seorang murid-Nya berkata, "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia."

Renungkan: Ketika kesulitan, kemalangan, kesedihan, kekecewaan dialami, apakah kita meragukan kasih-Nya, atau semakin dekat dengan Dia.

(0.25) (1Raj 15:1) (sh: Setia tetapi kurang bijak (Senin, 16 Agustus 2004))
Setia tetapi kurang bijak

Anak Tuhan dipanggil untuk hidup setia kepada Tuhan. Akan tetapi, tidak cukup hanya setia. Anak Tuhan juga perlu memiliki kebijaksanaan ilahi agar kesetiaannya membuahkan hasil pelayanan yang lebih baik.

Asa (raja Yehuda) berbeda dari ayahnya, Abiam. Abiam adalah raja yang jahat. Abiam tidak setia kepada Tuhan dan hidup dalam dosa. Sedangkan Asa melakukan apa yang benar di mata Tuhan. Asa adalah raja yang setia kepada Tuhan. Ia menyingkirkan penyembahan berhala dan ritualnya yang menjijikkan. Ia bahkan menyingkirkan neneknya dari istana, supaya ia tidak mempengaruhi Asa dan umat Israel untuk menyembah dewi Asyera.

Namun, Asa tidak menghancurkan bukit-bukit pengorbanan. Padahal bukit-bukit pengorbanan itu berperan dalam ibadah yang mencampuradukkan penyembahan dewa-dewi dengan TUHAN. Mungkin saja Asa mengira bahwa ibadah kepada TUHAN boleh dilakukan dengan gaya atau pola ibadah dewa-dewi lain. Tindakan tidak bijaksana ini menyebabkan Yehuda tidak murni menyembah Tuhan.

Ketidakbijaksanaan Asa yang lain tampak dalam menghadapi musuhnya, Baesa (raja Israel). Asa tidak berserah kepada Tuhan, melainkan mencari pertolongan kepada Benhadad, raja Aram. Jadi ketidakbijaksanaan Asa meliputi dua hal yakni ibadah kepada Tuhan yang dicampuradukkan dengan ritual kafir dan strategi perang yang mengharapkan pertolongan manusia daripada pertolongan Tuhan. Akibat dari sikap tidak bijaksana Asa adalah kehidupan rohaninya menjadi merosot dan tidak peka terhadap firman Tuhan (ayat 2Taw. 16).

Ternyata setia saja tidak cukup. Bijaksana sesuai dengan kehendak Tuhan akan menolong kesetiaan kita menjadi lengkap. Sebaliknya ketidakbijaksanaan malah membuat kesetiaan menjadi tidak utuh.

Doaku: Tuhan, tolong berikan hikmat kepadaku agar aku bukan hanya setia tetapi juga bijaksana menaati kehendak-Mu, sehingga kesetiaanku tidak luntur.

(0.25) (2Raj 7:3) (sh: Menjadi berkat bagi sesama (Rabu, 11 Mei 2005))
Menjadi berkat bagi sesama


Ada orang yang tega menjarah rumah kosong yang ditinggalkan pemiliknya karena mengungsi akibat gempa bumi/tsunami, Desember tahun lalu. Sikap sedemikian adalah sikap yang sangat jahat dan jelas bukan sikap kristiani. Sikap kristiani adalah senantiasa menjadi berkat bahkan di tengah kekurangan.

Perbuatan empat orang kusta yang putus asa karena kelaparan menerobos masuk perkemahan pasukan Aram justru dipakai Allah untuk memberitakan pertolongan-Nya bagi Samaria (ayat 3-5,8-11). Allah telah mengacaukan pasukan Aram sehingga mereka meninggalkan perkemahan dengan segala isinya begitu saja (ayat 6-7). Allah bertindak membela umat-Nya seperti yang Ia janjikan kepada Raja Yoram. Sekali lagi, Allah membuktikan bahwa Ia adalah Allah yang berkuasa dan berdaulat. Ada dua respons yang berbeda dalam menyikapi kuasa dan kedaulatan Allah ini. Yoram sempat meragukan perbuatan Allah dengan menganggap berita keempat orang kusta itu sebagai strategi orang Aram (ayat 12-15). Sebaliknya, keempat orang kusta itu justru memberitakan kabar baik itu kepada penduduk Samaria (ayat 10). Mereka merespons anugerah Tuhan dengan tepat. Di tengah kelimpahan berkat, mereka ingat akan kelaparan dan keputusasaan yang melanda saudara-saudara mereka di Samaria. Ironis bagi si perwira ajudan raja. Saat penduduk Samaria bergembira menikmati pertolongan Tuhan, ia tidak dapat merasakannya sebab ia mati terinjak-injak kerumunan orang. Hal ini tepat sebagaimana nubuat Elisa telah menyatakannya (ayat 2,17).

Kita tidak perlu putus asa saat menghadapi tekanan hidup karena Allah adalah tempat kita bersandar. Setelah kita mengalami pertolongan Allah maka kita pun perlu bersikap responsif seperti keempat orang kusta itu, yakni berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

Renungkan: Kapan terakhir kali Anda membagikan berkat yang Anda terima dari Allah kepada orang lain?

(0.25) (Mzm 57:1) (sh: Nyanyian dari dalam gua (Jumat, 11 Juni 2004))
Nyanyian dari dalam gua

Ketika kita berada dalam kesulitan dan pergumulan yang berat, reaksi spontan kita adalah mengeluh dan putus asa bahkan sering pula kita menjadi marah kepada Tuhan. Tetapi hal ini tidak kita temukan dalam diri Daud.

Mazmur ini ditulis ketika Daud sedang lari dari Saul dan harus bersembunyi di dalam gua (ayat 1). Saul iri melihat kesuksesan Daud dan ia ingin membunuh Daud (ayat 1Sam. 22:1; 24:3). Dalam keadaan yang terjepit, Daud berseru kepada Allah. Dia tidak larut dalam kesedihan dan ketakutan, melainkan berusaha tetap memfokuskan dirinya pada Allah.

Ada beberapa hal yang bisa kita teladani dari Daud: Pertama, ia berseru kepada Allah dan mempercayakan hidupnya di dalam tangan Allah (ayat 2-4). Daud mengumpamakan dirinya seperti seekor anak burung elang yang tidak berdaya yang berlindung di bawah naungan sayap induknya. Dalam situasi demikian ia beroleh kekuatan baru.

Kedua, ia memfokuskan perhatiannya pada kemuliaan Allah (ayat 6, 12). Daud mengakui keadaannya yang lemah dan tidak berdaya di tengah-tengah serangan musuh-musuhnya (ayat 5, 7). Tetapi ia tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh keadaannya. Perhatian Daud yang terutama, bahkan ketika ia memohon pertolongan dari Tuhan, adalah agar nama Tuhan ditinggikan dan dimuliakan, bukan semata-mata keselamatan pribadinya.

Ketiga, ia bersukacita menantikan pertolongan Tuhan (ayat 8-11). DR. Martin Lloyd-Jones menyatakan bahwa kita harus membedakan antara bersukacita dan merasa bahagia. Jelaslah bahwa Daud tidak merasa bahagia dengan keadaannya, tetapi ia tidak pernah kehilangan sukacitanya sementara ia menantikan pertolongan Tuhan, karena sukacitanya itu didasarkan pada kasih setia Tuhan dan kebenaran-Nya (ayat 11).

Renungkan: Penderitaan kita adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa orang beriman tetap bersukacita dan memuji Allah.

(0.25) (Mzm 70:1) (sh: Iman yang mampu menerobos keadaan genting (Kamis, 18 Oktober 2001))
Iman yang mampu menerobos keadaan genting

Keadaan yang genting, kacau, dan tak terkendali seringkali memperhadapkan kita pada berbagai kemungkinan, risiko, kepanikan, dan tindakan yang harus diambil secara cepat. Tidak jarang, pada situasi seperti ini kita harus berhadapan dengan ketegangan, berbagai kebingungan, dan tersudut oleh berbagai tindakan yang gegabah. Pada situasi seperti ini, iman memegang peranan yang penting. Iman akan menuntun kita untuk mengambil tindakan-tindakan yang tepat, yang tidak berdasarkan pada pertimbangan yang kacau, melainkan pada kebergantungan kepada Allah yang mengendalikan keadaan.

Mazmur 70 ini merupakan pancaran iman Daud yang mampu menerobos keadaan genting. Pengenalannya akan Allah menolongnya untuk tidak putus asa ataupun terpancing untuk bertindak gegabah, ketika diperhadapkan dengan situasi yang tidak terkendali. Sebaliknya, ia menunjukkan respons yang sangat mengagumkan. Dalam keadaan genting, ia menyediakan waktu sejenak untuk berdiam diri di hadapan Tuhan, berinteraksi dengan-Nya, dan berdoa memohon agar Tuhan memberikan pertolongan-Nya dengan segera (ayat 2, 6). Ia menyadari ketidakberdayaannya, namun memiliki pengharapan yang kuat kepada Tuhan (ayat 3-5). Ia tidak bertindak gegabah mengandalkan kekuatan dan strateginya sendiri, melainkan bergantung sepenuhnya kepada pertolongan Tuhan. Inilah teladan dari iman yang terpancar kuat di tengah keadaan yang genting.

Keputusan untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dalam situasi yang genting, bukanlah tindakan yang mudah diterapkan. Tetapi di sinilah letak nilai iman. Karena di dalam iman terkandung risiko. Iman yang mampu menerobos segala keadaan dan keterbatasan adalah iman yang mampu bertahan ketika diperhadapkan dengan pertaruhan dan risiko yang besar.

Renungkan: Ketika kita menghadapi situasi yang penuh dengan kepanikan, di mana kita tidak lagi dapat menguasai keadaan, janganlah bersandar pada kekuatan sendiri. Sediakanlah waktu sejenak untuk berdiam diri di hadapan Tuhan, berinteraksi dengan-Nya, dan bersandar sepenuhnya pada pertolongan-Nya yang akan datang tepat pada waktunya.

(0.25) (Mzm 77:1) (sh: Memantapkan akar iman (Minggu, 24 April 2005))
Memantapkan akar iman


Ada seorang janda miskin yang telah lama menderita kanker. Selama sakit, ia selalu berseru kepada Tuhan. Berbagai upaya telah ditempuh, termasuk didoakan oleh hamba Tuhan yang mempunyai karunia penyembuhan. Namun, ibu ini tak kunjung sembuh. Bagaimanapun iman ibu ini tak sampai sirna, ia tetap percaya Tuhan mengasihi lepas dari disembuhkan atau tidak.

PeMazmur sedang mengalami penderitaan berat (ayat 3). Ia merasa tidak mampu menghadapinya sendiri, maka ia pun berseru nyaring memohon pertolongan Tuhan (ayat 2). Yang luar biasa dari peMazmur ini ialah ia tidak larut dalam penderitaannya melainkan tetap mencari Tuhan dan mengingat-ingat-Nya (ayat 4). Memang dalam pergumulan itu sesaat sepertinya ia merasa Tuhan tidak lagi mengasihinya. Ia merasa Tuhan sudah berubah setia, tidak seperti masa lampau (ayat 5-11). Namun, peMazmur menolak percaya bahwa Tuhan benar-benar telah berubah! Kembali ia mengingat-ingat perbuatan Tuhan di masa lampau (ayat 12-13). Yaitu, perbuatan Allah menuntun umat-Nya dengan perantaraan Musa dan Harun melewati padang gurun dan laut menuju tanah perjanjian (ayat 21). Tuhan dengan ajaib telah menyatakan pertolongan-Nya pada umat Israel dengan cara mengalahkan musuh-musuh mereka (ayat 15-16). Bukan hanya bangsa-bangsa yang gentar menghadapi-Nya, alam pun ngeri kepada kedahsyatan kuasa-Nya (ayat 17-20).

Saat kita berada dalam penderitaan dan masalah, adalah kesempatan untuk mengenang pertolongan-Nya pada masa lampau. Ketika kita berhenti mengeluh dan berpaling pada-Nya, kita akan dikaruniai kekuatan untuk melihat sekali lagi karya ajaib Tuhan dalam hidup kita. Akar-akar pengalaman iman inilah yang memampukan kita menyongsong masa depan dan sekali lagi meyakini bahwa sesuai dengan kedaulatan dan kehendak-Nya, Ia akan menolong.

Renungkan: Tatkala kita menuruni jurang derita, ingatlah kedalaman keterlibatan Allah dalam Yesus Kristus. Jadikan derita-Nya dasar keteguhan iman kita.

(0.25) (Mzm 88:1) (sh: Menanti dalam kegelapan (Rabu, 7 November 2001))
Menanti dalam kegelapan

Mazmur kita hari ini merupakan model untuk memahami kenyataan hidup rohani secara lebih utuh.

Pemazmur sedang berada di dalam kesesakan yang begitu dahsyat. Seperti biasanya, ia berdoa, menangis, berteriak pada Allah untuk mendapatkan pertolongan (ayat 2-3, 10b, 14). Namun, apa yang terjadi? Kali ini tidak ada jawaban. Allah membisu seribu bahasa. Apakah kemudian pemazmur berhenti berteriak? Tidak! Kita justru melihat, kemarahannya ditumpahkan kepada Allah (ayat 4-10a). Ia menganggap bahwa hubungan dirinya dengan Allah terputus, sebagaimana ungkapan "liang kubur" dan "dunia orang mati" dipakai.

Lebih dahsyat lagi, ia menganggap bahwa Allah bertanggung jawab atas keadaan dirinya (ayat 7-10a). Namun, Allah tetap diam. Pemazmur melanjutkan usahanya dengan menyajikan pertanyaan- pertanyaan retoris (ayat 11-13). Ada enam hal buruk yang disebutkan di sana: orang mati, arwah, kubur, kebinasaan, kegelapan, negeri segala lupa. Kontrasnya, ada enam hal yang merupakan milik Allah: keajaiban, kebangkitan, kasih, kesetiaan, keajaiban, keadilan. Pertanyaan-pertanyaan retoris ini semuanya dijawab dengan satu kata: TIDAK. Mengapa Allah membiarkan pemazmur tetap terpuruk seperti itu? Tidak ada jawaban. Karena itulah pemazmur untuk terakhir kalinya marah pada Allah (ayat 14-19). Puncaknya ada di ayat 17. Bagi pemazmur, Allah patut disalahkan atas semua yang dialaminya.

Ada dua hal yang dapat kita pelajari di sini. Pertama, hidup tidak selalu menyenangkan. Ada saat-saat ketika kita berada di dalam masa-masa yang sulit. Kedua, di dalam ketidakmengertian pemazmur, ia tetap berdoa pada Allah dan menantikan pertolongan-Nya. Ia tidak menjadi bisu, meskipun kata-kata yang keluar adalah kemarahan dan pertanyaan- pertanyaan. Kadangkala Allah terasa begitu jauh dan tidak mempedulikan kita, meskipun kita telah berteriak pada Dia. Namun kita tidak punya pilihan lain, selain tetap setia pada- Nya.

Renungkan: Kadangkala jiwa kita harus dipersiapkan untuk menempuh malam yang gelap dan begitu panjang. Satu hal yang harus selalu kita lakukan ialah setia dalam menanti pertolongan-Nya!

(0.25) (Mzm 119:145) (sh: Permohonan terus-menerus (Minggu, 29 Agustus 1999))
Permohonan terus-menerus

Bila firman Tuhan dipegang dan dilaksanakan dengan setia dan bertanggungjawab, pasti hidup ini diwarnai dengan penuh keadilan, kebenaran dan kesetiaan. Pemazmur sungguh menyakini bahwa unsur-unsur inilah yang sangat merupakan kebutuhan untuk merasakan, menikmati hidup berbahagia dalam dunia yang serba tidak adil, tidak benar dan tidak setia. Untuk dapat mewujudkan masyarakat yang sesuai dengan kehendak Allah, yaitu suatu komunitas Ilahi, seperti halnya yang dilakukan oleh pemazmur, yaitu tiada henti, terus-menerus memohon pertolongan Tuhan, agar kita dimampukan melaksanakan hukum-hukum Tuhan dengan baik dan benar.

Pergumulan untuk setia. Sekalipun permohonan terus-menerus dipanjatkan, tetapi godaan di sekitar pun semakin gencar mempengaruhi. Salah satu pepatah mengatakan: "Lebih mudah melakukan sesuatu yang buruk dari pada yang baik". Demikianlah, setia pada hukum-hukum Tuhan akan banyak pergumulan. Tantangan dari diri sendiri berarti godaan, tetapi juga ancaman dari luar, dari sesama kita. Karena Taurat Tuhan, pemazmur ada dalam sengsara. Justru dalam keadaan ini, maka ia memerlukan pertolongan. Ia sadar bahwa bantuan itu bukan dari dirinya sendiri, bukan pula dari orang-orang sekitarnya, melainkan dari Tuhannya. Karena itu tidak putus-putusnya ia berseru kepada Tuhan, minta pertolongan-Nya. Betapa teguh pegangannya dan kuat imannya, sehingga tidak satu hal pun dapat menceraikannya dari Tuhan dan hukum-hukum-Nya.

Mengikuti jejak langkah pemazmur. Hidup di tengah-tengah tantangan dan ancaman membutuhkan kerendahan hati, kesetiaan pada firman Tuhan, dan tekad untuk berlapang dada. Berbagai cara akan dilakukan dunia agar Kristen menderita. Mengatasi keadaan seperti ini, marilah kita berusaha untuk mengikuti jejak langkah pemazmur dengan penuh keyakinan bahwa orang yang setia sampai tamat, pasti beroleh kemenangan.

Doa: Hadirlah ya Allah dalam hatiku, penuhilah hatiku dengan firman-Mu yang penuh kasih, agar aku dapat mengatasi pergumulanku.

(0.25) (Yes 7:1) (sh: Menantikan pertolongan Allah (Senin, 13 Oktober 2003))
Menantikan pertolongan Allah

Keadaan krisis dalam hidup manusia sebenarnya menunjukkan bahwa ada satu keadaan yang urgen, yang harus direspons segera. Kepada siapakah kita berespons? Dalam era telepon genggam ini, kita tinggal menekan nomor telepon dan menghubungi seorang rekan ketika kita kesepian. Kita tidak lagi memanjatkan doa-doa kepada Allah yang bisa memenuhi hati kita. Bahkan kita lebih memilih untuk menyogok dan mencari bekingan ketika urusan kita sedang sulit. Bisakah kita menantikan pertolongan Allah di saat krisis?

Pertanyaan tersebut jugalah yang melatarbelakangi bacaan kita hari ini. Yehuda dan Yerusalem akan diserang oleh Aram dan Israel. Raja Ahas yang ketakutan tidak mengetahui cara lain untuk dapat selamat kecuali meminta tolong kepada kerajaan yang waktu itu begitu terkenal, Asyur. Yesaya diutus Tuhan untuk memberitahukan agar Ahas tidak meminta bantuan kepada Asyur. Ahas harus mengingat bahwa perbuatannya melawan Asyur hanya akan membawa kehancuran bagi Yehuda.

Pada saat pertemuan itu, Yesaya ditemani oleh anaknya yang bernama Syear Yasyub. Nama anaknya berarti "hanya sisa seorang yang akan kembali [dari pembuangan]." Dengan kehadiran anaknya, Yesaya menambah bobot pesannya kepada Ahas. Nama anak itu seharusnya diperhatikan oleh Ahas dan bisa menjadi pengingat bahwa tindakannya meminta tolong kepada Asyur akan mencelakakan dirinya dan bangsanya. Yahweh meminta Ahas untuk melakukan 4 hal (ayat 4): meneguhkan hati, tinggal tenang, tidak takut dan tidak berhati kecut. Ahas harus berdiri teguh dalam iman, menantikan Tuhan yang tidak kelihatan, namun pasti akan bertindak (ayat 9).

Renungkan: Sering kali kita mengambil jalan pintas karena merasa Tuhan berdiam diri ketika kita kesulitan. Yakinlah bahwa Tuhan tidak pernah terlambat. Berjalanlah dalam kebenaran-Nya apa pun yang terjadi.

(0.25) (Yes 33:1) (sh: Mazmur bagi sang penolong sejati (Selasa, 21 September 2004))
Mazmur bagi sang penolong sejati

Sifat mazmur kita rasakan dalam pasal ini. Ciri utamanya ialah pujian kepada Allah dalam suasana penyembahan. Seiring dengan pemahaman akan kedaulatan Allah, cercaan celaka ditujukan kepada musuh-musuh-Nya (ayat 1) seiring dengan itu takut akan Allah menjadi keunikan umat-Nya (ayat 6).

Mengapa menaikkan pujian bagi Allah? Pertama, karena Ia akan mengadakan keadilan bagi umat-Nya dengan menyediakan masa damai. Hal ini didapatkan umat Allah karena mereka memiliki "takut akan Tuhan" yang menimbulkan hikmat dan pengetahuan (ayat 5-6). Kedua, karena Allah akan "bangkit" untuk melenyapkan manusia yang mengingkari perjanjian-Nya (ayat 7-9). Orang berdosa dan murtad, suku bangsa dan bangsa-bangsa gemetar oleh karena keperkasaan-Nya (ayat 10-14). Ketiga, karena Allah membela orang-orang yang hidup dalam kebenaran, tidak menerima suap, tidak turut dalam kejahatan meski mereka hidup dalam masyarakat yang bobrok moralnya. Orang-orang demikian akan ditinggikan-Nya sehingga kedudukan mereka kuat dan kokoh. Selain itu Tuhan memelihara hidup mereka dengan menyediakan kebutuhan hidupnya (ayat 15-16). Keempat, karena Allah akan memberkati kediaman umat-Nya menjadi tempat yang kuat dan aman sehingga semua orang akan melihatnya sebagai tempat keselamatan, tempat nama Allah dimuliakan, tempat sukacita, tempat keadilan (ayat 17-24).

Dapatkah kita menyadari pertolongan Tuhan tatkala kesesakan terasa menghimpit? Pertolongan Tuhan pada umat-Nya tidak terbatas pada zaman Nabi Yesaya saja atau hanya diberikan bagi umat Israel pada waktu itu saja, tetapi juga dapat kita terima pada masa kini. Bagaimana caranya? Kita berseru memohon pertolongan Tuhan. Takut akan Tuhan karena hal ini mendatangkan hikmat dan pengetahuan yang memberikan penyelesaian bagi masalah. Tetap setia menjalankan firman Tuhan meski keadaan sekitar kita "rusak".

Renungkan: Andalkan Tuhan dalam kesesakan. Jadikan kegelapan hidup melahirkan pujian tentang kemuliaan Tuhan.

(0.25) (Yes 39:1) (sh: Akibat melupakan Allah (Selasa, 28 September 2004))
Akibat melupakan Allah

Seseorang yang pesawatnya hendak jatuh memohon pertolongan Tuhan sambil berjanji jika selamat maka ia akan memberikan persembahan sukarela sebesar gaji satu bulan dan persembahan perpuluhan setiap bulan. Namun, ia lupa setelah Tuhan menolongnya.

Sungguh menyedihkan membaca kisah Hizkia di nas ini. Ia telah mengalami pertolongan Tuhan, tetapi cepat melupakannya karena raja Babel. Merodakh-Baladan (raja Babel) mengirimkan utusannya mengunjungi Hizkia di Israel (ayat 1). Tujuannya adalah turut bergembira karena Hizkia telah sembuh. Hizkia merasa tersanjung dengan kunjungan kenegaraan ini sebab pada saat itu Babel adalah negara yang kuat. Akan tetapi, Babel juga merupakan musuh Israel. Tindakan Hizkia memperlihatkan seluruh kerajaannya merupakan tindakan bodoh (ayat 2). Yesaya diutus Tuhan untuk memberitahukan firman Tuhan tentang Hizkia, yaitu "segala yang disimpan oleh nenek moyangmu akan diangkut ke Babel" (ayat 6); "Keturunan Hizkia akan dibawa ke Babel sebagai tawanan" (ayat 7) (band. Dan. 1:1-7). Dengan demikian, tindakan Hizkia ini sama dengan "menjual" keturunannya dan bangsa Israel kepada Babel. Respons Hizkia terhadap nubuat Nabi Yesaya adalah "lain di mulut lain di hati" (ayat 8). Hal ini menunjukkan bahwa Hizkia melupakan Tuhan dan semua pertolongan-Nya yang pernah ia alami, yakni ketika campur tangan Tuhan meluputkan Yerusalem (Yes. 36-37) dan menyembuhkan sakit kerasnya (Yes. 38).

Apa yang kita pelajari dari kegagalan Hizkia? Ia melupakan Tuhan. Akibat perbuatannya ini dirasakan oleh keturunannya bahkan rakyat Israel. Seorang pemimpin yang bertingkah laku keliru berpengaruh kepada orang-orang yang dipimpinnya. Orang Kristen pada masa kini juga dapat melupakan Tuhan karena banyak hal, seperti sahabat, kekasih, suami/istri, jabatan dan pangkat, uang dan barang berharga, dll. Sepadankah menukarkan kepercayaan pada Yesus dengan hal yang sementara?

Renungkan: Belajarlah dari tindakan Hizkia agar kita tidak melupakan Tuhan! Melupakan Tuhan berakibat fatal bagi masa depan kita dan keluarga.

(0.25) (Hos 12:1) (sh: Pertolongan di luar Allah = sia-sia! (Kamis, 12 Desember 2002))
Pertolongan di luar Allah = sia-sia!

Pada pasal ini Hosea kembali merinci dosa-dosa bangsa Israel (ayat 1,2,12). Kebohongan/penipuan, melarikan diri dari Allah dan mengharapkan pertolongan dari kekuatan lain, seperti Asyur dan Mesir, sama halnya dengan mengabaikan Allah. Ia tidak hanya meninggalkan Allah, tetapi juga mengikat perjanjian dengan bangsa Asyur dan Mesir (ayat 2), yang kemudian justru akan menelan mereka. Artinya, sikap dan tindakan Israel ini tidak hanya telah membatalkan perjanjiannya dengan Allah secara sepihak, tetapi juga Israel telah mengabaikan syarat-syarat perjanjian dengan Tuhan yang telah disepakati yaitu: pertama, Israel dengan cara tidak bertanggung jawab telah melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai umat Allah. Kedua, demi kepentingan diri sendiri, tanpa memperhatikan kepentingan Allah, Israel rela melaksanakan syarat-syarat perjanjian dengan Asyur dan Mesir. Sebagai bangsa, seharusnya kita bisa belajar dari pengalaman Israel dengan Allahnya dalam sejarah bangsa itu. Israel juga mengalami krisis multidimensi seperti kita. Agaknya, usaha-usaha perbaikan yang bersifat politis, ekonomis, dan sosial saja tidak cukup untuk menyelamatkan bangsa Israel dari krisis multidimensinya. Kata kunci yang mestinya dapat menyelamatkan mereka dari krisis multidimensi waktu itu ialah pengajaran Tuhan. Ketika mereka mengabaikan pengajaran Tuhan itu, maka mereka pasti menuai kebinasaan.

Persoalannya dengan bangsa kita ialah, apakah segala usaha baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial yang telah dirintis saat ini sudah merupakan usaha yang ‘cukup’ untuk menyelamatkan kita dari krisis multidimensi bangsa ini? Tentu saja tidak! Bangsa ini juga harus belajar dari kebaikan, keadilan dan kebenaran Allah yang tentu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang baik. Artinya, kita harus memiliki nilai-nilai luhur seperti kejujuran, ketulusan, kesediaan untuk berkorban, menghargai nilai-nilai luhur kemanusiaan, tidak mementingkan diri sendiri atau kelompok, dll.

Renungkan:
Di masa-masa penantian ini, nilai-nilai luhur seperti itulah yang seharusnya menjadi komitmen kita menyambut kedatangan-Nya.

(0.25) (Yun 2:1) (sh: "Sepanjang jalan Tuhan pimpin" (Jumat, 14 Desember 2001))
"Sepanjang jalan Tuhan pimpin"

Ini adalah sebuah judul lagu yang ditulis oleh Fanny Crosby. Lagu ini ditulis sebagai ungkapan syukur atas pertolongan Tuhan yang ajaib, ketika ia mengalami masa-masa sulit. Yunus pun merasakan keajaiban pertolongan Tuhan, sehingga lahirlah sebuah untaian doa syukur yang sarat dengan kebenaran, meskipun dia berdoa di sebuah tempat yang sangat tidak lazim, yakni di dalam perut ikan! Pertama, doa ini diawali dengan sebuah pernyataan bahwa Tuhan telah menolongnya (ayat 2). Kedua, muncul ung-kapan pribadi Yunus yang menyatakan bagaimana Tuhan menyelamat-kannya dari ombak yang siap menguburnya di dasar laut (ayat 3-7). Ketiga, Yunus menjelaskan tentang mengapa Tuhan menolongnya (ayat 8-9).

Doa Yunus keluar dari hati yang penuh penyesalan. Yunus tidak hanya menunjukkan bahwa kesadaran tentang keberadaan diri yang berdosa membawanya pada kepasrahan dan kesediaan menanggung hukuman, tetapi juga pernyataan bahwa apa yang Tuhan lakukan atas dirinya adalah tindakan yang adil.

Ada tiga kebenaran dari untaian doa Yunus yang tidak hanya harus senantiasa kita ingat, tetapi juga menjadikannya bagian sikap hidup kita. Pertama, ingat bahwa Tuhanlah yang telah menolong kita, bukan harta, kekuasaan, atau kemampuan kita. Dalam segala kesusahan datanglah pada-Nya, "...carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Mat. 6:33). Kedua, ingatlah bagaimana Ia telah menolong kita. Dia menarik kita dari dosa dengan cara menyerahkan nyawa-Nya sendiri untuk kita. Seperti Yunus, kita pun siap "dikubur" dalam kesusahan dan dosa kita, namun tangan-Nya telah mengangkat kita keluar. Ketiga, ingatlah mengapa Tuhan menolong kita. Tuhan tidak pernah terpaksa menolong kita; Ia menolong karena Ia mengasihi kita.

Renungkan: Ada saatnya kita mengalami masa-masa yang sulit, yang menghancurkan hati, dan menimbulkan banyak kekecewaan. Ingatlah bahwa meskipun masa-masa tersebut Tuhan izinkan terjadi, Dia jugalah yang, karena kasih-Nya, memberikan pertolongan kepada kita.

(0.25) (Mat 20:29) (sh: Iman yang menarik perhatian Tuhan (Senin, 21 Februari 2005))
Iman yang menarik perhatian Tuhan

Jika Anda sedang menderita penyakit yang sulit untuk disembuhkan dan Anda berpapasan dengan seorang hamba Tuhan yang dikenal memiliki karunia penyembuhan, apa yang akan Anda lakukan?

Ketenaran Yesus pada waktu itu, sungguh mengagumkan. Buktinya, kehadiran-Nya selalu diiringi banyak orang (ayat 29). Rombongan sebanyak itu, tentu saja menimbulkan suara yang gaduh dan ramai. Sampai-sampai kedua orang buta pun bisa mendengar suara itu dan mengetahui kehadiran Yesus di situ (ayat 30a). Dua orang buta yang duduk di pinggir jalan itu telah meyakini bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Daud, yang sanggup menyembuhkan berbagai penyakit, seperti ayan (ayat 17:15), lumpuh, timpang, dan bisu (ayat 15:29-31), mati sebelah tangan (ayat 12:10). Mungkin mereka mendengar mukjizat yang dilakukan Yesus itu dari pembicaraan orang. Timbullah keyakinan pada diri mereka bahwa kebutaan mereka pun bisa Yesus sembuhkan (ayat 30b).

Akan tetapi, bagaimana cara membuat Yesus melihat mereka? Menembus kerumunan orang banyak dengan berlari adalah hal yang mustahil karena keterbatasan fisik mereka. Namun, iman mereka kepada kuasa Yesus melebihi kekuatan fisik orang yang sehat. Maka mulailah kedua orang buta itu berseru-seru memanggil nama Yesus dengan tak menghiraukan teguran orang banyak yang merasa terganggu (ayat 31). Seruan berdasarkan iman kepada Yesus itu tidak sia-sia karena Ia berkenan menyembuhkan kebutaan mereka (ayat 32-33).

Seperti kedua orang buta itu, kita pun bisa memeroleh pertolongan Yesus. Pertolongan-Nya hanyalah sejauh doa. Tuhan melihat iman kedua orang buta itu. Itulah yang Yesus cari pula dari diri kita. Doa dengan iman membuka diri di hadapan-Nya, supaya Ia bebas berkarya dalam hidup kita.

Ingatlah: Mukjizat Tuhan bagi persoalan hidup kita, bisa kita alami asalkan kita tidak putus asa untuk berseru memohon pertolongan Tuhan dan tetap percaya meskipun keadaan kita tidak memungkinkan.



TIP #03: Coba gunakan operator (AND, OR, NOT, ALL, ANY) untuk menyaring pencarian Anda. [SEMUA]
dibuat dalam 0.06 detik
dipersembahkan oleh YLSA